• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan, kemakmuran, ketaatan dan kedisiplinan warga masyarakat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kebersihan, kemakmuran, ketaatan dan kedisiplinan warga masyarakat."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat seharusnya dapat menjadi teladan bagi masyarakat Kota Bandung dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya. Kota Bandung sebagai kota jasa yang bermartabat seharusnya dapat menyediakan jasa pelayanan yang didukung dengan terwujudnya kebersihan, kemakmuran, ketaatan dan kedisiplinan warga masyarakat.

Kota Bandung sebagai kota jasa harus memberikan kemakmuran bagi masyarakat Kota Bandung. Kota Bandung harus memiliki warga yang bersahabat dan santun serta taat terhadap agama, hukum dan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, dapat menjadikan kota yang bersahabat dalam pemahaman kota yang ramah lingkungan.

Dalam mewujudkan kebersihan lingkungan, masyarakat sebagai pelaku utama dalam membentuk budaya masyarakat dalam bersikap dan berprilaku terhadap penanganan sampah perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Sikap dan prilaku yang kemudian membentuk sebuah kesadaran terhadap kebersihan lingkungan merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan lingkungan yang bersih. Banyak cara untuk menumbuhkan budaya bersih kepada masyarakat baik melalui pendidikan dan penyuluhan, maupun yang bersifat menyeluruh berupa sebuah gerakan (kerja bakti massal). Masyarakat bergerak untuk berpartisipasi apabila partisipasi itu sudah dilakukan melalui organisasi yang sudah ada di

(2)

tengah-tengah masyarakat dan itu semua bisa memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian setiap kegiatan/program yang dilaksanakan pihak yang terkait, tampak bahwa peran aktif masyarakat itu sangat penting untuk dapat mewujudkan tujuan bersama dalam rangka penanganan sampah di Kota Bandung.

Setelah terjadi longsornya TPA Leuwi Gajah pada hari Senin tanggal 21 Februari 2005 dini hari, Ternyata musibah yang terjadi telah merenggut korban jiwa lebih dari 100 orang meninggal dunia. TPA Leuwigajah yang terletak di perbatasan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung menyisakan persoalan sampah di Kota Bandung dan Kota Cimahi. Sampai sekarang memang masih meninggalkan banyak permasalahan karena penataan dan penanganannya belum maksimal, sehingga menimbulkan banyak penumpukan sampah di beberapa ruas jalan Kota/Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi. Dampak pencemaran udara ataupun air dari gunungan sampah sangat membahayakan karena menyebabkan timbulnya permasalahan lain bagi masyarakat Kota/Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi. Menurut informasi dari PD Kebersihan Kota Bandung, sampah kota yang diproduksi setiap harinya, baik dari sumber rumah tangga (60%), pasar (20%), rumah makan, restoran dan area lainnya (10%) menimbulkan polusi udara atau pencemaran air yang dapat mengganggu kehidupan warga kota itu sendiri.

Hampir semua sampah dari ketiga daerah tersebut dibuang ke TPA Leuwi Gajah. TPA Leuwi Gajah ini menerima sampah terbesar dari Kota Bandung yakni sebesar 2700 m3 tiap harinya. Sedangkan Kabupaten Bandung mengirimkan sampah sebesar 700 m3 dan Kota Cimahi sebesar 400 m3 tiap harinya, sehingga

(3)

begitu TPA Leuwi Gajah ditutup, Kota Bandung kesulitan membuang sampah. Pemerintah Kota Bandung dihadapkan pada masalah relokasi penampungan sampah atau tempat pembuangan akhir.

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas individu. Setiap aktivitas individu itu sendiri pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang (material) yang digunakan sehari-hari. Jenis sampah pun sangat tergantung dari jenis material yang dikonsumsi. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa timbunan sampah rata-rata perhari di Kota Bandung mencapai 7500,58 m3 sedangkan pertahunnya mencapai 2.737.711,70 m3 dan itu semua perlu perhatian khusus karena dalam pengumpulan sampah Pemerintah Kota Bandung dihadapkan pada masalah sarana dan prasarana seperti bak sampah, tong sampah dan gerobak dorong untuk melakukan pengangkutan dari rumah-rumah ke TPS.

