BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Repelan
Repelan adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repelan digunakan dengan cara menggosok pada tubuh atau menyemprotkan pada pakaian. Oleh karena itu, penolak nyamuk harus memenuhi beberapa syarat, yaitu antara lain : tidak mengganggu pemakainya, tidak lengket, tidak menimbulkan iritasi, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan mempunyai daya pengusir terhadap serangga yang bertahan cukup lama (Soedarto, 1992).
Repelan dikenal sebagai salah satu pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh (kullit) dari gigitan nyamuk. Sekarang ini, orang lebih mengenalnya sebagai lotion anti nyamuk. Sebenarnya produk repelan tidak hanya berbentuk lotion, ada juga yang berbentuk spray (semprot). Sehingga cara penggunaannya adalah dengan mengoleskan atau menyemprotkan bahan tersebut ke kulit (POM, 2009).
DEET merupakan bahan aktif yang paling banyak dan sering digunakan untuk repelan di Indonesia. DEET merupakan amida aromatic yang efektif untuk digunakan pada produk repelan, juga dikenal sebagai N,N-diethyl-meta-toluamide atau m-DET. Konsentrasi DEET pada sebuah produk mengindikasikan seberapa lama waktu efektifnya produk tersebut. Konsentrasi yang lebih tinggi tidak berarti produk tersebut akan bekerja lebih baik. Hal ini berarti menunjukkan produk tersebut efektif untuk periode waktu yang lebih lama (POM, 2009).
Penggunaan DEET dapat menimbulkan berbagai efek samping antara lain dapat mengiritasi mata dan juga dapat menimbulkan reaksi kulit. Selain itu, penggunaan DEET jangka panjang juga dapat menimbulkan kanker. Sebagai tindakan pencegahan, produsen produk menyarankan agar DEET tidak boleh digunakan di bawah pakaian atau pada kulit yang terluka. DEET
m-toluamide) merupakan salah satu contoh repelan yang tidak berbau, tetapi dapat menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka, atau jaringan membranous, selain itu DEET dapat merusak benda-benda yang terbuat dari plastik dan bahan sintetik lain (Soedarto, 1992).
B. Gel
Gel adalah suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut (Lachman, 1994). Gel secara luas digunakan pada berbagai produk obat-obatan, kosmetik dan makanan, juga pada beberapa proses industri. Dalam bidang pengobatan, gel dapat digunakan sebagai bahan dasar (pembawa) dalam pembuatan sediaan topikal. Keuntungan dari gel dibandingkan dengan bentuk sediaan topikal lainnya yaitu memungkinkan pemakaian yang merata dan melekat dengan baik, mudah digunakan, mudah meresap, dan mudah dibersihkan oleh air. Penyimpanan gel harus dalam wadah yang tertutup baik terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk (Herdiana, 2007).
Dalam sediaan farmasi, gel digunakan untuk sediaan oral sebagai gel murni, atau sebagai cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin, untuk obat topikal yang langsung dipakai pada kulit, membran mukosa atau mata, ataupun untuk sediaan dengan kerja yang lama yang disuntikkan secara intramuskular. Zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Dalam kosmetik, gel digunakan dalam berbagai ragam dan aneka produk seperti: shampo, sediaan pewangi, pasta gigi dan sediaan untuk perawatan kulit dan rambut (Herdiana, 2007).
Penampilan gel adalah transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi. Terbentuknya gel dengan struktur tiga dimensi disebabkan adanya cairan yang terperangkap, sehingga molekul pelarut tidak dapat bergerak. Sifat gel yang sangat khas (Agoes & Darijanto. 1993) yaitu :
(l) Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume.
(2) Sineresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam masa gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.
(3) Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi atau aliran viskoelastis. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
1. Karakteristik
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen farmasi lain. Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan daya pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan botol, memencet tube atau selama aplikasi topikal (Agoes & Darijanto. 1993).
2. Klasifikasi
Klasifikasi gel didasarkan pada pertimbangan karakteristik dari masing-masing kedua fase gel dikelompokkan pada gel organik dan anorganik berdasarkan sifat fase koloidal. Magma bentonit merupakan contoh dari gel anorganik, sedangkan gel organik sangat spesifik mengandung polimer sebagai pembentuk gel. Selanjutnya dibagi-bagi berdasarkan sifat-sifat kimia molekul organik yang terdispersi. Kebanyakan gom alam seperti gom arab, karagen dan gom xantan adalah polisakarida anionik sejumlah selulosa yang merupakan hasil sintesa, merupakan pembentuk gel yang efektif seperti hidroksipropil selulosa dan metilhidroksipropil selulosa. Sifat pelarut akan menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organo gel (dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan gelatin merupakan hidrogel, sedangkan organo gel adalah plastibase yang merupakan polietilen berbobot molekul rendah yang dilarutkan dalam minyak mineral dan
didinginkan secara cepat. Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal sebagai xero gel, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut, sehingga menghasilkan kerangka gel (Agoes & Darijanto. 1993).
B. Tanaman Kemangi
Kemangi (O. basillicum L.), berupa tanaman semak, semusim, dengan tinggi 30-150 cm. Sedangkan batangnya memiliki ciri berkayu, segi empat, memiliki alur dan cabang, berbulu, serta berwarna hijau. Daun memiliki ciri tunggal, ujung runcing, menyirip, lebar 3-6 mm. Tanaman berasal dari daerah Asia tropis (Kardinan, 2008).
