• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang sifatnya unik hanya dilakukan satu kali dan dibatasi oleh sumber daya dalam waktu terbatas. Didalam rangkaian kegiatan proyek kontstruksi tersebut, terdapat proses yang berfungsi untuk mengolah sumber daya (resources), sehingga dapat menjadi suatu hasil kegiatan yang menghasilkan sebuah karya berupa bangunan. Pengelolaan proyek konstruksi menjadi semakin kompleks karena banyaknya pihak yang berinteraksi di dalamnya serta semakin tingginya tuntutan terhadap kualitas, kenyamanan, keamanan, estetika, dan keberlanjutan proyek itu sendiri.

Dilihat dari aspek-aspek pada proyek konstruksi, terdapat fungsi pada tahapan perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan. Semua fungsi dari komponen tersebut harus diterapkan kepada semua tahapan yang ada pada proyek konstruksi, karena proyek konstruksi adalah salah satu pekerjaan yang paling berisiko dan berbahaya di antara sektor pekerjaan lainnya.

Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan proyek konstruksi memiliki karakteristik antara lain : bersifat sangat kompleks, multi disiplin ilmu, melibatkan banyak unsur tenaga kerja kasar dan berpendidikan relatif rendah, masa kerja terbatas, intensitas kerja yang tinggi, tempat kerja (terbuka, tertutup, lembab, kering, panas, berdebu, kotor), menggunakan beragam jenis peralatan kerja, teknologi, kapasitas, material dan lain lain (Winjani,2010).

(2)

2.2 Manajemen K3

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan pengarahan kepada suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional dengan maksud yang nyata (real), proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia (human

resources), dan sumberdaya lainnya.

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Djoko, 2007).

Menurut Adityanto (2012) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat diartikan sebagai 2 pengertian :

1. Secara Filosofis

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.

(3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan ilmu pengetahuan dan segala penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pada dasarnya secara umum sistem dari Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) mengandung 6 dasar elemen utama Occupational

Health and Safety Assessment(OHSAS 18001) sebagai berikut : a. Kebijakan K3 (Safety and health policy)

b. Perencanaan (Planning)

c. Penerapan dan operasional (Implementation and operation)

d. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan (Checking and corrective action) e. Tinjauan manajemen (Management review)

f. Perubahan perbaikan berkelanjutan (Continual improvement)

Perbaikan Berkelanjutan (Continual Improvement)

Kebijakan (Policy)

Perencanaan (Planning)

Penerapan dan Operasional (Implementation and Operation) Pemeriksaan dan Tindakan

(Checking and Corrective Action)

Tinjauan Manajemen (Management Review)

Gambar 2.1

Bagan Elemen Kesuksesan K3 (OHSAS 18001:1999) (Sumber: Departemen PU, 2007)

(4)

Lima (5) Prinsip dasar pelaksanaan MK3 sesuai tentang pedoman pada penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menurut Permennaker No.:5/MEN/1996. Terdiri dari :

a. Penetapan Komitmen dan Kebijakan K3

b. Perencanaan (Pemenuhan Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Penerapan K3) c. Penerapan Rencana K3 secara Efektif dengan Mengembangkan Kemampuan

dan Mekanisme Pendukung yang Diperlukan untuk Mencapai Kebijakan, Tujuan dan Sasaran K3

d. Pengukuran, Pemantauan, dan Pengevaluasian Kinerja K3

e. Peninjauan Secara Teratur dan Peningkatan Penerapan SMK3 secara berkesinambungan.

2.2.1 Komitmen Manajemen

Menurut Djoko (2007) komitmen merupakan landasan utama konsep penerapan sistim Manajemen K3. Komitmen yang berupa kebijakan dan arahan dalam penerapan K3 di Perusahaan, komitmen pimpinan tentunya termasuk kesediaannya menyiapkan organisasi K3, SDM K3 dan anggaran K3 yang dituangkan dalam bentuk kebijakan K3 (Safety Policy), secara umum isi dari komitmen tersebut adalah : Landasan keberhasilan program K3 merupakan pernyataan sikap dan dukungan manajemen terhadap program K3 dalam perusahaannya serta mengikat semua pihak terkait (stakeholder), meliputi manajemen, karyawan, pemegang saham, pelanggan dan masyarakat luas.

(5)

2.2.2 Motivasi

Menurut Winjani (2010) menyebutkan bahwa penyebab dari motor penggerak adalah : prestasi yang diukir, penghargaan yang diperoleh, tantangan tugas, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan, kesempatan, dan balas jasa, imbalan berupa gaji atau upah merupakan salah satu dari imbalan yang akan diperoleh melalui kegiatan bekerja, imbalan tersebut dapat dijadikan motivasi kepada pekerja agar pekerja bekerja dengan kinerja tinggi. Akan tetapi jika upah tersebut tidak dipenuhi, maka akan muncul pertentangan yang kadangkala timbul gejala berupa konflik bahkan hingga memburuknya kesehatan fisik dan mental.

Teori Herzberg pun menyatakan tingginya motivasi kerja dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti, kondisi kerja, gaya kepimimpinan, hubungan antar pribadi, dan supervise, apabila faktor- faktor ekstrinsik ini tidak dipenuhi maka, akan berpengaruh pada motivasi kerja. Disebutkan bahwa adanya motivasi dalam diri karyawan yang tinggi maka perilaku pada saat bekerja akan menjadi selamat, tetapi jika pekerja mempunyai motivasi dalam diri yang rendah, maka secara langsung perilaku pada saat bekerja akan menjadi tidak selamat (Winjani,2010).

2.2.3 Kewenangan

Kewenangan adalah kuasa untuk membuat keputusan, menunjuk, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada personel. Organisasi harus menentukan aturan main, kewenangan dan otoritas para personil yang akan mengatur, menjalankan dan memantau aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan risiko K3 dalam kaitannya dengan aktifitas, fasilitas dan proses dalam organisasi secara keseluruhan. Hal-hal tersebut harus ditetapkan, didokumentasikan dan

(6)

dikomunikasikan. Penanggung jawab tertinggi dalam K3 adalah top management. Bila organisasi berupa perusahaan berskala besar, mempunyai anak-anak perusahaan maka yang dimaksud top management harus didefinisikan dengan jelas. Manajemen organisasi harus menyediakan sumber daya utama, termasuk didalamnya sumber daya manusia, spesialis-spesialis, teknologi maupun keuangan dalam rangka pelaksanaan, kontrol dan perbaikan manajemen K3 (Djoko,2007).

Menurut Andhika (2012) menjelaskan bahwa peran tenaga ahli untuk mengembangkan, menerapkan dan memelihara cara kerja, prosedur, sistim, pengamanan dan standar dalam menghilangkan, mengendalikan dan mengurangi bahaya kecelakaan kerja terhadap personel, prasarana, lingkungan, dan SDM K3. Maka penanggung jawab K3 dalam manajemen organisasi harus mempunyai aturan main, tanggung jawab dan wewenang dalam rangka :

a. Menjamin bahwa persyaratan-persyaratan dalam sistem manajemen K3 dibangun, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi dalam OHSAS

b. Menjamin bahwa laporan performance sistim manajemen K3 disampaikan kepada top management dalam rangka evaluasi dan sebagai dasar perbaikan sistim manajemen K3. Pada dasarnya Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah tanggung jawab setiap pekerja yang ada dilapangan proyek konstruksi,namun secara matrik kewenangan harus diberikan kepada seseorang yang memiliki pengalaman dan bisa bertindak sebagai Project Safety Officer. Kewenangan yang diberikan secara perseorangan contohnya seseorang dapat memberhentikan pekerjaan jika

(7)

menurutnya pekerjaan tersebut dilaksanakan tidak aman dan tidak memenuhi Rencana Keselamatan & Kesehatan Kerja

2.3 Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pada setiap kegiatan proyek konstruksi selalu ditandai dengan keterlibatan sumber daya, seperti bermacam-macam material, peralatan, serta tenaga kerja yang berkompeten maupun non kompeten. Sehingga sangatlah mungkin jika terjadi kesalahan-kesalahan yang dapat mengakibatkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja. Maka pada program pelaksanaan proyek yang ditangani harus memperhitungkan dan melaksanakan tindakan kehati-hatian yaitu tindakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Rencana Keselamatan & Kesehatan Kerja adalah kunci sebagai acuan kinerja dalam keamanan pekerjaan pada proyek konstruksi yang ingin melindungi para pekerjanya, personel yang ada dilapangan, seperti peraturan umum yang memberikan petunjuk bagaimana mengurangi kecelakaan dan memberikan perlindungan terhadap aset/properti. Perencanaan K3 meliputi :

a. Identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian dan pengendalian risiko (risk assessment and risk control) yang dapat diukur

b. Pemenuhan terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya c. Penentuan tujuan dan sasaran

d. Program kerja secara umum dan program kerja secara khusus e. Indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja K3.

