• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru

dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi

Yeni Rahmadhani1Adi Rahmat2Widi Purwianingsih2 1Program Studi Magister Pendidikan Biologi, Sekolah Pascasarjana,

2Departemen Pendidikan Biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia,

Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung, Jawa Barat, Indonesia Email:1[email protected];[email protected]

Abstrak. Pedagogical Content Knowledge (PCK) adalah interseksi antara pedagogi dan konten. PCK menggambarkan kemampuan guru mengintegrasikan pengetahuan konten ke dalam pengetahuan tentang kurikulum, mengajar dan karakteristik siswa, yang dapat menuntun guru merangkai situasi pembelajaran. Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran PCK guru pada pembelajaran. Partisipan dalam penelitian adalah guru biologi kelas XI SMA di Kota Cimahi pada semester genap tahun ajaran 2015/2016, yang ditentukan secara convenience atau berdasarkan kesediaan terlibat dalam penelitian dengan kriteria pernah mengajar lebih dari 10 tahun. PCK guru dijaring melalui Content Respresentation (CoRes), CoRes terintegrasi dalam RPP, dan CoRes terintegrasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Data penelitian menunjukkan, melalui CoRes terlihat kemampuan guru dalam memandang pentingnya suatu materi, penentuan tujuan, keluasan dan kedalaman materi, dan strategi mengajarkan suatu konsep. Secara umum guru memiliki gambaran PCK yang baik jika hanya dilihat dari jawaban CoRes, sedangkan jawaban CoRes tidak tercermin dalam RPP atau pelaksanaan. Guru belum baik dalam merencanakan, dibuktikan dengan tidak adanya beberapa aspek CoRes dalam RPP. Begitu pula dengan penilaian CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran, guru melupakan aspek nilai penting, tujuan dan manfaat diajarkannya suatu konsep. PCK guru yang baik akan berkesinambungan antara nilai CoRes, CoRes dalam RPP dan CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun pada penelitian ini, hal tersebut belum tercapai.

Kata kunci. guru, PCK, pembelajaran biologi, sistem ekskresi

1. Pendahuluan

Undang-undang No. 14 Tahun 2015 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru merupakan suatu profesi, suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan (Anwar, 2014b). Menurut Washton (1961) dan Klopfer (1980) dalam Rustaman (2005) di antara banyak faktor yang mempengaruhi pelajaran, seperti guru, jumlah siswa di dalam kelas, peralatan laboratorium, dan staf administrasi, guru merupakan faktor utama untuk keberhasilan pembelajaran, karena guru yang menentukan apa yang akan dipelajari siswa. Tidak disangsikan lagi, di dalam sistem pendidikan, guru menempati posisi sentral. Seorang guru untuk menjadi profesional, harus memiliki satu perangkat pengetahuan yang akan menunjang tugasnya sebagai guru (Rustaman dkk., 2005). Salah satu tugas guru sebagai seorang profesional adalah memberi peluang agar siswa dapat belajar sebaik-baiknya. Bruner dalam Dahar (2006) menyatakan bahwa belajar menyangkut tiga proses, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketetapan

(2)

pengetahuan, dengan demikian seorang guru seyogianya memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan bahan ajar pada siswanya (Purwianingsih, 2011).

Harlen & Holroyd (1997) menyatakan bahwa pengetahuan konten yang kuat dari seorang guru, akan memberikan pengaruh yang positif pada pembuatan keputusan yang berhubungan dengan perubahan strategi mengajar. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih baik. Seorang guru yang memiliki pengetahuan konten yang baik akan mampu mengkonstruk elemen materi secara simultan dalam memori kerja, memperhatikan pengetahuan awal siswa dengan cara memberi arahan, materi tidak disampaikan sekaligus atau mempertimbangkan pengetahuan prasyarat.