Klasifikasi tanaman kemangi ( Ocimum basillicum L. ) yaitu sebagai berikut (Purwanto, 2009). Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klassis : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Familia : Lamiaceae Genus : Ocimum
Species : Ocimum basillicum L
Daun Ocimum basilicum berkhasiat sebagai karminatif, laksatif, emenegog, antipiretik, antiskorbut dan antiemetik. Bijinya berkhasiat sebagai obat kencing nanah (Hutapea, 1994). Kemangi (Ocimum basilicum) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang mempunyai banyak kegunaan diantaranya merangsang faktor kekebalan tubuh, mencegah kemandulan, menurunkan kolesterol, mencegah ejakulasi prematur dan dapat mengatasi masalah reproduksi (Setyadi, 2006).
Kandungan di dalam tanaman kemangi adalah saponin, flavonoida, tanin dan minyak atsiri. Minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman kemangi adalah methyl eugenol, linalool, geraniol, dan methyl cavichol. Dilihat dari kandungan minyak atsirinya yang berupa eugenol dan linalool,
maka kemangi juga mempunyai sifat repelan terhadap serangga (Kardinan, 2008)
C. Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah istilah yang digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara destilasi. Definisi ini dimaksudkan untuk membedakan minyak lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya (Guenther, 1987).
Minyak atsiri umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara destilasi uap. Untuk memperoleh minyak atsiri dapat juga diperoleh dengan menggunakan cara lain seperti dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipress atau dikempa dan secara enzimatik (Sastrohamidjojo, 2004).
Pada waktu penyimpanan, minyak atsiri harus dipisahkan dari benda-benda asing seperti logam, dijernihkan dan dihilangkan airnya terlebih dahulu, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak atsiri. Sifat minyak atsiri yang mudah menguap dan mudah teroksidasi oleh adanya panas, udara (oksigen), kelembaban, serta dikatalisis oleh cahaya dan beberapa kasus dikatalisis oleh logam. Oleh karena itu, minyak atsiri harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Penyimpanan yang baik adalah pada botol gelas berwarna gelap (Guenther, 1987).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri digolongkan menjadi dua yaitu :
a. Hidrokarbon yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen. b. Hidrokarbon yang teroksigenasi.
Disamping itu minyak atsiri mengandung damar dan malam dan jumlah kecil (Depkes RI. 1985).
D. Destilasi Minyak Atsiri
Metode destilasi yang digunakan adalah destilasi uap air karena metode tersebut sangat cocok utuk ekstraksi senyawa kandungan yang mudah menguap (minyak atsiri) dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan yang menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Pada destilasi uap bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi (Depkes RI. 2000).
Penyulingan dengan uap air dibuat dengan cara bahan diletakkan diatas rak atau saringan berlubang, ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, air dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh basah dan bertekanan rendah. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman hanya berhubungan dengan uap, tidak dengan air panas (Guenther, 1987).
Cara destilasi dengan air dan uap ini baik untuk simplisia basah atau kering yang rusak pada pendidihan. Untuk simplisia kering harus dimaserasi lebih dahulu, sedangkan untuk simplisia segar yang baru dipetik tidak perlu dimaserasi. Cara destilasi ini sudah banyak dilakukan sebagai industri rumah, karena peralatan mudah didapat dan hasil yang diperoleh cukup baik (Depkes RI. 1985).
1. Carboxymethilcellulose natrium (CMC Na)
CMC Na merupakan garam natrium dari asam selulosaglikol dan dengan demikian berkarakter ionik (Voigt. 1995). CMC Na digunakan secara luas untuk formulasi sediaan farmasi oral dan topikal, terutama karena tingkat viskositas yang dimilikinya. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, biasanya 3-6%, digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel dan pasta, glikol sering kali di masukkan untuk mencegah penguapan. Bobot molekul CMC Na adalah 90.000-700.000 (Wade & waller, 1994).
2. Gliserin
Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan terutama sebagai humektan dan emolient (Wade & waller, 1994).
3. Metil paraben (Nipagin)
Mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H8O3. Digunakan zat tambahan, zat pengawet (Anonim. 1979). Pengunaan metil paraben digunakan antara 0,02 – 0,3 % (Wade & waller, 1994).
F. Aedes aegypti
Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan vektor utama DB adalah Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti, badannya berwarna hitam berbintik-bintik putih, lebih kecil dibandingkan dengan nyamuk biasa. Nyamuk betina menggigit manusia dan nyamuk jantan hanya tertarik pada cairan mengandung gula seperti pada bunga. Aedes aegypti biasanya menggigit pada siang hari saja. Malam harinya lebih suka bersembunyi disela-sela pakaian yang tergantung atau gorden, terutama di ruang gelap atau lembab. Mereka mempunyai kebiasaan menggigit berulang kali. Nyamuk ini memang tidak suka air kotor seperti air got atau lumpur kotor. Bertelur serta pembiakannya di atas permukaan air pada dinding yang bersifat vertikal dan terlindung pengaruh matahari langsung (Srisasi Gandahusada,dkk, 2000).
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Afrika, khususnya Ethiopia. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti ke seluruh dunia terjadi pada abad ke-19, yang disebabkan oleh meningkatnya penggunaan kapal dagang dalam perdagangan antar benua. Nyamuk Aedes aegypti pada awalnya hanya hidup di daerah tepi pantai, tetapi kemudian menyebar ke daerah pedalaman (Sumarmo, 1988).
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada,dkk, 2000) Divisi : Arthropoda Classis : Insecta Ordo : Diptera Sub-Ordo : Nematocera Superfamili : Culicoidea Famili : Culicidae Sub-Famili : Culicinae Genus : Aedes
Species : Aedes Aegypti
Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan dengan spesies nyamuk lain. Badan, kaki dan sayapnya berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih. Jenis kelamin nyamuk Aedes aegypti dibedakan dengan memperhatikan jumlah probosis. Nyamuk betina mempunyai probosis tunggal, sedangkan nyamuk jantan mempunyai probosis ganda (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000).