(8)

2.3.1 Persyaratan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dalam perencanaan K3 haruslah memenuhi terhadap kebijakan/ policy yang ditetapkan, yang memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja, penerapan K3 dengan mempertimbangkan telaah awal sebagai bagian dalam mengidentifikasi potensi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko atas permasalahan K3 yang ada dalam perusahaan atau di proyek tempat kegiatan kerja konstruksi berlangsung.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007) dalam modul pelatihan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengidentifikasi potensi bahaya yang ada serta tantangan yang dihadapi akan sangat mempengaruhi dalam menentukan kondisi perencanaan K3 perusahaan/proyek. Untuk hal tersebut haruslah ditentukan oleh pokok dalam perusahaan/proyek dalam identifikasi bahaya meliputi :

- Frekuensi dan tingkat keparahan Kecelakaan Kerja - Kecelakaan Lalu Lintas

- Kebakaran dan Peledakan

- Keselamatan Produk (Product Safety) - Keselamatan Kontraktor

- Emisi dan Pencemaran Udara - Limbah Industri

Sasaran Penerapan dari manajemen K3 sendiri meliputi; sumber daya manusia, sistem prosedur, sarana dan fasilitas, pencapaian prespektif di Lingkungan internal dan ekternal serta pemberdayaan. Dalam menetapkan tujuan

(9)

dan sasaran kebijakan/policy keselamatan dan kesehatan kerja organisasi harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian dari manejemen K3.

Menentukan program umum yang didalamnya memuat strategi pencapaian penerapan manajemen K3, secara detail program dapat di aplikasikan dalam bentuk prosedur dan petunjuk kerja, semua ini ditujukan untuk memudahkan dalam menerapkan dan mengembangkan sistim K3 untuk setiap kegiatan operasi sebagai pedoman keselamatan kerja, bekerja secara aman dan yang akan berpengaruh meningkatnya produktifitas kerja, penyusunan elemen K3 disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing organisasi berdasarkan hasil telaah awal dan penetapan tujuan objektif yang ingin dicapai.

Penyusunan elemen-elemen K3 dalam program disesuaikan dengan sistem manajemen K3 yang hendak dijalankan, dapat menggunakan atau memilih acuan atau undang-undang/peraturan/standar yang telah dijelaskan sebagai referensi. Maka sistem yang dijalankan harus memenuhi 12 elemen K3 operasional, diantaranya adalah :

a. Pembangunan dan Pemeliharaan Komitmen b. Pendokumentasian Strategi

c. Peninjauan Ulang Perancangan (Desain) dan Kontrak d. Pengendalian Dokumen dan Data K3

e. Pembelian

(10)

g. Pengembangan Ketrampilan dan Kemampuan h. Komunikasi dan Pelaporan

i. Pengelolaan Material j. Standar Pemantauan k. Audit internal SMK3 l. Tinjauan Manajemen

Dari ke 12 elemen K3 operasional itu dasar penyusunan program pelaksanaan yang dimulai dari perencanaan penerapan K3 melalui identifikasi bahaya sampai dengan penerapan dan pengendalian operasi yang harus dijalankan. Sistem dan prosedur yang harus disiapkan termasuk petunjuk kerja meliputi seluruh aspek kegiatan sesuai dengan tingkatan kegiatan yang ada dilapangan, antara lain :

- Prosedur kerja aman (Safe Working Practices). - Prosedur kebersihan dan penyelamatan lingkungan. - Prosedur penyelamatan keadaan darurat.

- Prosedur kesehatan kerja.

- Prosedur penanggulangan kebakaran. - Prosedur pemenuhan sarana dan fasifitas.

- Petunjuk kerja ijin kerja ruang terbatas dan tertutup. - Prosedur Identifikasi Bahaya (Hazards identification).

- Prosedur Pembinaan dan Pelatihan (Safety Training & Education). - Petunjuk Kerja Evaluasi Keselamatan Proyek (Project Safety Review). - Petunjuk penggunaan Alat Keselamatan (Safety Equipment).

(11)

- Prosedur pengelolaan Keselamatan Lalu Lintas Jalan (Traffic Safety). - Petunjuk Kerja Inspeksi K3 (Safety Inspection).

- Prosedur Penyelidikan Kecelakaan (Incident Investigation). - Prosedur Pengelolaan Limbah (Waste Management).

- Petunjuk Kerja Sistim Pelaporan K3 (Safety Reporting Systems). - Prosedur Audit K3 (Safety Audit).

2.3.2 Pelaksanaan Teknis Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk mewujudkan pelaksanaan dari rencana program K3 harus adanya upaya-upaya dalam tindakan pada proses pelaksanaan yang berkelanjutan (Khurnia, 2012). Upaya-upaya berikut dapat seperti :

1. Alat Pelindung Diri (APD)

Mempersiapkan peralatan/alat pelindung diri guna mengurangi cidera dan mencegah timbulnya penyakit akibat kerja. Contohnya: Topeng gas/masker, pelindung badan/jacket, sepatu yang sesuai, helem, sarung tangan, kaca mata dan sebagainya.

2. Peralatan K3

Atas dasar memperhitungkan kekuatan dari metode kerja dan kebutuhan peralatan yang akan digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan agar dipersiapkan. Contohnya : Penahan dinding galian, alat pemadam kebakaran, jaring net, alat peringatan tanda bahaya dan lain sebagainya.

3. Peninjauan ulang kontrak, pembelian dan peralatan konstruksi

Pengadaan barang dan jasa harus ditinjau ulang untuk memastikan dan menjamin kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan-persyaratan K3

(12)

yang ditentukan serta pada setiap pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3 agar dipastikan pada saat penerimaan barang dan jasa di tempat kerja organisasi harus dapat menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi. 4. Komunikasi K3

Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting pelaksanaan K3, semua kegiatan ini harus didokumentasikan, prosedur yang ada harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut seperti hasil pelaksanaan K3, pemantauan, audit dan tinjauan ulang manajemen kesemua pihak yang mempunyai tanggung jawab dalam kinerja K3. Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar perusahaan dan menjamin informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang- orang yang membutuhkannya. Tipe komunikasi ini dapat melingkupi jangkauan kegiatan yang luas seperti :

-Tanda dan penghalang -Papan Buletin

-Tool box meeting

-Rapat awal Indoktrinasi K3

-Patroli keselamatan & kesehatan kerja -Buletin individu untuk hal khusus

(13)

5. Training & Pelatihan

Organisasi harus menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan dana yang memadai untuk menjamin pelaksanaan K3 sesuai dengan persyaratan sistem K3 yang ditetapkan. Dalam memenuhi ketentuan tersebut, organisasi harus membuat prosedur dan menyediakan biaya, sehingga dapat dipantau keefektifannya sesuai dengan tingkat keperluannya.

Pengurus organisasi harus mempunyai dan menjamin kompetensi kerja serta pelatihan setiap tenaga kerja yang cukup dalam rangka menjalankan tugasnya dalam unit-unit kerja yang terkait dengan K3. Kompetensi harus didefinisikan sesuai dengan pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk menjamin karyawan-karyawannya bekerja pada fungsi-fungsi dan level yang relevan, dalam kaitan dengan menjamin kesesuaian sistem yang dijalankan dengan kebijakan, prosedur dan persyaratan-persyaratan dalam sistim serta konsekuensi K3, baik aktual maupun potensial dalam menjalankan aktifitas kerja.

