Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh: Abdul Jalil (11150340000037)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2021 M/1441 H
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Abdul Jalil
NIM: 11150340000037
Pembimbing
Dr. Abdul Hakim Wahid, S.H.I, M.A.
NIP: 197804242015031001
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2021 M/1442 H
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Abdul Jalil
NIM : 11150340000037
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Alamat Rumah : Ciledug Indah 2 Kp. Poncol RT: 03 RW: 01 Kec: Karang Tengah, Kel: Pedurenan, Kota Tanggerang
Judul Skripsi : Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap
Orang Kafir Dalam Al-Qur’an Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 17, februari, 2021
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul RELASI LAFAẒ KHATAMA TERHADAP ORANG KAFIR DALAM AL-QUR'AN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal9 Maret 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 29 April 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Eva Nugraha, M.Ag. Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH. NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. Moh. Anwar Syarifuddin, M.A. NIP. 19690822 199703 1 002 NIP. 19720518 199803 1 003
Pembimbing,
Dr. Abdul Hakim Wahid, S.H.I, M.A. NIP. 19780424 201503 1 001
i
Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap Orang Kafir dalam Al-Qur’an Oleh: Abdul Jalil (11150340000037)
Bagaimana Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap Orang Kafir dalam al-Qur‟an, dalam permasalah di atas banyak ditemukan kesenjangan di dalam penelitian, baik dari Lafaẓ Khatama terhadap orang kafir, lafaẓ khatama sebagai ganjaran orang beriman, maupun dari khatama al-Nabiyin.
Dari masalah yang ditemukan peneliti hanya membatasinya dengan hanya mengkaji dari sisi lafaẓ khatama terhadap orang kafirnya saja, untuk lebih mudah dan lebih konsisten terhadap yang diteliti, dari semua
lafaẓ khatama yang diteliti sebelumnya, mereka hanya membahas dari sisi khatama al-Nabiyin nya saja, dengan berbagai macam bentuk judul dan
masalah yang ditelitinya, setelah peneliti cek kembali ternyata ada delapan ayat dari tujuh surah yang berbeda yang menjelaskan tentang lafaẓ
khatama, adapun kajian terdahulu yang ditemukan hanya sebatas dari
kenabiyannya saja, dan belum ada yang menjelaskan lafaẓ khatama nya dari sisi orang kafirnya, maupun dari ganjaran orang yang beriman, oleh sebab itu peneliti ingin mengkaji lebih jauh terkait lafaẓ khatama yang menjelaskannya terhadap orang kafir, dan ayat yang diambil hanya lima saja, karena hanya itu yang menjelaskan khatamanya tentang orang kafir, dan peneliti menemukan adanya relasi dari keduanya, atau disebut dengan munasabah, lalu analisis yang ditemukan dijelaskan dengan menggunakan munasabah, dengan mengurutkan perbuatan orang kafirnya dan perbuatan Allah, serta peringatan-Nya, dan hasil dari semua itu, bahwa semuanya tentang ketauhidan, dan khatama yang disimpulkan sebagai fi‟il tauhid, kemudian tujuan dari penelitian ini adalah, supaya para pengkaji dapat tambahan referensi dari informasi yang sudah ada di dalam skripsi ini, dan memperluas wawasan dalam mengkaji ayat-ayat dalam al-Qur‟an.
ii
ِِمْيِحَّرلا ِِنْٰحَّْرلا ِِّٰللا ِِمْسِب
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, dan panjang umur, sehingga penulis mampu menulis skripsi dengan judul “Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap Orang Kafir dalam al-Qur‟an” dapat terselesaikan dengan baik walaupun masih banyak kekurangan dari skripsi ini, Shalawat serta salam tercurahkan kepada Baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menunjukan dari kegelapan hingga ilmu pengetahuan, dan sehingga kita sebagai umatnya mudah-mudahan diberikan syafaat nanti di hari kiamat Aamiin.
Pertama penulis berhutang budi atas kebaikan semua pihak, karna tanpa adanya bantuan keilmuan, kekuatan, materi, kesempatan baik secara langsung maupun tidak langsung, skripsi ini tidak akan mampu terealisai dengan baik, kepada semuanya penulis ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas waktunya dan penghargaan yang setinggi-tingginya, semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang sebesar-besarya dan semoga amal perbuatannya diterima disisi Allah SWT.
Ucapan tanda terima kasih penulis sampaikan kepada:
kepada Kedua orang tua penulis yaitu, Ayahanda Abdurrahim dan Ibunda Masria tercinta beserta seluruh keluarga besar yang selalu setia memberikan motivasi dan doanya kepada penulis dan juga membantu dari segi materi maupun non materi, serta kasih sayang yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar.
kepada Seseorang yang selalu setia menemani, memberikan semangat motivasi kepada penulis dari mulai proses pembentukan skripsi ini sampai terselesaikan yakni Bapak Dr. Eva Nugraha, M.A dan Bapak Drs. Faris Pari, M. fils yang selalu membimbing penulis dari titik ketidak tahuan
iii sekeluarga.
Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bapak Prof. Dr. Yusuf Rahman, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bapak Dr. Eva Nugraha, M.A. selaku Ketua Program Studi fimu al-Qur‟an dan Tafsir dan Bapak Dr. Fahrizal Mahdi, MIRK, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.
Bapak Dr. Kusmana, M.A selaku dosen pembimbing akademik semoga beliau selalu diberikan keberkahan dan kesehatan dari Allah SWT. Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, S.H.I, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan masukan dan arahan dalam pembuatan skripsi.
Kepada Segenap jajaran dosen dan civitas academica Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak bisa disebutkan semuanya tanpa mengurangi rasa hormat, dan khususnya pada program studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang ikhlas dan sabar untuk mendidik kami menjadi mahasiswa yang mandiri, berkarakter dan berintelektual dan juga kepada Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan pelayanan kepada para penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada Ust. Dr. Ibnu Hajar al-Khaitami M.Ag yang memberikan arahan yang baik serta sabar dan ikhlas mendengarkan semua keluh kesah penulis, dan juga mendoakan para santrinya, semoga ilmunya bermanfaat, kemudian tidak lupa untuk guru-guru yang ada di Pondok Pesantren Darul Amanah, khususnya kepada Drs. KH. Asmuni al-Khaitami NK, selaku
iv
Kepada teman-teman seperjuangan Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015, khususnya kepada teman-teman IAT A, sahabat-sahabat organisasi, kawan-kawan Baitul Hidayah, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, berkat kekompakan kita, saling membantu, akhirnya skripsi ini bisa terealisasikan dengan waktu yang tepat, semoga kita semua diberikan kesehatan, panjang umur, keberkahan, dan ilmu yang bermanfaat.
v
Pedoman transliterasi huruf Arab-Latin dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Transliterasi Arab Latin” yang dikeluarkan berdasarkan keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor: 158/1987 dan nomor 0543b/U/1987 sebagimana dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
A. Konsonan
Daftar huruf Bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada halaman berikut ini:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
Alif Tidakdilambangkan Tidak dilambangkan
ب
Ba B beت
Ta T teث
Sa Ṡ Es (dengan titik di atas)ج
Jim J Jeح
Ha Ḥ Haخ
Kha kh Ka dan haد
Dal D Devi
ز
Zai Z Zetس
Sin S Esش
Syin Sy Es dan yeص
Sad Ṣ Esض
Dat ḍ Deط
Ta Ṭ Teظ
Zat Ẓ Zetع
a „ Apostrop terbalikغ
g G Geف
Fa F Efق
Qaf Q Qiك
Kaf K Kaل
Lam L Elم
Mim M Emvii
و
Wau W Weه
Ha H Haء
Hamzah „ Apostropي
Ya Y YeHamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda („).
B. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong, untuk vokal tunggal sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﹷ
a Fathahﹻ
i Kasrahviii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﹷ
ي ai a dan i
ﹷ
و au a dan u
Dalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ىا
ā a dengan garis di atasيى
ī i dengan garis di atasوى
ū u dengan garis di atasC. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:
syamsiyah dan qamariyah.
