BAB III
TANGGUNG JAWAB ORGAN-ORGAN YAYASAN BAGI YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN YANG BELUM
MENYESUAIKAN ANGGARAN DASAR BERDASARKAN PP NO 2 TAHUN 2013
A. Organ-Organ Yayasan
Sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 2 yang menyebutkan bahwa yayasan mempunyai organ terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. Organ yayasan tersebutlah yang menjadi alat yayasan untuk dapat mengelola yayasan hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, yaitu yayasan yang diwakili oleh organnya dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.151 Khususnya pengelolaan yayasan secara langsung dilakukan baik didalam maupun diluar dilakukan oleh salah satu organ yaitu pengurus. Hakekatnya antara yayasan dengan organ yayasan terdapat hubungan yang sangat erat. Di satu sisi keberadaan organ yayasan tergantung sepenuhnya pada keberadaan yayasan, tetapi disisi lain yayasan sangat bergantung pada organnya untuk melakukan kegiatan mengelola yayasan dan melaksanakan fungsinya.152
1. Pembina
151 Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan (Menurut Sistematika KUH
Perdata dan Perkembangannya) (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 87
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 28 ayat (1) UU No. 28 tahun 2004, yang dinamakan Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar. Sedang yang dapat diangkat sebagai anggota Pembina adalah adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Anggota Pembina tidak diberi gaji dan/atau tunjangan oleh Yayasan.Masa jabatan Dewan Pembina tidak ditentukan lamanya. Anggota Dewan Pembina tidak boleh merangkap menjadi anggota Dewan Pengurus maupun Dewan Penasihat.153
a. Kewenangan Pembina
Kewenangan Pembina menurut pasal 28 ayat (2) meliputi: 1) Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
2) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas; 3) Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan; 4) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; 5) Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan Selain kewenangan tersebut, kewenangan lainnya adalah :
1) Pembina berwenang bertindak untuk dan atas nama Yayasan 2) Pembina berwenang untuk mengubah anggaran dasar yayasan
153 Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
3) Pembina bertanggung jawab melaksanakan rapat tahunan yayasan 4) Pembina berhak untuk memberhentikan Dewan Pengurus yayasan 5) Pembina berhak untuk memberhentikan Dewan Penasihat yayasan 6) Pembina berhak untuk menetapkan kebijakan umum yayasan
7) Pembina berhak melakukan pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Pengurus dengan berdasarkan Rapat Pembina.154
b. Tugas Pembina
Sebagaimana yang diatur didalam pasal 30 Pembina bertugas untuk mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun. Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang.155
2. Pengurus
Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan baik didalam maupun di luar yayasan. Pengurus dapat menerima gaji, upah atau honorarium dengan catatan bahwa pengurus Yayasan tersebut bukan merupakan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas serta melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh. Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan kepengurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata – mata untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Adapun
154Pasal 28 UU Yayasan 155Ibid,Pasal 30
yang dapat diangkat menjadi pengurus yayasan adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.156
a. Kewenangan dari Pengurus Yayasan
Kewenangan pengurus meliputi :
1) Melaksanakan kepengurusan yayasan
2) Mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan 3) Mengangkat dan memberhentikan pelaksanaan kegiatan yayasan.
4) Bersama – sama dengan anggota pengawas mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai pembina
5) Mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian, jika yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu
6) Menandatangani laporan tahunan bersama – sama dengan pengawas. 7) Mengusulkan kepada pembina tentang perlunya penggabungan 8) Bertindak selaku likuidator jika tidak ditunjuk likuidator.157
Disini nampak bahwa pengurus mempunyai tugas dan kewenangan yaitu melaksanakan kepengurusan dan mewakili yayasan. Kewenangan para pengurus ini juga diatur didalam pasal 35 ayat UU No. 28 Tahun 2004 Pengurus yayasan mewakili yayasan baik didalam maupun di luar pengadilan. Undang – Undang ini pun membedakan antara Pengurus dan Pelaksana Kegiatan Yayasan. Jika Pengurus tidak
156
Ibid, Pasal 31
menerima gaji, upah, atau honorarium, maka terbuka kemungkinan pembayaran kontraprestasi bagi pelaksana kegiatan Yayasan.
