Volume 4, Nomor 1 Juli 2017
UMUR, PENDIDIKAN, PEKERJAAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN
BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
Age, Education, Work and Knowledge with Lower Heavy Service
*Noni Kristiana **Elvi Juliansyah
*Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Kapuas Raya Sintang
Abstrak
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang usia gestasi. Terjadi peningkatan kasus pada BBLR dari tahun 2011 sampai tahun 2013
mulai dari 116 menjadi 150 kasus (77,3%), dan 150 menjadi 153 kasus (93%). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir
Rendah di Ruang Perinatologi RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang 2014. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian Cross Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini
adalah keseluruhan ibu yang bayinya di rawat di ruangan Perinatologi pada tahun 2013 RSUD Ade M
Djoen Sintang berjumlah 365 orang kemudian sampel di ambil sebanyak 78 ibu menggunakan metode
purposive sampling.analisis data menggunakan univariat dan bivariat dengan taraf signifikansi 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 49 ibu dengan BBLR sedangkan 29 ibu tidak BBLR.
Dari uji statistik Chi Square, didapatkan hasil tidak ada hubungan antara umur (p=0,082), pendidikan
(p=0,728), dan pekerjaan (p=0,423). Ada hubungan pengetahuan (p=0,049), OR sebesar 2,987 dengan
kejadian BBLR. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan rendah berisiko 2,987 kali dibandingkan
dengan ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang baik. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan penetahuan dengan kejadian BBLR. Saran agar ibu-ibu lebih sering mendengar atau
mengikuti program pendidikan bagi ibu hamil baik yang formal maupun melalui media televisi atau
media lainnya untuk meningkatkan pengetahuan.
Kata Kunci : BBLR, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Pengetahuan
Abstract
Low birth weight babies (LBW) are babies with birth weight less than 2500 grams regardless of
gestational age. An increase in cases of LBW from 2011 to 2013 ranged from 116 to 150 cases
(77.3%), and 150 to 153 cases (93%). The purpose of this study is to determine the factors associated
with the incidence of Low Birth Weight in Space Perinatologi RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang
2014. This study uses a type of Cross Sectional research with quantitative approach. The population of
this study were all mothers whose babies were treated in the perinatology room in 2013 Ade M Djoen
Sintang hospitals amounted to 365 people and then the samples were taken by 78 mothers using
purposive sampling method. Data analysis using univariate and bivariate with 95% significance level.
The results showed that 49 mothers with LBW while 29 mothers were not LBW. From the Chi Square
statistical test, there was no correlation between age (p = 0,082), education (p = 0,728), and job (p =
0,423). There is knowledge relation (p = 0,049), OR equal to 2,987 with occurrence of LBW. Pregnant
women who have low knowledge risk 2.987 times compared with pregnant women who have good
knowledge. This study can be concluded that there is a knowledge relationship with the occurrence of
LBW. Suggestion that mothers more often hear or follow education program for pregnant mother
either formal or through media of television or other media to increase knowledge.
Volume 4, Nomor 1 Juli 2017
A. Pendahuluan
Salah satu indikator penting untuk
menilai
tinggi
atau
rendahnya
derajat
kesehatan masyarakat adalah dilihat dari
Angka Kematian Bayi (AKB). Bahkan
dibandingkan dengan indikator lainnya seperti
morbiditas, AKB lebih sensitif karena AKB
universal akan lebih tinggi pada negara yang
kemajuan sosial ekonominya rendah, sehingga
sangat beralasan bila perhatian besar diberikan
pemerintah untuk penanggulangan kematian
bayi (Sulaeman, 2009).
