• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pasar industri kecantikan Indonesia merupakan pasar ketiga terbesar di Asia. Peluang besar menanti para pelaku industri kecantikan untuk berjaya di dunia internasional. Populasi penduduk Indonesia yang merupakan terbesar keempat di dunia, dianggap sebagai peluang besar di dunia kecantikan (Syadri, 2017).

Sebagai negara beriklim tropis, serta kaya akan warisan kecantikan, keberagaman suku bangsa dan budaya, menjadi keunikan tersendiri bagi pengembangan industri kosmetik dan perawatan kecantikan yang potensial. Industri kosmetik merupakan salah satu industri yang stategis dan potensial mengingat bahwa saat ini terdapat 760 perusahaan kosmetik skala besar, menengah dan kecil yang tersebar di wilayah Indonesia, serta mampu menyerap 75.000 tenaga kerja secara langsung dan 600.000 tenaga kerja secara tidak langsung (Martha, 2016).

Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih menyatakan bahwa industri kosmetik menjadi salah satu industri andalan yang berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang (Sidik, 2017).

Menurut Euromonitor International, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia memiliki kontribusi 51% bagi industri kecantikan global. Bahkan menurut Kementerian Perindustrian, Indonesia diestimasikan akan menjadi pasar pertumbuhan utama di industri kecantikan pada 2019 mendatang (Safiera, 2016). Menurut Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan potensi industri kosmetik

(2)

2

di Indonesia sangat menjanjikan. Nilai industri ini ditaksir bisa mencapai Rp 100 triliun (Rusadi, 2016).

Berdasarkan data Beauty Market Survey (BMS) yang didapat dari sumber Nielsen dan Euro Monitor, nilai industri kosmetik nasional secara keseluruhan pada 2016 mencapai Rp. 36 triliun. Dengan jumlah tersebut, Indonesia merupakan potensial market bagi para pengusaha industri kecantikan baik dari luar maupun dalam negeri (Hakim, 2017).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035, industri kosmetik menjadi salah satu Industri andalan, yaitu industri prioritas yang berperan besar sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian. Selain menekankan pada penguasaan riset dan teknologi untuk mendukung inovasi produk kosmetika, diharapkan pula terciptanya kemandirian bahan baku kosmetika, terutama berbasis alam Indonesia (Martha, 2016).

1.2 Latar Belakang Penelitian

Di zaman modern ini penampilan yang menarik adalah salah satu hal yang diutamakan oleh setiap orang, terutama bagi para wanita yang identik dengan keindahan dan kecantikan. Kondisi ini dimanfaatkan betul oleh produsen kosmetik. Jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik (Kemenperin, 2013).

Dalam 10 tahun terakhir industri kecantikan dan perawatan pribadi di Indonesia bertumbuh rata-rata 12% dengan nilai pasar mencapai sebesar 33 triliun Rupiah di tahun 2016. Bahkan di tahun 2020, industri kecantikan di Indonesia diprediksi akan mengalami pertumbuhan paling besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (Pramita, 2017). Berikut adalah data perkembangan pasar industri kosmetik di Indonesia:

(3)

3

Tabel 1.1

Perkembangan Pasar Industri Kosmetik di Indonesia

Tahun Market (Rp.Milyar) Kenaikan (%)

2010 8,900 - 2011 8,500 -4.49 2012 9,760 14.82 2013 11,200 14.75 2014 12,847 14.95 2015 13,943 8.30

Kenaikan Rata-rata (%/tahun) 9,67

Sumber: cci-indonesia, 2016

Tabel 1.1 merupakan hasil pengamatan oleh bizteka, pada tahun 2015 pasar kosmetik nasional diperkirakan tumbuh 8,3% dengan nilai mencapai Rp. 13,9 triliun, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2014) yang sebesar Rp. 12,8 triliun. Sepanjang periode 2010-2015 pasar industri kosmetik nasional meningkat rata-rata mencapai 9,67% per tahunnya (cci-indonesia, 2016).