Al-Qamariyah
ُرْ يِنُلما
Al-MunīrAl-Syamsiyah
ُلاَجِّرلا
Al-RijālD. Syaddah (Tasydid)
Dalam bahasa Arab syaddah utau tasydid dilambangkan dengan ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu
ix
Al-Qomariyah
ُةِّوُقْلا
Al-QuwwahAl-Syamsyiyah
ُةَرْوُرَّضلا
Al-ḌarūrahE. Ta Marbūtah
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu: ta martujah yung hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi adalah (t), sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat haraka sukun, transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan ta
marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser bacaan
yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūtah ditransliterasikan dengan ha (h) contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1
ةَقْ يِرَّطلا
Ṭarīqah2
ةَّيِم َلَْسِْلْا ُةَعِماَْلْا
Al-Jāmi‟ah al-Islāmiah3
ِدْوُجُوْلا ُةَدْحَو
Waḥdat al-WujūdF. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama diri
x Contoh: Abu Hamid, al-Gazali, al-Kindi.
Berkaitan dengan penulisan Nama untuk Nama-nama tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al-palimbadi, tidak “And al-Samad al-Palimbani Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.
G. Penulisan kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas, Misalnya kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), Sunnah, khusus dan umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.
xi
PERSETUJUAN BIMBINGAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
DAFTAR ISI ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan, Identifikasi Masalah ... 11
C. Batasan Masalah ... 12
D. Rumusan Masalah ... 12
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
F. Tinjauan Pustaka ... 13
G. Metodologi Penelitian ... 15
H. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II RUANG LINGKUP LAFAẒ KHATAMA DALAM AL-QUR’AN A. Pengertian Lafaẓ Khatama dan derivasinya... 19
B. Lafaẓ-Lafaẓ yang berkaitan dalam al-Qur‟an ... 24
C. Pendekatan Teori Nahwu Terhadap Ayat Khatama ... 26
BAB III DISKURSUS PENAFSIRAN AYAT KHATAMA A. Redaksi Ayat Khatama ... 33
B. Konteks Ayat Khatama ... 39
xii
A. Struktur Ayat Khatama ...47 B. Klasifikasi Konteks Khatama ...50 C. Pemahaman Ayat Khatama ...64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...69 B. Rekomendasi dan Saran ...70
xiii
Tabel 2.1: Data Ayat Lafaẓ Khatama dari 8 Surah ... 21
Tabel 2.2: Data Lafaẓ Khatama dan Bentuknya ... 23
Tabel 2.3: Data Lafaẓ Khatama yang berakaitan... 24
Tabel 2.4: Contoh Lafaẓ dari Struktur Jumlah Fi’liyah ... 27
Tabel 2.5: Data Bentuk-Bentuk Ḍhamir Khatama ... 29
Tabel 3.1: Data Redaksi Ayat Khatama (QS.al-Baqarah/2:2-5) ... 33
Tabel 3.2: Data Redaksi Ayat Khatama (QS.al-An‟ām/6:42-49) ... 34
Tabel 3.3: Data Redaksi Ayat Khatama (QS.al-Yāsin/36:61-66) ... 35
Tabel 3.4: Data Redaksi Ayat Khatama (QS.al-Syūrā/42:20-26) ... 36
Tabel 3.5: Data Redaksi Ayat Khatama (QS.al-Jāṡiyah/42:22-27) ... 38
Tabel 3.6: Data Konteks Khatama dalam al-Qur‟an ... 39
Tabel 4.1: Data Lafaẓ Khatama dan Kedudukanya ... 47
Tabel 4.2: Data Lafaẓ Kafir dan Kedudukannya ... 48
Tabel 4.3: Klasifikasi Konteks al-Qur‟an, Tafsir dan Asbāb al-Nuzūl ... 62
Tabel 4.4: Data Analisis dari Poin A dan B dari Bab 4 ... 64
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Menurut M. Quraish Sihab yang menulis tentang fungsi dan peran wahyu dalam masyarakat bahwa al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang mencakup semua kebutuhan untuk seluruh umat manusia, dan mampu meluruskan segala aspek kebutuhan seluruh manusia yang menyangkut segala urusan tentang ketuhanan, kemanusiaan dan alam semesta, al-Qur‟an juga merupakan bukti Nabi SAW yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan, yaitu susunan bahasanya yang rapih dan juga menakjubkan dengan gaya sastra yang sangat tinggi, dan juga mengandung makna-makna yang terkandung dapat dipahami oleh siapapun yang memahami kandungan kebahasaanya walaupun tentunya tingkat pemahaman setiap manusia berbeda-beda dari berbagai macam faktor.1
Al-Qur‟an terkandung berbagai macam aspek, baik dari ajaran keagaaman, keibadahan, hukum syariat, moral dan akhlak sampai secara eskatologi, inilah yang menjadikan al-Qur‟an sebagai petunjuk untuk seluruh umat manusia agar tidak tersesat dari ajaran Allah SWT yang sudah ditetapkan,2 al-Qur‟an juga merupakan salah satu kitab samawi yang mempunyai fungsi petunjuk dan pedoman hidup dan juga sebagai kabar gembira bagi orang yang beriman, sebagaimana Allah beriman:3
ۤ سٰط
َۤكْلِت
ۤ
ُۤتٰيٰا
ۤ
ِۤنٰاْرُقْلا
ۤ
ٍۤباَتِكَو
ۤ
ٍْۤيِبُّم
ُۤۤى
ۤىًد
َْۤيِنِمْؤُمْلِلۤىٰرْشُبَّو
1
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Masyarakat (Bandung: Mizan), 1994, 75.
2
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟an, “al-Qur‟an dan Terjemahnya”, Jakarta: Departemen Agama RI, 2012, QS.al-Baqarah/2:2, 2.
3
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir, al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1986, 593.
“Tha Sin. Inilah ayat-ayat al-Qur‟an, dan Kitab yang jelas, petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS.al-Naml/27:1-2)
Ayat di atas menegaskan bahwa al-Qur‟an adalah sebagai kitab yang memberikan petunjuk dan kabar gembira bagi semua hambanya yang beriman kepadanya, oleh sebab itu ayat kedua dalam surah al-Baqarah juga menyinggung tentang orang yang beriman yang diberikan petunjuk oleh Allah SWT, sedangkan di ayat setelahnya menyinggung tentang orang kafir kemudian Allah SWT juga banyak menyinggung tentang ayat-ayat tentang orang kafir, dan Allah SWT memperingatinya namun mereka ingkar terhadapnya lalu Allah SWT menutup hati mereka, pendengaran mereka, dan juga penglihatan mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman:
نْوُ نِمْؤُ يۤ َلَْۤمُىْرِذْنُ تَْۤلَْۤمَاْۤمُهَ تْرَذْنَاَءْۤمِهْيَلَعٌۤء
اَوَسۤاْوُرَفَكَۤنْيِذَّلاَّۤنِا
ۤىٰلَعُّٰۤللّاَۤمَتَخ
ْۤمِهِعَْسَۤىٰلَعَوْۤمِِبِْوُلُ ق
ىٰلَعَو
ۤ
ْۤمِىِراَصْبَا
ۤ
ٌۤةَواَشِغ
ۤ
ْۤمَُلََّو
ۤ
ٌۤباَذَع
ۤ
ٌۤمْيِظَع
ۤ
“Sesungguhnya orang-orang kafir, hendak saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak hendak beriman, Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka hendak mendapat azab yang berat”4
Adapun permulaan dalam Surah al-Baqarah, Allah SWT mempertegas eksistensi kitab al-Qur‟an dengan ungkapan tidak ada lagi keraguan di dalamya dan fungsi darinya yaitu sebagai petujuk bagi orang yang bertakwa, orang-orang yang bertakwa disifati dalam ayat tiga dan empat, kemudian pada ayat ke lima disebutkan balasan bagi mereka, dan pada ayat selanjutnya yakni 6 dan 7 Allah SWT menceritakan orang-orang kafir, yang disebutkan dengan secara rinci, adapun ciri-ciri orang kafir ini adalah orang yang menolak untuk beriman kepadanya, orang kafir juga
4
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟an, “al-Qur‟an dan Terjemahnya”, Jakarta: Departemen Agama RI, 2012, QS.al-Baqarah/2:6-7, 2-3.
tidak menerima kebenaran yang datang darinya baik sebelum adanya peringatan ataupun sesudah ada peringatan, mereka tetap saja tidak mau beriman.5
Di al-Qur‟an juga terdapat berbagai macam uraian-uraian yang sering sekali menggolongkan sesuatunya dengan lawan perbandinganya, seperti menjelaskan surge dan kemudian neraka, setelah menjelaskan kehidupan kemudian dibarengi dengan kematian, ada juga yang menjelaskan zakat, kemudian disampaikan tentang tingkah laku riba, dan seterusnya, tujuanya adalah untuk menyebutkan komparasi di antara keduanya, demikian halnya pada Surah al-Baqarah ayat enam sampai ayat tujuh tentang sifat-sifat atau karakteristik orang kafir, setelah pada ayat-ayat sebelumnya pada ayat satu sampai lima berbicara tentang karakteristik orang-orang bertaqwa.
