• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot

esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA

DIVERSIFIKASI PANGAN

Oleh : VERA LISNAN

F24104106

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot

esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA

DIVERSIFIKASI PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : VERA LISNAN

F24104106

2008

DEPERTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot

esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA

DIVERSIFIKASI PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : VERA LISNAN

F24104106

Dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1986 di Jakarta

Tanggal Lulus :

Menyetujui, Bogor, Mei 2008

Dr.Ir. Endang Prangdimurti, M.Si

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Sri Widowati, M.AppSc

Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah

(4)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Januari 1986. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Soedjatno. W. Lisnan dan Thian Yoen Hong. Penulis telah menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum di Kristen Yusuf, Jakarta (1992-2004). Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan akademis dan non-akademis. Dalam kegiatan akademis, penulis berpartisipasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa (2007) dan training HACCP System Auditor oleh Mbrio-botekindo (2006), sedangkan dalam kegiatan non akademis, penulis aktif dalam beberapa keorganisasian dan kepanitiaan antara lain: Pengurus fgw Student Forum (2005-2008), Panitia Seminar Internasional Susu dan Produk Susu (2005), Bendahara National Student Paper Competition (2006), BAUR (2006), Panitia Seminar Internasional Butcher and Retail Product (2006), Panitia Seminar Fgw First National laboratories Conference (2007). Penulis juga memiliki pengalaman kerja selama masa perkuliahan sebagai Asisten Praktikum Kimia IPB (2006), Asisten Praktikum Biokimia IPB (2007), dan Public Relation International Dairy Federation Bali Symposium (2008). Semasa kuliah penulis berhasil menjadi juara ketiga leadership scholarship dari PT. Nutrifood Indonesia beserta training leadership dari Dale Carnigie.

Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul Pengembangan Beras Artificial dari Ubi kayu (Manihot esculenta Crant.) dan Ubi jalar (Ipomea batatas) sebagai Upaya Diversifikasi Pangan dibawah bimbingan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si dan Dr. Ir. Sri Widowati, MAppSc.

(5)

Vera Lisnan. F24104106. Pengembangan Beras Artificial Ubi kayu (Manihot

esculenta Crant.) dan Ubi jalar (Ipomoea batatas) sebagai Upaya Diversifikasi Pangan. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si dan Dr. Ir.

Sri Widowati, M.AppSc

RINGKASAN

Pemerintah Indonesia tengah berupaya hingga kini agar ketergantungan penduduk Indonesia terhadap beras dapat dikurangi. Pada Hari Pangan tahun 2000, pemerintah menetapkan program ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan (diversifikasi). Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang berpotensi namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Komoditi-komoditi pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih luas antara lain serealia (jagung, sorgum), umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas, garut) serta tanaman pohon (sagu, pisang).

Penelitian ini bertujuan mengembangkan produk pangan baru berbasis ubi kayu dan ubi jalar yakni beras artificial sebagai alternatif pangan pendamping nasi dan menentukan formula yang tepat dalam pembuatan beras artificial serta menganalisis sifat fisik, kimia, dan sensorinya. Dalam penelitian ini dilakukan pemilihan formula yang tepat dalam pembuatan beras artificial dari empat formula yaitu 60:40, 70:30, 80:20, dan 90:10 untuk rasio tepung: pati, berdasarkan analisis sensori uji hedonik, jumlah tepung dalam rasio formula dan rendemen. Selanjutnya dilakukan analisis fisik (derajat putih, uji amilografi, bobot 1000 butir, daya serap air, dan densitas kamba) dan analisis kimia (proksimat, kadar amilosa, kadar serat pangan, dan daya cerna pati in vitro) untuk bahan baku dan produk beras artificial.

Proses pembuatan beras artificial meliputi pencampuran tepung, pati, dan air, dilanjutkan dengan proses penghabluran menggunakan ayakan 8 mesh, proses pembutiran dengan mesin pembutir, penyangraian selama 5-7 menit pada suhu 45-50°C, dan pengeringan menggunakan oven selama 60°C selama 72 jam. Hasil rendemen pembuatan beras artifisial ubi kayu dan ubi jalar menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pati dalam rasio formula maka rendemen semakin meningkat.

Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan hasil analisis sensori, jumlah tepung yang digunakan dalam rasio formula, dan hasil rendemen. Formula terpilih untuk beras artifisial ubi kayu adalah 70:30, sedangkan untuk beras artifisial ubi jalar adalah 80:20 untuk tepung:pati. Hasil analisis kimia beras artificial ubi kayu formula 70:30 meliputi kadar kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat larut, serat tidak larut, kadar amilosa, dan daya cerna pati in vitro berturut-turut 6.0%, 0.7% (bk), 0.7% (bk), 1.9% (bk), 96.7% (bk), 6.0%, 7.1%, 29.6%, 62.4%. Sedangkan analisis kimia beras artificial ubi jalar formula 80:20 meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat larut, serat tidak larut, kadar amilosa, dan daya cerna pati in vitro berturut-turut adalah 6.3%, 1.0% (bk), 0.8% (bk), 2.3% (bk), 95.9% (bk), 4.8%, 7.1%, 31.7%, 54.8%.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kasih, berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk suka dan duka selama penelitan dan penulisan tugas akhir yang membuat penulis menjadi lebih dewasa. Penelitian ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan baik secara moril maupun material yang sangat berarti dari berbagai pihak dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian sebagai penyumbang dana untuk penelitian ini.

2. Papa, mama, dan koko yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dan kepercayaan yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis hingga saat ini. Cinta kasih kalian tidak akan pernah terganti dan terlupakan.

3. Dr. Ir. Endang Prandimurti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta nasehat membangun kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir.

4. Dr. Ir. Sri Widowati, MAppSc selaku dosen pembimbing akademik kedua yang telah membantu dan memberikan bimbingan serta nasehat membangun kepada penulis selama penelitian dan penyelesaian tugas akhir.

5. Dase Hunaefi, STP., MFood.ST selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran demi perbaikan skripsi ini.

6. Keluarga di Tanjung Priok, Ieie Ling-Ling, dan Icong Budi yang senantiasa memberikan nasehat dan memotivasi penulis serta Feli, Devi, dan Niko untuk hari-hari penuh kebahagiaan.

7. Teman-teman di Mbrio : Bu Wida, Bu Titi, Bu Etna, Bu Weni, Mbak Natria, Mbak Lina, Tori, Hendy, Erick, Pak Ichan, Mas Vikri dan Mas Poli atas nasehat dan dukungan kepada penulis selama menghadapi penelitian serta hari-hari yang membahagiakan selama penulis magang di Mbrio.

8. Teman-teman satu penelitian : Kak Arga, Mbak Prima, Rhais, Kak Hendra, dan Kak Akhyar atas kerjasama, dukungan, bantuan, dan semangat kepada penulis dari awal penelitian sampai tahap akhir penulisan. Semoga sukses.

(7)

9. Teman-teman seperjuangan : Hans, Sherly, Willine, dan Yuliana atas persahabatan yang indah serta suka maupun duka selama 4 tahun di IPB. Semoga sampai kapanpun kenangan kita bersama tidak akan terlupakan. 10.Teman-Teman dalam penulisan : Rhais, Bima, dan Mpus atas bantuan dalam

penyelesaian tugas akhir penulis dan waktu-waktu bersama di PITP. 11.Yoan dan Mpin atas pinjaman bukunya.

12.Pak Gatot dan Bu Rubiah atas bantuan, nasehat, dan saran kepada penulis selama tugas akhir.

13.Bu Hetty, Pak Heru, Bu Pia, staff, dan analis BB Pascapanen Bogor atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

14.Teman-teman ITP 40 : Andreas, Hendy, Kak Sarwo, Kak Aji atas bantuan dan bimbingan selama penulis menyelesaikan tugas akhir.

15.Golongan D dan teman-teman ITP 41 atas kebersamaannya selama ini.

16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan moril dan material yang diberikan.

Semoga Tuhan memberkati dan semoga persahabatan kita tidak akan pernah lekang dimakan waktu. Thank you and good luck for you all.

