• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyalahan terhadap hak legal dari suatu organisasi yang memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. penyalahan terhadap hak legal dari suatu organisasi yang memiliki"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Counterfeiting atau peniruan adalah tindakan pelanggaran atau penyalahan terhadap hak legal dari suatu organisasi yang memiliki intellectual property (Clark, 1997). Secara teknis, kata counterfeiting merujuk hanya pada kasus pelanggaran hak merek dagang (trademark), namun dalam prakteknya counterfeiting juga mencakup tindakan pembuatan sebuah barang yang mana bentuk fisiknya sengaja dibuat sangat mirip dengan barang aslinya. Hal tersebut terkadang dapat menyesatkan konsumen dalam mencari barang yang asli yang ingin mereka beli (OECD, 2007).

Saat ini tindakan peniruan bisa mencakup pada pakaian, tas, jam, aksesoris, piranti lunak (software), obat-obatan, bahkan sampai pada barang. Banyak alasan kenapa seseorang membeli produk tiruan, dan alasan-alasan tersebut sudah dapat ditemukan di beberapa literatur-literatur internasional. Pembeli produk tiruan memberikan alasan bahwa mereka membeli produk tiruan, karena hal tersebut tidak memberikan dampak langsung yang merugikan bagi mereka, harga produk tiruan jauh lebih murah dibandingkan produk aslinya. Bloch et al., 1993, menyatakan bahwa konsumen membeli barang palsu karena alasan kondisi keuangan yang sangat minim. Sedangkan Cordel et al (1996) menyatakan bahwa

(2)

15 permintaan terhadap produk tiruan disebabkan karena kinerja dari produk tiruan sudah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan produk aslinya.

Belakangan ini, peniruan merupakan kegiatan yang semakin marak saja di beberapa belahan dunia. Mulai dari Amerika hingga Asia. Berdasarkan data yang diperoleh OECD (2007), perdagangan produk tiruan mencapai sekitar 5-7 persen dari total perdagangan barang di dunia dan telah mencapai angka USD 200 miliar pada tahun 2005. Jumlah ini belum termasuk produksi dan konsumsi domestik akan produk tiruan melalui internet. Jika jumlah ini masuk dalam perhitungan, maka jumlah total dari peniruan secara mendunia bisa mencapai lebih dari ratusan miliar dollar .

OECD (2007) mengemukakan bahwa sudah banyak tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat untuk membasmi tindakan peniruan ini, salah satunya adalah pembuatan undang-undang anti peniruan. Namun, meskipun begitu, pemilik trademark tetap memiliki kesulitan dalam membujuk pemerintah setempat untuk membuat tindakan lain untuk membasmi peniruan. Menurut Clark (1997) hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: Pertama, peniruan masih menjadi prioritas yang rendah jika dibandingkan dengan aksi kriminal lainnya Kedua, masih sulitnya bagi pemerintah untuk memonitor aktivitas peniruan secara keseluruhan. Terakhir, prosedur pembuatan hukum tentang peniruan yang masih kompleks.

European Union Customs Authoritites [EUCA], (1998) mengatakan bahwa Indonesia juga termasuk salah satu negara yang

(3)

16 banyak melakukan kegiatan perdagangan produk tiruan dan pemalsuan merek suatu produk. Menurut organisasi tersebut, Indonesia tercatat turut memberikan kontribusi sebesar 1,2 persen atas keterlibatannya dalam hal tindakan pemalsuan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, setiap bulan sedikitnya 100 kasus pemalsuan berbagai merek produk. Adapun produk yang paling banyak dipalsukan adalah tekstil, elektronik, serta makanan dan minuman. Hal ini mengakibatkan kerugian negara sebesar triliunan rupiah akibat potensi kehilangan sumber pendapatan dari pajak penjualan (PPn) (Lembaga Indonesia Pengetahuan Indonesia [LIPI], 2003).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEUI bersama Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) pada tahun 2005 mengenai “Economic Impact Study of Counterfeiting in Indonesia” dapat diketahui bahwa pertimbangan masyarakat dalam membeli produk fesyen bermerek masih beragam. Pada tabel 1.1 dibawah dapat kita lihat bahwa “harga” dan “fungsi” masih menjadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam membeli produk fesyen. Sedangkan “merek” adalah aspek yang menjadi suatu pertimbangan pada konsumen berpendapatan tinggi.