Selain sekedar mengetahui bahan ajar yang akan diberikan, seorang guru harus memahami dan mampu mengintegrasikan pengetahuan konten ke dalam pengetahuan tentang kurikulum, pembelajaran, mengajar dan siswa. Pengetahuan-pengetahuan tersebut akhirnya dapat menuntun guru untuk merangkai situasi pembelajaran sesuai kebutuhan individual dan kelompok siswa. Pengetahuan seperti ini dinyatakan sebagai pengetahuan konten pedagogi/Pedagogical Content Knowledge atau disebut PCK (NRC, 1996).

PCK dapat diartikan sebagai gambaran tentang bagaimana seorang guru mengajarkan suatu

subjek dengan mengakses apa yang diketahui tentang subjek tersebut, apa yang diketahui tentang siswa yang diajarnya, tentang kurikulum terkait dengan subjek tersebut dan apa yang diyakini sebagai cara mengajar yang baik pada konteks tersebut (Rollnick dkk., 2008). PCK seorang guru dapat dilihat dari kemampuan mengemas materi tertentu agar mudah diterima oleh siswa, PCK juga meliputi pemahaman tentang apa yang dapat dilakukan dalam pembelajaran suatu konsep spesifik yang mudah maupun sulit terhadap para siswa (dengan berbagai umur dan latar belakang) yang mempunyai konsepsi dan miskonsepsi agar mereka belajar (Shulman (1987) dalam Cochran dkk. (1993)).

PCK dari seorang guru bisa sama dengan guru lain, tetapi juga bisa berbeda, karena PCK

merupakan pengetahuan personal (Gess-Newsome (2015) dalam Berry dkk. (2015)). Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan guru tentang materi subyek, pengetahuan dan keyakinan pedagogi, pengetahuan dan keyakinan tentang konteks, termasuk siswa di dalamnya (Magnusson dkk., 1999). PCK juga dipengaruhi dari pengalaman mengajar guru (Anwar, 2014a). Salah satu instrumen untuk mengungkap PCK guru adalah melalui CoRes, yang dikembangkan oleh Loughran dan timnya (Loughran dkk., 2012). CoRes adalah representasi bagaimana guru berpikir tentang topik yang akan diajarkannya pada tingkatan tertentu. Proses membuat CoRes dimulai dari merumuskan ide besar yang berkaitan dengan topik spesifik penting yang akan disampaikan kepada siswa untuk mempermudah pemahaman. Ada sekitar 10 pertanyaan yang membantu guru mengorganisasikan topik tertentu sehingga berguna untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.

Kemampuan PCK ini tidak terlepas pada materi yang akan diajarkan, untuk itu materi yang dipilih adalah materi sistem ekskresi. Terdapat beberapa alasan untuk memilih materi sistem ekskresi

(3)

dalam penelitian ini yaitu: 1) merupakan materi fundamental yang harus dipahami siswa (terdapat dalam KD 3.5 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan KD 3.9 Kurikulum 2013); 2) merupakan materi yang terintegrasi konsep antara kimia dan biologi; 3) merupakan materi yang sangat terkait dengan kehidupan siswa sehari-hari, yang dapat digunakan untuk memahami proses biologi selanjutnya; 4) terdapat miskonsepsi pada beberapa konsep (Vita, 2015).

Makalah ini mendeskripsikan PCK dalam pembelajaran biologi khususnya pada materi sistem ekskresi di Kota Cimahi semester genap tahun ajaran 2015/2016.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan untuk memperoleh gambaran PCK guru biologi pada materi sistem ekskresi. Partisipan dalam penelitian ini adalah tiga guru biologi kelas XI IPA/ MIA di Kota Cimahi pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Penentuan partisipan dilakukan secara convenience atau berdasarkan kesediaan terlibat dalam penelitian dengan kriteria pernah mengajar lebih dari 10 tahun. PCK guru digambarkan melalui nilai rata-rata CoRes, CoRes yang terintegrasi dalam RPP, dan CoRes yang terintegrasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan penilaian CoRes yang dibuat oleh guru, penilaian RPP berbasis CoRes dan observasi pembelajaran berbasis CoRes. Analisis data dilakukan secara deskriptif.