6. Inspeksi dan Perbaikan K3

Organisasi harus menetapkan inspeksi, pengujian dan pemantauan berkaitan dengan tujuan dan sasaran K3 yang ditetapkan, frekuensi inspeksi, pengujian dan pemantauan harus disesuaikan dengan obyeknya. Personel yang terlibat mempunyai kompetensi cukup pengalaman, catatan, rekaman hasil inspeksi, pengujian, dan pemantauan dipelihara dan tersedia dengan baik bagi tenaga kerja, kontraktor yang terkait dan manajemen. Tindakan perbaikan segera dilakukan atas ketidaksesuaian yang ditemukan saat inpeksi, pengujian dan

(14)

pemantauan, penyelidikan yang memadai harus dilakukan untuk menemukan permasalahan dari suatu insiden.

7. Prosedur Pemeriksaan

Prosedur pemeriksaan dapat berupa inspeksi dan audit yang bersifat internal, pemeriksaan harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidang K3, khususnya K3 dibidang pekerjaan konstruksi. Pemeriksaan yang bersifat inspeksi dapat dilaksanakan secara harian (daily), mingguan (weekly), bulanan (monthly), yang harus dijalankan secara tetap dan kontinyu untuk mempertahankan hasil yang telah dicapai.

Pemeriksaan yang bersifat audit tentunya dilaksanakan secara berkala tiap 2 (tiga) bulan sekali atau 6 (enam) bulan sekali, ketentuan ini berlaku mengikuti standar/ketentuan audit yang diberlakukan pada umumnya oleh badan internal organisasi dan/atau badan auditor.

Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidang kerjanya dan mendapat pengesahan serta verifikasi oleh petugas yang mempunyai kompetensi K3 atau yang diberi kewenangan akan hal ini dalam bidang K3. Kegiatan pemeriksaan dapat dimulai dari pengendalian kegiatan pada material dan pergudangan (logistic) termasuk juga dalam penerimaan akan barangmasuk, penyimpanan/penempatan, pengambilan/pengeluaran/pemindahan, pemasangan, pemeliharan, pengelolaan peralatana konstruksi dan fasilitas pekerjaan konstruksi lainnya serta penanganan kesehatan dan tingkungan, semuanya ini harus dipastikan terintegrasi dalam strategi pencegahan risiko kecelakaan yang akan terjadi dan/atau penyakit akibat kerja

(15)

Pemeriksaan yang bersifat inspeksi maupun audit keduanya mempunyai sifat yang sama yakni, untuk memastikan bahwa penerapan dan pelaksanaan sistim manjemen K3 telah dijalankan sesuai kaidah-kaidah/standar K3. Sedangkan audit lebih ditekankan pada pencapaian sasaran dan target, penanganan ketidaksesuaian (noncorforming), dan tindak lanjut hasil inspeksi.

8. Tindakan Perbaikan

Tindakan perbaikan lebih ditujukan dan bersifat memperbaiki keadaan situasi terhadap bahaya yang akan timbul. Tindakan perbaikan yang dilaksanakan dilapangan secara umum menjadi tanggung jawab pimpinan unit kerjanya, dan perbaikan dapat dilakukan dengan temuan menyimpang dari ketentuan/strandar yang ditentukan dalam sasaran dan program Kerja K3 sesuai dengan pengembangan kondisi pekerjaan dilapangan yang sebelumnya tidak terdapat antisipasi bahayanya atau belum ditinjau tingkat keseuaiannya, guna penyempurnaan untuk mencegah terjadinya kesalahan penggunaan bahan/material/prosedur opersionil sehingga mengakibatkan kecelakaan kerja yang akan berujung pada rekomendasi hasil inspeksi, pengujian dan

commissioning yang termasuk pada pekerjaan fase pemindahan, penempatan, pemasangan/ perakitan dan pelepasan/pembongkaran kembali.

9. Prosedur Pengendalian

Pengendalian disini maksudnya adalah untuk memantau dan mengukur pencapaian kinerja K3, yang meliputi proses K3 didasarkan dengan adanya kinerja masing-masing proses kegiatan dan sasaran.

(16)

Pengukuran (Evaluasi) dan peningkatan kinerja K3. Pengukuran adalah pengukuran kinerja, dilakukan didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya berupa parameter kinerja, cara penilaian tingkat pemahaman pengetahuan dan partisipasi pekerja dalam kegiatan K3, termasuk partisipasi pengunjung/tamu/subkontraktor/vendor/mitra kerja yang terkait pelaksanaan kerja konstruksi dilapangan, statistik angka insiden/kecelakaan tingkat keparahan dan frekuensi insiden ataupun kecelakaan, termasuk jumlah jam kerja yang hilang. 10. Pengendalian Administratif

Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus mempertimbangkan segala aspek K3 pada setiap tahapan, rancangan tinjauan ulang prosedur dan instruksi kerja harus dibuat oleh personel yang mempunyai kompetensi kerja dengan melibatkan pelaksana yang terkait. Dalam hal ini personel yang melaksanakan harus diberikan pelatihan agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Prosedur dan instruksi kerja ini juga harus ditinjau secara berkala, untuk memastikan bahwa prosedur dan instruksi kerja tersebut terkendali sesuai dengan perubahan keadaan yang terjadi seperti pada peraturan perundang-undangan, peralatan, proses atau bahkan bahan baku yang digunakan.

Pemeriksaan dan operasionil (implementation and operation), umpan balik & pengukuran kinerja (feedback from measuring performance) dan audit adalah sebagai masukan untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan perbaikan (checking

and corrective action) dan menghasilkan keluaran/output Tinjauan Manajemen (menagement review) perbaikan berkelanjutan(continual improvement).

(17)

11. Siklus Penanganan K3 a. Siklus Harian K3

Siklus Harian K3 (Daily Safety Work Cycle) adalah suatu siklus aktifitas

safety yang rnempuyai periode ulang setiap hari. Aktifitas ini dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil pekerja yang menangani pekerjaan sejenis, dipimpin langsung oleh kepala grup kerja.

(Sumber: Departemen PU, 2007)

b. Siklus Mingguan K3

Siklus Mingguan K3 (Weekly safety work cycle) dilakukan periodik mingguan, biasanya pada akhir minggu. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan mengevaluasi oleh manajemen proyek terhadap grup-grup kerja, menyampaikan

Safety Talk Morning Inspection to start work Final Check Patrol, guidance, and supervision Site clean up DAILY SAFETY WORK Gambar 2.2 Siklus aktifitas harian K3

(18)

informasi-informasi dari manajemen proyek kepada grup-grup kerja, serta mengadakan interaksi satu grup kerja dengan grup kerja lainnya, sehingga akan terjadi tukar menukar pengalaman yang diperoleh suatu grup kerja selama satu minggu berjalan.

c. Siklus Bulanan K3

Siklus Bulanan K3 (Monthly safety work cycle) dilakukan secara periodik bulanan, biasanya terletak pada akhir bulan. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan menyampaikan informasi dari manajemen proyek kepada personil, mengevaluasi K3 oleh manajemen proyek terhadap pelaksanaan K3 pada proyek konstruksi selama satu bulan, serta penentuan program-program kerja yang bersifat strategis.

12. Audit K3

Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur audit dan program audit dalam rangka pemeriksaan pada sistem manajemen K3, dengan tujuan mengetahui kesesuaian dengan sistim manajemen K3. Program audit lengkap dengan jadwalnya yang dilaksanakan secara berkala, harus didasarkan pada hasil dari penilaian risiko dari aktifitas organisasi dari hasil audit sebelumnya.

Pelaksanaan audit dilaksanakan secara sistimatik terhadap pekerjaan yang menjadi obyek audit oleh personil yang mempunyai kompetensi dalam kerja audit, dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan sistim manjemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan. Prosedur audit mencakup lingkup, frekwensi, metodologi,kompetensi, wewenang dan persyaratan-persyaratan untuk melakukan pelaporan hasil.