Ayat ini diawali dengan kata inna, yang merupakan huruf taukid, yaitu kata yang mengandung kepastian dan artinya adalah kesungguhan, dengan menggunakan huruf taukid ini menegaskan bahwa sesungguhnya orang-orang yang kafir itu ialah orang-orang yang menutupi tanda-tanda kebesaran Allah SWT, mereka dalam pandangan Allah SWT tidak hendak mungkin beriman, ayat ini bukan berbicara tentang semua orang kafir, namun ayat ini berbicara tentang orang-orang kafir yang kekufurannya sudah mendarah daging dalam jiwa mereka, sehingga mereka sudah tidak mungkin lagi akan berubah akibat diri mereka sendiri yang tidak mau mengimani Allah SWT dan Rasulnya.
Kata kafir6 jamaknya adalah kufur secara bahasa artinya adalah menutupi, menyembunyikan atau mengingkari sesuatu, karena itu, orang
5
Sihabus Salam, Relasi Makna Orang Kafir dan Muttaqin dalam Islam,
Indo-Islamika, Vol 1, Nomor 2, 2011/1432, 192.
6
Harifuddin Cawidu, konsep kufr dalam al-Qur‟an suatu kajian teologis dengan pendekatan tafsir tematik (Jakarta: Bulan Bintang), 1991, 7. Lihat, Raghib Asfahani,
al-yang mengingkari nikmat Allah SWT, disebut dengan kufur nikmat, lawan katanya itu syukur, artinya membuka, orang yang bersyukur, seperti ayat dibawah ini:
َۤلْۤمُكُّبَرَۤنَّذََتَْۤذِاَو
ْۤنۤ
ُْۤتْرَكَش
ۤ
ْۤمُكَّنَدْيِزََلَ
ۤۤ
َلَو
ْۤنۤ
ُْۤتْرَفَك
ۤ
َّۤنِا
ۤ
ِْۤباَذَع
ۤ
ٌۤدْيِدَشَل
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatku), maka sesungguhnya azabku sangat pedih” (QS.Ibrahim/14:7)
Di negeri Arab dahulu, istilah kafir digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, petani itu menutup atau mengubur benih dengan tanah, adapun secara syariat Islam, manusia yang kafir yaitu mereka yang mengingkari Allah SWT sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Muhammad SAW sebagai utusan, dalam al-Qur‟an, perkataan kafir7
mengacu pada perbuatan yang ada hubungannya dengan Allah SWT, seperti mengingkari nikmat dari Allah SWT dan tidak berterima kasih kepadanya, hubungan orang kafir dan juga petani sama-sama mengubur atau menutup, yang orang kafir menutup hatinya, sedangkan petani mengubur benih di ladang, sebagaimana Allah SWT berfirman:
ۤاَِبِۤاْوُرُفْكَيِل
ْۤمُهٰ نْ يَ تٰا
ۤ
اْوُعَّ تَمَتَ ف
ۤ
َۤفْوَسَف
ۤ
َۤنْوُمَلْعَ ت
“Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah kami berikan kepada mereka maka bersenang-senanglah kamu, kelak kamu akan mengetahui (akibatnya)” (QS.al-Nahl/16:55)
Mufradat fi Gharib al-Qur‟an, edisi M.S. Kaylani (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi,
t.t.), 433-435. 7
Yusuf al-Qaradhawi, “Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur‟an”, Terjemah Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016), 217.
Adapun ayat yang lainnya dinyatakan sebagai kafir yang bermakna pembangkangan atau penolakan terhadap hukum-hukum Allah SWT yang sudah ditetapkan seperti pada ayat di bawah ini:
َّۤنَِّا
اَنْلَزْ نَا
ۤ
َۤةىٰرْوَّ تلا
ۤ
اَهْ يِف
ۤ
ىًدُى
ۤ
ٌۤرْوُ نَّو
ۤ
ُۤمُكَْيَ
ۤ
اَِبِۤ
ِۤبَّنلا
َۤنْوُّ يِنّٰبَّرلاَوۤاْوُداَىَۤنْيِذَّلِلۤاْوُمَلْسَاَۤنْيِذَّلاَۤنْوُّ ي
َۤء اَدَهُشِۤوْيَلَعۤاْوُ ناَكَوِّٰۤللّاۤ ِبٰتِكْۤنِمۤاْوُظِفْحُتْساۤاَِبُِۤراَبْحَْلَاَو
َۤلَف
ۤ
اُوَشَْتَ
ۤ
َۤساَّنلا
ۤ
ِۤنْوَشْخاَو
ۤ
َۤلََو
ۤ
اْوُرَ تْشَت
ۤ
ِْۤتٰيِٰبِ
ۤ
اًنََثَ
ۤ
ًۤلْيِلَق
ۤ
ْۤنَمَو
َّْۤۤلَۤ
اَِبِْۤمُكَْيَ
َۤلَزْ نَا
ۤ
ُّٰۤللّا
ۤ
َۤكِ
ٰلوُاَف
ۤ
ُۤمُى
ۤ
َۤنْوُرِفٰكْلا
“Sungguh, kami yang menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya, yang dengan Kitab itu para Nabi SAW yang berserah diri kepada Allah SWT memberi putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah SWT dan mereka menjadi saksi terhadapnya, karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepadaku, dan janganlah kamu jual ayat-ayatku dengan harga murah, barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah SWT, maka mereka itulah orang-orang kafir” (QS.al-Māidah/5:44).
Begitu juga pada ayat yang lainnya menyebutkan lafaẓ
َۤرَفَك
bermakna meninggalkan perbuatan baik yang diperintahkan Allah, sebagaimana disebutkan pada ayat:ۤهُرْفُكِۤوْيَلَعَ فَۤرَفَكْۤنَم
ْۤنَمَو
ۤ
َۤلِمَع
ۤ
اًِلِاَص
ۤ
ْۤمِهِسُفْ نَِلَف
ۤ
َۤنْوُدَهَْيَ
“Barang siapa yang inkar maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu dan barang siapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan)”8
Begitu bahayanya akibat dosa dari perbuatan orang kafir dan kitapun hendaknya menjauhinya, Allah menegaskan di dalam al-Qur‟an sebuah Surah yang namanya al-Kāfirūn, orang-orang kafir, adapun sifat
8
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟an, “al-Qur‟an dan Terjemahnya”, Jakarta: Departemen Agama RI, 2012, QS.al-Rūm/30:44, 576.
karakteristik orang kafir atau ciri-ciri dan sifat-sifat dari orang-orang kafir9 berdasarkan dari Surah al-Baqarah ayat enam dan tujuh adalah mereka yang tidak mau mendengarkan kebenaran dari Allah SWT dan Rasulnya, yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits.
Sesungguhnya orang-orang kafir10 itu, sifat dan kekufurannya mewarnai hidupnya, dan menjadi sifat yang lazim bagi mereka, dimana tidak ada seorangpun yang dapat menghalangi mereka darinya, nasihat tidak berguna pada mereka dan mereka selalu tetap dalam kekufuran mereka, maka Allah SWT menyebutnya dengan, “Kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan mau beriman”.
Jadi tidak ada manfaatnya dakwah bagi mereka orang-orang kafir, kecuali hanya sebatas menegakkan hujjah (dalil) atas mereka, maknanya hanya sebatas kewajiban menyampaikan, kalaupun mereka tidak juga beriman, maka janganlah membuat hati bersedih untuk mereka ataupun menyesali mereka, karena Allah SWT sudah menyatakannya dalam kalimat sawaun, artinya itu adalah sama saja, antara mereka diberi peringatan atau tidak, hal itu tak ada gunanya, karena Allah SWT telah memutuskan mereka tak akan mendapatkan hidayah atau petunjuk, karena mereka sendiri yang sudah menutupi dirinya untuk diberikan hidayah, bahkan jika sampai diberi peringatan, dengan menakut-nakutinya akan berakibat kekafiran, kezhaliman dan perberbuatan kerusakan, mereka tidak juga mau berbuat baik, dan tidak mau juga bertaubat.