Tingkat kematian bayi yang lahir dengan
berat badan rendah telah terbukti sangat tinggi
di beberapa studi. Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) termasuk 10 penyebab
kematian
terbesar
di
negara-negara
berpenghasilan rendah dan berkembang pada
tahun 2004 (WHO, 2008). BBLR adalah
satu-satunya prediktor mortalitas yang paling kuat
dalam beberapa bulan pertama kehidupannya
dan merupakan penentu utama kematian,
morbiditas dan kecacatan pada masa bayi dan
anak-anak dan juga memiliki dampak jangka
panjang pada hasil kesehatan dalam kehidupan
dewasa (WHO, 2011).
Posisi percepatan Tujuan Pembangunan
Milenium (TPM) di Indonesia hingga tahun
2003, sekaligus kecenderungan pencapaiannya
sampai dengan tahun 2015 dibidang kesehatan
(Indrawati, 2005). Berikut adalah pencapaian
yang dimaksud yang terkait dengan kesehatan
umumnya
dan
kesehatan
lingkungan
khususnya
disertai
dengan
beberapa
kecenderungannya. Target 5: Menurunkan
Angka Kematian Balita (AKBA) sebesar
dua-pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015. AKB
juga menurun tajam menjadi 35 per 1000
kelahiran hidup pada kurun 1998-2002.
Walaupun begitu angka kematian bayi ini
masih tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan Negara anggota ASEAN lain, yaitu 4,6
kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih
tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi
dari Thailand. Variasi kematian bayi antar
propinsi masih cukup besar, dengan kematian
paling tinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat
yaitu hampir lima kali lebih tinggi dari angka
kematian bayi di Yogyakarta. Diprediksi ada
kecenderungan penurunan AKBA menjadi
sebesar 32 dan AKB sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2015 (Sarudji,
2010).
Kematian
bayi
terbanyak
karena
gangguan perinatal, dari seluruh kematian
perinatal, sekitar 2-27% disebabkan karena
kelahiran BBLR. Sementara itu, prevalensi
BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu
sekitar 459.200-900.000 bayi (Depkes RI,
2005). Tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5
juta kematian neonatal dinegara berkembang
atau penghasilan rendah. Lebih dari dua
pertiga kematian adalah BBLR yaitu berat
badan
lahir
kurang
dari
2500
gram.
Berdasarkan hasil penelitian mengatakan
secara global diperkirakan terdapat 25 juta
persalinan pertahun dimana 17% diantaranya
adalah BBLR dan hampir semua terjadi di
negara berkembang (Zaenab, 2006).
Setiap tahun diperkirakan terjadi 4,3 juta
kelahiran mati dan 3,3 juta kematian neonatal
di seluruh dunia. Meskipun AKB di berbagai
dunia telah mengalami penurunan, namun
kontribusi kematian neonatal pada kematian
bayi semakin tinggi (Prameswari, 2007).
Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia
menunjukkan kecenderungan penurunan yang
sangat lambat dalam waktu 10 tahun bila
dibandingkan dengan angka kematian bayi dan
balita. AKN pada tahun 1997 sebesar 26/1000
KH menurun menjadi 20/1000 KH (SDKI
2002-2003) dan 19/1000 KH sesuai hasil SDKI
2007. Perhatian terhadap upaya penurunan
AKN menjadi penting karena kematian
neonatal memberikan kontribusi terhadap 56%
kematian bayi (Depkes RI, 2008).
Menurut laporan Tahunan di Ruang
Perinatologi RSUD Ade Muhammad Djoen
Sintang, Tahun 2011 terdapat kejadian berat
badan lahir rendah sebanyak 116 kasus. Tahun
2012 terdapat kejadian berat badan lahir
rendah sebanyak 150 kasus. Tahun 2013 kasus
BBLR di ruang perinatologi sebanyak 153
kasus dengan angka mortalitas 21 kasus.
Terjadi peningkatan kasus pada BBLR dari
tahun ke tahun mulai dari 116 menjadi 150
kasus (77,3%), dan 150 menjadi 153 kasus
(93%).
Berdasarkan data maka peneliti perlu
untuk melakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
BBLR di Ruang Perinatologi RSUD Ade
Muhammad Djoen Sintang tahun 2014.
