BAB 4
PERHITUNGAN NUMERIK
4.1 Kesalahan (error) Pada Penyelesaian Numerik
Penyelesaian secara numeris dari suatu persamaan matematis kadang-kadang hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai yang benar (eksak) daripada penyelesaian analitis, sehingga dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat kesalahan terhadap nilai eksak, ada tiga macam kesalahan yaitu:
1) Kesalahan bawaan
Kesalahan dari nilai data, hal ini terjadi karena kesalahan dalam mencatat data, salah membaca skala atau kurang mengerti mengenai hukum-hukum fisik dari data yang diukur.
2) Kesalahan pembulatan
Karena tidak diperhitungkannya beberapa angka terakhir dari suatu bilangan, hal ini terjadi bila bilangan perkiraan digunakan untuk menggantikan bilangan eksak, contoh:
754278 dapat dibulatkan menjadi 754000. 3,142857143 dapat dibulatkan menjadi 3,14.
3) Kesalahan pemotongan
Karena tidak dilakukannya hitungan sesuai dengan prosedur matematik yang benar (misalnya suatu proses tak terhingga diganti dengan proses berhingga), padahal di matematika, suatu fungsi dapat direpresentasikan dalam bentuk deret tak terhingga, misalnya: ex = 1 + x + ! 2 2 x + ! 3 3 x + ! 4 4 x + ………
Nilai eksak dari ex didapat bila semua suku dari deret tersebut diperhitungkan.
4.2 Kesalahan Absolut dan Relatif
Hubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan dan kesalahan dapat direpresentasikan dalam bentuk berikut:
p = p* + Ee dengan:
p = nilai eksak. p* = nilai perkiraan.
Ee = kesalahan terhadap nilai eksak.
Indeks e adalah kesalahan dibandingkan nilai eksak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kesalahan adalah perbedaan antara nilai eksak dan nilai perkiraan, yaitu:
Ee = p – p* (4.1)
Persamaan ini disebut juga kesalahan absolut, karena tidak menunjukkan besarnya tingkat kesalahan. Sebagai contoh, kesalahan satu cm pada pengukuran panjang pena,
akan sangat terasa dibandingkan dengan kesalahan yang sama nilainya pada pengukuran panjang jembatan.
Sedang kesalahan relatif
p Ee
, yaitu besarnya tingkat kesalahan dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak.
εe = (4.2)
dengan εe adalah kesalahan relatif terhadap nilai eksak.
Kesalahan relatif sering diberikan dalam bentuk persen seperti berikut ini: εe =
p Ee
x 100 % (4.3)
Dalam metode numerik, biasanya nilai eksak tidak diketahui, untuk itu kesalahan dinyatakan berdasarkan nilai perkiraan terbaik dari nilai eksak, sehingga kesalahan mempunyai bentuk berikut:
εa = ∗ p Ea x 100 % (4.4) dengan:
p* = nilai perkiraan terbaik.
Ea = kesalahan terhadap nilai perkiraan terbaik.
Indeks a menunjukkan kesalahan dibandingkan terhadap nilai perkiraan (approximate
value).
Pada metode numerik, sering dilakukan pendekatan secara iteratif, pada pendekatan tersebut perkiraan sekarang dibuat berdasarkan perkiraan sebelumnya. Dalam hal ini, kesalahan adalah perbedaan antara perkiraan sebelumnya dengan perkiraan sekarang, dan kesalahan relatif diberikan dalam bentuk berikut:
εa = n 1 n 1 n + ∗ ∗ + ∗ − p p p x 100 % (4.5) dengan: n ∗
p = nilai perkiraan pada iterasi ke n.
1 n + ∗
p = nilai perkiraan pada iterasi ke n+1.
1) Pengukuran panjang jembatan dan pensil memberikan hasil 9999 cm dan 9 cm. Apabila panjang yang benar (eksak) berturut-turut adalah 10.000 cm dan 10 cm, hitung kesalahan absolut dan relatif.
Contoh soal:
Penyelesaian:
a. Kesalahan absolut: - Jembatan: Ee = 10.000 – 9999 = 1 cm. - Pensil: Ee = 10 – 9 = 1 cm.
b. Kesalahan relatif: - Jembatan: εe =
p Ee x 100 % = 000 10 1 . x 100 % = 0,01 %. - Pensil: εe = 10 1 x 100 % = 10 %.