Pada dasarnya lokasi yang memiliki potensi permasalahan sampah perkotaan khususnya di Kota Bandung dan Kota Cimahi hampir terjadi merata. Akan tetapi, di beberapa titik sumber sampah di lingkungan RW diantaranya memiliki potensi permasalahan sampah lebih besar, diantaranya lokasi yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertentu atau terdapat wilayah yang memiliki komplek-komplek perumahan, pasar dan rumah makan serta restoran.

Penanganan masalah sampah di Kota Bandung, akan menghadapi kendala apabila tidak adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya penyadaran mulai dari rumah tangga, lingkungan RT dan masyarakat di lingkungan RW, yaitu melalui

(4)

kampanye-kampanye secara aktif, penyebaran informasi tentang jenis-jenis, manfaat dan dampak sampah bagi kesehatan diri dan lingkungan. Upaya pendidikan dan pelatihan pun perlu dilakukan, yaitu untuk mencetak kader-kader relawan/tenaga pendamping yang memiliki pengetahuan dan keahlian secara teknis tentang tata cara penanganan sampah organik dengan pemanfaatan teknologi pada lingkungan setingkat RW. Dengan demikian, keberhasilan penanganan sampah harus dimulai dari pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan.

Penanganan sampah di Kota Bandung memerlukan sistem manajemen yang baik dan mampu mengembangkan serta menerapkan paradigma manajemen sampah yang baru dan memiliki potensi yang akan menjadikan basis manajemen modern di kemudian hari. Dengan demikian, perencanaan dan pengambilan keputusan dalam penanganan sampah tidak saja Pemerintah Kota Bandung atau instansi lainnya seperti PD Kebersihan yang menangani masalah sampah akan tetapi, harus melibatkan pihak- pihak swasta yang terkait.

Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di setiap kota, terutama kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya khususnya Kota Bandung. Permasalahan yang muncul pada umumnya adalah sistem distribusi atau sistem TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Sistem distribusi menyangkut masalah sarana transportasi pengangkut dan kendaraan yang mengangkut atau bongkar muat sampah dari rumah ke rumah, dari rumah ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dan dari TPS ke TPA, karena kenyataan di lapangan tidak seperti yang diharapkan yaitu hanya 1-2 rit/ hari dikarenakan banyak kondisi truk dari PD kebersihan yang

(5)

sudah tidak layak jalan disamping itu jumlahnya yang sangat minim, jumlah sarana alat transportasi yang dimiliki 103 truk dan yang melakukan operasi pengangkutan hanya 77 truk. Sedangkan sistem di TPA menyangkut pengelolaan sampah yang berkaitan dengan kecepatan daya tampung Tempat Pembuangan Akhir terhadap pertambahan jumlah sampah setiap harinya.

Setelah longsornya TPA Leuwigajah Pemerintah Kota Bandung saat ini kesulitan sekali untuk mencari lahan TPA baru karena untuk mencari lahan TPA diperlukan lahan yang sangat luas, jika kita melihat kondisi Kota Bandung yang sekarang ini sangat padat jumlah penduduknya maka jumlah sampahpun bertambah, hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA.

Dalam sejarah pengelolaan sampah di dunia, penanganan sampah yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan terbukti berjalan melalui pendekatan service-profit-oriented dan terintegrasi. Profesionalisme yang menjadi syarat berjalannya pendekatan melalui swastanisasi, dimana pemerintah baik pusat maupun daerah hanya berfungsi sebagai regulator, sedangkan pengelolaannya diserahkan ke swasta melalui mekanisme tender yang transparan untuk dijadikan pendapatan asli daerah.