Bogor, April 2008 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN SASARAN ... 3

C. MANFAAT... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN ... 4

B. UBI KAYU (Manihot esculenta) ... 5

1. Ubi kayu Secara Umum...5

2. Tepung Ubi kayu... 8

3. Pati Ubi kayu (Tapioka)... 9

C. UBI JALAR (Ipomea batatas) ... 12

1. Ubi jalar Secara Umum... 12

2. Tepung Ubi jalar... 15

3. Pati Ubi jalar... 16

D. BERAS ARTIFICIAL... 18

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. BAHAN DAN ALAT ... 20

B. METODE PENELITIAN ... 20

1. Persiapan Bahan Baku ... 20

2. Analisis Fisik dan Kimia Terhadap Bahan Baku Beras Artificial ... 22

3. Pembuatan Beras Artificial...23

4. Metode Pemasakan Beras Artificial ... 23

5. Analisis Fisik dan Kimia Terhadap Beras Artificial ………...24

(9)

7. Pemilihan Formula Terbaik...25

C. RANCANGAN PERCOBAAN……….25

D. METODE PENGAMATAN………..26

Analisis Sifat Fisik……….26

1. Derajat Putih……….26

2. Bobot 1000 Butir………..26

3. Uji Amilografi………..26

4. Daya Serap Air……….27

5. Densitas Kamba……….. 27

Analisis Sifat Kimia………. 27

1. Proksimat……… 27 a. Kadar Air………... .27 b. Kadar Abu………... 28 c. Kadar Lemak………29 d. Kadar Protein……….. 29 e. Kadar Karbohidrat……….. 30 2. Kadar Amilosa……… 30

3. Kadar Serat Pangan………. 31

4. Daya Cerna Pati in vitro……….. 33

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. PEMBUATAN BAHAN BAKU ... 35

1. Tepung Ubi kayu dan Ubi jalar……… ... 35

2. Tepung Pati Ubi jalar……….. ... 35

B. ANALISIS FISIK DAN KIMIA BAHAN BAKU BERAS ARTIFICIAL36 1. Uji Amilografi……… 36

2. Warna (Whiteness Meter)………...… 40

3. Proksimat………... 42

4. Kadar Serat………... 46

5. Kadar Amilosa………... 47

6. Daya Cerna Pati in vitro………... 49

C. PEMBUATAN BERAS ARTIFICIAL ... 51

(10)

E. ANALISIS FISIK DAN KIMIA TERHADAP BERAS ARTIFICAL... 56

1. Daya Serap Air………...56

2. Densitas Kamba………... 57

3. Bobot 1000 Butir………...58

4. Proksimat………... 59

5. Kadar Serat………... 63

6. Kadar Amilosa………... 65

7. Daya Cerna Pati in vitro………... 66

F. ANALISIS SENSORI BERAS ARTIFICIAL ... 68

G. PEMILIHAN FORMULA TERBAIK... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. KESIMPULAN... ... 72

B. SARAN... ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data produksi dan konsumsi beras tahun 2003-2006... 1

Tabel 2 Komposisi kimia ubi kayu... 6

Tabel 3 Komposisi kimia tepung ubi kayu ... 10

Tabel 4 Komposisi kimia tapioka ... 10

Tabel 5 Komposisi kimia ubi jalar ... 14

Tabel 6 Hasil uji amilografi bahan baku beras artificial ubi kayu... 37

Tabel 7 Hasil uji amilografi bahan baku beras artificial ubi jalar ... 38

Tabel 8 Kadar serat campuran tepung pada berbagai rasio ... 46

Tabel 9 Komposisi kimia keempat bahan baku beras artificial ubi kayu ... 43

Tabel 10 Komposisi kimia keempat bahan baku beras artificial ubi jalar ... 43

Tabel 11 Kadar serat pada keempat formula beras artificial ubi kayu ... 46

Tabel 12 Kadar serat pada keempat formula beras artificial ubi jalar ... 47

Tabel 13 Jumlah beras artificial yang sudah tergelatinisasi sempurna ... 55

Tabel 14 Densitas kamba produk beras artificial...58

Tabel 15 Bobot 1000 butir produk beras artificial ... 59

Tabel 16 Komposisi kimia produk beras artificial ubi kayu ... 60

Tabel 17 Komposisi kimia produk beras artificial ubi jalar ... 60

Tabel 18 Kadar serat produk beras artficial ubi kayu...64

Tabel 19 Kadar serat produk beras artficial ubi jalar ... 64

Tabel 20 Hasil analisis sensori beras artificial ubi kayu mentah...68

Tabel 21 Hasil analisis sensori beras artificial ubi jalar mentah ... 69

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses pembuatan tepung ubi kayu ... 9

Gambar 2 Bagan proses pembuatan tapioka ... 12

Gambar 3 Proses pembuatan tepung ubi jalar ... 17

Gambar 4 Proses pembuatan pati ubi jalar... 18

Gambar 5 Proses pembuatan tepung ubi kayu/ubi jalar ... 21

Gambar 6 Proses pembuatan pati ubi jalar... 22

Gambar 7 Proses pembuatan beras artificial ... 24

Gambar 8 Hasil analisis warna bahan baku beras artificial ubi kayu dengan whiteness meter...41

Gambar 9 Hasil analisis warna bahan baku beras artificial ubi jalar dengan whiteness meter...42

Gambar 10 Kadar amilosa pada keempat formula beras artificial ubi kayu ... 48

Gambar 11 Kadar amilosa pada keempat formula beras artificial ubi jalar...48

Gambar 12 Daya cerna pati in vitro keempat formula beras artificial ubi kayu .. 50

Gambar 13 Daya cerna pati in vitro keempat formula beras artificial ubi jalar ... 50

Gambar 14 Mesin pembutir ... 52

Gambar 15 Beras artificial mentah...53

Gambar 16 Hasil rendemen pembuatan beras artifisial ... 54

Gambar 17 Beras artificial matang ... ... 55

Gambar 18 Daya serap air keempat produk beras artificial ubi kayu...56

Gambar 19 Daya serap air keempat produk beras artificial ubi jalar...57

Gambar 20 Kadar amilosa produk beras artificial ubi kayu...65

Gambar 21 Kadar amilosa produk beras artificial ubi jalar...66

Gambar 22 Daya cerna pati in vitro produk beras artificial ubi kayu...67

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada beras artifisial ubi kayu mentah ... 78 Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada beras

artifisial ubi jalar mentah ... 78 Lampiran 3 Uji Duncan parameter warna pada beras artificial ubi kayu mentah

78

Lampiran 4 Uji Duncan parameter warna pada beras artificial ubi jalar mentah 78

Lampiran 5 Uji Duncan parameter secara umum pada beras artificial ubi kayu mentah ... 79 Lampiran 6 Uji Duncan parameter secara umum pada beras artificial ubi jalar

mentah ... 79 Lampiran 7 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter tekstur (kelengketan)

pada beras artifisial ubi kayu matang ... 79 Lampiran 8 Uji Duncan parameter tekstur (kelengketan) pada beras artificial

ubi jalar mentah ... 79 Lampiran 9 Uji Duncan parameter rasa pada beras artificial ubi kayu matang 80 Lampiran 10 Uji Duncan parameter rasa pada beras artificial ubi jalar matang 80 Lampiran 11 Uji Duncan parameter warna pada beras artificial ubi kayu matang

80

Lampiran 12 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter warna pada beras artifisial ubi jalar matang ... 80 Lampiran 13 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada beras

artifisial ubi kayu matang ... 81 Lampiran 14 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada beras

artifisial ubi jalar matang ... 81 Lampiran 15 Uji Duncan parameter secara umum pada beras artificial ubi kayu

matang ... 81 Lampiran 16 Uji Duncan parameter secara umum pada beras artificial ubi jalar

(14)

Lampiran 17 Uji Duncan warna (Whiteness meter) pada bahan baku beras artificial ubi kayu ... 82

Lampiran 18 Uji Duncan warna (Whiteness meter) pada bahan baku beras artificial ubi jalar... 82

Lampiran 19 Uji Duncan kadar air pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi kayu ... 83

Lampiran 20 Uji Duncan kadar air pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar... 83

Lampiran 21 Uji Duncan kadar abu pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi kayu ... 83

Lampiran 22 Uji Duncan kadar abu pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar... 83

Lampiran 23 Uji Duncan kadar protein pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi kayu ... 84

Lampiran 24 Hasil analisis sidik ragam kadar protein pada keempat formula bahan baku beras artifisial ubi jalar ... 84 Lampiran 25 Uji Duncan kadar lemak pada keempat formula bahan baku beras

artificial ubi kayu ... 84

Lampiran 26 Uji Duncan kadar lemak pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar... 84