(19)

Frekuensi audit harus ditentukan atas hasil tinjauan ulang audit sebelumnya oleh manajemen, rekaman hasil audit ini harus disebar luaskan ke unit-unit yang terkait dengan observasi audit. Hal ini guna memastikan agar tidak akan terjadi ketidaksesuaian yang sama pada unit-unit lain yang belum dilaksanakan audit, dimana hasil audit sebelumnya menjadi acuan tindakan perbaikan dan peningkatan pelaksanaan K3 yang berkelanjutan.

Inspeksi harian biasa dilakukan oleh safety officer tetapi yang lain juga secara berkala melakukan inspeksi proyek untuk memenuhi rencana keselamatan & kesehatan kerja (Safety & Health Plan) dalam hal ini mewakili Pemilik proyek/owner, perusahaan asuransi dan dinas-dinas terkait dari instansi pemerintahan. Seringkali dilakukan bersama dalam membantu Safety Officer lapangan.

13. Investigasi Kecelakaan

Hal ini penting bahwa setiap kecelakaan harus di lakukan investigasi, seperti penyebabnya, dan membuat laporan secara lengkap apa yang terjadi dan mengapa bisa terjadi, sering dengan gambar. Laporan ini biasanya diperlukan oleh perusahaan asuransi yang melindungi akibat adanya kerugian akan tetapi juga penting untuk peningkatan kinerja K3 Kontraktor.

14. Fasilitas Kesehatan dan Testing Perobatan

Diperlukan pengaturan terhadap Rumah Sakit terdekat dan Dokter untuk membantu bila terjadi kecelakaan setelah dilakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di lapangan, seperti halnya menetapkan dan menyiapkan peralatan P3K sendiri. Pada proyek konstruksi besar yang biasanya dibiayai oleh

(20)

pemerintah, memerlukan program dari beberapa jenis pengujian obat terhadap personel sebagai persyaratan K3 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).

2.3.3 Output Pelaksanaan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Occupational Health and Safety Assessment (OHSAS) hasil output dari pelaksanaan rencana dari K3 dapat memberikan efek yang positif pada kegiatan itu sendiri antara lain :

1. Mengurangi Cidera

Rencana Keselamatan & Kesehatan Kerja di laksanakan dengan baik akan mengurangi cidera pada tenaga kerja dan menaikan citra moril dari jumlah tenaga kerja yang pernah terkait secara langsung maupun tidak langsung pada kegiatan konstruksi tersebut.

2. Mengurangi Biaya Asuransi

Tingkat kecelakaan pada santunan biaya untuk pengobatan cidera merendah yang akan berdampak mengurangi biaya premi asuransi.

3. Meningkatkan Reputasi

Pemilik proyek menjadi tertarik kepada kontraktor yang memiliki reputasi yang baik dan bertanggung jawab terhadap seluruh pekerja yang terlibat ikut serta dalam proyek konstruksi tersebut, pekerja juga akan cenderung menginginkan bekerja dengan perusahaan yang mengutamakan pada Keselamatan & Kesehatan Kerja.

4. Meningkatkan Produktivitas

Kecelakaan menghasilkan penurunan produktivitas di lapangan, yang mana juga melemahkan keuntungan perusahaan kontraktor. Maka dari itu dengan

(21)

merencanakan dan tindakan mencegah terjadinya kecelakaan seminimal mungkin akan meningkatkan produktivitas dan keuntungan.

2.4 Kecelakaan Kerja

Menurut Australia/New Zealand Standard For Risk Management

(AS/NZS 4630) (2004) Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat mengakibatkan cidera/kematian terhadap orang, kerusakan harta benda atau terhentinya proses produksi, semua kejadian yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan namun berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan, atau kerugian lainnya. Kecelakaan Kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian. Pengertian ini digunakan juga untuk kejadian yang dapat menyebabkan merusak lingkungan.

2.4.1 Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab dari kecelakaan kerja yang terjadi di tempat bekerja pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu secara kondisi dan tindakan : a. Kondisi berbahaya yang berkaitan dengan:

1). Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.

2). Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain. 3). Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain. 4). Sifat kerja.

5). Cara kerja.

(22)

1) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan. 2) Cacat tubuh yang tidak kelihatan.

3) Keletihan dan kelelahan.

4) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.

Menurut Winjani (2010) secara umum terdapat dua penyebab dari terjadinya kecelakaan kerja yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes):

a. Penyebab Langsung

Penyebab langsung kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan secara langsung, dikarenakan adanya tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) dan kondisi- kondisi yang tidak aman (unsafe

conditions).

Dari beberapa hasil riset menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang paling sering terjadi, berdasarkan riset tersebut, 80% kecelakaan diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) yang dan 20% oleh kondisi tidak aman (unsafe condition). Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak aman (unsafe act) memegang pengaruh yang besar terhadap kecelakaan kerja dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe

condition) perilaku tidak aman (unsafe act) adalah suatu tindakan seseorang yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun peralatan yang ada di sekitarnya. Pendapat lain yang berkenaan, unsafe act adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

(23)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa unsafe act adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang (human factor), dimana tindakan tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain, peralatan maupun lingkungan yang ada di sekitarnya.

b. Penyebab Dasar

Faktor dari kepribadian dan faktor kerja/lingkungan kerja. Faktor manusia/pribadi, antara lain karena: kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/ keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/salah. Sedangkan faktor kerja/ lingkungan, antara lain karena: tidak cukup kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup pengetahuan, tidak cukup pembelian/pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup standar-standar kerja, penyalahgunaan.

2.4.2 Teori Kecelakaan Kerja

Terdapat sejumlah teori tentang kecelakaan. Teori tersebut memberikan pengertian terhadap tindakan preventif dan menggambarkan semua faktor yang berkaitan terhadap terjadinya kecelakaan atau memperkirakan dengan alasan-alasan yang akurat kemungkinan sebuah kecelakaan akan terjadi. Beberapa teori-teori kecelakaan adalah sebagai berikut (Colling,1990):

1. Teori Domino Heinrich

Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan: kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan dan cedera. Heinrich (1931) berpendapat bahwa kecelakaan pada

(24)

pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan. Mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan Domino Sequence berupa:

a. Ancestry and environment, yakni pada orang yang memiliki sifat tidak baik yang diperoleh karena faktor biologi keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan seorang pekerja kurang hati-hati, dan banyak membuat kesalahan.

b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan tersebut di atas yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan.

c. Unsafe act and mechanical or physical hazards, tindakan yang berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya.

d. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dimana pada umumnya disertai dengan kerugian.

e. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera/luka atau berat, kecacatan dan bahkan kematian.

(25)

Timeline

Gambar 2.2 Teori Domino Heinrich (Sumber : Bhardwaj, 2010)

Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.

Menurut Heinrich (1931), kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan. Dengan penjelasannya

(26)

ini,Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja.Kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan.

Pada tahun 1967, Birds memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, yaitu manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Bird mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memeperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Praktek di bawah standar (unsafe acts) dan kondisi di bawah standar (unsafe conditions) merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan dan merupakan penyebab utama dari kesalahan manajemen.

2. Teori Swiss Cheese Model

Dalam teori ini, Reason (1990) membagi penyebab kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan diantaranya : tindakan tidak aman (unsafe acts), pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman (preconditions for

unsafe acts), pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision), pengaruh organisasi (organizational influences). Berbeda dengan teori Domino Heinrich,

Swiss Cheese Modelmemberikan informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu, yang berasal dari manusia itu sendiri Types of

Human Errors:

1. Tindakan tidak aman (Unsafe Act) : - Kesalahan (Errors)

(27)

- Pelanggaran (Violations)

2. Penyebab tindakan tidak aman (Preconditions for Unsafe Acts) : - Kondisi operator (Conditions of operator)

- Kurangnya praktek dari operator (Poor practice of operator) 3. Pengawasan yang tidak aman (Unsafe Supervision) :

- Kurangnya pengawasan (Inadequate supervision) - Perencanaan yang kurang tepat (Improper planning)

- Kesalahan yang tidak diperbaiki (Failure to correct problems) - Pelanggaran dari pengawasan (Supervisory violation)

4. Pengaruh organisasi (Organizational Influences) : - Iklim organisasi (Organizational climate)

- Proses organisasi (Organizzational process)

Dalam Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human errors ini merepresentasikan lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju ini (unsafe act,

preconditions for unsafe acts, unsafe supervisions, and organizational influences) sama-sama mempunyai lubang, maka kecelakaan menjadi tak terhindarkan. Dalam berbagai aspek, teori ini mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan kecelakaan kerja. Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara spesifik kemungkinan terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan yang dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak yang dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk melindungi karyawannya.