(4)

17 Tabel 1.1 : Pertimbangan Utama Konsumen Dalam pembelian

Produk Fesyen

Pendapatan

per bulan Merek Originalitas Harga Fungsi < Rp 1 juta 12.91% 5.74% 31.15% 50.20% Rp 1 - 2 juta 11.92% 28.54% 25.57% 43.97% Rp 2 – 5 juta 12.22% 6.11% 25.96% 55.71% > Rp 5 juta 23.08% 7.69% 30.77% 38.46% Sumber : LPEM FEUI dan MIAP (2005)

Keinginan konsumen untuk memperoleh produk bermerek mewah tetapi terhalang oleh pendapatan yang rendah merupakan alasan utama pasar produk tiruan menjadi sangat berkembang, demi untuk memenuhi keinginan pasar konsumen kelas bawah tersebut.

Peniruan di Indonesia pun tidak kalah maraknya, produk bermerek mewah tiruan terutama produk-produk fesyen, membanjiri pasar dan pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia. Hal ini menyebabkan sebagian konsumen cenderung membeli produk tiruan dari pada yang asli, karena konsumen tanpa harus membayar mahal tetapi dapat merasakan manfaat yang sama. Fakta bahwa produk tiruan tersebut memiliki kualitas yang lebih rendah dari pada produk aslinya tetapi itu tidak mengurangi minat beli konsumen. Pada tabel 1.2 menggambarkan perbandingan rentang harga antara produk bermerek mewah asli dan produk tiruannya yang didapat oleh peneliti sebelumnya melalui pengamatan di Mal Plaza

(5)

18 Indonesia dan ITC Mangga Dua yang dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2011.

Tabel 1.2 : Perbandingan Rentang harga produk Bermerek Mewah Asli dan Produk Tiruannya

Merek Jenis Produk

Kisaran Rentang Harga Produk Asli

Kisaran Rentang Harga Produk Tiruan Bally Tas dan

sepatu pria Rp 9 juta – Rp 11 juta

Rp 150.000 – Rp 500.000 Versace Baju pria Rp 2 juta – Rp 8 juta Rp 100.000 – Rp

300.000 Aigner Tas wanita Rp 7 juta – Rp 10 juta Rp 300.000 – Rp

1.000.000 Chanel Tas wanita Rp 30 juta – Rp 60

juta

Rp 400.000 – Rp 3.000.000 Louis

Vuitton Tas wanita Rp 8 juta – Rp 30 juta

Rp 300.000 – Rp 4.000.000 Fendi Tas wanita Rp 7 juta – Rp 9 juta Rp 200.000 – Rp

1.000.000 Gucci Tas pria

dan wanita Rp 5 juta – Rp 15 juta

Rp 300.000 – Rp 2.500.000

Sumber : Hasil pengamatan di Mal Plaza Indonesia dan ITC Mangga Dua (Nurul Hana, 2011)

Tabel 1.2 menunjukkan bagaimana perbedaan harga antara produk fesyen yang asli dengan produk tiruannya mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli atau tidak membeli produk yang asli. Dapat kita lihat pada semua tingkat pendapatan, bahwa semakin rendah persentase perbedaan harga antara produk orisinil dengan produk tiruannya, maka semakin besar keinginan konsumen untuk

(6)

19 membeli produk orisinil, dan sebaliknya, semakin tinggi persentase perbedaan harga antara produk orisinil dengan produk tiruannya, semakin rendah keinginan konsumer untuk membeli produk orisinil. Dan tanpa melihat persentase perbedaan harga, dapat kita lihat semakin tinggi pendapatan konsumen maka semakin tinggi pula persentase konsumen tersebut membeli produk orisinil.

Tabel 1.3 : Keinginan Konsumen untuk Membeli produk Fesyen Asli

Pendapatan per bulan Tingkat kemiripan produk 20% Tingkat kemiripan produk 50% Tingkat kemiripan produk 80% Tingkat kemiripan produk >80% Hanya membeli produk asli < Rp 1 juta 91.14% 49.37% 17.72% 12.66% 12.66% Rp 1 - 2 juta 95.35% 52.33% 24.42% 18.60% 18.60% Rp 2 – 5 juta 92.11% 69.74% 38.16% 34.21% 34.21% > Rp 5 juta 87.50% 62.50% 43.75% 43.75% 43.75%

Sumber : LPEM FEUI dan MIAP (2005)

Menurut Ang, Cheng, Lim, dan Tambyah (2001) sikap konsumen terhadap produk tiruan ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal konsumen. Lebih lanjut, Ang et al. (2001) juga menyatakan bahwa konsumen menggunakan produk tiruan dengan tujuan menunjukkan status sosial mereka, dengan ekspektasi membuat orang lain terkesan. Konsumen yang memiliki keinginan besar untuk meningkatkan status sosial mereka dimata orang lain akan membeli suatu

(7)

20 barang atau produk yang secara nyata dapat menunjukkan status sosial mereka (Ang, S.H.; Cheng, P.S.; Lim, E.A.C.; Tambyah et al., 2001).