Perkembangan dan arah kebijakan dalam penanganan masalah sampah masih menjadi keprihatinan masyarakat khususnya di kota Bandung. Pola penyelesaian masalah sampah di kota Bandung masih bersifat sementara dan setiap tahun memerlukan biaya yang sangat besar dengan target penyelesaiannya yang masih bersifat teoritis tanpa arah keberlanjutan yang jelas dan kurang menyentuh pada pola hidup masyarakat.

(6)

Penanganan yang serius dan menyeluruh dalam rangka mengatasi persoalan sampah ini menjadi prioritas utama bagi pemerintah daerah setempat. Komitmen dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan dan tentunya penanganan sampah yang melibatkan berbagai pihak diharapkan akan mampu mengurangi beban lingkungan dalam menanggung sampah, sehingga persoalan sampah kedepan tidak lagi menjadi masalah pembangunan tetapi justru dapat menjadi sumber pendapatan daerah untuk membiayai pembangunan.

Untuk menunjang penanganan sampah yang relevan dengan sisi ekonomi dan ekologi maka diperlukan penanganan sampah secara terpadu (integrated

waste management). Penanganan sampah secara terpadu menyangkut keterlibatan

masyarakat umum, masyarakat khusus (pengusaha persampahan dan pemulung), swasta, dan pemerintah sebagai fasilitator. Masyarakat umum yang lebih diutamakan yaitu masyarakat setempat yang lebih mengetahui masalah sampah di wilayahnya.

Dengan demikian, dalam masalah sampah bukan hanya menjadi urusan Pemerintah Kota Bandung dan instansi lainnya, karena dalam penyelesaian penanganan sampah tersebut membutuhkan keterlibatan semua pihak terkait di Kota Bandung.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk megadakan penelitian dengan judul PELAKSANAAN FUNGSI PENANGANAN SAMPAH DI KOTA BANDUNG.

(7)

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk memperjelas fokus masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan fungsi pengumpulan sampah di Kota Bandung ?

2. Bagaimana pelaksanaan fungsi pengangkutan sampah di Kota Bandung ?

3. Bagaimana pelaksanaan fungsi pengolahan sampah di Kota Bandung ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi mengenai pelaksanaan fungsi penanganan sampah di Kota Bandung.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengumpulan sampah di Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengangkutan sampah di Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengolahan sampah di Kota Bandung.

(8)

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat teoritis maupun praktis, sebagai berikut :

1 Bagi kepentingan penulis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan yang lebih luas dan meningkatkan kemampuan dalam menganalisa suatu masalah..

2 Bagi kegunaan teoritis (guna ilmiah), hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu khususnya bagi Ilmu Pemerintahan terutama dalam pelaksanaan fungsi penanganan sampah sehingga hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan literatur bagi penelitian yang akan datang.

3 Bagi kepentingan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Bandung dalam rangka pelayanan kepada masyarakat berupa penanganan sampah di Kota Bandung.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kota-kota di negara berkembang pada umumnya mengalami berbagai permasalahan dalam perkembangannya. Konsentrasi kegiatan ekonomi dan berbagai fasilitas di kawasan perkotaan menyebabkan terjadinya arus perpindahan penduduk yang cukup besar dari daerah pedesaan ke beberapa kota besar.

Pemerintah Kota pada umumnya kurang mampu menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan oleh penduduk kota dengan cukup, karena pemerintah kota dihadapkan pada pertumbuhan penduduk, yang berarti

(9)

pertumbuhan permintaan yang begitu tinggi. Ketidakmampuan tersebut telah menyebabkan terjadinya berbagai masalah seperti timbulnya perkampungan kumuh, terjadinya penyerobotan lahan, macetnya lalu lintas, digunakannya jalur hijau jalan untuk pembangunan, serta timbulnya masalah pencemaran lingkungan dan sebagainya.