Sehubungan dengan tugas dan kewenanagan tersebut, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap anggota pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan menjalankan tugasnya tidak mematuhi ketentuan anggaran dasar yayasan sehingga mengakibatkan kerugian bagi yayasan atau pihak ketiga.158 Ketentuan ini merupakan konsekwensi dari fidusiary relationship antara yayasan dengan pengurus selaku organ yayasan.
Selain mengatur mengenai kewenangan pengurus sebuah yayasan, Undang-Undang juga mengatur mengenai ketidakwenangan pengurus yayasan yang diatur dalam pasal 36, 37 dan 38 UU No. 28 Tahun 2004. Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan jika terjadi perkara didepan pengadilan antara Yayasan dan anggota Pengurus yang bersangkutan. Juga dalam hal terdapat kepentingan yang berbeda antara anggota Pengurus dan kepentinga yayasan. Kewenangan Pengurus juga dibatasi dalam hal-hal yang mengikat yayasan sebagai penjamin hutang, pengalihan kekayaan Yayasan, atau pembebanan atas kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain. Jika pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih
dahulu dari Pembina dan atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.159
Undang-Undang Yayasan pasal 39 ternyata juga membuka kemungkinan Pengurus bertanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita oleh Yayasan. Jika kepailitan terjadi karena kesalahan Pengurus, Pengurus dapat bertanggung jawab secara tanggung renteng, kecuali Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, pengurus yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan dalam mengurus suatu Yayasan, selama 5 (lima) tahun sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat menjadi Pengurus Yayasan manapun.160
Pengurus hanya berhak dan berwenang bertindak atas nama dan untuk kepentingan yayasan serta dalam batas – batas yang ditentukankan dalam Undang – Undang Yayasan dan anggaran dasar yayasan. Setiap tindakan yang dilakukan pengurus diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak akan mengikat yayasan. Hal ini berarti, pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah bertanggung jawab mempergunakan wewenang yang dimilikinya berdasarkan anggaran dasar yayasan, untuk tujuan yang patut yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan yang tertuang dalam anggaran dasar yayasan. Pengurus tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi bila keuntungan tersebut diperoleh karena kedudukannya sebagai pengurus pada yayasan itu.
159Ibid
b. Tugas Pengurus Yayasan
Dalam menjalankan tanggung jawab tugasnya seorang pengurus harus berlandaskan pada prinsip:
1) Fiduciary duty adalah prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercaya oleh yayasan kepada pengurus.
2) Duty of skill and care adalah prinsip yang menunjuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Pengurus
3) Statutory duty adalah prinsip yang berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang serta tanggung jawab Pengurus Yayasan.
Ketiga prinsip ini menuntut Pengurus untuk bertindak secara hati – hati dan disertai dengan iktikad baik semata – semata untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Berdasarkan fiduciary duty, pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pembina/pendiri, jadi harus berbuat bonafide, untuk kepentingan yayasan secara keseluruhan dan bukanlah untuk kepentingan pribadi organ Yayasan, serta harus sesuai dengan tujuan dan maksud Yayasan. Kepatuhan dan pengabdian kepada Yayasan, juga merupakan tugas dan kewajiban utama dari seorang pengurus, Pengurus diwajibkan untuk menggunakan seluruh kemampuan, pengaruhnya, dan menggunakan seluruh sumber daya yang ada untuk memberikan nilai tambah ke Yayasan.
c. Tanggung Jawab Pengurus
Pengurus bertanggung jawab sepenuhnya atas kepengurusan Yayasan, baik untuk kepentingan maupun tujuan Yayasan serta mewakili Yayasan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan, sesuai dengan azas persona standi in judicio. Pengurus bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar. Dengan demikian Pengurus harus mampu menghindarkan Yayasan dari tindakan – tindakan ilegal, bertentangan dengan peraturan dan kepentingan umum serta bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat dengan organ yayasan lain.