Kecenderungan konsumen dalam membeli produk fasyen disebakan karena konsumsi produk fesyen dapat menciptakan reputasi bagi pemakainya, apalagi jika masyarakat mengenakan produk fesyen dari merek terkenal maka akan dapat menggambarkan status sosialnya dimasyarakat (Grossman dan Shapiro, 1988; Nia dan Zaichkowsky, 2000 dalam Cheek dan Easterling, 2008). Konsumen mengenakan produk dari merek terkenal karena mereka ingin mengkomunikasikan status sosialnya kepada kelompok masyarakat yang mereferensikannya agar dapat diterima dalam kelompok masyarakat tersebut, karena kelompok tersebut beranggapan bahwa pemakaian produk dari merek terkenal akan merupakan simbol bagi pemakainya atau akan menentukan status sosialnya (Nia dan Zaichkowsky, 2000). Masyarakat Indonesia, baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan, terutama orang yang senantiasa menjaga gengsinya dan selalu mengikuti perkembangan produk fesyen akan mempengaruhi masyarakat sekitarnya dalam mengkonsumsi produk-produk fesyen, apalagi pada masyarakat perkotaan yang gengsinya lebih tinggi, mereka beranggapan bahwa semakin mahal harga produk fesyen akan semakin dapat meningkatkan gengsinya sehingga mereka akan semakin memburunya karena berkeyakinan bahwa apabila mengenakan produk fesyen dari merek terkenal dengan harga yang mahal mereka akan dapat tampil beda. Tidak heran kalau Indonesia menjadi salah

(8)

21 satu tujuan utama ekspor produk fesyen dari luar negeri, karena masyarakat Indonesia termasuk penggemar produk impor alias produk luar negeri (Akbar, 2011).

Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa semakin sebuah produk memiliki kesuksesan dan ketenaran atas nama mereknya, maka akan semakin membuka peluang atas timbulnya produk tiruan tersebut di masyarakat (Nia dan Zaichkowsky, 2000). Produk fesyen yang paling banyak dijadikan objek tiruan adalah pakaian, sepatu, jam tangan, produk berbahan kulit, dan perhiasan. Beberapa merek yang paling sering ditiru adalah Louis Vuitton, Gucci, Burberry, Tiffany, Prada, Hermes, Chanel, Dior, Yves St Laurent, dan Cartier (Yoo dan Lee, 2009). Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka memproduksi produk-produk tiruan menjadi semakin mudah dan hasilnya tidak berbeda dengan produk aslinya.

Salah satu fenomena yang cukup menarik perhatian penulis dan mungkin juga akan menarik perhatian banyak orang yaitu fenomena peredaran produk-produk tiruan sebagai sebuah alternatif baru bagi konsumen. Dapat dilihat ketika begitu banyak konsumen yang menggunakan produk bermerek mewah, bahkan di angkutan umum atau pinggir jalan. Rupanya produk tiruan dari produk bermerek mewah ini sudah merambah sampai dimana-mana, dan peminatnya pun sangat tinggi yang berasal dari beragam kelas sosial, pendapatan, maupun pendidikan. “Sebagian besar masyarakat di Indonesia menggunakan produk tiruan,

(9)

22 setidaknya sekali seumur hidup” itulah sebuah anggapan yang mungkin pernah kita dengar. Kalau mau jujur berapa persen dari seluruh produk yang kita miliki merupakan produk yang benar-benar asli? Sisanya, dapat merupakan tiruan. Hal tersebut disatu sisi akan menguntungkan konsumen, tetapi disisi lain akan merugikan produsen.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan fenomena minat masyarakat Indonesia yang begitu tinggi terhadap produk fesyen tiruan, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk tiruan dari produk fesyen tiruan, dan bagaimana sikap tersebut mempengaruhi niat konsumen untuk membeli produk fesyen tiruan. Sebagai tahap awal penelitian ini, penulis melakukan studi literatur terhadap jurnal - jurnal internasional yang membahas topik sikap dan perilaku konsumen terhadap produk tiruan, maka dari itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul: “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Niat Konsumen Untuk Membeli Produk Fesyen Tiruan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang serta keingintahuan peneliti untuk melihat pengaruh setiap variabel, maka penelitian ini akan menganalisis apakah konsumsi status, integritas, kesadaran nilai, resiko sosial, resiko kinerja, dan resiko penuntutan berpengaruh terhadap

(10)

23 sikap konsumen terhadap produk fesyen tiruan, dan apakah sikap konsumen tersebut berpengaruh terhadap niat membeli produk fesyen tiruan.