2016 2017

Gambar 1.1

Produk yang Beredar di Indonesia Tahun 2016-2017 Sumber: BPOM, 2017

(4)

4

Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai produk yang beredar di Indonesia tahun 2016 jumlah kosmetik yang beredar adalah sebesar 54,84% dengan total produk yang beredar sebanyak 43.531 dan terjadi peningkatan pada tahun 2017 yaitu jumlah kosmetik yang beredar adalah sebesar 56,39% dengan total produk yang beredar sebanyak 53.016 jenis seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Sejak penerapan Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik melalui sistem notifikasi online pada tahun 2011, terjadi peningkatan jumlah notifikasi, baik produk dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu terjadi peningkatan jenis kosmetik, terutama kategori dekoratif dan perawatan, selalu ada produk baru yang dinotifikasi di Badan POM RI. Hal ini menunjukkan besarnya potensi dan peluang pasar bagi industri kosmetik. Sebagai regulator, Badan POM RI terus berupaya mendukung pertumbuhan industri kosmetik terutama agar produk kosmetik Indonesia dapat memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu (BPOM, 2017).

Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, pada tahun 2016 penjualan kosmetik dalam negeri sebesar Rp 36 triliun, meningkat lebih dari dua kali lipatnya dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 14 triliun (Muslimawati, 2017).

Diperkirakan besar pasar (market size) pasar kosmetik sebesar Rp. 46,4 triliun di tahun 2017 ini. Dengan jumlah tersebut, Indonesia merupakan potential market bagi para pengusaha industri kecantikan baik dari luar maupun dalam negeri (Lina dalam Sigma Research, 2017).

General Manager PT UBM Indonesia, Ivan menjelaskan dengan keunikan, kekayaan bahan alami kecantikan, serta populasi penduduk mencapai 260 juta, Indonesia adalah sebuah pasar lokal yang luas dan dinamis, dimana seluruh merek global berada yang menciptakan persaingan yang kuat dan peluang yang besar (Martha, 2016).

(5)

5

Dengan jumlah penduduk yang besar, pasar kosmetik tersebut juga dinikmati kosmetik impor. Tidak main-main. Pertumbuhan kosmetik lokal Indonesia kalah besar jika dibandingkan dengan kosmetik impor dan kosmetik brand multinasional. Tahun lalu penjualan kosmetik impor mencapai Rp 2,44 triliun atau naik 30 persen daripada 2011 sebesar Rp 1,87 triliun. Tahun ini nilainya diproyeksi naik 30 persen menjadi Rp 3,17 triliun. Angka tersebut dua kali lipat dari penjualan kosmetik Indonesia (Kemenperin, 2013).

Daya tarik pasar dan industri kosmetik di Indonesia memang tidak lepas dari besarnya jumlah penduduk Indonesia. Tak heran, dengan melihat besarnya pasar itu, kosmetik impor berbondong-bondong masuk ke Indonesia. Salah satu brand global yang sangat serius menggarap pasar di Indonesia adalah Loreal. Merek tersebut kali pertama masuk di Indonesia pada 1979. Presiden Direktur PT Loreal Indonesia, Vismay Sharma menjelaskan, bisnis Loreal di Indonesia terus meningkat dengan rata-rata penjualan naik 30 persen per tahun. Brand asing lain yang turut mencicipi pasar Indonesia adalah Body Shop. Meski belum memiliki basis produksi di Indonesia, perusahaan kosmetik asal Amerika itu mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Head of Corporate Communications Rika Anggraini mengatakan, Body Shop mulai masuk di pasar Indonesia sejak 1992. Dengan pasar Indonesia yang sangat besar, Body Shop mampu mencapai penjualan yang sangat cepat (Kemenperin, 2013).

Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik (PPAK) Putri K. Wardani mengungkapkan, datangnya pemain asing dalam perdagangan bebas memang tidak bisa dibendung. Jika tahun lalu Indonesia di hadang produk brand global, saat ini mulai datang brand-brand asal Korea (Kemenperin, 2013).

Catatan lembaga riset pasar Mitel menyebutkan pertumbuhan kosmetik dan perawatan kulit Korea mencapai 5,8 persen dari tahun ke tahun sejak 2013. Ia mengalahkan Amerika Serikat yang hanya 3,9 persen. Korea Selatan menaruh minat besar terhadap Indonesia sebagai pangsa pasar di Asia. Selain negara berpenduduk terbesar di Asia Tenggara, Indonesia adalah salah satu fanbase

(6)

6

Korean Wave terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik mencatat impor kosmetik dan skin care Korea mencapai 5,9 juta dolar AS pada 2016.(Diantina, 2017). Ismail et al, (2012) menekankan pada pasar yang kompetitif dan agresif ini, perusahaan menyadari pentingnya menjaga pelanggan yang ada dan beberapa perusahaan telah memulai berbagai aktivitas untuk membangun hubungan jangka panjang atau dengan kata lain meningkatkan loyalitas pelanggan.