Akibat dari itu adalah Allah SWT telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka yaitu menutupnya dengan penutup yang tidak mampu dimasuki oleh keimanan dan tidak bisa ditembus, hingga akhirnya
9
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, “Mu‟jam Mufahras li Fadz alQur‟an
al-Karim”, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th.
10
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur‟an (Jakarta: Bulan Bintang), 1991, 105-164.
apa yang mereka lihat, tidak berguna bagi orang kafir, dan apa-apa yang mereka dengarkan juga, tidak bermanfaat untuk mereka.
Jalan-jalan ilmu dan kebaikan telah ditutup bagi mereka, yang tidak ada keinginan pada mereka dan tidak ada kebaikan juga yang diharapkan pada mereka, sesungguhnya mereka telah dihalangi dan ditutup bagi mereka pintu-pintu keimanan yang disebabkan oleh kekufurannya, dan pengingkaran mereka, hatinya sudah berpaling kelain hati selain Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ۤوِبۤاْوُ نِمْؤُ يَْۤلَۤاَمَكْۤمُىَراَصْبَاَوْۤمُهَ تَدِٕ ْفَاُۤبِّلَقُ ن
َۤلَّوَا
ۤ
ٍۤةَّرَم
ۤ
ْۤمُىُرَذَنَّو
ۤ
ِْۤفۤ
ْۤمِِنِاَيْغُط
ۤ
َۤنْوُهَمْعَ ي
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (al-Qur‟an), dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan”11
Adapun ayat di atas menjelaskan tentang mereka yang dipalingkan hati dan penglihatanya, dari ayat sebelumnya juga pada ayat 108 dinyatakan bahwa Allah SWT menjadikan setiap umat menganggap baik perbuatan mereka, maka pada ayat ini Allah SWT menyatakan, dan begitu pula kami memalingkan hati dan penglihatan mereka kepada kebatilan jika mukjizat itu datang kepada mereka seperti keadaan mereka ketika pertama kali mendengar dan mengetahui mukjizat tersebut, mereka tidak beriman kepadanya, yakni al-Qur‟an, dan kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan karena keengganan mereka mengikuti petunjuk.
Penjelasan qulub yang tertutup tentang ketentuan Allah SWT atas mereka yang kafir, ingkar, sombong dan terus dalam kekafiran, bahwa Allah SWT menghalang-halangi mereka dari petunjuk, yaitu dengan mematikan fungsi dari indera-indera mereka sehingga mereka tidak
11
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟an, “al-Qur‟an dan Terjemahnya”, Jakarta: Departemen Agama RI, 2012, QS.al-An‟am/6:110, 191.
mampu menggunakannya untuk memperoleh petunjuk dan keimanan, hatinya sudah tertutup, dan yang ada hanyalah kegelapan, kemaksiatan, kedzaliman dan juga perbuatan merusak yang menyebabkannya mereka mendapat siksaan yang sangat berat.12 Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ٌۤء
ا
َوَسَو
َۤنْوُ نِمْؤُ يۤ َلَْۤمُىْرِذْنُ تَْۤلَْۤمَاْۤمُهَ تْرَذْنَاَءْۤمِهْيَلَع
ۤ
“Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga” (QS.Yasin/36:10)
Ayat di atas sudah sangat jelas bahwa orang kafir memang sudah sangat sulit untuk beriman kepadanya, bahkan sampai Allah SWT Memperumpakannya sebagai manusia yang paling buruk dari hewan sebagaimana Allah SWT berfirman:
ْۤيِذَّلاِّٰۤللّاَۤدْنِعۤ ِّب اَوَّدلاَّۤرَشَّۤنِا
َۤكَۤن
َۤنْوُ نِمْؤُ يۤ َلَْۤمُهَ فۤاْوُرَف
ۤ
“Sesungguhnya makhluk bergerak (binatang melata) yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman” (Al-Anfal/8:55)
Pada ayat lainnya Allah SWT sudah sangat tegas memperingatkan bagi orang kafir yang mendustakan ayat-ayat yang sudah ditetapkan, maka dari itu hukuman yang pantas bagi orang-orang kafir itu adalah adzab yang pedih yaitu neraka jahannam sebagaimana Allah SWT berfirman:
َّۤذَكَوۤاْوُرَفَكَۤنْيِذَّلاَو
ۤاَنِتٰيِٰبِۤاْوُ ب
َۤكِى
ٰلوُا
ۤ
ُۤبٰحْصَا
ۤ
ِۤمْيِحَْلْا
ۤ
ࣖ
“Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat kami, mereka itulah penghuni neraka” (QS.al-Māidah/5:86)
12
Ali Farkhan Tsani, Penulis redaktur (Mi‟raj Islamic News Agency), Da‟i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Adapun sebaliknya ganjaran bagi orang beriman itu adalah surga „Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai yang mereka semua kekal abadi didalamnya, sebagaimana Allah SWT berfirman:
ِۤةَّيَِبَْلاُۤرْ يَخْۤمُىَۤكِى
ٰلوُاۤ ِتٰحِلّٰصلاۤاوُلِمَعَوۤاْوُ نَمٰاَۤنْيِذَّلاَّۤنِا
ُۤتّٰنَجْۤمِِّبَِرَۤدْنِعْۤمُىُؤ
اَزَج
ۤ
ٍۤنْدَع
َۤيِشَخْۤنَمِلَۤكِلٰذُۤوْنَعۤاْوُضَرَوْۤمُهْ نَعُّٰۤللّاَۤيِضَرۤاًدَبَاۤاَهْ يِفَۤنْيِدِلٰخُۤرٰهْ نَْلَاۤاَهِتَْتَْۤنِمْۤيِرَْتَ
ۤوَّبَر
ࣖ
ۤ
ۤ
“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk, balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‟Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah Riḍa terhadap mereka dan mereka pun rida kepadanya, yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya” (QS.al-Bayyinah/98:7-8)
Ayat di atas sudah sangat jelas bahwa hanya orang-orang beriman saja yang mendapatkan ganjaran seperti surga yang kekal selamanya, dan juga Allah SWT juga memberikan air khamar yang dilak atau disegel ketika nanti di akhirat, dan itu dikhususkan semuanya bagi orang yang beriman sebagaimana Allah SWT berfirman:
وُمٰتِخٍۤمْوُ تَّْمٍَّۤقْيِحَّرْۤنِمَۤنْوَقْسُي
ٌۤكْسِم
ۤ
ِْۤفَو
ۤ
َۤكِلٰذ
ۤ
ِۤسَفاَنَ تَ يْلَ ف
ۤ
َۤنْوُسِفٰنَ تُمْلا
ۤ
“Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel), laknya dari kasturi dan untuk yang demikian itu orang berlomba-lomba” (QS.al-Muṭaffifīn/83:25-26). Kemudian juga di ayat yang lainnya Allah juga menyinggung lafaẓ
khatama yang berkaitan dengan ditutupnya kenabiyan, dan lafaẓ khatama
yang berkaitan dengan kenabian ditemukan hanya satu lafaẓ saja, dan itu hanya terdapat di dalam Surah Al- Ahzāb Ayat 40, dan jika dilihat dari konteks ayat tersebut itu sangat sulit untuk dibaca secara komprehensif, karena kurangnya data dalam al-Qur‟an untuk memperjelas dari penjelasan ayat tersebut, ayat disini diperkuat dengan dijelaskannya
dengan cara sisi asababun nuzulnya serta tafsiran, sebagaimana Allah berfirman:
َۤبَِاٌۤدَّمَُمَُۤناَكۤاَم
ٍۤدَحَا
ۤ
ْۤنِّم
ۤ
ْۤمُكِلاَجِّر
ۤ
ْۤنِكٰلَو
ۤ
َۤلْوُسَّر
ۤ
ِّٰۤللّا
ۤ
ََۤتاَخَو
ۤ
َّۤيِبَّنلا
ۤ
َۤناَكَو
ۤ
ُّٰۤللّا
ۤ
ِّۤلُكِب
ۤ
ٍۤءْيَش
ۤ
اًمْيِلَع
ۤ
ࣖ
ۤ
ۤ
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS.al-Ahzāb/33:40)
Ayat di atas harus dibantu dengan cara tafsiran supaya jelas apa yang dimaksud dengan khatama di atas, karena banyak perspektif dari lafaẓ13
khatama yang terdapat di dalam Surah al-Ahzāb tersebut, ada yang
mengatakan khatama bermakna cincin, kesempurnaan, keistimewaan dan keutamaan14, semua itu tergantung para mufasir untuk membaca teks ayat di atas, namun peneliti melihatnya sebagai penutup, karena jika dilihat dari lafaẓnya ayat sebelum khatama menjelaskan tentang Nabi Muhammad bukan bapak di antara kamu, jika diartikan sebagi cincin maka kurang logis, dan itu semua relatif, semua tergantung dari penglihatan para mufasir, dan salah satu yang berpendapat tentang khatama al-Nabiyin adalah tokoh Ahmadiyah yaitu Mirza Gulam Ahmad, beliau menyatakan
khatama di situ bukan sebagai nabi terakhir, melainkan cincin nabi, atau
nabi yang sempurna, dari penggunaan lafaẓ di atas, bahwa nabi ketika itu memaknai khatama sebagai cincin atau cap, untuk menandatangani surat, dan itu sama-sama tentang menutup, yaitu selesai bahwa surat itu sudah di cap oleh nabi.