Nampak bahwa pada kesalahan absolut keduanya bernilai sama, akan tetapi kesalahan relatif pada pensil jauh lebih besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengukuran jembatan memberikan hasil yang baik (memuaskan), sementara hasil pengukuran pensil tidak memuaskan.
2) Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai ex dengan x = 0,5. Apabila hanya diperhitungkan beberapa suku pertama saja. Nilai eksak dari e0,5 = 1,648721271.
Penyelesaian:
Untuk menunjukkan pengaruhnya, yang diperhitungkan hanya beberapa suku pertama saja dari deret terhadap besarnya kesalahan pemotongan, maka hitungan dilakukan untuk beberapa keadaan. Keadaan pertama apabila hanya diperhitungkan satu suku pertama, keadaan kedua hanya dua suku pertama, dan seterusnya sampai memperhitungkan 6 suku pertama. Nilai ex dapat dihitung berdasarkan deret berikut ini. ex = 1 + x + ! 2 2 x + ! 3 3 x + ! 4 4 x + ……… a) Diperhitungkan satu suku pertama: (ex≈ 1)
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak dihitung dengan persamaan sebagai berikut: εe = p Ee x 100 % = 648721271 1 1 648721271 1 , , − x 100 % = 39,35 %.
b) Diperhitungkan dua suku pertama: (ex = 1 + x)
Untuk x = 0,5 maka: e0,5 = 1 + 0,5 = 1,5. Kesalahan relatif terhadap nilai eksak adalah:
εe = 648721271 1 5 1 648721271 1 , , , − x 100 % = 9,02 %.
Kesalahan berdasarkan perkiraan terbaik dihitung dengan persamaan (4.4):
εa = ∗ p Ea x 100 % = 5 1 1 5 1 , , − x 100 % = 33,33 %.
c) Diperhitungkan tiga suku pertama:
ex = 1 + x + ! 2 2 x = 1 + 0,5 + 2 5 0, 2 = 1,625. εe = 648721271 , 1 625 , 1 648721271 , 1 − x 100 % = 1,44 %. εa = ∗ p Ea x 100 % = 625 , 1 5 , 1 625 , 1 − x 100 % = 7,69 %.
Hitungan dilanjutkan dengan memperhitungkan sampai 6 suku pertama, dan hasilnya diberikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil hitungan kesalahan Suku Hasil εe (%) εa (%) 1 1 39,3 - 2 1,5 9,02 33,3 3 1,625 1,44 7,69 4 1,645833333 0,175 1,27 5 1,648437500 0,0172 0,158 6 1,648697917 0,00142 0,0158 4.3 Deret Taylor
Deret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam metode numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial.
1) Persamaan deret Taylor
Bila suatu fungsi f (x) diketahui di titik xi dan semua turunan dari f terhadap x diketahui pada titik tersebut, maka dengan deret Taylor (persamaan 4.6) dapat dinyatakan nilai f pada titik xi + 1 yang terletak pada jarak ∆x dari titik xi.
f (xi + 1) = f (xi) + f ′(xi) ! 1 x ∆ + f ′′(x i) ! 2 2 x ∆ + … + f n (xi) ! n n x ∆ + Rn (4.6) dengan: f (xi) = fungsi di titik xi. f (xi + 1) = fungsi di titik xi + 1.
f ′, f ′′, …, f n = turunan pertama, kedua, . . ., ke n dari fungsi.
∆x = langkah ruang, yaitu jarak antara xi dan xi + 1. Rn = kesalahan pemotongan.
! = operator faktorial, misalkan bentuk 2! = 1 x 2; 3! = 1 x 2 x 3.