(28)

3. Teori Kecelakaan Pettersen

Model ini menyertakan 2 (dua) kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang dikemukakan dari teori domino: kesalahan manusia atau kesalahan sistem. Penyebab-penyebab kecelakaan dan atau insiden dapat bersumber dari salah satu atau keduanya. Model ini menyatakan bahwa di belakang kesalahan manusia ada 3 (tiga) kategori besar: beban yang berlebih, rangkap, dan keputusan yang keliru. Perbedaan yang utama adalah pada kategori ketiga yaitu keputusan yang keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para pekerja sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar atau tidak sadar. Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerjakan tugas dengan tidak aman karena sederhana saja, ini lebih masuk akal dalam situasi mereka mengerjakannya dengan tidak aman daripada mengerjakannya dengan aman, dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana mereka berada, tekanan produksi, dan lain-lain. Teori ini mengadopsi teori Ferell yang menyertakan kesalahan sistem disamping kesalahan manusia. Teori ini mengkategorikan tiga kelompok besar penyebab kecelakaan yaitu overload, ergonomic, dan pengambilan keputusan yang salah. Teori ini mengemukakan bahwa pengambilan keputusan yang salah pada suatu kondisi yang disadari atau secara tidak sadar bertindak tidak aman.

4. Teori Loss Causation Model

Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan penggunanya untuk memahami bagaimana menemukan faklor penting dalam rangka mengendalikan meluasnya kecelakaan dan kerugian termasuk persoalan manajemen. Bird dkk. (1985) menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss)

(29)

disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor yang berurutan seperti yang terdapat dalam Loss Causation Model, yang terdiri dari:

1. Kurangnya pengendalian (Lack of Control)

Pengendalian adalah salah satu faktor penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan. Penyebab lack of control yaitu:

a. Inadequate programe; hal ini dikarenakan program yang tidak memadai dalam hubungannya dengan ruang lingkup.

b. Inadequate programe standards; tidak spesifiknya standar, standar kurang jelas atau standar tidak baik.

c. Inadequate compliance -with standards; kurang patuhnya terhadap pemenuhan standar yang sudah ditetapkan merupakan penyebab yang sering terjadi.

2. Penyebab dasar (Basic Causes):

a. Personal dari faktor kepemirnpinan atau kepengawasan. b. Faktor pekerjaan atau tidak sesuainya desain engineering. 3. Penyebab secara langsung (Immediate Causes)

Suatu kejadian yang secara cepat memicu terjadinya kecelakaan bila kontak dengan bahaya. Immediate causes meliputi faktor sub-standard dan faktor kondisi. Faktor substandard diantaranya tindakan tidak aman seperti mengoperasikan unit tanpa ijin, faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja dan lain-lain.

2.4.3 Klasifikasi Kecelakaan

Menurut International Labour Organization (ILO) (1962) sebuah badan

yang menampung isu perburuhan internasionalklasifikasi kecelakaan akibat kerja

(30)

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan, antara lain: - Terjatuh

- Tertimpa benda jatuh

- Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh - Terjepit oleh benda

- Gerakan-gerakan melebihi kemampuan - Pengaruh suhu tinggi

- Terkena arus listrik

- Kontak dengan bahan-bahan yang berbahaya atau radiasi 2. Klasisfikasi menurut penyebab, antara lain:

- Mesin

- Alat angkut dan alat angkat - Peralatan lain

- Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi - Lingkungan kerja

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan, antara lain: - Patah tulang

- Diskolasi atau keseleo - Regang otot atau urat

- Memar dan luka dalam yang lain - Amputasi

- Luka-luka lain - Gegar dan remuk

(31)

- Luka bakar

- Keracunan-keracuan mendadak - Akibat cuaca dan lain-lain - Mati lemas

- Pengaruh arus listrik - Pengaruh radiasi

- Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain: - Kepala - Leher - Badan - Anggota atas - Anggota bawah - Banyak tempat - Kelainan umum 2.4.4 Pencegahan Kecelakaan

Menurut Bennett dan Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dengan dua aspek, yakni :

a. Aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dsb). b. Aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).

Kegiatan pencegahan kecelakaan dan keselamatan kerja ditindak lanjuti dengan beberapa hal. Adapun halnya sebagai berikut :

(32)

a. Memperkecil/menekan kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan

b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut.

c. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.

d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja

2.5 Analisis Bahaya

Peninjauan yang sistimatik terhadap proses proyek konstruksi untuk tujuan identifikasi semua bahaya terhadap personel yang terlibat didalam pelaksanaan konstruksi termasuk masyarakat atau pemasok barang yang keberadaanya sebentar di lapangan. Biasanya dilaksanakan oleh tenaga ahli dibidang K3 (safety

engineer) kontraktor dengan bantuan struktur uraian pekerjaan (Work Breakdown

Structure) dan pengawasan pelaksanaan konstruksi, dimana hal ini bagian dari identifikasi risiko. Organisasi bertanggung jawab menyusun dan memelihara prosedur tentang perencanaanidentifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian, dan dokumentasi dalam memenuhi kebijakan K3 yang ditetapkan.

Menurut Winjani (2010) data dari Labor Occupational Health Program (1962) menyebutkan bahwa bahaya ditempat kerja adalah segala sesuatu di tempat kerja yang dapat malukai pekerja, baik secara fisik maupun mental.

Bahaya merupakan potensi yang dimiliki oleh bahan/ material, proses atau cara dari pekerja yang dapat menimbulkan kerugian terhadap keselamatan dan kesehatan jiwa seseorang. Bahaya juga merupakan suatu sumber energi yang

(33)

dapat menyebabkan terjadinya cidera pada pekerja, kerusakan pada peralatan, lingkungan, dan struktur.

Jenis-jenis Bahaya

Menurut Soehatman (2009) jenis-jenis bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) saat berada di tempat kerja sebagai berikut :

1. Bahaya fisik (Physical Hazard) dapat berupa radiasi, temperatur ekstrim, cuaca, pencahayaan, getaran, tekanan udara.

2. Bahan kimia (Chemical Hazard) bahaya berbentuk gas, cair, padat yang mempunyai sifat racun (toxic), iritasi (irritant), sesak napas (asphyxia), mudah terbakar (flammable), meledak (explosive), berkarat (corrosive).

3. Bahaya biologis (Biological hazard) bahaya yang dapat berasal dari mikroorganisme khususnya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti bakteri, jamur, virus.

4. Bahaya ergonomik merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh secara fisik sebagai akibat dari ketidaksesusaian dan cara kerja yang salah

5. Bahaya mekanis (Mechanical Hazard) bahaya yang terdapat pada benda-benda yang bergerak serta dapat menimbulkan dampak luka bahkan kematian seperti terpotong, tertusuk, tersayat, tergores, terjepit.

6. Bahaya kelistrikan (Electrical hazard) merupakan bahaya yang berasal dari arus aliran listrik.

7. Bahaya psikologi (Psychological Hazard Stress) dapat berupa tekanan pekerjaan, kekerasan ditempat kerja, dan jam kerja yang panjang kurang teratur.

(34)

2.6 Risiko

Menurut Australia/New Zealand Standard atau disebut juga AS/NZS 4360 (2004), risiko adalah suatu kesempatan dari kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan dampak pada sasaran, risiko diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus dan konsekuensi yang dapat ditimbulkan.