B. Metode
Peneliltian
ini
adalah
penelitian
kuantitatif non eksperimental yaitu explanatory
research. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode survey
dengan rancangan penelitian Cross Sectional
Study dimana pengambilan data antara variabel
bebas dan variabel terikat dilakukan dalam satu
waktu secara bersamaan.
Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti
semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi (Arikunto, 2010). Jadi
populasi penelitian ini adalah keseluruhan ibu
yang bayinya di rawat di ruangan Perinatologi
pada tahun 2013 RSUD Ade M. Djoen Sintang
berjumlah 365 orang. Waktu pengambilan
populasi bulan Mei Tahun 2014.
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang di teliti. Pengambilan sampel
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga di
peroleh sampel (contoh) yang benar-benar
dapat berfungsi sebagai contoh, atau dapat
menggambarkan
keadaan
populasi
yang
sebenarnya
(Arikunto,2010).
Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling.
Mengolah dan menganalisis data, baik
pada saat uji validitas dan reliabilitas, maupun
mengolah
dan
menganalisis
data
hasil
penelitian, peneliti menggunakan program
komputer. Program ini digunakan dengan
pertimbangan selain dari aspek kecepatan dan
kemudahan juga karena program ini memiliki
ketelitian yang sangat tinggi dan paling umum
digunakan dalam penelitian dibidang apapun
(Agushybana, 2006).
C. Hasil
1. Hasil Analisis Univariat
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi
RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang Tahun 2014
Kejadian BBLR
n
%
BBLR
49
62,8
Tidak BBLR
29
37,2
Total
78
100
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
ibu dengan kejadian BBLR sebanyak 49 ibu
(62,8%) sedangkan ibu yang tidak BBLR
sebanyak 29 ibu (37,2%).
2. Hasil Analisis Bivariat
Tabel 2
Hubungan Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pengetahuan dengan Kejadian BBLR
di Ruang Perinatalogi RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang Tahun 2014
BBLR
Total
Variabel BBLR Tidak BBLR 95% OR P Value
n % n % n % Risiko 19 79,2 5 20,8 24 100 Umur 3,040 0,082 Tidak Berisiko 30 55,6 24 44,4 54 100 Rendah 32 65,3 17 34,7 49 100 Pendidikan 1,329 0,728 Tinggi 17 58,6 12 41,4 29 100 Bekerja 13 54,2 11 45,8 49 100 Pekerjaan 0,591 0,425 Tidak Bekerja 36 66,7 18 33,3 29 100 Tidak Baik 30 66,7 15 33,3 45 100 Pengetahuan 2,987 0,049
Volume 4, Nomor 1 Juli 2017
Berdasarkan tabel 2, hubungan umur
berisiko dengan kejadian BBLR di Ruang
Perinatologi RSUD Ade Muhammad Djoen
Sintang Tahun 2014 sebanyak 19 ibu (79,2%),
sedangkan umur tidak berisiko sebanyak 30
ibu (55,6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai
P=0,082 lebih besar dari =0,05. Maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan antara umur
dengan kejadian BBLR.
Berdasarkan tabel 2, hubungan tingkat
pendidikan rendah dengan kejadian BBLR di
Ruang Perinatologi RSUD Ade Muhammad
Djoen Sintang Tahun 2014 sebanyak 32 ibu
(65,3%) sedangkan tingkat pendidikan tinggi
sebanyak 17 ibu (58,6%). Hasil uji statistik
diperoleh nilai P=0,728 lebih besar dari =
0,05. Maka dapat disimpulkan tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan kejadian
BBLR.