Pengurus dalam yayasan yang akta pendiriannya belum disahkan menjadi badan hukum, apabila melakukan perbuatan hukum yang dilakukannya atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus secara tanggung renteng, hal ini disebabkan kerena belum disahkannya akata pendirian yayasan, berarti ketentuan tentang tata cara pengangkatan pengurus yang diatur didalam anggaran dasarnya belum sah.
Mengenai pertanggung jawaban pengurus terhadap kegiatan usaha yayasan berkaitan erat dengan prinsip fiduciary relationship antara yayasan dengan pengurus selaku organ yayasan oleh karena adanya perbuatan ultra vires yang mengakibatkan kerugian bagi yayasan atau pihak ketiga. Kesalahan pengurus tersebut merupakan kesalahan langsung karena telah menyebabkan kerugian maupun kesalahan karena ikut menyebabkan kerugian. Untuk itu maka tanggung jawab kegiatan usaha yayasan sangat penting dilakukan oleh setiap pengurus berdasarkan prinsip kehati - hatian dan tanggung jawab. Pengelolaan kegiatan usaha yayasan berkaitan erat dengan pengelolaan harta kekayaan yayasan, karena hasil kegiatan usaha merupakan salah satu bentuk pendapatan yang menjadi harta kekayaan yayasan.
Undang - Undang Yayasan pasal 39 ternyata juga membuka kemungkinan Pengurus bertanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita oleh Yayasan. Jika kepailitan terjadi karena kesalahan Pengurus, Pengurus dapat bertanggung jawab secara tanggung renteng, kecuali Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, pengurus yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan dalam mengurus suatu Yayasan, selama 5 (lima) tahun sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat menjadi Pengurus Yayasan manapun.161
Selain itu Pengurus juga tidak hanya bertanggung jawab terhadap ketidak jujuran yang disengaja (dishonesty).Tetapi juga bertanggung jawab secara hukum terhadap tindakan kesalahan manajemen, kelalaian, kegagalan, atau tidak melakukan sesuatu yang penting bagi yayasan/perseroan. Dengan demikian, pengurus bertanggung jawab penuh atas pengurusan Yayasan.
3. Pengawas
Sesuai dengan pasal 40 yang dimaksud dengan pengawas adalah Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar.162
161 Ibid
a. Kewenangan Pengawas
Sesuai dengan pasal 43, kewenangan Pengawas adalah:
1) Pengawas berhak melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen, keuangan, pembukuan yayasan. Oleh karena itu selayaknya ditunjuk orang yang memiliki keahlian dan pengalaman yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, sehingga dapat mengawasi pelaksanaan tata kelola yayasan yang baik.
2) Pengawas berhak Mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh Pengurus.
3) Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya.
4) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis kepada Pembina.163
b. Tanggung Jawab Pengawas
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Setiap anggota
Pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan/atau Negara berdasarkan putusan Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengawas Yayasan manapun.
B. Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan Bagi Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Yang Belum Menyesuaikan Anggaran Dasar Berdasarkan PP No 2 Tahun 2013
Tanggung jawab Pengurus atas kepengurusan Yayasan dilakukan semata-mata untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Tugas wewenang dan tanggung jawab Pengurus adalah mengurusi Yayasan (daden van beheer) untuk kepentingan Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuannya dalam pengurusan sehari-hari. Sebelum lahirnya UU Yayasan, Pengurus menjalankan kepengurusan Yayasan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dan didasarkan pada peluang yang tersedia dan kelaziman dalam dunia Yayasan. Pada prinsipnya, sebenarnya kebijakan itu didominasi oleh kebijakan dari Pendiri dan/atau Pembina dan/atau Pengawas pada waktu itu yang kadang-kadang cenderung menimbulkan konflik di dalam Yayasan (conflict of interset).164