Peranan pemerintah dalam pembangunan kota sangat dominan. Pemerintah tidak hanya merencanakan, namun juga melaksanakan dan membiayai sebagian besar kegiatan-kegiatan pembangunan kota. Kondisi seperti itu terjadi karena :

1. Pembangunan di indonesia masih dititikberatkan pada penyediaan prasarana dan sarana dasar yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ;

2. Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah adalah juga untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat agar mereka mempunyai kemampuan dasar untuk dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada di sekitar untuk dapat mengembangkan kemampuannya lebih lanjut;

3. Kemampuan masyarakat/swasta (teknis maupun finansial) masih terbatas untuk dapat berperan secara aktif dalam pembangunan kota. (Pujosukanto, 1997 : 234)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan pemerintah dalam pembangunan kota sangat dominan, di sini pemerintah tidak hanya merencanakan namun juga melaksanakan dan membiayai kegiatan pembangunan kota.

Peran serta masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan kota. Peran serta masyarakat yang tinggi dapat menunjang terwujudnya tujuan pembangunan kota secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembangunan kota yang baik dapat mendorong terjadinya peningkatan

(10)

kemampuan masyarakat untuk lebih berperan serta dalam pembangunan kota. Peran serta masyarakat dalam pembangunan kota dapat berupa antara lain :

1. Kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban mereka, seperti membayar pajak dan membayar retribusi/tarif atas pelayanan yang mereka terima.

2. Kesediaan untuk mentaati peraturan yang digariskan oleh pemerintah kota, seperti mendapatkan IMB sebelum mendirikan bangunan, membuang sampah pada tempat yang disediakan, dan sebagainya.

3. Kesediaan mereka untuk membangun dan mengoperasikan sarana dan prasarana perkotaan (public utilities).

4. Kesediaan mereka untuk mencadangkan lahan (land

consolidation) dalam pembangunan sarana dan prasarana perkotaan.

5. Kesediaan mereka untuk mengelola dan memelihara prasarana dan sarana yang disediakan oleh pemerintah dengan baik.

(Pujosukanto, 1997 : 235)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran serta masyarakat dalam pembangunan kota, masyarakat merupakan faktor yang penting untuk menunjang demi terwujudnya pembangunan kota

Dalam rangka memacu motivasi masyarakat agar berperan serta dalam pembangunan, pemerintah hendaknya dapat menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan motivasi masyarakat agar secara sukarela berperan serta dalam pembangunan kota, melalui sikap dan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :

1. Menyediakan informasi tentang kegiatan-kegiatan pembangunan kota yang dapat dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah dan masyarakat.

2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan penduduk kota untuk dapat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan demi kepentingan bersama.

3. Menanamkan rasa percaya di kalangan masyarakat bahwa kontribusi mereka pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan usahanya.

4. Memberikan bimbingan serta bantuan yang diperlukan oleh masyarakat untuk dapat berperan serta.

(11)

5. Menyediakan perangkat peraturan yang diperlukan untuk menjamin terjadinya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan swasta.

6. Pemerintah kota perlu lebih terbuka mengenani kebijaksanaan yang ditempuh, kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota, dan alasan mengapa kegiatan tersebut dilakukan, terutama dalam mempersiapkan tata ruang kota.

7. Pemerintah kota dapat berkomunikasi dengan masyarakat guna memberikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk mengembangkan bentuk-bentuk peran serta masyarakat.

8. Pemerintah kota sebaiknya menetapkan bentuk-bentuk kerja sama serta peraturan lainnya yang diperlukan dalam rangka menjamin terjadinya kerja sama yang serasi, seimbang, dan selaras antara pemerintah dengan masyarakat dan sektor swasta.

9. Pemerintah kota perlu meningkatkan kemampuan teknis maupun manajerial para aparatnya, meningkatkan kejujuran dan kedisiplinan melalui waskat dalam rangka menumbuhkan rasa kepercayan masyarakat kepada pemerintah.

10. Dalam asas kemitraan, peranan pemerintah dan sektor swasta lebih bersifat sejajar, tetapi masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang perlu diatur dengan rambu-rambu.