D. Pembahasan
1. Hubungan Umur dengan Kejadian
BBLR
Umur mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan dan persalinan ibu. Usia yang
kemungkinan tidak risiko tinggi pada saat
kehamilan dan persalinan yaitu umur 20-35
tahun, karena pada usia tersebut rahim
sudah siap menerima kehamilan, mental
sudah matang dan sudah mampu merawat
bayi dan dirinya. Sedangkan umur <20
tahun dan > 35 tahun merupakan umur yang
risiko tinggi terhadap kehamilan dan
persalinan (Cuningham, 2005). Dengan
demikian diketahui bahwa umur ibu pada
saat melahirkan turut berpengaruh terhadap
morbiditas dan mortalitas ibu maupun anak
yang dilahirkan. Ibu yang berumur kurang
dari 20 tahun rahim dan bagian tubuh
lainnya belum siap untuk menerima
kehamilan dan cenderung kurang perhatian
terhadap kehamilannya. Ibu yang berumur
20-35 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya
sudah siap untuk menerima dan
diharapkan untuk memerhatikan
kehamilannya.
Besarnya kejadian BBLR bukan hanya
terjadi pada kelompok umur yang non
produktif. Akan tetapi pada kelompak umur
produktif yang tergolong aman untuk
melahirkan
terkait
dengan
adanya
pergeseran
usia
menikah
dikalangan
masyarakat yang dulu pernah memiliki
Berdasarkan tabel 2, hubungan bekerja
dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatologi
RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang Tahun
2014 sebanyak 13 ibu (54,2%), sedangkan
tidak bekerja sebanyak 36 ibu (66,7%). Hasil
uji statistijk diperoleh nilai P=0,425 lebih
besar dari
=0,05. Maka dapat disimpulkan
tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan
kejadian BBLR.
Berdasarkan
tabel
2,
hubungan
pengetahuan tidak baik dengan kejadian BBLR
di Ruang Perinatologi RSUD Ade Muhammad
Djoen Sintang Tahun 2014 sebanyak 30 ibu
(66,7%),
sedangkan
pengetahuan
baik
sebanyak 19 ibu (57,6%). Hasil uji statistik
diperoleh nilai P=0,519 lebih besar dari
=0,05. Maka dapat disimpulkan tidak ada
hubungan antara pengetahuan dengan kejadian
BBLR.
budaya menikah diusia dini, seperti setelah
menstruasi pertama datang, menjadi setelah
tamat SLTA atau usia seperti diatas 20
tahun ke atas (Sistriani, 2008).
Hal itu dapat dijelaskan
karenasebagian
masyarakat
telah
banyak
mengetahui akibat buruk dari perkawinan
usia muda. Tingginya usia perkawinan pada
kelompok umur tersebut juga dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang
semakin baik tentang kesehatan reproduksi.
Masyarakat secara umum sudah mulai
mengerti masa perkawinan yang ideal
sesuai
dengan
kematangan
organ
reproduksi, mental ataupun sosial.
Berdasarkan
distribusi
frekuensi
menunjukkan bahwa ibu memiliki umur
berisiko <20 tahun dan >35 tahun sebanyak
24 ibu (30,8%) dan ibu memiliki umur
yang tidak berisiko 20-35 tahun sebanyak
54 ibu (69,2%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu dengan umur
berisiko terhadap kejadian BBLR sebanyak
19 ibu (79,2 %). Sedangkan ibu dengan
umur tidak berisiko dengan kejadian BBLR
sebanyak 30 ibu (55,6%).
Hasil uji statistik menggunakan Chi
Square diperoleh P=0,082 artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara umur
dengan
kejadian
BBLR
di
Ruang
Perinatologi RSUD Ade Muhammad Djoen
Sintang tahun 2014.
Berdasarkan teori yang ada dan hasil
penelitian yang didapat, bahwa teori dan
hasil penelitian tidak terdapat keterkaitan,
karena dari hasil penelitian yang didapat ibu
yang memiliki umur tidak berisiko terhadap
kejadian BBLR lebih banyak dibandingkan
ibu berisiko terhadap kejadian BBLR. Hal
ini menunjukkan bahwa ibu umur tidak
berisiko dapat terjadi BBLR. artinya tidak
selamanya umur berbanding lurus dengan
kejadian BBLR.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan sebelumnya oleh Lili
Nurlaili,
terhadap
kejadian
BBLR
dikelurahan kesepuhan kota Cirebon Tahun
2009, menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara umur
dengan kejadian BBLR dengan P=1,000.