Tentang apa yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat menurut Bismar Nasution, secara teoritis masuk dalam kategori “blanket norm” yang dapat diberikan secara demonstratif (tidak limitatif) dengan kata-kata melainkan kaedah yang didasarkan atas kelaziman dalam dunia usaha sejenis. Kelaziman dalam dunia
usaha sejenis ini secara teoritis sulit diberikan kriterianya atau ukurannya yang pasti. Dalam praktik tidak tertutup kemungkinan dapat ditafsirkan secara luas atau sempit, oleh sebab itu perlu kearifan setiap organ dalam Yayasan khususnya Pengurus yang bertanggung jawab mengurusi Yayasan sehari-hari untuk kepentingan Yayasan. Orientasi kepengurusan Yayasan yang demikian bersandarkan pada paham institusional Yayasan sebagai organisasi publik. Ada kepentingan lain dalam kepengurusan Yayasan tersebut yaitu kepentingan untuk pihak ketiga termasuk kepentingan stakeholders, kepentingan negara dan sebagainya.165
Itulah sebabnya, organisasi yang bergerak di bidang publik misalnya Yayasan tidak boleh mementingkan kepentingan secara kolektif melainkan mendahulukan kepentingan publik di atas segala kepentingan individu dan/atau kelompok. Dengan demikian, aktivitas dalam Yayasan termasuk suatu aktivitas lintas sektoral karena mencakup berbagai aktivitas sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak stakeholders.166
Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, berarti telah terjadi reformasi terhadap yayasan terutama yang berhubungan dengan anggaran dasar. Reformasi yang perlu dilakukan mencakup aspek organ yayasan (pembina, pengurus dan pengawas) serta wewenang masing – masing unsur organ yayasan, pengelolaan kegiatan usaha yayasan menjadi jelas sehingga tidak menjadi tempat
165Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa
CSR, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2008), hal. 47
166
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR, (Gresik: Fascho Publishing, 2007), hal. 5-6
persembunyian harta oleh para pendirinya dan pengelolaan kegiatan usaha yayasan haruslah dikelola secara professional.167
Yayasan Perguruan Utama, dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 17 UU Yayasan disebutkan bahwa, ”Anggaran Dasar dapat diubah kecuali mengenai maksud dan tujuan”. Dasar ketentuan Pasal 17 UU Yayasan di atas, maka perubahan akta pendirian Yayasan membawa akibat hukum yang dipaparkan berikut ini:
1. Terhadap Kepengurusan Pembina
Pasal 28 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Yayasan, Pembina adalah organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Yayasan. Pembina memiliki kewenangan yang oleh undang-undang dan AD tidak diserhkan kepada pengurus atau pengawas. Kewenangan pembina menurut Pasal 28 Ayat (2) UU Yayasan meliputi:
1. Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas; 3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berasarkan Anggaran Dasar Yayasan; 4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan 5. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.168
Sedangkan menurut Anwar Borahima, menyebut ada 7 (tujuh) kewenangan pembina yang dicantumkan dalam UU Yayasan. Kewenangan tersebut adalah:
a. Keputusan mengenai perubahan AD, pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan pengawas;
b. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan AD Yayasan;
167
YB, Sigit Hutomo, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum Dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360” Approach on Foundation, Andi, Yogyakarta, 2002, halaman 144
c. Mengesahkan Program Kerja dan Rancangan Anggaran Tahunan Yayasan; d. Penetapan keputusan mengenai penggabungan dan pembubaran Yayasan;
e. Mengadakan rapat sekurang-krangya sekali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewenangannya;
f. Mengevaluasi kekayaan, kewajiban, tanggung jawab, dan penghasilan Yayasan tahun lalu sebagai dasar pertimbangan bagi pengesahan Anggaran Belanja tahun yang akan datang;
g. Mensahkan laporan tahunan yang disampaikan oleh pengurus dan pengawas. Akibat perubahan akta pendirian Yayasan sesuai dengan perubahan dalam Anggaran Dasar Yayasan, dapat membawa konsekuensi terhadap kepengurusan pembina sesuai dengan kewenangan pembina sebagaimana disebutkan di atas.