Lampiran 27 Hasil analisis sidik ragam kadar karbohidrat pada keempat formula bahan baku beras artifisial ubi kayu ... 85 Lampiran 28 Hasil analisis sidik ragam kadar karbohidrat pada keempat formula

bahan baku beras artifisial ubi jalar ... 85 Lampiran 29 Uji Duncan kadar serat tidak larut pada keempat formula bahan

baku beras artificial ubi kayu ... 85 Lampiran 30 Uji Duncan kadar serat tidak larut pada keempat formula bahan

baku beras artificial ubi jalar ... 85 Lampiran 31 Uji Duncan kadar serat larut pada keempat formula bahan baku

beras artificial ubi kayu ... 86 Lampiran 32 Uji Duncan kadar serat larut pada keempat formula bahan baku

(15)

Lampiran 33 Uji Duncan kadar amilosa pada keempat formula bahan baku beras

artificial ubi kayu ... 86

Lampiran 34 Uji Duncan kadar amilosa pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar... 86

Lampiran 35 Uji Duncan daya cerna pati pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi kayu ... 87

Lampiran 36 Uji Duncan daya cerna pati pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar ... 87

Lampiran 37 Uji Duncan daya serap air pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi kayu ... 87

Lampiran 38 Uji Duncan daya serap air pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar... 87

Lampiran 39 Hasil analisis sidik ragam bobot 1000 butir pada keempat formula beras artifisial ubi kayu ... 88

Lampiran 40 Uji Duncan bobot 1000 butir pada keempat formula bahan baku beras artificial ubi jalar ... 88

Lampiran 41 Hasil analisis sidik ragam densitas kamba pada keempat formula beras artifisial ubi kayu ... 88

Lampiran 42 Hasil analisis sidik ragam densitas kamba pada keempat formula beras artifisial ubi jalar ... 88

Lampiran 43 Uji Duncan kadar air pada beras artificial ubi kayu ... 89

Lampiran 44 Uji Duncan kadar air pada beras artificial ubi jalar ... 89

Lampiran 45 Uji Duncan kadar abu pada beras artificial ubi kayu ... 89

Lampiran 46 Uji Duncan kadar abu pada beras artificial ubi jalar ... 89

Lampiran 47 Uji Duncan kadar protein pada beras artificial ubi kayu ... 90

Lampiran 48 Hasil analisis sidik ragam kadar protein pada beras artifisial ubi jalar ... 90

Lampiran 49 Uji Duncan kadar lemak pada beras artificial ubi kayu ... 90

(16)

Lampiran 51 Hasil analisis sidik ragam kadar karbohidrat pada beras artifisial

ubi kayu ... 91

Lampiran 52 Hasil analisis sidik ragam kadar karbohidrat pada beras artifisial ubi jalar... 91

Lampiran 53 Uji Duncan kadar serat tidak larut beras artificial ubi kayu ... 91

Lampiran 54 Uji Duncan kadar serat tidak larut pada beras artificial ubi jalar . 91 Lampiran 55 Uji Duncan kadar serat larut pada beras artificial ubi kayu... 91

Lampiran 56 Uji Duncan kadar serat larut pada beras artificial ubi jalar ... 92

Lampiran 57 Uji Duncan kadar amilosa pada beras artificial ubi kayu ... 92

Lampiran 58 Uji Duncan kadar amilosa pada beras artificial ubi jalar ... 92

Lampiran 59 Uji Duncan daya cerna pati pada beras artificial ubi kayu ... 92

Lampiran 60 Uji Duncan daya cerna pati pada beras artificial ubi jalar ... 93

Lampiran 61 Uji Duncan rendemen pembuatan beras artifisial ubi kayu ... 93

Lampiran 62 Uji Duncan rendemen pembuatan beras artifisial ubi jalar ... 93

Lampiran 63 Lembar analisis sensori beras artificial ubi kayu mentah ... 94

Lampiran 64 Lembar analisis sensori beras artificial ubi kayu matang ... 95

Lampiran 65 Lembar analisis sensori beras artificial ubi jalar mentah... 96

(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai makanan pokok telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Beras telah menjadi pemasok utama karbohidrat bagi mayoritas bahkan hampir seluruh masyarakat Indonesia. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras telah menjadi sebuah masalah pangan yang berkelanjutan. Persepsi masyarakat bahwa jika belum mengkonsumsi beras (nasi) maka dikatakan belum makan meskipun perut telah diisi dengan makanan. Persepsi yang telah mendarah daging ini menjadi suatu konsep pemikiran yang menyimpang. Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia tiap tahunnya (Samad 2003).

Pemerintah bersama para ilmuwan kini berupaya keras mencari sumber-sumber bahan pangan baru selain beras mengingat besarnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu macam sumber karbohidrat saja. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat menyebabkan tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia secara signifikan terus meningkat tiap tahunnya. Masalah yang terjadi adalah peningkatan konsumsi beras ini tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah beras yang diproduksi negara Indonesia (Tabel 1). Pada saat yang bersamaan keberadaan berbagai pangan lokal sumber karbohidrat sudah terlupakan. Hal ini menjadi penyebab utama terjadinya impor beras oleh Indonesia setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan akan beras dalam negeri.

Tabel 1 Data produksi dan konsumsi beras tahun 2003-2006 Tahun Kebutuhan (ton) Produksi Tersedia (ton) Impor (US$)

2003 33.372.463 30.892.021 186.099.713

2004 33.669.384 31.200.941 37.761.623

2005 33.768.921 31.351.097 5.699.079

2006 33.936.784 31.454.937 83.217.040

(18)

Pemerintah Indonesia tengah berupaya hingga kini agar ketergantungan penduduk Indonesia terhadap beras dapat dikurangi. Pada Hari Pangan tahun 2000, pemerintah mencanangkan ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan (diversifikasi). Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang berpotensi namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Komoditi-komoditi pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih luas antara lain serealia (jagung), umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas, garut) serta tanaman pohon (sagu, pisang).

Di Indonesia, ubi kayu adalah makanan pokok ketiga terpenting, setelah beras dan jagung (Darjanto dan Murjati 1980). Ubi kayu termasuk bahan pangan yang kaya akan karbohidrat. Tanaman ini banyak terdapat di daerah tropis, khususnya negara Indonesia, khususnya di daerah Jawa, Sumatra Selatan, dan Kalimantan (Lingga et al. 1986). Hingga saat ini, produksi tanaman ubi kayu di Indonesia cukup besar namun belum dioptimalkan pemanfaatannya sebagai makanan sumber karbohidrat. Padahal jika ubi kayu diolah dengan baik, hasilnya tidak kalah dengan bahan pangan lainnya.

Ubi kayu masih dipandang merupakan makanan inferior bagi sebagian orang sehingga belum banyak yang mengembangkannya dalam skala yang bernilai ekonomis tinggi. Mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi ubi kayu sebagai makanan ringan, bukan sebagai makanan pokok. Ubi kayu biasanya diolah dengan cara direbus, digoreng, atau dikukus. Perlunya dikembangkan suatu produk pangan baru berbasis ubi kayu untuk meningkatkan nilai ekonomis dari ubi kayu sendiri mengingat potensi ubi kayu sebagai salah satu alternatif pengganti nasi.

Di Indonesia, ubi jalar masih dianggap sebagai makanan inferior. Hal tersebut ditandai dengan penurunan konsumsi ubi jalar seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Sebaliknya terjadi pada beras, semakin tinggi pendapatan masyarakat, konsumsi beras akan meningkat. Sebagai bahan pangan sumber karbohidrat utama, ubi jalar menduduki tingkat keempat setelah beras, jagung dan ubi kayu (Darmardjati dan Widowati 1994). Ubi

(19)

jalar di Indonesia umumnya dikonsumsi dalam bentuk olahan primer yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, keripik ubi, dan kolak ubi. Hanya di beberapa daerah Papua dan Maluku, ubi jalar dijadikan sebagai makanan pokok tetapi sudah banyak yang beralih ke beras. Produk olahan ubi jalar seperti tepung, pasta, puree, dan mash ubi jalar yang berasal dari industri pangan pada umumya diekspor, bukan untuk konsumsi dalam negeri.