(Pujosukanto, 1997 : 236-237)

Dari pengertian di atas, dalam rangka memacu motivasi masyarakat agar berperan serta dalam pembangunan, pemerintah hendaknya dapat menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan motivasi masyarakat agar secara sukarela berperan serta dalam pembangunan kota, melalui sikap dan kebijakan.

Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta merupakan alternatif yang dapat dikembangkan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi perkotaan.

Kemitraan tersebut pada hakikatnya dapat meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Mengelola suatu pelayanan yang disediakan oleh pemerintah, seperti kerja sama antara swasta dengan pemerintah kota dalam mengelola fasilitas pembuangan sampah, kerja sama dengan lembaga masyarakat RT/RW dalam mengelola sampah.

(12)

2. Membangun dan mengoperasikan prasarana umum, sebagai contoh kerja sama antara swasta dan pemerintah (BUMD) dalam pengolahan sampah dan fasilitas dalam pengolahan air limbah.

3. Memproses dan mengeluarkan izin tertentu, sebagai contoh kerja sama antara pemerintah dalam rangka pemrosesan perizinan yang diperlukan bagi kegiatan pembuangan sampah.

(Pujosukanto, 1997 : 237)

Keberhasilan dalam pembangunan semakin ditingkatkan guna tercapainya masyarakat yang adil dan makmur baik moril maupun spirituil. Seiring dengan itu, berbagai tuntutan pelayanan baik kualitas maupun kuantitas pelayanan terus mengalami perubahan. Kualitas merupakan sesuatu yang relatif kompleks dan senantiasa berkembang sehingga upaya untuk mengembangkannya, mengimplementasikan dan mengendalikan secara terpadu perlu dilakukan secara menyeluruh dan terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang puas dan tidak puas. Sedangkan pelayanan umum (public service). Menurut A. Djadja Saefulah adalah sebagai berikut :

Pelayanan umum (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. (Saefulah, 1999 : 5)

Jadi berdasarkan pendapat di atas, pelayanan umum yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara mempunyai hak memperoleh pelayanan yang adil. Dalam memberikan pelayanan terdapat beberapa unsur yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi dalam proses pelayanan tersebut. Menurut Parasuraman menyatakan bahwa terdapat dua faktor penentu yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu :

(13)

1. Kualitas Pelayanan yang diharapkan masyarakat (expected service) 2. Kualitas Pelayanan yang dirasakan (perceived service) oleh masyarakat

(Parasuraman, 1985 : 1-50)

Jadi berdasarkan pendapat di atas, kualitas pelayanan yang diterima atau dirasakan melebihi dengan apa yang diharapkan maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan sebagai kualitas yang baik dan memuaskan. Selanjutnya jika kualits pelayanan yang diterima sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat, maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan ideal. Sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah dari apa yang diharapkan masyarakat, maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik dan buruk kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan penyedia jasa pelayanan dalam memenuhi harapan masyarakat secara konsisten. .

Persoalan sampah di Kota Bandung telah menimbulkan keresahan masyarakat dan menghambat aktivitas masyarakat seperti aroma bau sampah yang tidak sedap bagi lingkungan sekitar akibat gunungan sampah yang tidak lagi terpusat disejumlah tempat penampungan sementara (TPS), Adapun pengertian sampah itu sendiri sebagai berikut :

Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan.(Menteri Negara Lingkungan Hidup,2003).

Hal itu juga diungkapkan oleh Tandjung karangan Agung Suprihatin dkk yang dikutip dalam buku Sampah dan pengelolaannya mengemukakan bahwa

(14)

sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Suprihatin dkk, 1996 : 7).

Berdasarkan kedua pendapat di atas jadi sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan oleh pemiliknya atau pemakai semula.

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi dua yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari mahluk hidup seperti daun-daunan, sampah dapur, dan lain-lain. Sedangkan sampah kering seperti kertas, plastik, dan kaca.