Gambar 4.1. Perkiraan suatu fungsi dengan deret Taylor Kesalahan pemotongan (Rn) diberikan oleh bentuk berikut:
(
+)
+ + + = + + + + ! 2 ) ( ! ) 1 ( ) ( 2 n i 2 n 1 n i 1 n n n x x f n x x f R ∆ ∆ …… (4.7)Persamaan (4.6) yang mempunyai suku sebanyak tak berhingga akan memberikan perkiraan nilai suatu fungsi sesuai dengan penyelesaian eksaknya, dalam prakteknya sulit memperhitungkan semua suku tersebut dan biasanya hanya diperhitungkan beberapa suku pertama saja.
a) Memperhitungkan satu suku pertama (order nol)
Bila yang diperhitungkan hanya satu suku pertama dari ruas kanan, maka dapat ditulis sebagai berikut:
f (xi + 1) ≈ f (xi) (4.8)
Persamaan ini disebut juga sebagai perkiraan order nol, nilai f pada titik xi + 1 sama dengan nilai pada xi, perkiraan tersebut adalah benar jika fungsi yang diperkirakan adalah suatu konstan, jika fungsi tidak konstan, maka harus diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor.
b) Memperhitungkan dua suku pertama (order 1)
Bentuk deret Taylor order satu, yang memperhitungkan dua suku pertama, dapat ditulis dalam bentuk:
f (xi + 1) ≈ f (xi) + f ′(xi) ! 1 x ∆ (4.9)
yang merupakan bentuk persamaan linier (garis lurus).
c) Memperhitungkan tiga suku pertama (order 2)
Deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan dapat ditulis menjadi: f (xi + 1) ≈ f (xi) + f ′(xi) ! 1 x ∆ + f ′′(xi) ! 2 2 x ∆ (4.10)
persamaan ini disebut juga perkiraan order dua.
2)
Adanya kesalahan karena tidak diperhitungkannya suku-suku terakhir dari deret Taylor.
Pada deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi dengan benar jika semua suku dari deret tersebut diperhitungkan, dalam prakteknya hanya beberapa suku pertama saja yang diperhitungkan sehingga hasil perkiraan tidak tepat seperti pada penyelesaian analitik.
Bentuk kesalahan pemotongan (truncation error,Rn) sebagai berikut:
Rn = O (∆xn + 1)
Indeks n menunjukkan bahwa deret yang diperhitungkan adalah sampai pada suku ke n, sedang n + 1 menunjukkan bahwa kesalahan pemotongan mempunyai order n + 1.
Notasi O (∆xn + 1) berarti bahwa kesalahan pemotongan mempunyai order ∆xn + 1 , atau kesalahan sebanding dengan langkah ruang pangkat n + 1, sehingga kesalahan pemotongan tersebut adalah kecil apabila:
Kesalahan pemotongan (truncation error)
a) Interval ∆xadalah kecil.
b) Memperhitungkan lebih banyak suku dari deret Taylor.
Pada perkiraan order satu, besarnya kesalahan pemotongan adalah:
O (∆x2) = f ′′(xi) ! 2 2 x ∆ + f ′′′(xi) ! 3 3 x ∆ + …… (4.11)
4.4 Diferensial Numerik
Digunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial kontinu menjadi bentuk diskrit dan banyak digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial, bentuk tersebut dapat diturunkan berdasar deret Taylor.
1) Diferensial turunan pertama
Deret Taylor pada persamaan (4.6) dapat ditulis dalam bentuk:
f (xi + 1) = f (xi) + f ′(xi) ∆x + O (∆x2) (4.12) atau
( )
x O x x f x f x f x f ∆ ∆ − − = = ∂ ∂ ( + ) ( ) ) ( ' i i 1 i (4.13)Seperti nampak pada Gambar 4.2 dan persamaan (4.13), turunan pertama dari f terhadap x di titik xi didekati oleh kemiringan garis yang melalui titik B (xi, f (xi)) dan di titik C (xi + 1, f (xi + 1)).