Likelihood

Consequence

Gambar 2.3

Likelihood vs Consequences

(Sumber : Bhardwaj, 2010)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa risiko tidak dapat hilang/menjadi nol, bahaya akan selalu ada dalam semua aktifitas dan selalu memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, dan kemungkinan terjadinya selalu ada. Konsekuensi dan kemungkinan tersebut dapat dikurangi, tetapi tidak pernah dapat dihilangkan, seperti yang gambar diatas, di mana kedua sumbu didekati selalu bersifat asimtotik, yaitu melengkung dan tidak pernah mencapai nol. Satu-satunya

(35)

cara untuk mencapai operasi yang benar-benar bebas risiko adalah menghapus bahaya sama sekali atau sehubungan dengan keselamatan dengan cara menghentikan aktivitas.

Risiko dalam konteks K3 berarti berkaitan dengan besarnya kemungkinan sumber bahaya yang timbul dan tingkat keparahan potensi kerugian yang muncul, baik dampak kesehatan maupun yang lainnya.

Jenis-jenis Risiko

Pada Manajemen Risiko dalam perspektif K3, jenis risiko dapat dikategorikan sebagai berikut (Soehatman,2009) :

a. Risiko Keselamatan (Safety Risk )

Risiko keselamatan adalah suatu risiko yang mempunyai kemungkinan rendah untuk terjadi tetapi memiliki konsekuensi besar.Risiko ini dapat terjadi sewaktu-waktu, bersifat akut dan fatal. Kerugian-kerugian yang biasanya terjadi dalam risiko keselamatan adalah cedera, kehilangan hari kerja, kerusakan property dan kerugian produksi dan penjualan.

b. Risiko Kesehatan (Health Risk)

Risiko kesehatan adalah suatu risiko yang mempunyai kemungkinan tinggi untuk kterjadi tetapi memiliki konsekuensi yang rendah.Risiko jenis ini dapat terjadi kapan saja secara terus- menerus dan berdampak kronik. Penyakit-penyakit yang terjadi misalnya gangguan pernafasan, gangguan syaraf, gangguan reproduksi dan gangguan metabolic atau sistemik.

(36)

Risiko ini berhubungan dengan keseimbangan lingkungan. Ciri- ciri risiko lingkungan adalah perubahan yang tidak signifikan, mempunyai masa laten yang panjang, berdampak besar pada populasi atau komunitas, berubahnya fungsi dan kapasitas habitat dan ekosistem serta kerusakan sumber daya alam

d. Risiko Keuangan (Financial Risk)

Risiko keuangan berkaitan dengan masalah ekonomi, contohnya adalah kelangsungan suatu bisnis, asuransi dan inventasi

e. Risiko Umum (Public Risk)

Risiko ini berkaitan dengan kesejahteraan kehidupan orang banyak. Sehingga hal-hal yang tidak diharapkan seperti pencemaran air dan udara dapat dihindari.

2.7 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah risiko dan menentukan dengan tepat penanganan risiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari risiko dan ketidakpastian, serta dapat memperkirakan dampak yang akan ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi risiko tersebut. Tindakan manajemen risiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam risiko. Responden melakukan dua macam hal tindakan manajemen risiko yaitu dalam prihal mencegah dan memperbaiki (Ibrahim,2011).

Prinsip filosofi dari manajemen risiko adalah merencanakan segala sesuatunya dengan baik, dari yang terbaik serta bersiaplah menghadapi keadaan yang terburuk (Soehatman, 2010).

(37)

100% Risk

0% Risk

Safe Player Risk Taker

0% Safe

100% Safe

CALCULATED

RISK

Gambar 2.4 Risk Calculated (Sumber : Bhardwaj, 2010)

2.7.1 Tujuan Manajemen Risiko

Manajemen risiko pada dasarnya adalah bagian dari manajemen yang terintegrasi dalam bertujuan untuk memaksimalkan kemajuan pencapaian organisasi dengan cara meminimalkan kerugian yang dapat terjadi.

Tujuan dari manajemen risiko menurut AS/NZS 4360 (2004) adalah sebagai berikut :

1.Membantu meminimalisasikan meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi. 2.Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan kerugian. 3.Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan keuntungan bukan kerugian.

(38)

5.Menyusun program yang tepat untuk menimalisasi kerugian pada saat terjadi kegagalan.

6. Menciptakan manajemen proaktif bukan reaktif.

2.7.2 Manfaat Manajemen Risiko

Manfaat dari manajemen risiko adalah dapat mencegah perusahaan dari kegagalan, yang mana sebagian besar dapat menghancurkan fasilitas/aset. Menurut AS/NZS 4360 (2004) manfaat menerapkan manjemen risiko adalah : 1. Memperkecil kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan mengurangi efek yang ditimbulkan dari kemungkinan tersebut.

2. Meningkatkan produktifitas kerja.

3. Membantu meningkatkan perencanaan kerja perusahaan yang efektif, lingkungan kerja, produksi dan mencapai performa perusahaan yang lebih baik. 4. Mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi dan kemudahan untuk memenuhi target perusahaan dan perlindungan aset.

5. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan.

2.8 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko merupakan upaya untuk mengetahui adanya risko dan menemukan Hazard / penyebab yang berpotensial menimbulkan risiko dalam setiap aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan daftar komprehensif tentang sumber risiko dan kejadian yang menyertainya agar tidak menghambat pencapaian tujuan dari aktivitas itu sendiri (Wiyasa,2014).

(39)

2.9 Metode Identifikasi Risiko

Terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam melakukan identifikasi risiko untuk mengetahui faktor penyebab dan proses terjadinya konsentrasi atau dampak. Beberapa contoh metode identifikasi risiko tersebut adalah sebagai berikut (Wiyasa,2014) :

a. Preeliminary Hazard Analysis

Preeliminary Hazard Analysisadalah suatu metode yang dilakukan dalam mengetahui bahaya-bahaya awal pada suatu sistem baru. Preeliminary Hazard

Analysisdilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem tersebut. b. Failure Mode Effect Analysis

Failure Mode Effect Analysisadalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. Failure Mode Effect Analysis secara sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang bagimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek dari kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau diminimalisasi

c. Check List

Check List digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety checklist dapat digunakan untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau prosedur operasi.

(40)

Hazard and operability Study (HAZOPS) dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan safety dan bahaya pada lingkungan dan memproses masalah yang dapat berdampak pada efisiensi operasi.

e. Fault Tree Analysis (FTA)

Fault Tree Analysis dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah terjadinya kecelakaan atau digunakan sebagai alat investigasi setelah terjadi kecelakaan.

f. Job Safety Analysis

Job Safety Analysis atau JSA adalah suatu proses yang dilakukan dalam mengidentifikasi bahaya melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap langkah dianalisis untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut.

2.10 Analisis Risiko

Analisis risiko merupakan kegiatan menganalisa suatu risiko dengan menentukan besarnya kemungkinan terjadi dan tingkat dari penerimaan akibat suatu risiko. Tujuan adalah untuk membedakan antara risiko kecil, risiko sedang, dengan risiko besar dan menyediakan data untuk membantu evaluasi dan penanganan risiko (AZ/NZS 4360). Faktor yang mempengaruhi dalam analisis risiko adalah :

(41)

Merupakan asal atau timbulnya risiko yang dapat berupa material, yang digunakan dalam proses kerja, peralatan kerja, kondisi area kerja dan perilaku dari pekerja.

b. Probabilitas

Merupakan besaran kemungkinan timbulnya risiko. Ditentukan dengan menganalisis frekuensi bahaya terhadap para pekerja, jumlah dan karakteristik bahaya yang terpapar pada pekerja, jumlah dan karakteristik pekerja yang terkena dampak bahaya, kondisi area kerja, kondisi peralatan kerja, serta efektifitas tindakan pengendalian bahaya yang telah dilakukan sebelumnya. Faktor probabilitas juga berkaitan dengan faktor perilaku pekerja dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap bahaya dan sumber risiko yang ada dalam proses kerja dan di tempat kerjanya, keterbatasan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki pekerja saat pekerja seperti kondisi fisik pekerja yang sakit saat melakukan pekerjaan atau stres yang dialami pekerja yang berpengaruh dalam penurunan konsentrasi pekerja.

c. Konsekuensi

Merupakan besaran dampak yang ditimbulkan dari risiko. Ditentukan dengan analisis atau kalkulasi statistik berdasarkan data-data yang terkait atau melakukan estimasi subjektif berdasarkan pengalaman terdahulu.