Pemanfaatan ubi kayu dan ubi jalar sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan yang siap santap dan mudah diperoleh. Salah satunya melalui pengembangan beras artifisial sebagai pengganti nasi. Produk ini diharapkan dapat mendukung program diversifikasi pangan dan meningkatkan nilai tambah ubi kayu dan ubi jalar yang selanjutnya dapat meningkatkan produktivitas petani, dan pada akhirnya dapat membantu mewujudkan swasembada pangan di Indonesia.

B. TUJUAN DAN SASARAN

Penelitian ini bertujuan mengembangkan produk pangan baru berbasis ubi kayu dan ubi jalar yakni beras artificial sebagai alternatif pangan pendamping nasi dan menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan beras artifisial serta menganalisis sifat fisik, kimia, dan sensorinya.

Sasaran penelitian ini adalah mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dengan memberikan produk alternatif pendamping beras sehingga mengatasi masalah impor dan harga beras yang semakin meningkat.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pembuatan produk yang berbasis bahan pangan lokal. Di lain pihak juga memberikan alternatif pengolahan ubi kayu dan ubi jalar dalam bentuk yang lebih mudah dikonsumsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari tanaman ubi kayu dan ubi jalar.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN

Salah satu langkah kebijaksanaan pangan dan gizi adalah Penganekaragaman Konsumsi Pangan atau dikenal dengan sebutan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Diversifikasi pangan diartikan sebagai upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi penduduk (Almatsier 2001). Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada satu jenis makanan, misalnya beras. Pemanfaatan sumber daya alam yang beraneka ragam jenisnya turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Adanya diversifikasi pangan mendorong munculnya pemikiran untuk mengganti makanan pokok nasi dengan bahan pangan lainnya yang juga dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Beberapa produk makanan yang mungkin dapat menggantikan beras adalah ubi kayu, ubi jalar, talas, dan umbi-umbian lainnya. Bahan-bahan pangan ini masih belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk dikonsumsi masyarakat. Adapun kendala yang dihadapi adalah bahan pangan tersebut tidak tahan lama sehingga harus diolah lebih lanjut dengan tujuan memperpanjang umur simpannya. Selain itu, adanya persepsi masyarakat yang menyebutkan jika mengonsumsi bahan pangan lain selain beras dianggap kurang bergengsi dibandingkan jika mengonsumsi nasi.

Sebagai tanaman yang cukup potensial, tentunya umbi-umbian tersebut sudah sepatutnya untuk dikembangkan. Hasilnya selain dapat digunakan sebagai penganekaragaman menu rakyat, juga mempunyai prospek yang penting sebagai bahan dasar industri. Maka tidak terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa tanaman umbi-umbian tersebut jika dikembangkan akan dapat menjadi tanaman komersial di bidang pertanian, paling tidak tanaman umbi-umbian yang lain bisa setaraf popularitasnya dengan ubi kayu.

Soenardi (2002) menyebutkan bahwa mengubah kebiasaan mengonsumsi nasi dengan makanan lain tidaklah mudah. Terlebih lagi jika hanya nasi diganti dengan bahan lain sementara lauk-pauknya tetap seperti

(21)

untuk menemani nasi. Hal tersebut tentulah akan ditolak masyarakat karena berdasarkan kebiasaan lauk-pauk tersebut lebih enak rasanya jika dikonsumsi bersama dengan nasi. Namun bila bahan pangan tersebut diolah dalam bentuk lain meskipun campuran lauknya menggunakan selera tradisional atau yang telah mengena di lidah tentulah akan lebih mudah diterima karena merupakan resep baru dengan selera baru.

B. UBI KAYU (Manihot esculenta) 1. Ubi kayu Secara Umum

Ubi kayu atau singkong termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (Grace 1977). Komposisi kimia ubi kayu disajikan pada Tabel 2 Dari segi komposisi zat gizinya, kandungan utama ubi kayu adalah karbohidrat. Oleh karena itu ubi kayu dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat pendamping beras.

Umbi ubi kayu memiliki bentuk bulat memanjang dengan daging umbi yang mengandung pati. Pada umumnya umbi ubi kayu direbus, dikukus atau digoreng untuk dikonsumsi. Selain itu, ubi kayu dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri pangan, kimia, farmasi, dan tekstil. Daun ubi kayu yang masih muda banyak mengandung vitamin A sehingga baik untuk hidangan sayur, sedangkan daunnya yang tua dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Ubi kayu memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, daun dan umbi dapat diolah menjadi aneka makanan (Lingga 1986). Umbi ubi kayu dapat diolah menjadi gula cair (high fructose) dan makanan ternak serta dapat pula sebagai bahan bakar yang disebut etanol.

(22)

Tabel 2 Komposisi kimia ubi kayu (per-100 g bahan)

No Komponen Ubi kayu

putih Ubi kayu kuning 1. Kalori (kkal) 146.00 157.00 2. Protein (gram) 0.80 0.80 3. Lemak (gram) 0.30 0.30 4. Karbohidrat (gram) 34.70 37.90 5. Air (gram) 62.50 60.00 6. Kalsium (mg) 33.00 33.00 7. Fosfor (mg) 40.00 40.00 8. Zat besi (mg) 0.70 0.70 9. Asam askorbat (mg) 30.00 30.00 10. Thiamin (mg) 0.06 0.06 11. Vitamin A (IU) 0.00 385.00

12. Bagian yang dapat dimakan (%) 75.00 75.00

Sumber : Departemen Kesehatan (1992)

Hampir seluruh bagian dari tanaman ubi kayu dapat dimanfaatkan namun hingga saat ini tanaman ini masih jarang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh masyarakat. Kelemahan utama yang menyebabkan ubi kayu kurang diterima secara menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah pedesaan disebabkan karena kandungan racun glikosida sianogenik (linamarin). Glikosida tersebut tidak bersifat racun, tetapi asam sianida (HCN) yang dibebaskan oleh enzim linamerase secara hidrolisis yang bersifat racun (Tjokroadikoesoemo 1986).

Menurut Balagopalan et al. (1988) di dalam ubi kayu terdapat glikosida sianogenik yang terdiri dari 93% Linamarin dan 7% Lotaustralin. Linamarin disintesis dari asam amino valin dan isoleusin. Glikosida tersebut tidak bersifat toksik tetapi asam sianida yang dibebaskan oleh enzim linamarinase secara hidrolisis bersifat toksik. Pembebasan HCN terjadi melalui dua tahap. Pertama, hidolisa oleh Linamarinase

(23)

menghasilkan sianohidrin dan glukosa. Kedua, tahap dissosiasi sianohidrin menjadi HCN dan aldehida.

Menurut Grace (1977), berdasarkan kandungan HCN-nya maka ubi kayu dibagi menjadi dua kategori penting, yaitu ubi kayu pahit (Manhihot palmata) dan ubi kayu manis (Manihot aipi). Selanjutnya Darjanto dan Murjati (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar HCN dalam umbi ubi kayu adalah varietas (faktor genetik), lingkungan, umur, dan cara bertanam. Umbi ubi kayu, baik yang mempunyai rasa manis maupun pahit selalu mengandung HCN. Pada umumnya yang tergolong pahit mempunyai kadar HCN lebih tinggi dibandingkan dengan yang mempunyai rasa manis. Akibat pengupasan dan perendaman ubi kayu terjadi penurunan kadar HCN, derajat putih, kadar protein dan kenaikan pH selama penyimpanan 0-6 hari. Pengupasan umbi merupakan cara terbaik untuk mengurangi racun, karena pada umumnya kulit umbi mempunyai kadar HCN 3-5 kali lebih besar daripada daging umbi.

Menurut Darjanto dan Murjati (1980), pada umumnya dapat dikatakan bahwa umbi yang dapat dimakan itu hanya mengandung HCN kurang dari 50 mg/HCN/kg, sedang yang sangat beracun mengandung lebih dari 100 mg/HCN/kg, yang beracun sedang mengandung antara 50-100 mg/HCN/kg, dan biasanya setelah direbus masih dapat dimakan.

Balagopalan et al. (1988) mengatakan meskipun ubi kayu mengandung racun yang membahayakan, namun ubi kayu telah dikonsumsi secara umum tanpa adanya efek keracunan yang berarti. Hal ini dikarenakan metode pengolahan secara tradisional mampu mengurangi kandungan sianida umbi hingga batas yang tidak membahayakan kesehatan. Proses pengolahan yang mampu mereduksi kandungan sianida dalam ubi kayu adalah perendaman, pengeringan, perebusan, fermentasi, dan kombinasi dari proses-proses tersebut. Menurut Darjanto dan Murjati (1980), hal ini disebabkan glukosida yang mengandung HCN pada ubi kayu adalah suatu bahan padat yang tahan terhadap pemanasan hingga

(24)

suhu 140OC. Hal ini berarti bahwa dengan perlakuan perebusan saja belum cukup untuk menghilangkan HCN dengan sempurna.