3. Hasil dan Diskusi

PCK merupakan pengetahuan yang penting dan harus dimiliki oleh seorang guru (Shulman, 1987).

Hasil temuan pada penelitian ini mengungkap kemampuan PCK guru dari jawaban CoRes, penilaian CoRes dalam RPP dan penilaian CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran.

3.1 Analisis CoRes

CoRes adalah sebuah instrumen yang dikembangkan oleh Loughran dan timnya (Loughran dkk.,

2012), yang merupakan representasi bagaimana guru berpikir tentang topik yang akan diajarkannya pada tingkatan tertentu. Proses membuat CoRes dimulai dari merumuskan ide besar yang berkaitan dengan topik spesifik penting yang akan disampaikan kepada siswa untuk mempermudah pemahaman.

Jenis dan jumlah konsep yang dianggap guru penting diketahui oleh siswa pada masing-masing SMA berbeda penekanannya, bergantung dari pandangan guru terhadap materi tersebut dan

intake siswa. Konsep penting ini nantinya akan menentukan keluasan dan kedalaman materi

serta strategi yang diterapkan guru ketika pembelajaran. Tabel 1 menunjukkan gambaran konsep penting yang harus diketahui siswa.

Pemilihan konsep-konsep penting yang akan disampaikan kepada siswa semestinya didasarkan pada tuntutan kurikulum. SMAN A dan SMAN B menggunakan kurikulum 2013, sedangkan SMAN C menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Secara umum, baik dalam kurikulum 2013 maupun KTSP, siswa dituntut mampu menjelaskan keterkaitan atau membuat analisis hubungan antara struktur, fungsi, proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi

(4)

pada sistem ekskresi. Perbedaannya pada Kurikulum 2013, sistem ekskresi hewan dihilangkan dan hanya menjadi materi pengayaan. Akan tetapi, pada CoRes yang dibuat guru SMAN B, yang menerapkan Kurikulum 2013, materi sistem ekskresi hewan masih dianggap sebagai konsep yang harus diketahui oleh siswa. Dengan demikian, dalam pemilihan konsep penting, guru SMAN B tidak memperhatikan tuntutan kurikulum.

Tabel 1. Gambaran konsep penting yang harus diketahui siswa berdasarkan jawaban pada CoRes guru.

Guru SMAN A SMAN B SMAN C

Konsep Penting yang dimunculkan di dalam CoRes

1. Struktur organ-organ ekskresi pada manusia. 1. Sistem ekskresi hewan. 1. Organ-organ sistem ekskresi. 2. Fungsi organ-organ ekskresi pada manusia. 2. Sistem ekskresi manusia. 2. Ginjal dan pembentukan urin. 3. Proses organ-organ ekskresi pada manusia. 3. Kelainan/ gangguan organ ekskresi pada manusia. 4. Kelainan/ gangguan

organ ekskresi pada manusia.

Setelah menentukan konsep atau ide penting, ada sekitar 10 pertanyaan yang nantinya akan membantu guru mengorganisasi topik tertentu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: 1) Apa yang akan Bapak/Ibu ajarkan kepada siswa tentang konsep ini?; 2) Mengapa konsep tersebut penting dipelajari oleh siswa?; 3) Ide/konsep terkait apa sajakah yang menurut Bapak/Ibu belum saatnya diketahui oleh siswa? 4) Kesulitan/keterbatasan apa sajakah yang mungkin Bapak/Ibu alami untuk mengajarkan konsep tersebut? 5) Pengetahuan apa saja yang Bapak/Ibu miliki tentang siswa (pengetahuan awal, cara berpikir, minat, dll) yang mempengaruhi cara mengajar konsep ini?; 6) Apa sajakah faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan Bapak/Ibu dalam mengajarkan konsep tersebut?; 7) Bagaimanakah urutan/alur yang Bapak/Ibu pilih untuk mengajarkan konsep tersebut?; 8) Bagaimanakah cara Bapak/Ibu mengetahui bahwa siswa telah paham atau belum? 9) Bagaimanakah Bapak/Ibu memanfaatkan teknologi yang ada dalam membelajarkan konsep tersebut?; 10) Apa strategi yang digunakan Bapak/Ibu untuk mengatasi ketiadaan salah satu faktor agar tujuan pembelajaran dapat tercapai? Tabel 2 menunjukkan PCK guru yang tergambar dari jawaban pada CoRes.