13
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata lafaz adalah ucapan, lafaz memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga lafaz dapat menyatakan Nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.
14
Eni Zulaiha Fenomena Nabi Dan Kenabian Dalam Perspektif al-Qur‟an Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung al-Bayan: Jurnal Studi al-Qur‟an dan Tafsir 1,2 (Desember 2016): 149-164.
Orang-orang musyrik, Yahudi, dan Munafik tidak henti-hentinya mempersoalkan pernikahan Rasulullah dengan Zainab mereka mengejek Nabi karena menikahi mantan istri anaknya, mereka menganggap status anak angkat sama dengan anak kandung, Allah lalu menegaskan, “Muhammad itu bukanlah bapak kandung dari seseorang laki-laki dewasa di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi, dia adalah nabi terakhir yang menjadi bapak rohaniah bagi seluruh umat, karena itu, janda Zaid bin Harisah dapat dinikahi oleh Rasulullah, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu yang kalian lakukan” ayat ini merupakan dalil bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir dan tidak akan ada lagi nabi sesudahnya, siapapun yang mengakui adanya Nabi sesudah Nabi Muahammad, maka dia bukanlah bagian dari umat Islam (al-Ahzāb/40:33).
Adapun alasan penulis ingin mengangkat pembahasan ini karena peneliti menemukan lafaẓ khatama terdapat delapan ayat, namun peneleiti sebelumnya hanya membahasas terkait dari khatama al-Nabiyin saja, lalu peneliti ingin mengakaji dari sisi khatama terhadap orang kafirnya, berdasarkan kerangka berfikir tersebut, penulis tertarik untuk melakukan suatu pembahasan ini berupa skripsi dengan judul: “Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap Orang Kafir dalam al-Qur‟an”
B. Identifikasi Masalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang di atas bahwa lafaẓ
khatama banyak sekali perdebatan pemaknaanya oleh sebab itu penulis
ingin mengkaji lebih lanjut terkait tentang konsep lafaẓ khatama dalam al-Qur‟an, hal ini tentu saja disebabkan oleh beberapa masalah, adapun masalah-masalah itu dapat diidentifikasi sebagai berikut:
2. Apa ganjaran bagi orang yang beriman dari lafaẓ khatama dalam al-Qur‟an.
3. Bagaimana konteks lafaẓ khatama dari seluruh ayat dalam al-Qur‟an.
4. Apa alasan Mirza Gulam Ahmad menafsirkan lafaẓ khatama al-Nabiyin sebagai cincin, keistimewaan dan keutaman Nabi.
5. Bagaimana Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap Orang Kafir dalam al-Qur‟an.
C. Batasan Masalah
Mengingat banyak dan luasnya cakupan masalah yang berhubungan dengan lafaẓ khatama maka penulis perlu membatasi masalah yang telah diidentifikasi, penelitian ini hanya dibatasi pada khatama terhadap orang kafirnya, dan tidak mencantumkan khatama yang delapan dikarenakan khatama yang lain berbeda fokus dengan ayat khatama yang sudah dipilih dan ditentukan, agar lebih spesifik pada satu masalah yang hendak diangkat.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah di sini dapat dirumuskan sebagai berikut ini yaitu: “Bagaimana Relasi Lafaẓ Khatama Terhadap Orang Kafir dalam al-Qur‟an”.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Agar pembaca tidak keliru dalam memahami makna lafaẓ
khatama dalam al-Qur‟an.
b. Agar para penulis tidak kesulitam mencari bahan tentang lafaẓ
c. Agar para pengkaji dapat tambahan referensi dari informasi yang sudah ada di dalam skripsi ini, dan memperluas wawasan dalam mengkaji ayat-ayat dalam al-Qur‟an.
2. Manfaat Penelitian
a. Untuk menguatkan dari argumentasi pembahasan sebelumnya terkait tentang lafaẓ khatama dalam al-Qur‟an.
b. Untuk memudahkan pencarian dari hasil penemuan lafaẓ
khatama, menjadi rujukan untuk menggali lebih jauh lagi
terkait pembahasan yang ada di dalam al-Qur‟an.
c. Untuk membantu para peneliti mencari data-data dalam al-Qur‟an secara komprehensif.
F. Tinjauan Pustaka
Dari berbagai macam skripsi yang penulis baca, banyak hal yang harus diperhatikan dan menjadi suatu kajian dan perbandingan selanjutnya, adapun setelah penulis melakukan kajian kepustakaan, penulis sangat kesulitan mencari bahan terkait pembuatan skripsi ini, namun ada beberapa yang berkaitan dengan lafaẓ khatama, walaupun tidak banyak ditemukan skripsi tentang lafaẓ khatama dalam al-Qur‟an yang telah dibuat oleh mahasiswa terdahulu, untuk mengetahui materi dan obyek penelitiaanya maka penulis hendak menguraikan beberapa-beberapa skripsi dan artikel sebagai berikut :
Jurnal yang ditulis oleh Eni Zulaiha Studi al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2016, “Fenomena Nabi dan kenabian dalam perspektif al-Qur‟an”15
15
Eni Zulaiha “Fenomena Nabi Dan Kenabian Dalam Perspektif Qur'an”,
Jurnal Reflektika yang ditulis oleh Muhammad Hilmi Jalil Institut Islam Hadhari, Universiti Kebangsaan Malaysia “Konsep Hati Menurut al-Ghazali”16
Skripsi yang ditulis oleh Sifa Kahfiani Mahasiswi Jurusan Tarjamah Fakultas Adab Dan Humaniora 2011 “Akurasi Penerjemahan Kata Kholifah Dan Khatam Dalam Wacana Keahmadiyahan”17
Desertasi yang ditulis oleh Harifuddin Cawidu Mahasiswa IAIN Alauddin Makassar jurusan Tafsir Hadits “Konsep Kufr dalam al-Qur‟an”18
Skripsi yang ditulis oleh Kuratul Aini mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2001 “Kufur dalam Alquran”19
Jurnal yang ditulis oleh M. Darwis Hude Mahasiswa program pasca sarjana “The prophethood “khotam al-nabiyin”20
Jurnal yang ditulis oleh Muhammad Yahya Mahasiswa Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin“Majelis Ulama Indonesia Tentang "Khatam" al-Nabiyyin (Study Atas Penggunaan QS. al- Ahzāb: 40/33 Sebagai Dasar Penetapan Fatwa Tentang Ahmadiyah)”21
Jurnal yang ditulis oleh Ismi Lutfi Rijalul Fikri Syukur, Badruzzaman M Yunus mahasiswa Pascasarjana Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir UIN Sunan
16
Muhammad Hilmi Jalil “Konsep Hati Menurut al-Ghazali “Jurnal Reflektika yang
ditulis oleh Institut Islam Hadhari, Universiti Kebangsaan Malaysia.