2. Mengenai Hak-Hak dan Kewenangan Pengurusan
Pengurus merupakan organ eksekutif Yayasan, karena pengurus yang melakukan kepengurusan Yayasan baik di dalam maupun di luar Yayasan. Maka penguruslah yang menjalankan roda Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Mengenai siap yang disebut dengan pengurus. Pengurus sesuai dengan Pasal 31 UU Yayasan:
1. Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan; 2. Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu
melakukan perbuatan hukum;
3. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.169
Dalam melaksanakan tugasnya, pengurus Yayasan harus bertanggung jawab penuh, Pasal 35 menyebutkan bahwa pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Sehubungan dengan tanggung jawab penuh pengurus tersebut, harus sesuai dengan Pasal 35 Ayat (2) UU
169
Yayasan yakni menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Pada bagian penjelasan ayat ini yang dimaksud dengan pelaksana kegiatan adalah pengurus harian yayasan yang melaksanakan kegiatan yayasan sehari-hari. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.170
Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi (tanggung renteng) apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian sesuai amanah Pasal 39 UU Yayasan dikatakan bahwa kesalahan atau kelalaian pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Anggota pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.171
170
Ibid, Pasal 35
Karakteristik utama dari badan hukum terletak pada perihal pertanggungjawaban hukum, dimana organ di dalam badan hukum tidak akan dikenakan pertanggungjawaban hukum apabila dari perbuatan hokum yang dilaksanakannya menyebabkan timbulnya kerugian keperdataan terhadap pihak yang lain.172 Karakteristik badan hukum diatas rentan akan penyalahgunaan oleh pendirinya, untuk itu kebijakan legislator UU Yayasan untuk membuat ketentuan bahwa untuk diperolehnya status badan hokum harus terlebih dahulu akta pendirian dari suatu yayasan mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat dipandang sebagai upaya menciptakan mekanisme penyaringan, agar penyalahgunaan atas karakteristik pertanggungjawaban hukum sebuah badan hokum sebagaimana diutarakan penulis diatas tidak terjadi.
Rezim hukum yayasan di Indonesia, terkhusus dalam hal ini mengenai pentingnya pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal dapat tidaknya status badan hukum diberikan kepada suatu yayasan, harus dipandang sebagai landasan dasar bahwa apabila terdapat suatu yayasan hanya sekedar dibuat akta pendiriannya saja, atau berkaitan dengan obyek penelitian terhadap yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan akan tetapi tidak diakui sebagai badan hukum tetap mempertahankan keadaan tersebut walau diwajibkan oleh UU Yayasan untuk menyesuaikan anggaran dasarnya dengan undang-undang dan mengajukan permohonan pengesahan badan hukum, maka terhadap kondisi-kondisi
172 Rudi Prasetya, Yayasan dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 42.
ini para organ yang berada di dalamnya harus dianggap ”tidak beritikad baik”, terutama sekali ketika melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Keadaan ”tidak beritikad baik” ini merupakan dasar untuk meletakkan pertanggungjawaban hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus kepada seluruh organ yayasan secara pribadi dan tanggung renteng, karena keadaan yayasan yang tidak berbadan hukum menuntut adanya pihak yang bertanggungjawab apabila dalam perjalanan badan yayasan ini ada menimbulkan kerugian kepada pihak lain lewat perbuatan hukumnya.173
Secara teori, menurut Hans Kelsen, norma hukum itu mengandung arti suatu kewajiban dikaitkan dalam hubungannya dengan orang yang berpotensi sebagai pelaku delik, serta mengandung arti suatu tanggungjawab bagi yang berpotensi menjadi objek sanksi.174 Sebuah badan yang sejak awal didirikannya mengambil bentuk sebagai sebuah yayasan pasti akan memiliki susunan organ layaknya tuntutan dalam pendirian yayasan, dengan demikian akan selalu diasumsikan bahwa terhadap yayasan ini -yang sekalipun hanya memiliki akta pendiriannya saja- terdapat susunan organ pengurus yang secara hukum adalah pihak yang berkewajiban melaksanakan kepengurusan yayasan dan mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan.175
173 Pasal 71 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
174 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa Media, 2011,
hal. 101
175
Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
Fakta bahwa yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan adalah sebuah yayasan yang tetap mempertahankan keadaannya yang tidak diakui berstatus badan hukum akan mengarahkan kita pada keyakinan bahwa pihak yang berada dalam posisi pengurus dalam struktur organ yayasan tersebut adalah pihak yang akan dituntut pertanggungjawabannya apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan atas nama yayasan menimbulkan suatu kerugian keperdataan kepada pihak ketiga, karena kepengurusan yayasan adalah merupakan bagian dari tanggung jawabnya, sebagaimana undang-undang menyatakan kepengurusan yayasan adalah merupakan bagian dari kewajibannya. Pasal 13A UU Yayasan disebutkan juga demikian, dimana dikatakan disana bahwa, “perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng”.