Jawaban CoRes guru kemudian diberi skor dan dirata-ratakan. Di antara ketiga sekolah, guru SMAN B memiliki skor yang paling tinggi daripada guru SMAN A dan SMAN C, dimana guru SMAN A dan C memiliki poin yang sama. Keunggulan guru SMAN B karena CoRes yang dibuat guru SMAN B sangat memperhatikan aspek pertimbangan mengajar, strategi pembelajaran, pengorganisasian materi ajar, alternatif teknologi dan asesmen.

(5)

Tabel 2. Deskripsi umum PCK Guru yang tergambar dari jawaban CoRes.

No. Aspek Deskripsi kemampuan Guru

1 Rumusan Tujuan Guru menuliskan konsep dan atribut konsep rata-rata sesuai dengan standar pada kurikulum. Ada pula guru yang tidak mengaitkan dengan standar kurikulum.

2 Pemilihan konsep Guru bisa mengidentifikasi konsep-konsep yang benar-benar penting untuk dikuasai siswa. Prasyarat untuk bisa memahami konsep lain, mensyukuri eksistensi manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, pemeliharaan organ-organ ekskresi agar selalu sehat dan terhindar dari penyakit, dan materi esensial yang kerap muncul di ujian nasional adalah beberapa alasan yang kuat mengapa suatu konsep dipilih untuk diajarkan.

3 Nilai pentingnya konsep bagi

siswa Guru memunculkan nilai pentingnya terkait pada konsepselanjutnya dan dengan kehidupan sehari-hari siswa. 4 Keluasan dan kedalaman materi Guru bisa menentukan batas keluasan dan kedalaman materi dengan baik dengan disertai alasan yang logis, misalnya kemampuan dan kondisi siswa.

5 Memprediksi kesalahan konsep Guru bisa memberikan penjelasan tentang kemungkinan miskonsepsi atau kesulitan siswa dalam memahami suatu konsep, misalnya karena perbedaan konsep di buku pegangan siswa yang berbeda-beda, karakteristik materi yang cukup astrak dan mikroskopis.

6 Pertimbangan mengajar Pertimbangan mengajar didasarkan pada kondisi siswa dan fasilitas pendukung.

7 Strategi mengajar Guru menunjukkan fleksibilitas dalam menentukan strategi pembelajaran, disesuaikan dengan kondisi yang ada, sarana prasarana, intake siswa dan pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa. Guru melibatkan pemanfaatan teknologi sesuai dengan metode yang digunakan.

8 Pengorganisasian materi Dalam menyajikan materi guru tidak terpaku pada sistematika/urutan yang ada pada buku pegangan siswa, tetapi disesuaikan dengan ide penting yang dituliskan di awal dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. 9 Pengukuran kemampuan siswa Dalam mengukur kemampuan siswa, sebagian besar guru

menggunakan beberapa asesmen, seperti tes tulis, LKS, dan tes lisan. Asesmen yang digunakan menyesuaikan dengan metode pembelajaran di kelas.

Tabel 3. Skoring jawaban CoRes guru.

Sekolah Pertanyaan Total Skor Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SMAN A 2 2 0 2 4 2 1 1 2 1 17 42,50

SMAN B 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 24 60,00

SMAN C 2 3 1 2 1 1 1 3 1 2 17 42,50

Dengan demikian dapat disimpulkan dengan membuat CoRes, terlihat kemampuan seorang guru dalam memandang pentingnya suatu materi, mulai dari penentuan tujuan, keluasan dan kedalaman materi, dan strategi mengajarkan suatu konsep.