17
Sifa Kahfiani, “Akurasi Penerjemahan kata Kholifah dan Khatam dalam Wacana
Keahmadiyahan”, Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora 2011.
18
Harifuddin Cawidu, “Konsep Kufr dalam al-Qur‟an” IAIN Alauddin Makassar jurusan Tafsir Hadits.
19
Kuratul Aini, “Kufur dalam Alquran”, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2001. 20
M. Darwis Hude, “The prophethood khotam al-nabiyin”. Program Pasca Sarjana. 21
Muhammad Yahya, Majelis Ulama Indonesia Tentang “Khatam al-Nabiyyin” Study atas Penggunaan QS.al-Ahzāb: 40/33 sebagai dasar penetapan fatwa tentang Ahmadiyah”. UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Fakultas Ushuluddin.
Gunung Djati Bandung “Metodologi Tafsir Darul Islam Fillah: studi atas ayat-ayat kerasulan”22
Skripsi yang ditulis oleh Fitria Retno Sari mahasiswi IAIN Salatiga, “Konsep kafir dalam Surah al-Baqarah (Suatu Kajian dengan Pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu”23
Skripsi yang ditulis oleh Fathur Ramadhoni dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017 “Penasiran Sayyid Qutb Atas Kafr dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an”24
Perbedaan dari peneliti sebelumnya adalah:
1. Peneliti sebelumnya hanya menjelaskan khatama dari sisi kenabian, dan konsep kufur dalam al-Qur‟an.
2. Sedang peneliti membahas khatama dari sisi hati orang kafir yang di tutup.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research),25 yaitu studi dengan mengkaji buku-buku, dan naskah-naskah, majalah-majalah yang bersumber dari khazanah kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dan bahan-bahan rujukan berasal dari data yang tertulis sedangkan sifat dari penelitian ini adalah bersifat kualitatif adapun data yang diambil dari penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber, yaitu primer dan sekunder.
22
Ismi Lutfi Rijalul Fikri Syukur, Badruzzaman M Yunus “Metodologi Tafsir Darul
Islam Fillah: studi atas ayat-ayat kerasulan” Pascasarjana Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 23
Fitria Retno Sari, “Konsep kafir dalam Surah al-Baqarah” Suatu Kajian dengan
Pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu, IAIN Salatiga.
24
Fathur Ramadhoni, “Penasiran Sayyid Qutb Atas Kafr Dalam Tafsir Fi Zilal
al-Quran”, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017.
25
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Salatiga: Fuadah IAIN Salatiga, 2018), 6.
a. Sumber data primer dalam penelitian ini ialah ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan lafaẓ khatama, implikasi dari sebuah penelitian yang hendak dikaji yaitu lafaẓ khatama pada ayat-ayat yang ditetapkan, maka rujukan pada penelitian ini adalah al-Qur‟an.
b. Sumber data sekunder ialah berupa kamus-kamus bahasa Arab seperti al-Munawwir, Lisān al-Arab, Mu‟jam al-Mufahras lī al-Fāẓ
al-Qur‟an, fathu al-rahman dan beberapa kitab tafsir serta
kajian-kajian lainnya, antara lain seperti, buku, jurnal, dan skripsi yang berhubungan dengan tema pembahasan.
2. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis deskriptif, yang berarti interpretasi terhadap isi di dalamnya, serta dibuat dan disusun secara menyeluruh dengan sangat sistematis,26 kemudian data-data yang telah dikumpulkan hendak diolah dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Memilih dan menetapkan masalah yang dikaji yakni lafaẓ khatama dalam al-Qur‟an yaitu topik yang hendak diangkat.
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang sudah ditetapkan.
a. Mengumpulkan data berdasarkan cara kerja maudu‟i lafaẓ khatama
dalam al-Qur‟an dan disusun berdasarkan tartib muṡhafi. 3. Teknik Analisis Data
Proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar, kemudian dianalisa hingga mendapatkan hasil berdasarkan yang ada analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini hendak diperoleh temuan, baik
26
temuan substantif maupun formal skripsi ini menggunakan metode analisis deskriptif.
Adapun analisis yang digunakan berikut ini:
b. Menganalisis dan menentukan fi‟il, fa‟il dan maf‟ul.
c. Merelasikan ayat-ayat dari setiap surah yang terkandung ayat khatama terhadap orang kafir dalam al-quran.
d. Melihat persamaan dan perbedaan tafsir analisis dengan kitab tafsir.
e. Mengurutkan ayat-ayat khatama yang dikaji menggunakan tartib muṡhafi.
f. Mengungkapkan hasil dari pemahaman ayat khatama yang hendak diteliti.
Menganalisis dengan melihat konteks kata khatama pada ayatnya masing-masing metode yang satu ini, terbilang sangat rinci dalam hal menganalisis persoalan, sebab deskriptif merupakan penyelidikan yang, menganalisa, dan mengklasifikasikan, juga menginterpretasikan data yang ada metode ini juga membutuhkan metode induksi (berangkat dari pengetahuan yang bersifat khusus kepengetahuan yang bersifat umum) kemudian deduksi (berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum kepengetahuan yang bersifat khsusus) dan rangka mengambil kesimpulan, dalam hal ini, penulis hendak memaparkan data-data yang berkaitan dengan lafaẓ khatama, kemudian penulis hendak menganalisa dengan cara metode analisis kontekstual analisis kontekstual adalah salah satu metode yang membahas satu tema, lalu dibenturkan dan dipadukan perkembangan masa lampau kini dan mendatang, al-Qur‟an yang turun sejak zaman Nabi, merupakan data masa lampau yang sampai saat ini dan sampai kapanpun hendak selalu relevan, sehingga pemahamannya sangat dinamis, bisa dikaitkan dengan konteks masa lalu, kekinian, dan yang hendak datang.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami pengertian-pengertian dan mempelajari penulisan penelitian skripsi penulisan skripsi ini disusun secara sistematis dengan menjadi 5 BAB adapun rician pembahasannya sebagai berikut:
Bab pertama: Pendahuluan, pembahasan disini dimulai dengan
menjelaskan tentang latar belakang masalah yaitu dengan memberikan gambaran besar terkait lafaẓ khatama, selanjutnya ada identifikasi masalah yang mana semua yang berkaitan tentang lafaẓ diidentifikasi sesuai problematika yang ditemukan didalam latar belakang, kemudian ada batasan masalah yaitu membatasi permasalahan yang terdapat di dalam identifikasi masalah, lalu rumusan masalahnya diambil dari batasan yang ingin diteliti, lalu tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, pengumpulan data, analisis data, kajian pustaka, sampai kesistematika penulisan.
Bab kedua: Landasan teori, menjelaskan tentang kerangka berfikir
dari suatu pembahasan yang ingin diteliti, adapun isi dari Bab dua yang ingin dikaji adalah, derivasi lafaẓ dan makna serta penggunaanya, yang menjelaskan tentang pengertian lafaẓ khatama dari segi kebahasaan serta pemakanaanya dari terjemahan dalam al-Qur‟an, kemudian derivasi lafaẓ
khatama berisi tentang bentuk-bentuk khatama dari surah yang ditemukan,
dan terakhir ada penggunaan lafaẓ khatama yang diambil dari redaksi yang ditemukan.
Bab ketiga: Pembahasan terkait data tentang diskursus lafaẓ khatama, ada redaksi ayat khatama, yang mencantumkan data-data terkait
pembahasan dari ayat yang hendak dikaji, lalu konteks ayat khatama yang berisi peristiwa dalam ayat, lalu asbāb al-Nuzūl tentang sebab turunnya
ayat, dan terakhir ada tafsir tentang lafaẓ khatama yang menjelaskan dari ayat-ayat untuk memperkuat argumentasi dari ayat yang hendak diteliti.
Bab keempat: Analisis pembahasan terkait tentang relasi ayat khatama terhadap kekafiran ini dijelaskan dengan menggunakan pola
struktur kebahasaan dan maknanya, kemudian ada struktur ayat khatama, lalu diklasifikasi konteks khatamanya, dan yang terakhir memahami ayat
khatama secara komprehensif.