Gambar 4.2. Perkiraan garis singgung suatu fungsi
Bentuk diferensial dari persamaan (4.13) disebut diferensial maju order satu, karena menggunakan data pada titik xi dan xi + 1 untuk memperhitungkan diferensial, jika data yang digunakan adalah di titik xi dan xi – 1 , maka disebut diferensial mundur
! 1
x
∆
, dan deret Taylor menjadi:
f (xi – 1) = f (xi) – f ′(xi) + f ′′(xi) ! 2 2 x ∆ – f ′′′(x i) ! 3 3 x ∆ + …… (4.14) atau f (xi – 1) = f (xi) – f ′(xi) ∆x + O (∆x2) (4.15)
( )
x O x x f x f x f x f ∆ ∆ + − = = ∂ ∂ ( ) ( − ) ) ( ' i i i 1 (4.16)Bila data yang digunakan untuk memperkirakan diferensial dari fungsi adalah pada titik xi – 1 dan xi + 1, maka perkiraannya disebut diferensial terpusat
+ + = − − + ! 3 ) ( '' ' 2 ! 1 ) ( ' 2 ) ( ) ( 3 i i 1 i 1 i x x f x x f x f x f ∆ ∆ . Bila persamaan (4.6) dikurangi dengan persamaan (4.14) didapat:
…… atau − − − = = ∂ ∂ + − 6 2 2 1 1 x ) x ( ' ' ' f x ) x ( f ) x ( f ) x ( ' f x f i i i i ∆ ∆ ……
atau
( )
− + − = = ∂ ∂ +1 −1 2 2 x O x ) x ( f ) x ( f ) x ( ' f x f i i i ∆ ∆ …… (4.17)Dari persamaan (4.17) terlihat bahwa kesalahan pemotongan berorder ∆x2
, sedang pada diferensial maju dan mundur berorder ∆x, untuk interval ∆x kecil, nilai kesalahan pemotongan yang berorder dua (∆x2) lebih kecil dari order satu (∆x), hal ini menunjukkan bahwa perkiraan diferensial terpusat lebih teliti dibandingkan diferensial maju atau mundur. Keadaan ini juga dapat dilihat pada Gambar 4.2. Kemiringan garis yang melalui titik A dan C (diferensial terpusat) hampir sama dengan kemiringan garis singgung dari fungsi di titik xi, dibanding dengan kemiringan garis singgung yang melalui titik A dan B (diferensial mundur) atau titik
B dan C (diferensial maju).
2)
Turunan kedua dari suatu fungsi dapat diperoleh dengan menambahkan persamaan (4.6) dengan persamaan (4.14):
Diferensial turunan kedua
+ + + = + − + ! 4 ) ( '' '' 2 ! 2 ) ( '' 2 ) ( 2 ) ( ) ( 4 i 2 i i 1 i 1 i x x f x x f x f x f x f ∆ ∆ …… atau − − + − = + − 12 ) ( '' '' ) ( ) ( 2 ) ( ) ( '' 2 i 2 1 i i 1 i i x x f x x f x f x f x f ∆ ∆ …… atau
( )
2 2 1 i i 1 i i 2 2 ( ) 2 ( ) ( ) ) ( '' O x x x f x f x f x f x f ∆ ∆ − + − = = ∂ ∂ + − (4.18)Bentuk diferensial (biasa ataupun parsiil) dapat diubah dalam bentuk diferensial numerik (beda hingga).
3)
Dengan cara serupa maka dapat diturunkan diferensial turunan yang lebih tinggi seperti berikut ini.