(6)

3.2 Analisis CoRes yang Terintegrasi dalam RPP

RPP yang dianalisis merupakan RPP biasa yang sudah dirancang oleh guru. Penilaian RPP dilakukan dengan mengintegrasikan aspek-aspek yang terdapat pada CoRes. Sebagai contoh pada RPP bagian apersepsi, penilaiannya didasarkan pada aspek CoRes pertanyaan nomor dua tentang nilai pentingnya suatu konsep bagi siswa: “Konsep sistem ekskresi yang akan diajarkan dihubungkan dengan masalah kontekstual yang terjadi pada kehidupan sehari-hari”. Jika di dalam RPP muncul nilai pentingnya suatu konsep disampaikan pada siswa terkait pada konsep selanjutnya dan bisa mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa, maka poin RPP pada aspek tersebut tinggi. Contoh lain pada RPP bagian materi ajar, penilaiannya didasarkan pada aspek CoRes tentang konsep penting yang harus diketahui siswa: “Materi sesuai dengan ide penting/ ide besar sistem ekskresi yang terdapat dalam CoRes”. Jika uraian materi ajar tidak sesuai dengan ide besar atau konsep penting yang dituliskan di CoRes, maka poin RPP pada aspek tersebut rendah. Adapun RPP guru yang penilaiannya sudah diintegrasikan dengan CoRes dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. RPP guru yang terintegrasi dengan CoRes.

Sekolah CoRes CoRes-RPP

SMAN A 42,50 49,02

SMAN B 60,00 28,92

SMAN C 42,50 35,78

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui nilai tertinggi RPP guru yang terintegrasi CoRes di dalamnya adalah RPP guru SMAN A, kemudian RPP guru SMAN C, dan yang terendah adalah RPP guru SMAN B. Pada penilaian CoRes, guru SMAN B memiliki nilai paling tinggi, tetapi pada penilaian

CoRes dalam RPP, guru SMAN B justru memiliki nilai paling rendah. Hal ini disebabkan di dalam

RPP-nya, guru SMAN B tidak menuliskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, apersepsi tidak memunculkan nilai penting suatu konsep diajarkan , uraian materi ajar tidak sesuai dengan ide besar pada CoRes, kegiatan siswa tidak melibatkan penggunaan teknologi, dan asesmen untuk mengukur kepahaman siswa tidak ada.

RPP merupakan gambaran tertulis apa yang akan dicapai oleh siswa, strategi yang digunakan oleh guru, keluasan dan kedalaman materi yang harus diketahui siswa, dan asesmen yang digunakan untuk mengecek tingkat kepahaman siswa. Ketiga guru di dalam RPP semuanya tidak memunculkan nilai penting suatu konsep harus diajarkan pada bagian apersepsi (aspek CoRes nomor 2); materi ajar tidak menunjukkan keluasan dan kedalaman, juga tidak menuliskan kemungkinan miskonsepsi yang ada pada konsep tersebut, atau pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa yang mempengaruhi siswa memahami konsep tersebut (aspek CoRes nomor 3); aktivitas siswa tidak menggambarkan adanya pemanfaatan teknologi (aspek CoRes nomor 9) dan tidak ada antisipasi atau strategi yang disiapkan sebagai bentuk alternatif jika salah satu faktor pendukung pembelajaran tidak ada (aspek CoRes nomor 10). Dengan demikian RPP yang dibuat oleh tiga orang guru dari tiga sekolah yang berbeda ini rata-rata belum menggambarkan PCK yang baik dalam hal perencanaan.