Selanjutnya diberitahukan bahwa menurut Darjanto dan Murjati (1980) banyaknya HCN yang terkandung di dalam umbi-umbi dari satu pohon itu tidak selalu sama, bahkan antara umbi-umbi yang kecil, pertengahan dan yang besar dari satu pohon itu sering terdapat perbedaan kadar HCN yang sangat besar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar HCN dalam umbi adalah sifat jenis tanaman, keadaaan tanah, iklim, umur tanaman, dan cara bertanam.

2. Tepung Ubi kayu

Menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui penepungan ubi kayu iris/parut/bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Tepung ubi kayu memiliki rasa netral (bland) yang menguntungkan karena memungkinkan pencampurannya dengan bermacam-macam bahan makanan lain maupun bumbu-bumbu (Tjahjadi 1989).

Proses pembutatan tepung ubi kayu cukup sederhana dan dapat dilakukan baik dalam skala rumah tangga maupun skala industri kecil. Tepung ubi kayu dapat dibuat melalui dua cara, yaitu melalui proses pembuatan ubi kayu iris kering atau melalui pembuatan ubi kayu parut kering, yang kemudian ditepungkan. Proses pembuatan tepung ubi kayu selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Proses pengolahan tepung ubi kayu yang lebih sederhana dibanding proses pengolahan tapioka dan jumlah kebutuhan air dalam proses pengolahan tapioka, memberikan keuntungan bagi produsen tepung ubi kayu. Jumlah kebutuhan air dalam proses pengolahan tepung ubi kayu sepertiga sampai seperempat dari jumlah limbah cair dalam produksi tapioka.

(25)

Skema A Skema B

Ubi kayu segar Ubi kayu segar

Dikupas Dikupas

Dicuci Dicuci

Diparut

Dipotong Diperas airnya

Dikeringkan Dikeringkan

Ditepungkan Ditepungkan

Tepung ubi kayu

Gambar 1 Proses pembuatan tepung ubi kayu (Grace 1977).

Manfaat tepung ubi kayu sangat luas. Tepung ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan campuran untuk pembuatan berbagai jenis makanan antara lain roti, mie, kue-kue, donat, biskuit dan lainnya (Grace 1977). Komposisi zat gizi ubi kayu yang telah mengalami proses pengolahan menjadi tepung ubi kayu ditunjukkan pada Tabel 3.

3. Pati Ubi kayu (Tapioka)

Tapioka adalah pati berupa tepung yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubi kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai industri. Selain kandungan utamanya yang berupa pati, tapioka masih mengandung sedikit protein dan lemak, seperti pada Tabel 4.

(26)

Tabel 3 Komposisi kimia tepung ubi kayu (per-100 g bahan) Komponen Jumlah (%) Air 11.5 Pati 83.8 Lemak 0.9 Protein 1.0 Serat 2.1 Abu 0.7 HCN (ppm) 29.0

Sumber : Darjanto dan Murjati (1980)

Tabel 4 Komposisi kimia tapioka (per 100 g bahan)

Komposisi Jumlah (%) Serat 0.5 Air 15 Karbohidrat 85 Protein 0.5 – 0.7 Lemak 0.2 Energi (kalori) 307 Sumber : Grace (1997)

Menurut Darjanto dan Murjati (1980), untuk dibuat tapioka umbinya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Kadar proteinnya harus rendah, sedapat mungkin kurang dari 1,3%. Tapioka yang mengadung protein lebih dari 2% warnanya kurang putih dan tepungnya tidak dapat disimpan lebih lama serta akan lekas off flavor. Selain itu pekerjaan membuat tepung dari umbi yang banyak mengandung protein menjadi lebih sukar dan memakan waktu lama karena banyaknya lendir yang menghambat proses pengendapan pati.

(27)

3. Umbinya boleh mengandung HCN lebih dari pada 100 mg per-kg umbi. Dalam pembuatan tapioka, umbinya diparut dan sel-sel akan rusak sehingga enzim linamerase dapat memecah linamarin (sianogenik glukosida) menjadi glukosida dan HCN. Proses pembuatan tapioka membutuhkan banyak sekali air karena air dalam pengendapan harus sering diperbaharui, maka baik glukosida maupun HCN akan terbuang..

4. Ampas, serat, serta kotoran lain tidak boleh terdapat banyak di dalam umbi segar, agar dapat diperoleh rendemen yang tinggi. 5. Ubi kayu yang ditanam berumur panjang. Pada umur 8-12 bulan

umbi sudah banyak mengadung pati. Waktu panen yang terlalu lama akan menghasilkan umbi yang berkayu (Lingga et al. 1986).

Sebagai bahan baku industri pangan, tapioka telah banyak digunakan sebagai sumber karbohidrat (sumber kalori) maupun sebagai pengental (thickener). Bagan proses pembuatan tapioka dapat dilihat pada Gambar 2.

Dalam pembuatan tapioka berbagai faktor harus diperhatikan untuk memperoleh tapioka yang bermutu tinggi. Mutu tapioka ditentukan oleh kadar air, kotoran, derajat putih dan kekentalan. Derajat putih sangat ditentukan oleh kebersihan air yang digunakan dalam proses pembuatan tapioka. Kekentalan tapioka yang biasa diuji dengan alat viskosimeter Engler, dipengaruhi oleh umur ubi kayu. Ubi kayu muda menghasilkan tapioka dengan kekentalan yang rendah. Umur yang baik untuk pembuatan tapioka minimal 8 bulan (Somaatmadja 1984).

Keuntungan dari tapioka adalah harganya murah dan dapat memberikan dekstrin dengan kelarutan yang baik, cita rasa netral serta warna terang pada produk (Radley 1976). Tapioka memiliki rasa boyak (bland) sehingga tidak mengganggu terbentuknya cita rasa makanan (Furia 1968). Karena itu tapioka digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan beras artifisial dalam penelitian ini. Salah satunya adalah

(28)

membentuk viskositas yang lebih tinggi sehingga tepung ubi kayu dapat menggumpal dan membentuk butiran.

Ubi kayu

Pengupasan kulit dan pencucian

Pemarutan

Pengendapan pati dengan penambahan air

Pengendapan

Pemisahan air

Pengeringan

Tapioka

Gambar 2 Bagan proses pembuatan tapioka. (Lingga et al. 1986).

C. UBI JALAR (Ipomoea batatas) 1. Ubi jalar Secara Umum

Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini tergolong famili Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan), dan terdiri tidak kurang dari 400 species. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang memerlukan penyinaran (hari) pendek, sekitar 11 jam per hari. Tanaman ini merupakan tanaman yang sangat efisien dalam mengubah energi matahari ke bentuk energi kimia berupa karbohidrat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya kalori yang diasimilasikan per satuan luas dan waktu, yakni mencapai 215 kg/kal/ha/hari. Sedangkan tanaman-tanaman lain

(29)

hanya bisa mencapai 150 kg/kal/ha/hari (Lingga et al. 1986). Oleh karena itu para ahli menyebut ubi jalar sebagai tanaman yang paling efisien menyimpan energi matahari dalam bentuk bahan makanan.

Daun ubi jalar berselang-seling berbentuk spiral sepanjang batang dengan pola 2/5 filotaksi. Bentuk dan ukuran daun sangat bervariasi dengan pola shouldered, toothed, entire, parted, dan lobed. Begitu pula pola warna daun dan tangkainya sangat bervariasi dan dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pengenalan varietasnya. Bentuk dan penampakan bunga mirip dengan bunga tanaman hias morning glories, dengan panjang 1.5 – 2 inch dan lebar bagian mulut bunga 1-1,5 inch. Warna bunga lembayung muda hingga ungu tua.

Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar dan sebagai makanan cadangan bagi tanaman, dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. Warna kulit umbi bervariasi ada yang putih kotor, kuning, merah muda, jingga dan ungu tua. Warna daging putih, krem, merah muda, kekuning-kuningan, dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terdapat pada kulit. Pigmen yang terdapat di dalam ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin.

Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim tanam. Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi dibanding musim penghujan. Komposisi kimia ubi jalar ditunjukkan dalam Tabel 5.

Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Diharapkan dengan mengonsumsi ubi jalar sebagai makanan tambahan dapat meningkatkan asupan vitamin A dan C yang pada beras sangat rendah kadarnya. Ubi jalar mengandung vitamin A dalam bentuk pro-vitamin A sampai mencapai 7000 IU/100g (Damarjati dan Widowati 1994). Mineral Ca pada ubi jalar cukup tinggi yakni sekitar 30 mg/100g bahan. Selain mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh, ubi jalar juga mengadung zat anti gizi yakni tripsin inhibitor, dengan jumlah 0.26 – 43.6 IU/100g ubi jalar segar. Tripsin inhibitor

(30)

tersebut akan menutup gugus aktif enzim tripsin sehingga aktivitas enzim tersebut terhambat dan tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pemecah protein. Namun demikian, aktivitas tripsin inhibitor tersebut dapat dihilangkan dengan pengolahan sederhana yakni dengan cara pengukusan, perebusan dan pemasakan.

Tabel 5 Komposisi kimia ubi jalar (per-100 g bahan)

No. Komposisi Ubi jalar

putih kuning 1 Kalori (kal) 123.00 123.00 2 Protein (g) 1.80 1.80 3 Lemak (g) 0.70 0.70 4 Karbohidrat (g) 27.90 27.90 5 Kalsium (mg) 30.00 30.00 6 Fosfor (mg) 49.00 49.00 7 Zat besi (mg) 0.70 0.70 8 Natrium (mg) - - 9 Kalium (mg) - - 10 Niacin (mg) - - 11 Vitamin A (SI) 60.00 7700.00 12 Vitamin B1 (mg) 0.90 0.90 13 Vitamin B2 (mg) - - 14 Vitamin C (mg) 22.00 22.00 15 Air (g) 68.50 68.50

16 Bagian yang dapat dimakan (%) 86.00 86.00

Sumber : Departemen Kesehatan, 1992

Senyawa lain yang tidak menguntungkan pada ubi jalar adalah senyawa-senyawa penyebab flatulensi. Flatulens disebabkan oleh beberapa jenis gula oligosakarida seperti stakiosa, rafinosa dan verbaskosa. Komponen gas yang dominan yang keluar adalah gas karbondioksida dan

(31)

gas hydrogen sulfide. Dalam jumlah kecil juga dihasilkan gas metana, nitrogen dan oksigen. Oligosakarida penyebab flatulens ini tidak dapat dicerna oleh bakteri karena tidak adanya enzim galaktosidase, tetapi dicerna oleh bakteri pada usus bagian bawah (Palmer 1982).

Winarno (1981) mengatakan, pada proses pengolahan ubi jalar yang modern, biasanya ubi jalar dikupas menggunakan larutan basa atau dengan menggunakan uap panas. Penggunaan ubi jalar selain direbus atau dibuat makanan yang langsung dikonsumsi juga dibuat tepung dan sirup glukosa. Sirup glukosa ubi jalar diperoleh dengan hidrolisis pati dengan katalis asam atau enzim, kemudian dinetralkan dan dipekatkan seperti pada pembuatan sirup jagung. Hidrolisa pati dengan katalis asam diperoleh rendemen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan katalis enzim. Namun hidrolisis menggunakan katalis enzim dapat mencegah hilangnya flavor dan perubahan warna sirup.

Pemanfaatan ubi jalar di Indonesia pada umumnya masih relatif sedikit dan baru dikonsumsi dalam bentuk olahan primer yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, keripik ubi, dan kolak ubi. Hanya di beberapa daerah Irian Jaya dan Maluku ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan pokok. Namun konsumsi komoditas ini juga telah semakin berkurang secara bertahap karena masyarakat setempat cenderung beralih mengkonsumsi beras.

Produk olahan lainnya antara lain keremes, keripik/ceriping, dan sebagainya. Selain itu ubi jalar juga digunakan dalam pembuatan saos sebagai pengisi (filler). Produk-produk ini umumnya diproduksi oleh industri pangan skala kecil seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Meskipun akhir-akhir ini telah diproduksi berbagai produk olahan ubi jalar seperti tepung, pasta, dan mash ubi jalar oleh beberapa industri pangan, tetapi semua produk ini diekspor atau bukan untuk konsumsi dalam negeri.

2. Tepung Ubi jalar

Tepung ubi jalar memiliki kegunaan yang sangat beragam, baik sebagai bahan baku industri pangan maupun industri kimia. Kelebihan ubi

(32)

jalar bentuk tepung dibandingkan dengan bentuk segar atau bentuk sawut maupun chip adalah penyimpanan menjadi lebih mudah dan lebih praktis dengan kebutuhan ruang yang lebih sedikit, daya simpan lebih lama, memudahkan transportasi serta memungkinkan bentuk olahan berikutnya lebih beragam.

Di India, tepung ubi jalar diproduksi dengan cara dikeringkan menggunakan sinar matahari dan tepung ini digunakan untuk produk-produk roti (bakery), kue (bread) dan bahan ”pudding”. Tepung ubi jalar ini juga dapat diproduksi dengan pengering semprot (spray drier) atau pengering bertingkat (cabinet drier) dari irisan-irisan yang dibuat. Irisan-irisan yang sudah kering digiling dengan ukuran mesh tertentu untuk mendapatkan tepung ubi jalar (Gambar 3). Penambahan metabisulfit pada perendaman irisan-irisan ubi jalar berguna untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada ubi jalar (Winarno 1992).

Tepung ubi jalar apabila diproduksi secara komerisal dalam jumlah besar dapat menggantikan sebagian peranan tepung gandum. Kelebihan tepung ubi jalar dibanding tepung gandum adalah harga tepung ubi jalar lebih murah, lebih manis dan lebih banyak mengandung vitamin A dan lysine. Selain kelebihan tepung ubi jalar yang disebutkan diatas, tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai pengganti dari jenis tepung lain, misalnya sepuluh persen tepung terigu diganti dengan tapioka atau tepung sorgum dalam pembuatan roti (Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat 1999).

3. Pati Ubi jalar

Di Jepang, setengah dari total produksi ubi jalar dibuat tepung pati untuk digunakan pada industri tekstil, industri kertas, kosmetik, bahan dari pembuatan lem dan industri-industri makanan. Dalam pembuatan produk-produk makanan atau tepung pati, kulit dan ampasnya digunakan untuk menghasilkan pektin atau dicampur dengan daunnya untuk makanan ternak (Winarno 1981).

(33)

Ubi jalar

Diiris dengan ketebalan 2 mm

Dicuci dan direndam selama 5 menit

Dikeringkan

Digiling

Diayak

Tepung ubi jalar

Gambar 3 Proses pembuatan tepung ubi jalar (Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat IPB1999).

Pembuatan tepung pati ubi jalar pada dasarnya sama dengan pembuatan tepung pati ubi kayu, yakni meliputi pencucian, pengupasan, pemarutan atau penghancuran, perendaman hasil parutan dalam air disertai pengadukan, penyaringan dan pemerasan sampai semua pati keluar/terpisah dari ampasnya (Gambar 4). Endapan pati selanjutnya dijemur hingga kadar airnya mencapai 7-9% (Harnowo et al. 1994). Untuk istilah selanjutnya pati yang berbentuk tepung ini biasa disebut sebagai pati ubi jalar.

Besarnya kandungan pati pada varietas-varietas ubi jalar sangat bervariasi. Analisis terhadap 12 varietas ubi jalar di Balittan Malang (Rahayuningsih dan Antarlina 1993) menunjukkan bahwa kadar pati ubi jalar berkisar 34,1-57,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa varietas-varietas ubi jalar tertentu secara genetik memiliki potensi menghasilkan pati tinggi. Umur panen berpengaruh terhadap kandungan pati dalam ubi jalar, maka penundaan panen ubi jalar hendaknya tidak lebih dari 20 hari

(34)

(umur panen tidak lebih dari 130 hari) sebab akan menurunkan kadar pati ubi jalar (Harnowo et al. 1994).

Ubi jalar Pencucian Pengupasan Penghancuran Perendaman Penyaringan Pemerasan

Pati ubi jalar

Gambar 4 Proses pembuatan pati ubi jalar (Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat IPB 1999).