Hal yang menjadi persoalan adalah ketentuan dalam Pasal 13A UU Yayasan dimaksud tidak dapat dengan sendirinya diterapkan 29 Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 35 ayat (1) UU Yayasan. ketentuan peralihan bagi yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan sendiri. Ketentuan dalam Pasal 13A UU Yayasan dimaksud hanya cocok dan tepat untuk diterapkan bagi yayasan yang didirikan setelah berlakunya UU Yayasan, karena permohonan pengesahan akta pendirian yayasan yang didirikan setelah berlakunya UU Yayasan adalah seketika dan sekaligus wajib
untuk dilaksanakan oleh Notaris yang membuatnya. 176 “Masa tunggu” bagi sebuah yayasan yang didirikan setelah UU Yayasan berlaku agar dapat memperoleh status badan hukum adalah merupakan jangka waktu yang seharusnya tidak boleh diisi dengan perbuatan hukum oleh yayasan dimaksud, sehingga dengan demikian inisiatif perbuatan hukum apapun yang dilakukan atas nama yayasan pantas untuk dikenakan pertanggungjawaban hukumnya kepada organ pengurus selaku organ yayasan yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan kepengurusan yayasan. Persoalan mengenai inisiatif perbuatan hukum yang dilakukan dalam “masa tunggu” pengurusan permohonan pengesahan akta pendirian agar memperoleh status badan hukum ini bukanlah menjadi pertimbangan penting dalam hal keberadaan yayasan yang telah berdiri setelah berlakunya UU Yayasan, yang akan tetapi tidak diakui sebagai sebuah badan hokum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan. Kewajiban yang ditetapkan terhadap yayasan ini untuk menyesuaikan anggaran dasarnya dengan undang-undang, dan untuk mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah mengenai persoalan ‘pilihan hukum’, apakah pendiri yayasan tersebut bersedia untuk memenuhi ketentuan undang-undang tersebut ataupun tidak, dimana apabila pilihan pendiri yayasan dimaksud adalah untuk tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan
176 Dalam Pasal 11 UU Yayasan setelah diubah melalui UU No. 28 Tahun 2004, disebutkan bahwa Notaris yang membuat akta pendirian suatu yayasan berkewajiban secara hukum untuk menyampaikan permohonan pengesahan akta pendirian yayasan yang dibuatnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak akta pendirian yayasan ditandatangani. Menurut Gatot Supramono, peraturan ini merupakan cara negara untuk “memaksa” pendiri yayasan agar yayasan yang didirikannya berstatus adan hukum,
tersebut, yang akan tetapi terhadap pilihan ini tidak diikuti dengan berhentinya kegiatan yayasan untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak lain dengan menggunakan kata “yayasan” di depan namanya, maka dengan sendirinya terhadap pendiri dan organ dari yayasan ini, dalam istilah penulis- “tidak memiliki itikad baik”.
Persoalan mengenai “itikad baik” ini menjadi penting dalam suatu perbuatan hukum, mengingat keberadaannya sangat esensial untuk menjamin terselenggaranya suatu hubungan yang langgeng diantara kedua belah pihak dalam suatu perbuatan hukum, termasuk juga dalam hal apabila dari perbuatan hukum yayasan -yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan- dengan pihak lain ini menimbulkan kerugian kepada pihak dengan siapa yayasan mengikatkan diri dalam suatu perbuatan hukum, sehingga menyebabkan timbulnya suatu tuntutan pertanggungjawaban hukum atasnya. Mengingat bahwa UU Yayasan tidak ada menetapkan kepada yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan menjadi sebuah yayasan yang bubar demi hukum, mengingat teori Hans Kelsen perihal bahwa dalam hukum itu terkandung tanggungjawab bagi yang berpotensi menjadi objek sanksi, maka oleh karenanya seluruh organ dalam yayasan sudah sepantasnya secara hukum dipandang sebagai pihak yang potensial untuk bertanggungjawab secara tanggung renteng terhadap segala kerugian yang timbul dan diderita oleh pihak kepada siapa yayasan mengikatkan diri dalam sebuah perbuatan
dengan jalan pinjam “tangan” notaris, dimana notaris merupakan pintu pertama yang dilewati dalam permohonan pengesahan yayasan, op.cit., hal. 39.