Diferensial turunan lebih tinggi
a) Diferensial turunan ketiga
3 2 1 1 2 3 3 2 2 2 x ) x ( f ) x ( f ) x ( f ) x ( f ) x ( ' ' ' f x f i i i i i ∆ − − + + − + − ≈ = ∂ ∂ (4.19)
b) Diferensial turunan keempat
4 2 i 1 i i 1 i 2 i i 4 4 ( ) 4 ( ) 6 ( ) 4 ( ) ( ) ) ( '' '' x x f x f x f x f x f x f x f ∆ − − + + − + − + ≈ = ∂ ∂ (4.20) 4)
Bila fungsi mengandung lebih dari satu variabel bebas seperti f (x,y), maka bentuk deret Taylor menjadi:
Turunan terhadap variabel lain
+ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + = + + ! y y f ! x x f ! y y f ! x x f ) y , x ( f ) y , x ( f i j i j 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 ∆ ∆ ∆ ∆ … (4.21)
Dengan cara yang sama dari persamaan yang lainnya, turunan pertama terhadap variabel x dan y berturut-turut dapat ditulis dalam bentuk (diferensial maju):
x y x f y x f x f ∆ ) , ( ) , ( i 1 j − i j ≈ ∂ ∂ + (4.22) y ) y , x ( f ) y , x ( f y f i j i j ∆ − ≈ ∂ ∂ + 1 (4.23)
Untuk menyederhanakan penulisan, selanjutnya bentuk f (xi , yj) dapat ditulis menjadi fi, j dengan i dan j menunjukkan komponen dalam arah sumbu-x dan sumbu-y, bila fungsi berada dalam sistem tiga dimensi (sistem koordinat x, y, z), maka f (xi , yj , zk) ditulis menjadi fi, j, k. Maka persamaan (4.22) dan (4.23) dapat ditulis menjadi: x f f x f ∆ j , i j , 1 i − ≈ ∂ ∂ + (4.24) y f f y f ∆ j , i 1 j , i − ≈ ∂ ∂ + (4.25)
Untuk diferensial terpusat, bentuknya menjadi:
x f f x f ∆ 2 j , 1 i j , 1 i+ − − ≈ ∂ ∂ (4.26) y f f y f ∆ 2 1 j , i 1 j , i + − − ≈ ∂ ∂ (4.27)
Dengan cara yang sama, turunan kedua terhadap x dan y dapat ditulis menjadi:
2 j , 1 i j , i j , 1 i 2 2 2 x f f f x f ∆ + − − + ≈ ∂ ∂ (4.28) 2 i,j 1 i,2j i,j 1 2 2 y f f f y f ∆ + − − + ≈ ∂ ∂ (4.29)
Gambar 4.3, menunjukkan jaringan titik hitungan untuk fungsi yang berada dalam sistem koordinat x dan y (dua dimensi).
Gambar 4.3. Jaringan titik hitungan dalam sistem dua dimensi (x-y) Permasalahan suatu fungsi selain tergantung pada ruang juga tergantung pada waktu, misalnya pada aliran tidak permanen seperti banjir atau pasang surut dan
perambatan panas, dalam hal ini turunan fungsi f (x,t) terhadap waktu (t) dapat ditulis dalam bentuk:
t f f t f ∆ n i 1 n i − ≈ ∂ ∂ + (4.30)
Indeks n menunjukkan bahwa variabel f merupakan fungsi waktu, pada Gambar 4.4, jaringan titik hitungan yang digunakan untuk memperkirakan diferensial parsiil fungsi f terhadap x dan t.
Gambar 4.4. Jaringan titik hitungan sistem ruang-waktu (x-t)
1) Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Dengan menggunakan deret Taylor order nol, satu, dua, dan tiga. Perkirakan fungsi tersebut pada titik xi + 1 = 1, berdasar nilai fungsi pada titik xi = 0.
Contoh soal:
Titik xi + 1 = 1 berada pada jarak ∆x = 1 dari titik xi = 0. Penyelesaian:
Karena bentuk fungsi sudah diketahui, maka dapat dihitung nilai f (x) antara 0 dan 1. Gambar 4.5, menunjukkan fungsi tersebut.
Gambar 4.5. Perkiraan fungsi dengan deret Taylor Untuk xi = 0 maka f (x = 0) = 0,25 (0)3 + 0,5 (0)2 + 0,25 (0) + 0,5 = 0,5. Untuk xi + 1 = 1 maka f (x = 1) = 0,25 (1)3 + 0,5 (1)2 + 0,25 (1) + 0,5 = 1,5.
Jadi nilai eksak untuk f (x = 1) adalah 1,5. Apabila digunakan deret Taylor order nol, maka berdasar persamaan (4.8) didapat:
f (xi + 1 = 1) ≈ f (xi = 0) ≈ 0,5.
Nampak pada Gambar 4.5, perkiraan order nol adalah konstan, dan kesalahan pemotongannya adalah:
Ee = p – p* = 1,5 – 0,5 = 1,0.
Apabila digunakan deret Taylor order satu, nilai f (xi + 1 = 1) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.9). Pertama kali dihitung turunan fungsi di titik xi = 0.
f ′(xi = 0) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0)2 + 0 + 0,25 = 0,25. Sehingga diperoleh: f (xi + 1 = 1) ≈ f (xi) + f ′(xi) ! 1 x ∆ ≈ 0,5 + 0,25 1 1 = 0,75.