Penanganan dan pengendalian sampah di Kota Bandung ternyata lebih sulit dengan penanganan sampah di desa-desa hal ini semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan dengan semakin majunya kebudayaan, sehingga komposisi dari sampah sedikit tidak bermacam-macam. Menurut Aboejoewono secara umum penanganan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yaitu :

1. Tahap pengumpulan diartikan sebagai penanganan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Untuk melakukan pengumpulan (tanpa pemilahan), umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpukan sampah setiap periode waktu tertentu.

2. Tahap pengangkutan yaitu dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengelolaan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA).

(15)

3. Tahap pembuangan akhir/pengelolaan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.

(Aboejoewono, 1985:50)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Aboejoewono di atas bahwa setidaknya ada 3 tahapan proses penanganan sampah yang selama ini di terapkan di perkotaaan di Indonesia termasuk Kota Bandung antara lain melalui proses tahapan pengumpulan, tahapan pengangkutan dan yang terakhir tahapan pembuangan ke TPA. Sedangkan menurut Sidik bahwa ada dua proses pembuangan akhir, yaitu :

1. Open Dumping (penimbunan secara terbuka), pada sistem ini sampah

ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup

2. Sanitary lanfill (pembuangan secara sehat), pada sistem ini sampah

ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup.

(Sidik,1985:30)

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa ada dua proses pembuangan akhir yaitu sistem open dumping yaitu pada sistem ini sampah ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup dan yang kedua, sistem sanitary landfill yaitu pada sistem ini sampah ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup.

Berdasarkan kondisi eksisting manajemen sampah dan masalahnya di wilayah Kota Bandung, menjadi jelas bahwa selain pendekatan regional, tidak ada pilihan lain yang lebih baik selain mengembangkan dan menerapkan paradigma manajemen sampah yang baru, yang sesuai dengan kontek Kota

(16)

Bandung, dan memiliki potensi menjadi basis manajemen modern di kemudian hari. Di antara berbagai alternatif, didalam buku Manajemen Sampah, yaitu :

Sistem manajemen adalah mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan pembangunan perkotaan lainnya, mempertimbangkan semua aspek berpengaruh, serta memberi peluang bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. (Prihandarini, 2004 : 7)

Jadi, sistem manajemen sampah merupakan aspek pengelolaan sampah dengan mempertimbangkan semua aspek, dan melibatkan pihak-pihak yang terkait dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan pada pengolahan sampah tersebut.

Sistem manajemen sampah merupakan sistem yang terkait dengan banyak pihak, mulai dari penghasil sampah seperti rumah tangga, pasar, institusi, industri, dan lain-lain, pengelola dan kontraktor, pembuat peraturan, sektor informal, maupun masyarakat yang terkena dampak pengelolaan sampah tersebut sehingga penyelesaiannya pun membutuhkan keterlibatan semua pihak terkait dan beragam pendekatan. Pendekatan terintegrasi harus mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan institusi, politik, keuangan dan aspek teknis secara simultan. Dalam cakupan konsep ini meliputi tiga bidang : a. Pertama, perencanaan dan manajemen perencanaan strategis, kerangka peraturan dan kebijakan, partisipasi masyarakat, menajemen keuangan, pengembangan kapasitas institusi, serta penelitian dan pengembangan. b. Kedua, produksi karakteristik sampah berdasarkan sumbernya, komposisi,

tingkat produksi, minimasi sampah.

c. Ketiga, penanganan sampah pewadahan, pengumpulan, transfer, penanganan sampah khusus, serta peran pemulung.

(Prihandarini, 2004 : 3)

Adapun pihak pihak swasta yang terkait dalam penanganan masalah sampah, mulai dari pengguna jasa rumah tangga, pasar, industri, organisasi,

(17)

penyedia layanan kebersihan RT/RW, pemerintah, perusahaan swasta, pendaur ulang (pemulung, pemilik lapak dan pabrik pengguna bahan daur ulang), dan produsen dan pengguna pupuk kompos, membuat masalah sampah bukan hanya menjadi urusan Dinas Kebersihan atau instansi lainnya di daerah, tapi menjadi urusan dan kepentingan bersama.