McMullan dan Gilmore (2010) memastikan bahwa perusahaan dengan tingkat konsumen loyal yang tinggi memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan lain dan loyalitas ini akan terkait dengan keberhasilan dan profitabilitas perusahaan karena konsumen yang loyal akan membeli lebih sering, menghabiskan lebih banyak uang untuk mencoba produk baru dan merekomendasikan produk ke orang lain.

Pentingnya loyalitas merek dapat menyebabkan volume penjualan lebih konsisten karena membeli berulang kali merek yang sama, konsumen menjadi kurang sensitif terhadap harga, kurang mengejar diskon, konsumen yang loyal selalu siap untuk mencari merek itu dan kurang sensitif terhadap pesaing (Mansor et al, 2010). Generasi konsumen yang loyal telah menjadi tujuan utama pemasar selama beberapa dekade dan tingkat loyalitas merek juga telah digunakan sebagai ukuran keberhasilan strategi pemasaran (Nagar, 2009).

Menurut Yin dan Shaheen (2016) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas merek adalah citra merek (brand image), persepsi kualitas (perceived quality), harga (price), promosi (promotion), dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction).

Berdasarkan survei yang dilakukan Euro Monitor dan Mirae Asset Sekuritas, konsumen Indonesia cenderung memilih produk kecantikan berdasarkan merek dan image di masyarakat luas. Wanita paruh baya di Indonesia (berusia sekitar 40-55 tahun) lebih memilih produk kosmetik berlabel "Made in USA." Data terakhir menunjukkan, produk-produk kecantikan asal Negeri Paman Sam tersebut menyumbang 3% dari total produk kecantikan impor di Indonesia. Sementara

(7)

7

untuk wanita muda, cenderung menggunakan produk kosmetik dari berbagai merek (Muslimawati, 2017).

Berikut sepuluh produk kosmetik wanita paling populer di Indonesia selama tahun 2016:

Tabel 1.2

Merek Kosmetik Paling Populer di Indonesia No Merek Persentase 1 Wardah 37,8% 2 Pixy 10,1% 3 Sariayu 8,7% 4 Viva 6,6% 5 Ponds 6,6% 6 Latulipe 3,9% 7 Oriflame 3,6% 8 Maybelline 3,3% 9 Revlon 2,9% 10 Mustika Ratu 1,9% Sumber: Muslimawati, 2017

Pada tahun 2015, pemerintah mengeluarkan peraturan halal untuk setiap produk kosmetik yang masuk ke Indonesia. Hal ini guna menekan tingginya laju impor kosmetik. Maka selama tahun 2016, kosmetik Wardah dinobatkan sebagai merek kosmetik paling populer untuk wanita. Wardah memposisikan diri sebagai merek kosmetik yang ramah terhadap wanita dan bersertifikasi halal (Muslimawati, 2017).

Direktur Distribusi Indonesia Timur PT Vitapharm atau pemegang merk Viva, Yusuf Wiharto mengatakan kunci mempertahankan pasar dan industri adalah konsistensinya menjaga kualitas produk, dan hal itu ditunjukkan melalui

(8)

8

operasional pabrik yang bersih, higienis, serta rapi. Viva menguasai 50 persen pasar kosmetik di Tanah Air dengan konsentrasi di Pulau Jawa, dan untuk pasar ekspor masih sedikit porsinya karena Viva merupakan produk kosmetik yang dikhususkan bagi negara tropis. Viva memiliki sekitar 500 varian produk kosmetik, dan setiap tahunnya mengeluarkan produk baru sebanyak 5 hingga 10 produk (Febriyani, 2017).

Di Indonesia, Mustika Ratu dan Martha Tilaar memang merupakan duo lawas di Industri kecantikan tanah air, namun demikian mereka kini mulai menemui persaingan ketat dengan brand-brand lokal pendatang baru. Mereka tak hanya dituntut untuk mampu bertahan atas produk asing baik di pasar nasional ataupun internasional melainkan juga harus mampu bertahan sebagai pemain lawas. Salah satu dari brand tersebut yaitu Wardah yang nampaknya harus diwaspadai oleh mereka. Wardah yang mengambil pasar muslim memiliki potensi diterima cukup besar di dunia, terutama di negara-negara berpenduduk muslim. Keberhasilan Wardah menggaet pasar muslim dengan produk halalnya telah terbukti di dalam negeri dan bukan tidak mungkin akan diaplikasikan ke pasar luar negeri. Wardah dengan brand halal berhasil menjadi produk yang cukup populer di Indonesia. Ini dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang berhasil di raihnya. Jika dipresentasikan bahkan Wardah dapat dikatakan mendapat tingkat popularitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan brand-brand yang lahir dari perusahaan ternama lainnya di Indonesia, seperti yang diungkapkan pada Gambar 1.1 Wardah mampu bersaing dengan brand Martha Tilaar dan Mustika Ratu dari segi popularitas (Fela, 2016).