(7)

3.3 Analisis Pelaksanaan Pembelajaran yang Terintegrasi dengan CoRes

RPP merupakan panduan guru untuk melaksanakan pembelajaran. Penilaian pembelajaran dilakukan dengan mengintegrasikan aspek-aspek yang terdapat pada CoRes. Sebagai contoh pada kegiatan pendahuluan, jika guru memperhatikan aspek CoRes nomor 5, yaitu kemampuan mempresdiksi kesalahan konsep, guru akan memanfaatkan pengetahuan awal siswa sebagai bahan apersepsi, untuk menghindari miskonsepsi atau kesalahan konsep pada pemahaman siswa. Jika apersepsi dengan memperhatikan pengetahuan awal untuk menghindari kesalahan konsep tersebut muncul, maka poin guru untuk aspek tersebut tinggi. Contoh lain pada kegiatan inti, yaitu merancang pelaksanaan dengan memperhatikan analisis materi, maka guru telah melaksanakan aspek CoRes nomor 6. Adapun profil pelaksanaan pembelajaran yang sudah diintegrasikan dengan CoRes dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sekolah RPP-CoRes Pelaksaan-CoRes

SMAN A 49,02 91,67

SMAN B 28,92 41,67

SMAN C 35,78 28,33

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui nilai tertinggi pelaksanaan pembelajaran yang terintegrasi

CoRes di dalamnya adalah guru SMAN A, kemudian SMAN B, dan yang terendah adalah SMAN C.

Pada penilaian CoRes dalam RPP, guru SMAN A memiliki nilai paling tinggi, hal ini sejalan dengan penilaian CoRes dalam RPP. Artinya guru SMAN A memiliki PCK yang lebih baik dalam hal pelaksanaan daripada perencanaan. Hal tersebut dapat dilihat juga pada guru SMAN B, PCK pelaksanaan lebih baik dalam hal perencanaan. Lain halnya dengan guru SMAN C, nilai CoRes dalam RPP lebih baik daripada CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini mungkin terjadi karena guru SMAN C menerapkan metode ceramah pada semua konsep, yang berarti guru tidak memperhatikan faktor karakteristik materi, tidak memanfaatkan teknologi dalam aktivitas maupun tugas siswa, tidak menggunakan media sesuai pendekatan, strategi, kondisi siswa, kondisi lingkungan, serta sarana prasarana. Selain itu, guru SMAN C tidak menggunakan asesmen yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, konsep yang diberikan, metode yang digunakan dan keadaan siswa.

Ketiga guru di dalam pelaksanaan pembelajaran umumnya melupakan aspek pentingnya menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari suatu konsep dalam materi sistem ekskresi pada kegiatan pendahuluan. Padahal kegiatan apersepsi pada awal kegiatan pembelajaran memberikan stimulus kepada siswa dan dapat mengungkap pengetahuan awal lebih banyak.

4. Kesimpulan dan Saran

Pembelajaran yang optimal dapat diperoleh jika seorang guru memiliki sejumlah pengetahuan, antara lain kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, membuat alat evaluasi, memilih materi pelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran dan relevan dengan alat evaluasinya, merancang pengalaman belajar, dan kemampuan mengantarkan siswa menguasai materi pelajaran. Dengan membuat CoRes terlihat kemampuan seorang guru dalam memandang pentingnya suatu materi, penentuan tujuan, keluasan dan kedalaman materi, dan strategi

(8)

mengajarkan suatu konsep. Secara umum guru memiliki gambaran PCK yang baik jiak hanya dilihat dari jawaban CoRes, sedangkan jawaban CoRes tidak tercermin dalam RPP atau pelaksanaan. Guru belum baik dalam hal perencanaan, dibuktikan dengan tidak adanya beberapa aspek CoRes dalam RPP. Ketiga guru dalam RPP umumnya melupakan aspek CoRes nomor 2, 3, 9, dan 10. Begitu pula dengan penilaian CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran, ketiga guru melupakan aspek nilai penting, tujuan dan manfaat diajarkannya suatu konsep. PCK guru yang baik akan berkesinambungan antara nilai CoRes, CoRes dalam RPP dan CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun,

pada penelitian ini, hal tersebut belum tercapai.

PCK

guru akan berkaitan dengan penerimaan siswa, baik dari kemampuan siswa menerima dan mengolah informasi, usaha mental, dan hasil belajar. Hal tersebut masih dalam penelitian dan analisis lebih lanjut.

Referensi

Anwar, Y. (2014a). Kemampuan Pedagogical Content Knowledge guru biologi yang berpengalaman dan yang belum berpengalaman. Jurnal Pengajaran MIPA, 19(1), 69–73.