2.10.1 Analisis Risiko Kualitatif

Metode kualitatif ini pada umumnya menggunakan tabulasi sifat karakteristik penelitian melalui skala deskriptif seperti; tinggi, sedang, atau rendah. Hasil dari analisis kualitatif berbentuk matriks risiko dengan dua

(42)

parameter, yaitu peluang atau kemungkinan (likelihood) terjadi dan akibat (consequence). Menurut AS/NZS 4360 seperti tabel berikut :

Tabel 2.1

Skala ukur kualitatif dari likelihood

Level Deskripsi Definisi

5

Hampir pasti terjadi

Dapat terjadi setiap saat dalam kondisi normal, misalnya kecelakaan di jalan raya yang padat

4 Sering

terjadi

Terjadi beberapa kali dalam periode tertentu, misalnya kecelakaan kereta api

3 Dapat

terjadi

Risiko dapat terjadi namun tidak sering misalnya, jatuh dari ketinggian proyek

2

Kadang-kadang

Terkadang dapat terjadi, misalnya kebocoran pada instalasi nuklir

1 Jarang

sekali Terjadi dalam keadaan tertentu, misalnya disambar petir

(Sumber: Soehatman, 2009) Tabel 2.2

Skala ukur kualitatif dari konsekuensi

Level Deskripsi Definisi

1 Tidak

signifikan

Kejadian tidak menimbulkan kerugian atau cedera pada manusia

2 Kecil Cedera ringan, P3K, kerugian sedang, tidak menimbulkan

dampak serius terhadap kelangsungan bisnis

3 Sedang Cedera berat, perlu penanganan medis, kerugian finansial

sedang

4 Berat Cedera parah, kerugian berat, gangguan pada aktivitas serta

memberi dampak serius terhadap kelangsungan bisnis

5 Bencana Fatal bahkan meninggal, kerugian besar dengan dampak

luas, terhentinya kegiatan

(43)

Tabel 2.3

Matriks risiko kualitatif

Probality

Konsekuensi

Tidak signifikan Kecil Sedang Berat Bencana

1 2 3 4 5 5 S T E E E 4 S T T E E 3 R S T T E 2 R S S T T 1 R R S S S (Sumber: Soehatman, 2009) Keterangan :

E- Risiko Ekstrim : Sangat berisiko, butuh tindakan cepat

T- Risiko Tinggi : Risiko besar, butuh perhatian manajemen puncak S- Risiko sedang : Tanggung jawab manajemen harus spesifik

R- Risiko rendah : Risiko dapat diterima, ditangani dengan prosedur rutin Tingkat risiko (level of risk) pada analisis ini merupakan hasil perkalian dari risiko-risiko keselamatan kerja yang terdapat pada setiap tahapan pekerjaan.

Tingkat risiko metode analisis dibagi ke dalam beberapa kategori yang dapat dilihat pada tabel 2.4

(44)

Tabel 2.4

Level risiko berdasarkan standar AS/NZS4360

RISIKO SANGAT

TINGGI 15- 25

Risiko tidak dapat diterima, kegiatan tidak boleh dilanjutkan sampai keadaan tertentu/ upaya mereduksi risiko

RISIKO TINGGI 8 - 12

Risiko perlu pertimbangan untuk direduksi, kegiatan tidak boleh dilanjutkan, jika dilanjutkan perlu tindakan segera

RISIKO SEDANG

4 - 6

Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, disesuaikan dengan perhitungan biaya pencegahan dan waktu yang diperlukan

RISIKO RENDAH

1 - 3

Risiko dapat diterima, pengendalian tambahan tidak diperlukan

(Sumber : AS/NZS4360, 2004)

2.10.3 Analisis Risiko Kuantitatif

Analisis kuantitatif merupakan analisis yang mempergunakan perhitungan probabilitas kejadian dengan data numerik tidak berupa peringkat, konsekuensi dihitung menggunakan permodelan hasil dari kumpulan kejadian atau eksperimen terdahulu, sedangkan probabilitas dihitung dari paparan dan likelihood untuk menetapkan tingkatan yang terjadi.

2.11 Evaluasi Risiko

Tingkat atau peringkat dari risiko merupakan alat yang sangat penting pada manajemen dalam pengambilan keputusan, karena melalui peringkat risiko

(45)

pihak manajemen dapat menentukan prioritas dan penanganan saat mengalokasikan sumber daya pada tahap pekerjaan konstruksi berlangsung. Pada evaluasi risiko akan diperoleh gambaran-gambaran informasi tentang risiko yang ada dalam parameter biaya maupun parameter lainnya. As Low As Reasonably

Practicable (ALARP) merupakan salah satu konsep praktis dalam mengevaluasi prioritas dari risiko tersebut menimbang terhadap terjadinya risiko, dana, dan waktu untuk mengendalikannya dilapangan. Menggunakan metode dengan konsep ini dapat memungkinkan dan memudahkan kita dalam menetapkan tujuan dan tugas para duty-holders secara non preskriptif (Bhardwaj, 2010).

Menurut AS/NZS 4360 (2004) ada tiga kategori region pada ALARP untuk meninjau peringkat risiko antara lain :

1. Dapat diterima secara luas (broadly acceptable) 2. Dapat ditoleransi (tolerable)

(46)

Gambar 2.5 Regional ALARP (Sumber : Bhardwaj, 2010)

2.12 Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko merupakan langkah terpenting dalam menentukan alternatif-alternatif pada pilihan yang tersedia setelah diketahuinya potensi dan

(47)

besarnya risiko yang ada. Berikut beberapa alternatif sebagai pendekatan dalam pengendalian risiko (AS/NZS 4360, 2004) :

a.) Menghindari risiko/ tidak mengambil risiko

b.) Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood)

Mengurangi segala kemungkinan-kemungkinan terjadinya risiko dengan macam pendekatan seperti : jam kerja, ijin kerja, budaya K3, eliminasi, isolasi, dan pengendalian jarak.

c.) Mengurangi konsekuensi kejadian (reduce consequence)

Risiko tidak dapat dihilangkan sepenuhnya secara total dengan pertimbangan teknis dan ekonomis yang membuat risiko itu akan tetap ada. Konsekuensi dari suatu kejadian dapat direduksi dengan penerapan system tanggap darurat yang terencana dengan baik.

d.) Pengalihan risiko (risk transfer)

Pengalihan risiko ini berupa ambil alih pihak lain yang berkompeten terhadap risiko yang dapat terjadi, dengan bidang khusus tanggungan risiko dialihkan atau dipusatkan kepada pihak penanggung. Dengan ini konsekuensi yang terjadi ditransfer risikonya kepada pihak asuransi.

2.12.1 Tindakan Pengendalian

Risiko dapat dikendalikan/ dikelola melalui beberapa teknik dan pilihan teknologi yang tersedia dalam usaha pencegahan maupun pengendalian dengan pertimbangan biaya, efisiensi, dan efektivitasnya (Bhardwaj, 2010).

(48)

`

Eliminasi

Substitusi

Isolasi

Engineering

Administrasi

APD

Pilihan Terakhir

Gambar 2. 6

Skema tindakan pengendalian (Sumber : Bhardwaj, 2010) a.) Eliminasi

Potensi dari sumber dari risiko/ bahaya yang dapat terjadi dihilangkan, maka risiko menyisakan kemungkinan kecil untuk terjadi.

b.) Subtitusi

Sumber bahaya yang tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan karena pertimbangan tertentu pada pelaksanaan, dapat diganti dalam penentuan alternatif lainnya dengan sumber yang intensitasnya lebih rendah.

c.) Isolasi

Sumber bahaya yang masih ada, dengan intensitas yang berkurang bahkan nihil kejadian. Menempatkan sumber bahaya terisolir dari para pekerja.