hukum, hingga kemudian terhadap yayasan ini melalui pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian dari yayasan tersebut sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 36 ayat (1) PP No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan PP No. 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan.177
177
Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta, 2010, hal. 128-132
BAB IV
KENDALA YANG DIHADAPI YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN DALAM PROSES PENYESUAIAN ANGGARAN
DASAR BERDASARKAN PP NO 2 TAHUN 2013
A. Yayasan Kurang Paham Esensi Dari Perubahan Anggaran Dasar Berdasarkan PP No. 2 Tahun 2013
Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan, masih ada yang kurang memahami esensi dari perubahan anggaran dasar, dengan berasumsi bahwa tanpa melakukan perubahan anggaran dasar, sekolah yang merupakan badan usaha yayayasan tersebut, masih bisa berjalan normal.
Dengan melakukan perubahan anggaran sesuai PP Nomor 2 Tahun 2013, maka yayasan mempunyai status badan hukum, dengan cara didaftarkan oleh Notaris ke departemen hukum dan Ham, sehingga yayasan tadi berhak untuk menyandang kata “yayasan” di depan badan usahanya. Dengan mempunyai status sebagai badan hukum, Yayasan dapat mengambil alih suatu hak dan subjek hukumyang lain dan dapat mengalihkan haknya kepada subjek hukum yang lainnya pula.Dengan demikan di dalam hukum suatu badan hukum mempunyai kepentingansendiri sebagaimana halnya pada diri manusia. Kepentingan yang dilindungi olehhukum dan dilengkapi dengan suatu aksi jika kepentingan itu terganggu. Untukmempertahankan haknya itu badan hukum akan tampil sendiri di siding Pengadilan atau di hadapan siapapun juga, yaitu melalui organ-organ yang mewakili badan hukum itu.
Pengesahan oleh Pemerintah merupakan pembenaran bahwa anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan tidak dilarang undang-undang serta tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Disamping itu, pengesahan juga menentukan bahwa sejak tanggal pengesahan diberikan, sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya
Esensi Yayasan sebagai badan hukum, berdasarkan pengaturannya dalam Undang-Undang Yayasan, yaitu :
1. Yayasan pada esensinya adalah kekayaan yang dipisahkan oleh Undang-Undang kemudian diberikan status badan hukum (Pasal 11 ayat (1) ;
2. Kekayaan adalah untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
B. Kurang Dana Dan Waktu Yang Panjang
Dalam dunia hukum soal info dan tahu akan produk hukum (peraturan perundang-undangan) merupakan hal utama baik dalam kegunaan kajian akademis maupun dalam kegunaan praktek. Sebagai sebuah negara hukum, maka hukum menjadi titik tolak dari semua aktivitas negara dan masyarakat atau acuan bagi yang memerintah dan yang diperintah. Oleh sebab itu maka setiap orang harus tahu hukum (undang-undang), bahkan dalam disetiap kali undang-undang diterbitkan dicantumkan bahwa setiap orang dianggap mengetahuinya. Jadi ketika seseorang melanggar hukum, maka ia tidak dapat mendalilkan bahwa dirinya tidak tahu kalau
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu perbuatan yang dimintai pertanggungjawaban hukum kepadanya.
Secara substansi, proses dan permohonan pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data Perseroan sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham No. 2/2016 adalah sama. Permohonan-permohonan tersebut diajukan melalui sistem administrasi badan hukum (“SABH”). SABH adalah pelayanan jasa teknologi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Sedangkan, yang dimaksud sebagai pemohon adalah Notaris yang telah mengeluarkan akta pengesahan perubahan anggaran dasar yayasan.