1.3 Pertanyaan Riset

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah :

1) Apakah konsumsi status berhubungan positif dengan sikap terhadap pembelian produk fesyen tiruan?

2) Apakah integritas berhubungan negatif dengan sikap terhadap pembelian produk fesyen tiruan?

3) Apakah kesadaran nilai berhubungan positif dengan sikap terhadap pembelian produk fesyen tiruan?

4) Apakah risiko sosial berhubungan negatif dengan sikap terhadap pembelian produk fesyen tiruan?

5) Apakah risiko kinerja berhubungan negatif dengan sikap terhadap pembelian produk fesyen tiruan?

6) Apakah risiko penuntutan berhubungan negatif dengan sikap terhadap pembelian produk fesyen tiruan?

7) Apakah sikap terhadap pembelian produk tiruan berhubungan positif dengan terhadap niat membeli produk fesyen tiruan?

(11)

24 1.4 Tujuan Riset

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara konsumsi status, integritas, kesadaran nilai, resiko sosial, resiko kinerja, dan resiko penuntutan terhadap sikap konsumen terhadap produk fesyen tiruan, dan pengaruh sikap konsumen terhadap niat membeli produk fesyen tiruan.

1.5 Lingkup Riset

Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan cara menyebar kuesioner secara online dan terbatas pada konsumen dengan usia diatas 18 tahun yang pernah membeli produk fesyen tiruan.

1.6 Kontribusi Riset 1.6.1 Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada akademisi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian serupa atau bahkan untuk mengembangkan penelitian ini.

1.6.2 Bagi Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada praktisi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menjadi masukan bagi produsen barang-barang fashion dengan merek asli untuk lebih mendalami perilaku konsumen terhadap produk tiruan

(12)

25 sehingga perusahaan dapat membuat langkah-langkah untuk mengurangi angka pemalsuan barang dan menjadikan sikap positif terhadap pemalsuan barang menjadi sebaliknya, atau menjadi sikap tidak positif.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian ini, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Bab ini menguraikan berbagai dasar teoritis yang terkait dan digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Bab ini juga menguraikan hipotesis yang diuji dalam penelitian dan model penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang sampel yang digunakan dalam penelitian, jenis data, sumber data, dan metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dipaparkan dalam Bab II.

(13)

26 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang karakteristik responden, hasil pengujian model dan pengukuran yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, uji hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini menampilkan kesimpulan dan saran terkait hasil penelitian, keterbatasan penelitian, implikasi manajerial, serta saran untuk penelitian selanjutnya.

Gambar

Tabel 1.2 : Perbandingan Rentang harga produk Bermerek Mewah  Asli dan Produk Tiruannya
Tabel 1.3 : Keinginan Konsumen untuk Membeli produk Fesyen Asli

Referensi

Dokumen terkait

Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Berdasarkan

Sebagai bentuk kesempurnaan Agama Islam adalah dengan diaturnya tata pola kehidupan pemeluknya dari hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar. Tanpa terkecuali mengenai

Function tersebut berguna untuk mengambil data, menampilkan data yang telah diambil dan membandingkan produk yang telah dipilih oleh user.. Function Product

Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi secara kimia yang berlangsung secara cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada

Sistem ini berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam menentukan kebijakan berdasarkan kebutuhan masing-masing wilayah per kecamatan atau per kelurahan meliputi Informasi penyebaran

Desa tersebut dapat digunakan mendahului peraturan desa tentang Perubahan APBDesa dengan cara menetapkan peraturan Kepala Desa tentang Perubahan Penjabaran APBDesa

Dengan belajar dari Adiprasetya, umat Kristen di Indonesia tidak hanya berhenti pada pemahaman bahwa ajaran Allah Tritunggal mempersulit dialog.. Sebaliknya, ajaran Allah

Tekstur tanah mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air, tanah bertekstur agak halus seperti lempung liat berpasir mempunyai drainase agak buruk yang biasanya tanah memiliki