D. BERAS ARTIFICIAL

Beras artificial adalah beras yang dibuat dari non padi dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras (Samad 2003). Beras aritificial yang dibuat adalah beras artificial dengan bentuk seperti sagu mutiara (bulat). Diharapkan dengan bentuk beras artificial yang mendekati bentuk beras asli ini, secara psikologi masyarakat yang mengonsumsinya merasa mengonsumsi “beras”.

Beras artificial yang dibuat pada percobaan ini merupakan hasil olahan ubi kayu dan ubi jalar yang terbentuk butiran (bulat-bulat) kemudian disangrai agar bagian luarnya tergelatinisasi. Tahap-tahap pembuatannya sama dengan tahap pembuatan sagu mutiara yakni pencampuran, penghabluran, pembutiran, sortasi, penyangraian, dan pengeringan (Sulaksono 1989).

(35)

Tahap pertama adalah pencampuran tepung dan tepung pati sesuai formula dan penambahan air sampai membentuk adoanan, dilanjutkan penghabluran. Menurut Mohamed (2006), penghabluran adalah proses perubahan ukuran dan perubahan bentuk, tanpa adanya perubahan kimia. Tujuan dari penghabluran adalah untuk menghancurkan campuran adonan tepung, tepung pati, dan air yang menggumpal akibat pembasahan. Jika adonan yang digunakan adalah adonan kering maka akan sulit untuk mengalami pembutiran. Penghabluran dapat dilakukan dengan cara meremas-remas adonan diatas ayakan yang berdiameter 1-2 mm atau dengan menggunakan mesin penghablur. Tahapan selanjutanya adalah proses pembutiran (Anonim 1988).

Cara yang paling sederhana pada proses pembutiran adalah dengan memasukkan adonan hasil penghabluran ke dalam wadah yang beralas bulat. Wadah tersebut kemudian diputar secara horizontal sehingga tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar saling bertumbukan dan membentuk bulatan. Cara yang lebih mudah adalah dengan menggunakan mesin pembutir yang berbentuk silinder yang dapat berputar pada porosnya. Mesin pembutir ini dapat dibuat dari stainless steel atau alumunium. Agar butir-butir ubi kayu dan ubi jalar yang dihasilkan seragam maka perlu dilakukan sortasi. Butir-butir ubi kayu dan ubi jalar yang telah terbentuk disangrai agar bagian luarnya tergelatinisasi. Butir-butir yang dihasilkan kemudian dikeringkan (Anonim 1988).

(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian utama ini adalah ubi kayu putih segar, ubi jalar putih segar, pati ubi kayu (tapioka) komersial, Na bisulfit 0.3%, dan air. Bahan-bahan kimia untuk analisis, antara lain: K2SO4,

HgO, H2SO4, H3BO4, NaOH-Na2S2O3, HCl 4M, pelarut heksan, pati murni

(soluble starch), air destilata, buffer Na-asetat, α-amilase (Sigma, A7595), dinitrosalisilat, amilosa murni, NaOH, etanol 95%, asam asetat 1N, larutan iod, enzim pepsin (Sigma, P7000-256), pankreatin P-1625 (Sigma, P-1625), aseton, etanol 78%.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pembutir dan penyangrai, botol semprot, oven biasa, timbangan, ayakan 6, 8, dan 10 mesh, kain lap, loyang, baskom, saringan, penangas air, cawan petri, sendok, mesin pemarut, kompor, panci, perlengkapan untuk uji organoleptik, Brabender Viscograph, whiteness meter Kett Electric, soxhlet, spektrofotometer, tanur, neraca analitik, kertas saring, kapas, inkubator, serta alat-alat gelas.

B. METODE PENELITIAN 1. Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku yaitu pembuatan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, dan pati ubi jalar. Tahapan pembuatan tepung adalah pengupasan disertai perendaman dalam air untuk mencegah pencoklatan. Selanjutnya dilakukan perajangan (penyawutan) pada ubi kayu dan ubi jalar segar yang telah bersih dan dikupas. Khusus untuk sawut ubi jalar dilakukan perendaman dalam Na bisulfit 0.3% selama 1 jam. Pengeringan sawut menggunakan pengering rak pada suhu 60°C selama 1-2 hari. Setelah sawut ubi kayu dan ubi jalar mengering, sawut digiling menjadi tepung dan dilakukan pengayakan (Gambar 5)

(37)

Ubi kayu / Ubi jalar

Pengupasan + Perendaman

Pengirisan dengan mesin sawut

Perendaman dalam Na bisulfit 0,3% selama 1 jam (khusus ubi jalar)

Penirisan

Pengeringan (60OC, 1-2 hari)

Penggilingan

Pengayakan (80 Mesh)

Tepung Ubi kayu / Ubi jalar

Gambar 5 Proses pembuatan tepung ubi kayu / tepung ubi jalar.

Bahan baku lainnya yang dibutuhkan adalah pati ubi jalar yang dibuat dari ubi jalar. Tahapannya adalah pengupasan disertai perendaman dalam air untuk mencegah reaksi pencoklatan. Pemarutan ubi jalar dilakukan menggunakan mesin parut kelapa yang dilanjutkan dengan pengadukan menggunakan homogenizer selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pemerasan/pengepresan menggunakan alat pres tahu. Tahap pengadukan dan pengepresan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan rasio akhir berat ubi jalar segar : volume air sebesar 1:10. Hasil pengeperesan ubi jalar diendapkan selama 24 jam sampai diperoleh endapan pati. Pengeringan endapan pati dilakukan selama 1-2 hari pada

(38)

suhu 60°C menggunakan oven. Setelah pati mengering, pati digiling dan dilakukan pengayakan (Gambar 6).

Ubi jalar

Pengupasan + Perendaman

Pemarutan

Pengadukan selama 15 menit

Pengepresan/Pemerasan

Pengendapan (24 jam)

Pengeringan (1-2 hari, 60°C)

Penggilingan

Pengayakan (80 Mesh)

Pati ubi jalar

Gambar 6 Proses pembuatan tepung pati ubi jalar.

2. Analisis Fisik dan Kimia Terhadap Bahan Baku Beras Artificial

Tepung, pati, dan keempat rasio formula beras artificial ubi kayu dan ubi jalar dianalisis sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik meliputi derajat putih dan uji amilografi (Bhattacharya 1979). Sedangkan untuk sifat kimia meliputi analisis proksimat (AOAC 1995), kadar amilosa (Juliano 1972), kadar serat pangan (Asp et al. 1983), dan daya cerna pati in vitro (Muchtadi 1989).

(39)

3. Pembuatan Beras Artificial

Tahap pertama dalam pembuatan beras artificial ubi kayu dan ubi jalar adalah pencampuran antara tepung (ubi kayu/ubi jalar) dengan pati (ubi kayu/ubi jalar). Selanjutnya pencampuran tepung dengan pati pada berbagai rasio akan disebut sebagai formula. Rasio pencampuran masing-masing adalah 60:40, 70:30, 80:20 dan 90:10 untuk tepung:pati. Pertama-tama diambil seperempat bagian berat campuran tepung yang digunakan untuk membuat adonan awal. Campuran tepung untuk adonan awal tersebut ditambahkan air sebanyak 80-90% dari berat campuran tepung yang digunakan untuk membuat adonan awal. Tahap selanjutnya adalah penghabluran. Penghabluran ini dilakukan dengan menggunakan ayakan yang berdiameter 8 mesh. Setelah itu tepung yang telah mengalami penghabluran dilakukan proses pembutiran dengan mesin pembutir berupa pengering molen yang pengatur panasnya tidak di nyalakan. Pada saat pembutiran, sesekali disemprotkan air dan sesekali ditambahkan campuran tepung (sesuai dengan perbandingan), sehingga total air seluruhnya yang dipergunakan adalah 65-75% dari berat awal campuran tepung. Butiran-butiran yang dihasilkan disortasi dengan ayakan 6, 8 dan 10 mesh. Butiran disangrai pada suhu 45-50°C selama 5, 6, dan 7 menit berturut-turut untuk 10, 8, dan 6 mesh. Butiran selanjutnya dikeringkan pada suhu 60°C selama 72 jam. Diagram alir proses pembuatan beras artifisial dapat dilihat pada Gambar 7.