Secara khusus, kehadiran pemulung dalam kota dan di lokasi TPA memiliki peran tersendiri, di mana pemulung dan lapak yang dapat merepresentasikan sektor informal dalam manajemen sampah yang memainkan peranan signifikan dalam kesuksesan dalam menjaga kebersihan lingkungan dan secara lebih jauh dengan melaksanakan program daur ulang sampah. Aktivitasnya yang bergulat dengan sampah setiap hari tanpa memperhatikan kesehatan diri sepertinya termuat idealisme tertentu dalam menjaga kebersihan di wilayah Kota Bandung.

Adapun menurut Cohen dan Uphof mengemukakan bahwa masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal. Karena di dalam persoalan sampah adanya keinginan dari masyarakat untuk hidup nyaman maka masyarakat perlu berpartisipasi dalam penanganan masalah sampah yang terjadi di Kota Bandung.

Keterlibatan masyarakat dalam penanganan sampah di Kota Bandung merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah yang

(18)

menumpuk di mana-mana. Di perkotaan atau lingkungan pemukiman setempat dari tahun ke tahun yang semakin kompleks, disamping itu keterlibatan masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam penanganan sampah di Kota Bandung akan jauh lebih optimal.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas bahwa Pemerintah Kota Bandung dapat berperan dengan baik apabila telah melakukan tugas penanganan sampah dan peran aktif masyarakat serta pihak yang terkait dalam proses penanganan sampah di kota Bandung.

Dengan demikian, dari uraian tersebut dapat ditarik beberapa batasan konsep yang dijadikan kerangka pemikiran sebagai berikut :

1. Pelayanan Umum adalah kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk dapat mengetahui keinginan-keinginan masyarakat serta dapat memberikan fasilitas atau sarana dan prasarana sesuai kebutuhan masyarakat.

2. Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan.

3. Penanganan sampah adalah upaya pengelolaan sampah dengan mempertimbangkan semua aspek, dan melibatkan pihak-pihak yang terkait dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan pada pengolahan sampah tersebut.

Adapun indikator-indikator dari penanganan sampah : a. Tahap pengumpulan, dengan indikator :

(19)

- Pengangkutan sampah dari rumah ke Tempat Pembuangan Sementara. b. Tahapan pengangkutan, dengan indikator :

- Sarana bantuan berupa alat transportasi yaitu alat untuk mengangkut dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir.

c. Tahap pembuangan akhir/pengolahan, dengan indikator:

- Sanitary landfill (pembuangan secara sehat) - Open Dumping (penimbunan secara terbuka)

Hal - hal inilah yang akan dijadikan indikator oleh penulis dalam penelitian ini. Untuk dapat melihat lebih jelas lagi bagaimana alur pemikiran penulis dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar kerangka pemikiran di bawah ini :

Gambar : 1.1 Model Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan Fungsi Penanganan Sampah di Kota Bandung

1. Tahap pengumpulan dalam penanganan sampah di Kota Bandung.

- Pemilahan sampah basah/ oraganik dan sampah anorganik/ kering. - Penanganan sampah dari tempat asalnya ke tempat pembuangan sementara.

2. Tahap pengangkutan sampah di Kota Bandung.

- Sarana bantuan berupa alat transportasi yaitu alat untuk mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir. 3. Tahap pembuangan/

pengolahan sampah di Kota Bandung.

- Pembuangan secara sehat.

(20)

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa metode deskriptif. Metode deskriptif diartikan sebagai :

Prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

(seseorang,lembaga,masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.Metode ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan data dan menyusun data, tetapi juga analisa dan interpretasi tentang arti data itu. (Nawawi, 2001 : 163)

Berdasarkan uraian di atas bahwa metode deskriptif adalah metode yang di gunakan dalam meneliti status kelompok, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti. Adapun alasan peneliti menggunakan metode ini karena dengan menggunakan metode deskriptif peneliti dapat menggambarkan dan menjelaskan mengenai bagaimana dalam pelaksanaan fungsi penanganan sampah di Kota Bandung.