Permohonan pengesahan badan hukum wajib diajukan secara elektronik kepada Menkumham paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penandatanganan akta Perubahah anggaran dasar yayasan. Dan apabila telah melewati waktu yang ditentukan, maka permohonan persetujuan anggaran dsara tersebut tidak dapat diajuakan. Pemohon berkewajiban untuk membayar biaya permohonan pengesahan badan hukum melalui bank persepsi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan, dokumen pendukung terkait dengan permohonan pendirian Perseroan akan disimpan oleh notaris.178 Perubahan anggara dasar tersebut hanya bersifat pemberitahuan kepada kementerian hokum dan ham.
178
Pasal 18 Permenkumham Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data Yayasan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya diperoleh jawaban, kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Terbitnya PP 2 Tahun 2013 memberikan solusi pada yayasan yang telah telah kehilangan status badan hukumnya agar melakukan perubahan anggaran dasar guna memperoleh status badan Hukum kembali. Teknis pelaksanaan perubahan anggaran dasar yayasan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016. Akibat dari tidak melakukan penyesuaian badan hukum ini, maka yayasan tidak diperbolehkan meletakkan kata “yayasan” pada awal kata badan usahanya, dan yayasan harus melikuidasi harta kekayaannya.
2. Tanggung jawab untuk melakukan perubahan anggaran dasar dilakukan oleh pengurus, tetapi secara lebih detail diatur dalam akta anggaran dasar yayasan tersebut. Karena yayasan tersebut belum melakukan perubahan anggaran dasar sesuai PP Nomor 2 Tahun 2013, maka tanggung jawab dilakukan dengan itikad baik serta dikembalikan kepada Organ Yayasan tersebut secara tanggung renteng.
3. Kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkanPP No 2 Tahun 2 adalah,Yayasan
Kurang Paham Esensi Dari Perubahan Anggaran Dasar Berdasarkan PP No. 2 Tahun 2013, kurang dana dan waktu yang panjang
B. Saran
1. Perlu dilakukan upaya pemahaman kepada para pengelola yayasan akan esensi dari perubahan anggaran dasar, serta upaya sosialisasi, serta ketegasan dari pihak dinas pendidikan, karena izin operasional yayasan dikeluarkan melalui dinas ini. Pengurus Yayasan yang tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 2 Tahun 2013, maka Pengurus Yayasan tersebut secara tanggung renteng bertanggung jawab memanggil likuidator untuk melikuidasi Yayasan beserta harta kekayaannya serta membubarkan Yayasan tersebut kemudian menyerahkan harta kekayaan hasil likuidasi kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau kepada Negara yang penggunaannya disesuaikan dengan kegiatan Yayasan yang bubar, atau bilamana Pengurus Yayasan dimaksud keberatan atas hal tersebut di atas Pengurus Yayasan yang dikategorikan illegal menurut UU Yayasan dan PP No. 2 Tahun 2013 dapat mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Yayasan dan PP No.2 Tahun 2013.
2. Kepada Notaris dapat berperan dalam mensosialisasikan keberadaan ketentuan PP No. 2 Tahun 2013, bagi Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan terkait dengan perubahan akta pendirian/anggaran dasar. Peran aktif Notaris sangat memegang fungsi strategis, karena Notaris yang mengeluarkan akta
perubahan anggaran dasar, serta melakukan proses pengesahan ke departemen hukum dan ham untuk memperoleh status badan hukum.
3. Kepada Yayasan-yayasan, agar tidak menganggap ketentuan ini dinilai para Pendiri dan Pengurus Yayasan sebagai salah satu faktor yang sangat menyulitkan mengingat pola budaya ber Yayasan di Indonesia di samping beramal juga sarana mata pencaharian, sehingga para Pendiri dan Pengurus Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.2 Tahun 2013 bersegera menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No.2 Tahun 2013, serta ditopang lagi oleh sikap Pemerintah yang masih memberi dan memperpanjang izin operasional/kegiatan Yayasan tidak berstatus badan hukum tersebut.