21
BAB II
RUANG LINGKUP LAFAẒ KHATAMA DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Lafaẓ Khatama dan Derivasinya
1. Definisi Lafaẓ khatama
Kata khatama1 berasal dari fi‟il madhi, khatama, yakhtimu, khatman, wa khitaman, secara bahasa adalah, menyetempel, menyegel, menutup,
menamatkan, menyempurnakan, menyelesaikan, menurut pencarian dalam kamus Fathu al- Rahman li Thalibi Ayat al-Qur'an2 dan dari al-Qur‟an kemenag, kemudian lafaẓ khatama disebutkan sebanyak delapan kali yang tersebar pada tujuh surah yang berbeda, dan khatama yang ditemukan mempunyai tiga kategori klasifikasi, yang pertama ada khatama terhadap orang kafir, kedua ada khatama al-Nabiyin, dan yang terakhir ada khatama air khamar, dari khatama yang ditemukan peneliti mencoba untuk mengumpulkan lafaẓ tersebut untuk melihat dimana saja lafaẓ itu tersebar di dalam surah-surah yang berbeda, kemudian mencantumkan makna-makna dari semua lafaẓ yang sudah di himpun dari semua surah.
Berikut inilah persebaran dari lafaẓ khatama tersebut yang penulis paparkan dalam bentuk tabel:
Tabel 2.1: Data Ayat Lafaẓ Khatama dari 8 Surah
No Surat Lafaẓ Arti
1 al-Baqarah 7 Khatama Mengunci
2 al-An‟ām 46 Khatama Menutup
3 Yāsin 65 Nakhtimu Menutup
1
A. Warson Munawir, Kamus al-Munawir, Pondok Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta, 1984, 348.
2
4 al-Syūrā 24 Yakhtim Mengunci
5 al-Jāṡiyah 23 Khatama Mengunci
6 al-Ahzāb 40 Khātama Penutup
7 al-Muṭaffifīn 25 Makhtūm Menyegel
8 al-Muṭaffifīn 26 Khitāmuhū Menyegel
Dari tabel di atas bahwa semua yang terdapat di ayat yang berlafaẓ
khatama ditemukan hanya delapan ayat, dan dari semua itu mempunyai
peristiwanya masing-masing, ada yang menjelaskan tentang orang kafir yang ditutup hati, pendengaran, pengelihatan dan mulut, lalu ada tentang ditutupnya kenabian, serta tentang air khamar yang dilak atau disegel.
Ini menunjukan bahwa setiap ayat yang ditemukan tidak semua sama tentang menjelaskan dari khatama itu, karena lafaẓ tersebut mempunyai penjelasan masing-masing, dan dari semua itu menjelaskan dari sisi kefungsianya, bukan fisiknya.
2. Derivasi Lafaẓ Khatama
Adapun derivasi5 lafaẓ khatama itu ada lima, ada yang berbentuk fi‟il
madhi, fi‟il mudari‟, isim masdar isim fa‟il dan isim maf‟ul, dari lima
bentuk derivasi6 tersebut mempunyai makna dan kandungannya masing-masing, walaupun pada dasarnya semuanya bermakna sama yaitu tutup, namun pada masing-masing ayat mempunyai gaya Bahasa tersendiri yang lebih tepat, karena banyaknyanya sinonim dari makna tutup itu sendiri, jika diperhatikaan dari setiap lafaẓ, semuanya saling berkaitan, karena semuanya menerangkan tentang kefungsiannya, dari ditutupnya hati, kenabian, sampai tentang air khamar yang dilak atau disegel, seperti yang
5
Dalam Ilmu Linguistik, Derivasi adalah Proses Pembentukan Kata yang Menghasilkan Leksem Baru (Menghasilkan Kata-Kata yang Berbeda dari Paradigma yang Berbeda) Pembentukan Derivasi Bersifat tidak dapat Diramalkan.
6
Konsep Derivasi berkaitan dengan Kaidah Sintaktik, tidak otomatis tidak Sistematik, bersifat Optional/Sporadis, serta mengubah Identitas Leksikal.
sudah dipaparkan dalam bentuk di atas, oleh karena itu pemaknaan dari masing-masing ayat harus tepat sasaran supaya para pengkaji al-Qur‟an dapat lebih mudah untuk memahami makna dari ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur‟an.
Inilah bentuk-bentuk derivasi lafaẓ khatama yang peneiliti cantumkan dengan bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 2.2: Data Lafaẓ Khatama dan Bentuknya
No Lafaẓ Bentuk 1
َۤمَتَخ
Fi‟il Maḍi 2ْۤمِتَْيَ/ُۤمِتَْنَ
Fi‟il Muḍari‟ 3ََۤتاَخ
Isim Fā‟il 4وُمٰتِخ
Isim Masdar 5ٍۤمْوُ تَّْمَّ
Isim Maf‟ūlBentuk dari lafaẓ-lafaẓ di atas berbeda-beda seperti fi‟iI maḍi7 itu kata kerja yang menunjukkan waktu lampau, artinya pekerjaan itu sudah dilakukan, sedangkan fi‟il muḍari‟ adalah kata yang menunjukan arti dalam dirinya yang dikaitkan dengan waktu yang mengandung arti sekarang atau yang akan dating,8 kemudian ada juga Isim masdar yaitu
lafaẓ yang menunjukan makna tanpa disertai zaman, namun tidak memuat
semua huruf fi‟ilnya bahkan kadang dikurangi baik secara lafẓi maupun
taqdiri tanpa ada ganti, lalu kata fā‟il menurut Bahasa berasal dari kata fā‟il yang berarti pelaku atau orang yang melakukan pekerjaan, kata itu
diambil dari bentuk kata fi‟il sedangkan menurut ahli nahwu fā‟il adalah sebagaimana penjelasan di dalam kitab al-Jurūmiyyah berikut ini:
7
M. Abdul Manaf Hamid: Pengantar ilmu shorof ishtilahi dan lughowi, Fathul Mubtadi‟in, Nganjuk, 2006, 127.
8
ُۤوُلْعِف
ُۤوَلْ بَ ق
ُۤرْوُكْذَلما
ُۤعْوُ فْرَلما
ُۤمْسلإا
َۤوُى
ُۤلِعاَفلا
“Isim fā‟il adalah isim yang dibaca rofa' di mana kata kerja atau
fi‟ilnya disebutkan sebelum fā‟il itu sendiri”
Selanjutnya Ada juga yang menggunakan isim maf”ūl, isim maf‟ūl adalah isim yang berfungsi sebagai objek, menjelaskan benda atau sesuatu yang dikenai pekerjaan atau terkena akibat dari perbuatan pelaku, isim
maf‟ūl tergolong ke dalam isim musytaq, sebuah kata benda yang
terbentuk sebagai akibat perubahan sebuah kata, misalkan kata kerja dalam Bahasa dalam kasus ini, isim maf‟ūl merupakan hasil perubahan dari bentuk fi‟ilnya.9
B. Lafaẓ-Lafaẓ yang Berkaitan dalam al-Qur’an
Adapun penjelasan dari lafaẓ-lafaẓ khatama yang berkaitan dalam al-Qur‟an, peneliti mengambil dari semua ayat khatama yang berkaitan di dalam lafaẓ khatama, untuk menunjukan, bahwa setiap ayat yang dikumpukan selalu terhubung baik dari ayat keseluruhannya, maupun dari lafaẓ itu sendiri, untuk lebih mudah difahami peneliti mencoba untuk membuatkan tabel dari isi ayat-ayat yang berkaitan dalam al-Qur‟an seperti tabel dibawah ini:
Tabel 2.3: Data Lafaẓ Khatama yang berkaitan
Lafaẓ Terkait Artinya Lafaẓ
اْوُرَفَك
ۤ
Orang-orang kafir yang ingkarٌۤء
ا
َوَس
ۤ
Sama sajaْۤمُهَ تْرَذْنَاَء
ۤ
Peringatanَۤنْوُ نِمْؤُ يۤ َلَ
ۤ
Tidak beriman 9Hifni Bek Dayyab, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, (Jakarta: Darul Ulum Pers, 1993), 130-131.