(9)

9 Gambar 1.2

Tingkat Popularitas Merek Kosmetik di Indonesia Sumber: Fela, 2016

Hasil penelitian Fela (2016) menunjukkan bahwa merek Wardah memiliki hasil persentase yang paling tinggi yaitu 50%, kemudian diikuti oleh merek Mustika Ratu sebesar 20%, Martha Tilaar 17%, dan merek kosmetik produk lokal lainnya sebesar 13%.

Di tengah dominasi produk luar negeri di pasar lokal, brand Wardah menjadi satu-satunya produk yang memiliki dominasi kuat diantara brand-brand lokal lainnya. Bahkan menggeser Martha Tilaar dan Mustika Ratu. Angka penjualan Wardah pada tahun 2014 yang mencapai 200 miliar perbulan tersebut berhasil melampaui kedua brand lawas Indonesia, yaitu 600 dan 400 miliar rupiah selama satu tahun. Keberhasilan Wardah bukanlah tanpa strategi, Wardah sukses dengan brand image halal yang dia bangun sejak 15 tahun lalu (Fela, 2016).

Berdasarkan laporan keuangan Mustika Ratu tahun 2015 terungkap bahwa penjualan mereka turun dari Rp. 435 miliar menjadi Rp. 428 miliar, penjualan Martha Tilaar Group mengalami peningkatan dari Rp. 636,7 miliar menjadi Rp. 647,2 miliar (Fiazmi, 2016).

(10)

10

Dalam hal promosi, Mustika Ratu mengeluarkan budget sebesar Rp. 90 Miliar, dan Martha Tilaar Rp 153 Miliar untuk branding agar bisa bersaing dengan produk asing. Menurut survei Credit Suisse yang melibatkan 1.500 konsumen di Indonesia, merek asing memang lebih dipilih konsumen dibandingkan merek lokal. Penyebabnya adalah tingginya konsumen yang rata-rata berkelas menengah. Sebuah riset yang dilakukan Nielsen pada 2013 menemukan fenomena menarik yaitu muncul sebuah tren rasa keinginan konsumen untuk mencoba satu atau lebih merek yang berbeda. Persentase konsumen yang loyal terhadap satu merek saja turun semula 49,2% menjadi 45,4%. Persentase konsumen yang membeli lebih dari dua merek naik dari 27,1% menjadi 30,2%. Persentase konsumen yang membeli lebih dari tiga merek pun meningkat dari 12,4% menjadi 15,9% (Fiazmi, 2016).

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Worldpanel Indonesia loyalitas konsumen Indonesia tergolong rendah. Peluang untuk beralih brand rata-rata cenderung lebih tinggi daripada persentase untuk loyal terhadap satu brand tertentu. Fenomena seperti ini banyak terjadi di kalangan konsumen di Indonesia. Dengan berbagai alasan dan dasar pemikiran, konsumen berganti-ganti produk. Gejala ini dikenal dengan brand switching, sebuah gejala yang wajar dari perilaku konsumen. 88 % konsumen di Indonesia suka bereksperimen dengan berbagai merek produk untuk kategori barang yang sama. Brand switching ditunjang oleh globalisasi jaringan informasi, sehingga katalog atau informasi suatu barang bisa didapatkan dengan mudah baik dari iklan media massa dan elektronik maupun internet (Destarania, 2015).

Pada dasarnya, produsen tidak bisa mencegah konsumen untuk menggunakan produk lain, tapi yang dapat dilakukan adalah membuat konsumen lebih terikat pada produknya dengan membangun brand loyalty dan customer loyalty. Brand loyalty adalah pandangan yang positif, image positif yang tertanam di benak customer terhadap suatu brand (Destarania, 2015).

(11)

11

Menyusun strategi dalam membangun brand loyalty pada konsumen tentu akan sangat membantu manufacturer dalam upaya mempertahankan konsumen mereka (Yunita dan Kurniawan, 2012).