4. Metode Pemasakan Beras Artificial (Pamularsih 2006)

Beras artifisial mentah direbus dalam air mendidih dengan perbandingan berat beras artifisial : volume air yang ditambahkan = 1:8. Setiap satu menit diambil 10 butir beras artifisial dan ditekan diantara cawan petri lalu diamati jumlah butir beras yang telah mengalami gelatinisasi sempurna (bagian tengah sudah tidak berupa tepung). Penentuan waktu pemasakan ditentukan sampai seluruh butir beras (dari 10 butir) telah tergelatinisasi sempurna.

(40)

Tepung ubi kayu / tepung ubi jalar Pati ubi kayu/ pati ubi jalar

Pencampuran tepung:pati

60:40 70:30 80:20 90:10

Penambahan air (80-90% dari berat total adonan awal) Penghabluran dengan menggunakan ayakan 8 mesh

Pembutiran

Pensortasian dengan ayakan 6, 8 dan 10 mesh Penyangraian ( T = 45-50°C; t = 5-7 menit)

Pengeringan (T = 60°C; t = 72 jam) Beras Artificial

Gambar 7 Proses pembuatan beras artificial.

5. Analisis Fisik dan Kimia Terhadap Beras Artificial

Seluruh formula beras artificial ubi kayu dan ubi jalar dianalisis sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik meliputi bobot 1000 butir, daya serap air (Syamsir et al. 2006), dan densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992). Sedangkan untuk sifat kimia meliputi analisis proksimat (AOAC 1995), kadar amilosa (Juliano 1972), kadar serat pangan (Asp et al. 1983), dan daya cerna pati in vitro (Muchtadi 1989).

6. Analisis Sensori Terhadap Beras Artificial

Analisis sensori beras artificial diujikan kepada 22 panelis semi terlatih dengan menggunakan uji hedonik (metode rating). Analisis sensori dilakukan untuk beras artificial matang dan mentah. Parameter yang

(41)

digunakan untuk beras artificial mentah antara lain warna, aroma, dan penampakan secara umum. Sedangkan parameter tekstur, rasa, warna, aroma, dan penampakan secara umum adalah parameter yang digunakan untuk beras artificial matang. Panelis diminta untuk memberikan nilai kesukaan terhadap masing-masing parameter dengan 7 skala angka numerik, yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = suka, 4 = netral, 5 = suka, 6 = agak suka, dan 7 = sangat suka menggunakan kuisioner pada Lampiran 63-66. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS.

7. Pemilihan Formula Terbaik

Pertama-tama dilakukan pemilihan formula terbaik masing-masing untuk beras artificial ubi kayu maupun beras artificial ubi jalar. Pemilihan berdasarkan formula yang paling disukai oleh panelis dari hasil analisis sensori, jumlah tepung yang digunakan dalam rasio formula, dan hasil rendemen.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan satu faktor, yaitu rasio tepung : pati yang digunakan (faktor A). Metode rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ai + Єij Keterangan:

Yij = Nilai hasil pengamatan µ = Nilai tengah umum

Ai = Pengaruh sebenarnya rasio tepung : pati ke-i Єij = Faktor galat

(42)

D. PROSEDUR ANALISIS Analisis Sifat Fisik 1. Derajat Putih

Pengukuran derajat putih dilakukan dengan Whiteness Meter Kett Electric. Sampel beras artificial dimasukkan ke dalam tabung pipih, kemudian ditutup dengan penutup yang terbuat dari kaca. Setelah itu, tabung pipih tersebut dimasukkan ke dalam alat Whiteness Meter Kett Electric. Nilai derajat putih akan terbaca pada layar. Standar yang digunakan adalah BaSO4.

2. Bobot 1000 butir

Beras artificial dipilih yang memiliki butir yang utuh dan baik. Beras artificial tersebut kemudian diambil sebanyak 1000 butir kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk diketahui bobotnya. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga ulangan.

3. Uji Amilografi (Bhattacharya 1979)

Uji amilografi menggunakan alat Brabender Viscograph. Parameter yang dilihat adalah (1) suhu awal gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai menunjukkan kenaikan viskositas, (2) suhu pada puncak gelatinisasi, (3) viskositas saat suhu puncak tercapai, (4) viskositas pada awal suhu 93oC, (5) viskositas pada suhu 93oC setelah 20 menit, (6) viskositas pada awal suhu 50oC, dan (7) viskositas pada suhu 50oC setelah 20 menit. Viskositas dinyatakan dalam satuan BU (Brabender Unit).

Cara pengujian amilograf adalah dengan melarutkan 45 gram sampel berupa tepung ke dalam 450 ml air destilata. Sampel tersebut

kemudian dimasukkan ke dalam bowl. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara menurunkan head

amilograf. Suhu awal diatur pada suhu 30°C dan pena pencatat diatur pada skala kertas amilogram. Switch pengatur diletakkan pada posisi bawah sehingga pada saat mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap menit. Setelah pasta mencapai suhu 93°C selama 20 menit, mesin

(43)

dimatikan kemudian dinyalakan kipas angin untuk menurunkan suhunya. Penurunan suhu diatur 1.5°C setiap menit. Ketika mencapai suhu 50°C, mesin dinyalakan kembali. Setelah pasta mencapai suhu 50°C selama 20 menit, mesin dimatikan kembali.

4. Daya Serap Air pada Suhu 80°C (Syamsir et al. 2006, dimodifikasi)

Sebanyak 20 ml air dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml yang kemudian diletakkan di atas penangas air 80°C. Kemudian 2 g beras artificial mentah dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut dan dipanaskan selama 20 menit, ditiriskan dan ditimbang berat bahan setelah dimasak.

Daya Serap Air (%) = b-a x 100 % a

Keterangan : a = berat contoh sebelum dicelupkan (g) b = berat contoh setelah dicelupkan (g)

5. Densitas Kamba (Wirakartakusumah et al. 1992)

Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian berat bubuk dengan volume wadah.

Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, diketuk-ketuk 25 kali. Volume beras artifisial dibaca, kemudian densitas kamba dihitung dengan rumus :

berat contoh (g) Densitas kamba =

Volume yang terbaca (ml)

Analisis Sifat Kimia 1. Proksimat

a. Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)

Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami

(44)

dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C. Cawan tersebut lalu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai cawan dingin. Cawan yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Setelah itu, sampel sebanyak ± 5 gram dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan. Cawan tersebut lalu diangkat, didinginkan di dalam desikator, dan ditimbang berat akhirnya. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air (% bb) 100% a y) -(x × = Keterangan:

x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat sampel awal (g)

b. Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Perhitungan: Kadar Abu (% bb) 100 W W 1 2 × = %

Kadar Abu(% bk) = 100 x Kadar Abu (% bb) 100 – Kadar Air

Keterangan:

Gambar

Gambar 7  Proses pembuatan beras artificial.
Gambar  8    Hasil  analisis  warna  bahan  baku  beras  artificial  ubi  kayu  dengan
Gambar 10  Kadar amilosa pada keempat formula beras artificial ubi kayu.
Gambar 11  Kadar amilosa pada keempat formula beras artificial ubi jalar.
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Mulai tahun 2011, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kepedidikan memperluas program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana dengan membuka kesempatan bagi calon dosen dan tenaga kependidikan

Dari hasil pengolahan data tentang posisi Ipomea batatas sebagai makanan keluarga maka sebanyak 22,5 % responden menyatakan tidak perlu menjadikan Ipomea batatas sebagai

Mesin ini terdiri dari 5 tudung masing- masing dengan tombol, sebuah tombol besar di bawah, slider dengan 8 slot (posisi awal slider pada slot 0), dan sebuah roda pemilih warna..

Saran yang dapat dikemukan dari hasil penelitian ini, adalah perusahaan penting untuk lebih memperhatikan tunjangan hari raya dan gaji, hubungan kerjasama yang baik

satu sumber simpul sampai simpul tujuan melalui beberapa jalur (Baras & Theodorakopoulos, 2010).Algoritma Floyd Warshall dapat digunakan untuk mencari panjang

Dari uraian diatas, penambahan tepung jamur tiram pada pembuatan kerupuk akan mempengaruhi kualitas kerupuk yang dihasilkan sehingga perlu di teliti perbandingan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas metode pembelajaran simulasi pidato untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan gagasan dalam konteks

Penggunaan enzim sebesar 0,1 dan 0,5% pada proses pemisahan sticky dan pitch pada kertas cetak salut bekas dapat meningkatkan derajat putih sekitar 2 dan 9 poin dibandingkan