ُّٰۤللّا
ۤ
Allahَمَت َخ
ْۤمِِبِْوُلُ ق
ۤ
Hati merekaْۤمِهِعَْسَ
ۤ
Pendengaran merekaْۤمِىِراَصْبَا
ۤ
Penglihatan merekaٌۤةَواَشِغ
ۤ
Tutupٌۤباَذَع
Siksa اْۤمُتْ يَاَر
Terangkanlah kepadakuَۤذَخَا
ۤ
Mencabutْۤرُظْنُا
ۤ
Perlihatkanlahْۤمُكْيِتَْيَ
Mengembalikanya kepadamuُۤفِّرَصُن
ۤ
Berulang-ulangَۤنْوُ فِدْصَي
ۤ
Berpalingَۤمْوَ يْلَا
ۤ
Pada hari ituْۤمِهِىاَوْ فَا
ۤ
Mulut merekaاَنُمِّلَكُتَو
ۤ
Mereka Berkataْۤمِهْيِدْيَا
ۤ
Tangan merekaُۤدَهْشَتَو
ۤ
Bersaksiْۤمُهُلُجْرَا
ۤ
Kaki merekaَۤنْوُ بِسْكَي
ۤ
Dia kerjakanَۤنْوُلْوُقَ ي
ۤ
Mereka berkataىٰرَ تْ فا
ۤ
Mengada-adaۤاًبِِذَك
ۤ
Berbohongُۤحَْيََو
ۤ
Menghapusَۤلِطاَبْلا
ۤ
Bathilُّۤقُِيََو
ۤ
Membenarkanَۤتْيَءَرَ فَا
ۤ
Kamu melihatَۤذََّتَا
ۤ
Menjadikanُۤوىٰوَى
ۤ
Nafsunyaُۤوَّلَضَاَو
ۤ
Sesatَۤلَعَجَو
ۤ
Meletakanِۤوْيِدْهَّ ي
ۤ
Petunjukَۤنْوُرَّكَذَتۤ َلَفَا
ۤ
Apakah kamu tidak mengambilpelajaran
Dari tabel yang dipaparkan, peneliti mengumpukan lafaẓ-lafaẓ yang berkaitan dari setiap ayat-ayat yang sudah ditentukan, untuk menunjukan apakah setiap lafaẓ yang dikumpulkan mempunyai keterkaitan dari setiap ayatnya atau tidak, sehingga kajian lafaẓ yang ada, bisa dijelaskan dengan utuh dan sistematis.
C. Pendekatan Teori Nahwu Terhadap Ayat Khatama
Pendekatan yang digunakan dalam teori ini hanya dengan menggunakan jumlah fi‟liyah saja, walaupun di dalam ilmu nahwu ada juga jumlah ismiyah, namun agar lebih dikhususkan, peneliti hanya mencantumkan teori yang bersangkutan saja, agar lebih mudah dan lebih ringkas dalam memahami analisis yang hendak dilakukan. 27
Adapun pendekatan yang dipakai untuk penelitian ini yaitu menggunakan jumlah fi‟liah, dengan mencantumkan fi‟il, fā‟il dan maf‟ūl, lalu peneliti memasukan teori-teori tersebut, kemudian diaplikasikan di
27
dalam ayat yang sudah ditentukan, inilah pengertian jumlah fi‟liah berikut ini:
1) Pengertian Jumlah Fi‟liyah
Jumlah fi‟liyah (kalimat verbal) adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan fi‟il (kata kerja), jumlah ismiah juga dapat diartikan sebagai susunan kalimat yang terdiri dari fi‟il (kata kerja) dan fa‟il (pelaku),
fi‟il adalah kata yang menunjukkan arti pekerjaan atau peristiwa yang
terjadi pada suatu masa atau waktu tertentu (lampau, sekarang dan yang akan datang), fa‟il (subjek) adalah isim yang terletak setelah fi‟il dan berfungsi sebagai pelaku kata kerja, apabila fa‟il berbentuk muannas, maka fi‟il juga muannas, begitu juga apabila berbentuk musanna (ganda) ataupun jamak (banyak), maka fi‟il harus tetap mufrod (tunggal).28
2) Metode struktur paling sederhana untuk jumlah fi‟liyah adalah:
Fi‟il (kata kerja) + fa‟il (pelaku) atau Fi‟il (kata kerja) + fa‟il
(pelaku) + maf‟ul bih (obyek)
Maf‟ul bih adalah isim yang dikenai pekerjaan (objek)
Sebuah kalimat yang berpredikat kata kerja transitif harus dilengkapi dengan objek atau maf‟ul bih, obyek tidak harus ada dalam jumlah
fi‟liyah, karena ada fi‟il yang menuntut obyek dan ada yang tidak
menuntut obyek, seperti contoh di bawah ini:
Tabel 2.4: Contoh Lafaẓ dari Struktur Jumlah Fi’liyah
No Lafaẓ Arab Artinya
1
ّّۤيِلَعَۤسَلَج
Ali telah duduk 2ٌۤةَأَرْمِإْۤتَءاَج
Seorang perempuan telah datang 3ُۤةَشِئاَعْۤتَلاَق
Aisyah telah berkata 4َۤسْرَّدلاُۤبُتْكَي
Dia sedang menulis pelajaran28
Tahapan selanjutnya yang peneliti lakukan yaitu mencantumkan dan memberikan teori dari setiap-setiap analisis yang digunakan, seperti teori
fi‟il maḍi, fi‟il muḍare‟, fa‟il dan maf‟ul bih, berikut pengertian-pengertian
dari setiap teori tersebut untuk lebih jelas dari setiap analisis ayat-ayat yang sudah dikumpulkan dan dipilih sesuai masalah yang hendak diangkat dan inilah teori yang sudah ditetapkan di dalam penelitian ini:
1. Pengertian Fi‟il Māḍi
Kata Fi‟il Māḍi berasal dari dua kata, yaitu fi‟il dan māḍi adalah kata yang menunjukan arti pekerjaan atau peristiwa yang terjadi pada
suatu masa waktu tertentu29
اًعْضَوٍۤناَمَزِبْۤتَنُِتُْ قاَوۤاَهَسْفَ نۤ ِفِۤ ًنًْعَمۤىَلَعْۤتّلَدٌۤةَمِلَك
”Kalimat kata yang menunjukkan makna mandiri dan di sertai dengan pengertian zaman”
Sedangkan madi jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia maka artinya adalah, zaman, dahulu atau masa lalu, Jadi maksud dari fi‟il
maḍi sesuai istilah adalah:
ِۤةَنِكاَّسلاِۤثْيِنْأَّتلاَءَتَْۤلَبْقَ تْۤنَاُۤوُتَم َلَعَوۤىَضَقْ نَوۤىَضُمٍۤثَدَحۤىَلَعَّۤلَداَم
“Lafaẓ yang menunjukkan kejadian (perbuatan) yang telah berlalu” Bentuk-bentuk Fi‟il Māḍi mempunyai 14 bentuk sesuai dengan banyaknya
damir (pelaku) damir berfungsi sebagai fa‟il (pelaku) dengan mengambil
contoh kata متخ maka terdapat 14 bentuk sebaagai berikut:
29
Tabel 2.5: Data Bentuk-Bentuk Ḍhamir Khatama
No Ḍamir Fi’il Arti Keterangan
1
وى
متخ Dia (lk) telahmenutup
Bentuk asli tanpa perubahan 2
اهم
امتخ Dia berdua (lk) telahmen utup
+
ا
pada huruf terakhir3
مى
ومتخ Mereka (lk) telahmenutup
+
وۤ
pada huruf terakhir4
يى
تمتخ Dia (pr) telahmenutup
ۤ+
ت
pada huruf terakhir 5
اهم
اتمتخ Dia berdua (pr) telahmenutup
+
تَۤ
pada huruf terakhir
6
نى
نمتخ Mereka (pr) telahmenutup
+
نۤ
pada huruf terakhir7
تنا
تمتخ Kamu (lk) telah menutupۤ+
ت
pada huruf terakhir 8امتنا
امتمتخ Kamu berdua (lk) telah menutup+
ۤ
اتم
pada huruf terakhir 9متنا
متمتخ Kalian (lk) telahmenutup
+
تۤ
pada huruf terakhir10
تنا
تمتخ Kamu (pr) telah menutupۤ+
تب
pada huruf terakhir 11امتنا
امتمتخ Kamu berdua (pr) telah menutup+
ۤ
اتم
pada huruf terakhir 12تننا
نتمتخ Kalian (pr) telah menutup+
ۤ
نت
pada huruf terakhir 13نَّا
تمتخ Saya telah menutupۤ+
ت
pada hurufterakhir