Anwar, Y. (2014b). Perkembangan Pedagogical Content Knowledge (PCK) Calon Guru Biologi Pada Peserta Pendekatan Konsekutif Dan Pada Peserta Pendekatan Konkuren. (Disertasi tidak diterbitkan). SPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Berry, A., Friedrichsen, P., & Loughran, J. (2015) Re-examining Pedagogical Content Knowledge in Science Education. New York: Taylor & Francis.

Cochran, K. F., DeRuiter, J. A., & King, R. A. (1993). Pedagogical Content Knowing: An Integrative Model for Teacher Preparation. Journal of Teacher Education, 44(4), 263–272.

Dahar, W. (2006). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Harlen, W., & Holroyd, C. (1997). Primary Teachers’ Understanding Of Concept Of Science: Impact On Confidence And Teaching. International Journal of science Education, 19, 93–105.

Loughran, J., Berry, A., & Mulhall, P. (2012). Understanding and developing science teachers’ pedagogical content knowledge (2nd ed.) Rotterdam: Sense Publisher.

Magnusson, S., Krajcik, J., & Borko, H. (1999) Nature, source, and development of Pedagogical Content Knowledge for teaching. In J. Gess-Newsome & N.G Lederman(Eds.), Examining Pedagogical Content Knowledge: The construct and its implications for science education (pp.95–132). Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

NRC. (1996). National Science Education Standards (NSES). Washington: National Academy Press. Purwianingsih, W. (2011). Pengembangan Program Pembekalan Pedagogical Content Knowledge (PCK)

Bioteknologi Melalui Perkuliahan Kapita Selekta Biologi SMA. (Disertasi tidak diterbitkan). SPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Rollnick, M., Bennett, J., Rhemtula, M., Dharsey, N., & Ndlovu, T. (2008). “The place of subject matter knowledge in pedagogical content knowledge: a case study of South African teachers teaching the amount of substance and chemical equilibrium”. International Journal of Science Education. 30(10). 1365–1387.

Rustaman, Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S. A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani,M.

(2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.

Shulman, L. (1987). Knowledge and teaching: foundations of the new reform. Harvard Educational Review, 57(1), 1–22.

Vita, D. (2015). Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pokok Sistem Ekskresi Manusia Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Banguntapan Yogyakarta. (Skripsi tidak diterbitkan). UIN Sunan Kalijaga.

Gambar

Tabel 1. Gambaran konsep penting yang harus diketahui siswa berdasarkan jawaban pada CoRes guru.
Tabel 2. Deskripsi umum PCK Guru yang tergambar dari jawaban CoRes.
Tabel 4. RPP guru yang terintegrasi dengan CoRes.
Tabel 5. CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Prevalensi stunting di Aceh mencapai 41% dengan kategori berat, dan ini merupakan angka yang sangat penting untuk diketahui penyebab faktor resiko kejadian stunting

Peneliti mempunyai suatu kerangka pemikiran yaitu untuk meningkatkan ketaatan‘ibādah alāt siswa memerlukan penggabungkan dua metode yang pertama metode ceramah, metode

BBLR beresiko memiliki status gizi kurang pada usia 1-5 tahun dibandingkan yang tidak BBLR, penelitian yang lain juga menyebutkan bahwa anak yang BBLR pertumbuhan dan

Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 tentang Risiko Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik dengan Kejadian Ulkus Diabetik di RSUD DR.. Skripsi Mahasiswa FK

Adam Malik Medan agar mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan di ruang rawat inap anak rindu B-4 khususnya dalam pemberian discharge planning pada pasien dan untuk

Analog and Digital Circuit for Electronic Control System Application, Using the TI MSP430 Microcontroller.. Burlington:

wobble board bagi anak cerebral palsy yang mengalami hambatan. keseimbangan di SLB

The trajectory points (enriched by the results of the pattern recognition agent) will be used by a configuration agent to align the cameras field of view.. We show that