I.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan purposif. Purposif yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti. Dalam hubungan ini lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu yaitu peneliti secara

(21)

sengaja memilih narasumber sesuai dengan PD Kebersihan Kota Bandung serta pihak yang terkait dalam masalah penanganan sampah di Kota Bandung.

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti melakukan penyusunan pengambilan data melalui data primer dan sekunder. Adapun data primer melalui :

1. Observasi, yaitu penulis mengadakan pengamatan langsung di lapangan yang kemudian dicatat dengan pihak yang terkait dalam menangani masalah penanganan sampah di Kota Bandung.

2. Wawancara, yaitu penulis mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang berkaitan langsung dalam menangani masalah penanganan sampah di Kota Bandung.

Sedangkan Data sekunder, diperoleh melalui:

1. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan data yang relevan dengan masalah penelitian melalui buku-buku serta literatur yang berkaitan dengan masalah penanganan sampah di Kota Bandung.

2. Dokumentasi, yaitu telaah pada dokumen-dokumen yang dimiliki pada instansi yang terkait yang berhubungan dengan masalah penanganan masalah sampah di Kota Bandung.

1.6.2 Unit Analisis

Unit analisis adalah unit yang akan diteliti atau dianalisa (Singarimbun, 1985 : 110) Dalam penelitian unit analisisnya adalah PD Kebersihan Kota

(22)

Bandung bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan penanganan masalah sampah di Kota Bandung. Pada penelitian ini penulis mengambil beberapa informan. Penentuan kerangka pengambilan informan dilakukan secara purfosif dengan kriteria sebagai berikut :

1. Mengetahui lebih tentang masalah persampahan.

2. Mengetahui pihak yang harus dilibatkan dalam kegiatan penanganan sampah.

Secara operasional, pengambilan informan dilakukan melalui teknik

snowball yang diawali dengan mewawancarai Dirut PD Kebersihan, dengan

pertimbangan bahwa Dirut PD Kebersihan mengetahui secara pasti pihak mana saja yang terlibat dalam penanganan sampah.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah pada salah satu Instansi Pemerintah Kota Bandung serta pihak yang terkait, adapun waktu penelitian ini dimulai dari penyusunan usulan penelitian sampai pada analisa data, antara lain :

1 Penyusunan usulan penelitian dengan arahan dosen pembimbing, Bulan Maret, April, Mei 2006.

2 Pengurusan Surat Ijin pada Bulan Mei 2006.

3 Pengumpulan data di lapangan Bulan Mei, Juni 2006.

4 Pengolahan data dan dan analisa data yang telah diperoleh dilapangan Bulan Juni-Juli 2006.

(23)

Jadwal Penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Waktu Kegiatan Mar 2006 Apr 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agt 2006

1 Penyusunan usulan penelitian 2 Mengurus surat izin

3 Pengumpulan data dilapangan 4 Pengolahan data

5 Analisa data

Gambar

Gambar : 1.1  Model Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi dengan penerapan strategi

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

 Discount uang

Prinsip kerja dari multistage graph adalah menemukan jalur terpendek dari source ke sink dari beberapa kemungkinan jalur atau menemukan jalur untuk sampai ke sink dengan

bahwa struktur dan besarnya tarif retribusi pada Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kota Semarang sebagaimana telah

Konsep Trust atau percaya disini diartikan sebagai berikut: Percaya akan potensi yang dimilik oleh Eka Proma sebagai perusahaan yang ahli dalam bidang PVC yang telah

Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang

Kau taruh dalam taman Eden itulah yang membuat aku berdosa”. Manusia berdosa ingin menyalahkan orang lain, tapi membenarkan dirinya sendiri. Ketika kita berdosa jangan