Penelitian
ini
berbeda
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nita
Merzelia terhadap determinan kejadian
BBLR yang menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kejadian
BBLR dengan umur ibu hamil dengan
P=0,000.
2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian
BBLR
Pendidikan adalah aktivitas dan usaha
manusia untuk meningkatkan kepribadiannya
dengan
jalan
membina
potensi-potensi
pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa,
cipta dan budi nurani). Pendidikan juga berarti
lembaga yang bertanggungjawab menetapkan
cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan
organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini
meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat
(Ihsan Fuad, 2005).
Tingkat pendidikan ibu menggambarkan
pengetahuan
kesehatan.
Seseorang
yang
memiliki
pendidikan
tinggi
mempunyai
kemungkinan pengetahuan tentang kesehatan
juga tinggi, karena makin mudah memperoleh
informasi yang didapatkan tentang kesehatan
lebih banyak dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Sebaliknya pendidikan
yang kurang menghambat perkembangan
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru di
kenal (Notoadmojo, 2007). Semakin tinggi
tingkat pengetahuan ibu, semakin tinggi pula
pengetahuan kesehatan. Pendidikan yang
tinggi memudahkan seseorang menerima
informasi lebih banyak dibandingkan dengan
pendidikan rendah. Pengetahuan kesehatan
yang tinggi menunjang perilaku hidup sehat
dalam penuhan gizi ibu selama kehamilan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pendidikan
kesehatan oleh tenaga kesehatan. Pendidikan
kesehatan pada hakekatnya merupakan suatu
usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok, atau individu.
Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan
tersebut
masyarakat
dapat
memperoleh
pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi
selama kehamilan.
Berdasarkan
distribusi
frekuensi
menunjukkan ibu yang memiliki pendidikan
rendah tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP
sebanyak 49 ibu (62,8%) dan ibu memiliki
tingkat pendidikan tinggi tamat SMP, tamat
perguruan tinggi sebanyak 29 ibu (37,2%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu
dengan pendidikan rendah terhadap kejadian
BBLR sebanyak 32 ibu (65,3%). Sedangkan
ibu dengan pendidikan tinggi terhadap
kejadian BBLR sebanyak 17 ibu (58,6%).
Hasil uji statistik menggunakan Chi
Square di peroleh P=0,728 artinya tidak ada
hubungan bermakna antara pendidikan dengan
kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSUD
Ade M Djoen Sintang tahun 2014.
Berdasarkan teori yang ada dan hasil
penelitian yang didapat bahwa tidak ada
keterkaitan antara pendidikan dengan BBLR,
tidak selamanya orang berpendidikan tinggi
memiliki
pengetahuan
yang
baik,
dan
sebaliknya tidak selamanya orang yang
berpendidikan rendah memilki pengetahuan
yang tidak baik.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pipit Festy terhadap
analisis faktor risiko dengan kejadian BBLR
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara kejadian BBLR dengan
pendidikan ibu hamil dengan P=0,002.
3. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian
BBLR
Pekerjaan fisik banyak dihubungkan
dengan peranan seorang ibu yang mempunyai
pekerjaan tambahan di luar pekerjaan rumah
tangga dalam upaya meningkatkan pendapatan
keluarga. Beratnya pekerjaaan ibu selama
kehamilan dapat menimbulkan terjadinya
prematuritas karena ibu tidak dapat beristirahat
dan hal tersebut dapat mempengaruhi janin
yang sedang dikandungnya (Manuaba, 2010).
Bila
seorang
ibu
ikut
membantu
penghasilan dalam rumah tangga maka pada
saat hamil mereka lebih banyak mengeluarkan
Volume 4, Nomor 1 Juli 2017