Dalam Gambar 4.3, perkiraan order satu adalah garis lurus, dan kesalahan pemotongannya adalah:
Ee = p – p* = 1,5 – 0,75 = 0,75.
Bila digunakan deret Taylor order dua, nilai f (xi + 1 = 1) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.11). Dihitung turunan kedua dari fungsi di titik xi = 0:
f ′′(xi = 0) = 1,5x + 1 = 1,5 (0) + 1 = 1,0. Sehingga diperoleh: f (xi + 1 = 1) ≈ f (xi) + f ′(xi) ! 1 Δ x + f ′′(xi) ! 2 Δ 2 x ≈ 0,5 + 0,25 1 1 + 1 2 x 1 12 = 1,25.
Dalam Gambar 4.5, perkiraan order dua adalah garis lengkung, dan kesalahan pemotongannya adalah:
Ee = p – p* = 1,5 – 1,25 = 0,25.
Apabila digunakan deret Taylor order tiga, persamaan (4.6) menjadi:
f (xi + 1) = f (xi) + f ′(xi) ! 1 x ∆ + f ′′(x i) ! 2 2 x ∆ + f ′′′ (x i) ! 3 3 x ∆
Turunan ketiga dari fungsi adalah:
f ′′′ (xi = 0) = 1,5. sehingga diperoleh: 5 , 1 3 x 2 x 1 1 5 , 1 2 x 1 1 1 1 1 25 , 0 5 , 0 ) 1 ( 3 2 1 i = + + + = = + x f
Kesalahan pemotongannya adalah:
Terlihat bahwa dengan menggunakan deret Taylor order tiga, hasil penyelesaian numerik sama dengan penyelesaian eksak.
2) Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Perkirakan turunan pertama (kemiringan kurve) dan turunan kedua dari persamaan tersebut di titik x = 0,5 dengan menggunakan langkah ruang ∆x = 0,5.
Penyelesaian:
Secara analitis turunan pertama dan kedua dari fungsi adalah:
f ′(xi = 0,5) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0,52) + 0,5 + 0,25 = 0,9375.
f ′′(xi = 0,5) = 1,5x + 1 = 1,5 (0,5) + 1 = 1,75.
Dengan ∆x = 0,5 dapat dihitung nilai fungsi pada titik xi – 1 , xi, dan xi + 1:
xi – 1 = 0 → f (xi – 1) = 0,5.
xi = 0,5 → f (xi) = 0,78125.
xi + 1 = 1,0 → f (xi + 1) = 1,5. Perkiraan turunan pertama dengan diferensial mundur:
5625 , 0 5 , 0 5 , 0 78125 , 0 ) ( ) ( ) 5 , 0 ( i i 1 = − = ∆ − = = − x x f x f x f
Kesalahan terhadap nilai eksak:
εe = p Ee x 100 % = 9375 0 5625 0 9375 0 , , , − x 100 % = 40 %.
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial maju:
4375 1 5 0 78125 0 5 1 5 0 1 , , , , x ) x ( f ) x ( f ) , x ( f = = i+ − i = − = ∆ Kesalahan terhadap nilai eksak:
εe = 9375 , 0 4375 , 1 9375 , 0 − x 100 % = −53,3 %.
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial terpusat:
0 1 5 0 2 5 0 5 1 2 5 0 1 1 , ) , ( , , x ) x ( f ) x ( f ) , x ( f = = i+ − i− = − = ∆ Kesalahan terhadap nilai eksak:
εe = 9375 , 0 0 , 1 9375 , 0 − x 100 % = −6,7 %.
Perkiraan turunan kedua:
75 1 5 0 5 0 78125 0 2 5 1 2 5 0 1 2 1 2 , ) , ( , ) , ( , x ) x ( f ) x ( f ) x ( f ) , x ( ' ' f = = i+ − i + i− = − + = ∆
Kesalahan terhadap nilai eksak: εe = 75 , 1 75 , 1 75 , 1 − x 100 % = 0,0 %.
Gambar 4.6, menunjukkan kemiringan analitis di titik x = 0,5 dan perkiraan turunan fungsi di titik tersebut.