(49)

d.) Engineering

Sumber dari bahaya dikelola secara teknis dengan menentukan jarak aman yang dapat menjauhkan para pekerja dari sumber bahaya, semakin jauh sumber bahaya semakin kecil pula paparan yang akan diterima.

e.) Administrative

Sumber bahaya dikelola melalui pendekatan-pendekatan administratif seperti pengaturan jam kerja, shift kerja, prosedur kerja yang aman, dan pemilihan pekerja yang selektif.

f.) APD (Alat Pelindung Diri)

Pilihan terakhir yang tujuan dari penggunaannya sendiri untuk mengurangi dampak/ akibat dari penerimaan risiko dari sumber bahaya, sebagai perlindungan dan rasa aman dalam melaksanakan pekerjaan.

2.13 Penelitian Sebelumnya

Terdapat beberapa penelitian yang menjadi refrensi dari proposal tesis ini sebagai berikut :

1. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Pembangunan Ciputra World Jakarta (Wiyasa),2014. Dengan menggunakan metode kuisioner untuk mengidentifikasi risiko berkesimpulan : Terdapat 262 jenis risiko yang teridentifikasi melalui kuisioner dan 80 jenis risiko diantaranya tergolong risiko dengan kategori dominan (major risk) maka dari itu, dilakukan pengendalian risiko melalui tindakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :

(50)

a.) Pendekatan Teknis (engineering control), dengan cara memperbaiki desain alat/ pemasangan alat pengaman tertentu misalnya, memasang tali kendali pada semua operasi pengangkatan yang dilakukan menggunakan Tower Crane sehingga beban dapat dikendalikan pada jarak yang aman serta mencegah beban jatuh pada tempat yang tidak diharapkan.

b.) Pendekatan Administrasi, dengan mengatur jadwal kerja, waktu istirahat/ libur yang cukup, dan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

c.) Pendekatan Manusia, dengan cara memberikan pelatihan kerja kepada para pekerja baru sebagai pendukung kerja agar melakukan pekerjaan secara aman. 2. Analisis Kualitatif Hubungan Antara Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada pekerja di unit Shredder Facility PT Holcim Indonesia Tbk (Winjani),2010. Sesuai dengan tujuan Sistem Manajemen K3 untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif, maka haruslah dibentuk suatu tim yang ringkas tetapi memiliki kemampuan cepat dalam pembuatan peraturan, standar K3 perusahaan dan materi pelatihan untuk mengembangkan sistem manajemen K3 di tempat kerja.

3. Identifikasi dan Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Area Produksi di PT. Sierad Produce,Tbk (Khurnia, 2012). Pemberian pelatihan kepada pekerja dirasa sangat penting untuk mengenali potensi bahaya dan risiko di tempat kerja serta melakukan sosialisasi secara rutin mengenai K3 terutama pada area-area yang secara potensial mengundang kecelakaan kerja.

(51)

2.14 Identifikasi dan Sumber Risiko K3 Pada Proyek Konstruksi

Menurut Wiyasa (2014) proses identifikasi risiko dapat dibedakan menurut sumber risiko yang ada, berikut adalah proses pengidentifikasian risiko K3 berdasarkan dari sumber penyebab kecelakaan pada tahapan pekerjaan konstruksi yaitu seperti pada Tabel.2.5 berikut :

Tabel 2.5

Identifikasi risiko berdasarkan sumber risiko

Jenis Pekerjaan No Identifikasi Risiko Sumber Risiko

Peo. Equ. Mat. Env.

Penyimpanan Bahan Kimia Cat

1 Kebakaran X

2 Iritasi pada kulit X

3 Menghirup racun X

Penyimpan bahan Kimia Semen

4 Iritasi X

5 Menghirup debu X

6 Tertimpa tumpukan semen X

Penyimpanan Bahan Bakar / Olie

7 Kebakaran X

8 Iritasi pada kulit X

9 Menghirup racun X Penyimpan Tabung Gas 10 Meledak / Kebakaran X 11 Menghirup Racun X 12 Tertimpa / Tersandung Tabung X Penyimpanan Spare Part Mesin 13 Tersandung X 14 Terbentur X 15 Tertimpa / Tersandung X Bahan Beracun Lainnya 16 Meledak / Kebakaran X 17 Menghirup Racun X

18 Iritasi pada kulit X

19 Iritasi pada mata X

Erection Tower Crane 20 Jatuh tergelincir X

21 Jatuh dari ketinggian X

(52)

Jenis Pekerjaan No Identifikasi Risiko Sumber Risiko

Peo. Equ. Mat. Env.

22 Tersengat listrik X 23 Terjepit X Erection Passenger Hoist 24 Jatuh tergelincir X 25 Terjepit X

26 Jatuh rem otomatis rusak X

27 Kejatuhan X

Erection Lift Barang 28 Jatuh dari ketinggian X

29 Terjepit X

30 Tersengat listrik X

31 Kejatuhan X

Pengoprasian TC 32 Jatuh dari ketinggian X

33 Muatan jatuh / lepas X

34 Terbentur muatan TC X

35 Tersambar petir X

36 Tali sling putus X

37 TC roboh /patah X

Oprasiona Passenger Hoist

38 Jatuh dari ketinggian X

39 Muatan jatuh / lepas X

40 Tali sling putus X

41 Terjepit X

Pemasangan Safety Net

42 Tergores X

43 Kejatuhan material X

44 Jatuh dari ketinggian X

Pemasangan Reiling Pengaman

45 Jatuh dari ketinggian X

46 Tergores X

47 Tersengat listrik X

Pengoprasian lift barang

48 Muatan jatuh / lepas X

49 Terjepit X

(53)

Jenis Pekerjaan No Identifikasi Risiko Sumber Risiko

Peo. Equ. Mat. Env.

50 Kejatuhan material X

Erection Gondola 51 Jatuh dari ketinggian X

52 Terjepit X

53 Tersengat listrik X

54 Kejatuhan X

Oprasional Gondola 55 Jatuh dari ketinggian X

56 Tali sling putus X

57 Terjepit X

Pekerjaan Galian/ Excavation dengan Alat

58 Terkena Swing Excavator X

59 Excavator Terguling X

60 Nafas sesak alibat debu galian

X

61 Terkubur longsoran tanah dari atas

X

62 Terjatuh kedalam lubang galian

X

Mengangkut tanah hasil galian

63 Dump truck terjatuh kedalam galian

X

64 Terlindas/ tertabrak Dump Truck

X

65 Terkena swing excavator / terbentur alat berat

X

66 Dump Truck jatuh ketepi galian

X

Pengurugan Tanah / Pasir

67 Terbentur alat berat X

68 Nafas sesak karena debu X

69 Iritasi mata X

70 Terlidas/ tertabrak Dump Truck

X

Gambar

Gambar 2.2 Teori Domino Heinrich (Sumber : Bhardwaj, 2010)
Gambar 2.5 Regional ALARP (Sumber : Bhardwaj, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Observasi dilakukan dengan berpedoman pada kriteria penilaian lembar observasi psikomotor peserta didik dengan memberikan nilai 1 (kurang), 2 (cukup), dan 3 (baik)

Berdasarkan pendapat para ahli Hukum Tata Negara yang telah diuraikan diatas dan ditinjau dari metode penemuan hukum, peneliti lebih cenderung setuju dengan pendapat

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan yaitu mengkaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri, kemudian

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui gejala kerusakan dengan mengidentifikasi alat peraga ac tersebut, mengetahui pengaruh variasi massa refrigerant

Alfina Susanti warga kelurahan Mattoangin mengatakan bahwa, penyampaian informasi dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan program Lorong Garden sangat baik, hal

Dalam rangka persiapan dan juga koordinasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri Slowakia terkait dengan pelaksanaan FKB ke-IV di Jakarta pada tahun 2015, KBRI telah

Dan menurutnya lagi, sejalan dengan apa yang telah diatur dalam Q.S an-Nisa’: 25 adalah merupakan suatu tindakan yang baik dan amat bijak untuk tetap menghadirkan seorang wali

Pengujian terhadap sistem ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan penempatan arrester yang optimal terhadap tegangan lebih transien pada transformator daya