Berdasarkan fenomena tersebut, ditemukan permasalahan bahwa munculnya sebuah tren rasa keinginan konsumen untuk mencoba satu atau lebih merek yang berbeda (brand switching). Menurut Putra (2013) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat brand switching, maka semakin tidak loyal konsumen dari merek tersebut sehingga merek tersebut memiliki resiko yang tinggi akan kehilangan konsumennya. Sehingga perlu dianalisis apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas merek konsumen tersebut. Hal tersebut yang menjadi latar belakang penulis dalam melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Merek Konsumen pada Produk Kosmetik”

1.3 Perumusan Masalah

Persaingan kosmetik di Indonesia semakin tinggi, dalam menghadapi persaingan tersebut perusahaan dituntut untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam menghadapi pesaing. Setiap perusahaan bersaing dengan menunjukkan keunggulan dan keunikan masing-masing. Hal itu dapat membuat konsumen bingung dan mudah berpindah dari satu merek ke merek yang lain, itu menunjukan kurangnya loyalitas konsumen terhadap suatu merek.

Perusahaan menyadari pentingnya menjaga pelanggan yang ada dan meningkatkan loyalitas pelanggan agar dapat tetap bertahan dan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Namun loyalitas tentunya tidak hadir begitu saja, perusahaan harus memiliki strategi dan harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas merek konsumennya tersebut.

(12)

12 1.4 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana tanggapan responden terhadap citra merek, persepsi kualitas, harga, promosi, kepuasan konsumen dan loyalitas merek kosmetik di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh citra merek terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh persepsi kualitas terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh harga terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia?

5. Bagaimana pengaruh promosi terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia?

6. Bagaimana pengaruh kepuasan konsumen terhadap loyalitas merek produk kosmetik di Indonesia?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap citra merek, persepsi kualitas, harga, promosi, kepuasan konsumen dan loyalitas merek kosmetik di Indonesia.

2. Untuk menganalisis pengaruh citra merek terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia.

3. Untuk menganalisis pengaruh persepsi kualitas terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia.

4. Untuk menganalisis pengaruh harga terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia.

5. Untuk menganalisis pengaruh promosi terhadap kepuasan konsumen produk kosmetik di Indonesia.

6. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan konsumen terhadap loyalitas merek produk kosmetik di Indonesia.

(13)

13 1.6 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini memiliki kegunaan yang bermanfaat untuk berbagai pihak di antaranya:

1. Kegunaan Teoritis:

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ekonomi dan memberi masukan strategi pemasaran produk yang terkait dengan loyalitas merek. 2. Kegunaan Praktis:

a. Bagi penulis

Menambah pengetahuan baru dan merealisasikan teori yang di peroleh selama perkuliahan di Universitas Telkom ke dalam kasus yang terjadi di lapangan secara nyata dan dapat menjadi rekomendasi untuk di realisasikan di dunia kerja.

b. Bagi pembaca

Sebagai referensi untuk pembuatan karya ilmiah selanjutnya. Dan hasil pengamatan dapat di rekomendasikan di lapangan secara nyata untuk dikembangkan kembali.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dikhususkan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi loyalitas merek konsumen pada produk kosmetik di Indonesia. Dengan melihat tingginya perkembangan industri kosmetik di Indonesia dan banyaknya konsumen Indonesia yang tertarik untuk menggunakan produk kosmetik.

Penelitian ini menggunakan sampel dari para konsumen dan pelanggan produk kosmetik di Indonesia. Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas merek, maka para produsen dan pemasar dapat merancang strategi pemasaran yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam terciptanya sebuah loyalitas merek konsumen.

(14)

14 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penulisan ini disusun untuk memberikan suatu gambaran umum tentang penelitian yang akan dilakukan. Dengan sistematika sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori dan penelitian terdahulu yang akan digunakan sebagai acuan dasar teori dan analisis bagi penelitian ini.

3. BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menegaskan pendekatan, metode dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat menjawab atau menjelaskan masalah penelitian, meliputi uraian tentang: jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas dan teknik analisis data.

4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menampilkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan pengolahannya dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu akan dijelaskan mengenai analisa dari hasil pengolahan data berdasarkan data yang diperoleh.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian dan saran yang diberikan atas dasar hasil penelitian tentang objek penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

Pelayanan publik adalah urusan baru pada Pemerintah Kota Ambon yang dibentuk berdasarkan Perda Kota Ambon No.10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam melakukan perilaku menggosok gigi adalah dengan memecah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam sebuah task analysis. Berikut ini merupakan task analysis

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang

(2) Menjelaskan penerapan model kooperatif tipe Contextual Teaching and Learning Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Muatan IPS dan Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar