• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Sistem Deteksi Kerusakan Jaringan Dermis dari Citra Mikroskop Digital Menggunakan Metode Ekstraksi Fitur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desain Sistem Deteksi Kerusakan Jaringan Dermis dari Citra Mikroskop Digital Menggunakan Metode Ekstraksi Fitur"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Desain Sistem Deteksi Kerusakan Jaringan Dermis

dari Citra Mikroskop Digital Menggunakan Metode

Ekstraksi Fitur

Kurniastuti1, Y. G. Y. Yhuwana2, S. Soelistiono2, R. Apsar1,2

1

Prodi S1 Teknobiomedik F.Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

2Prodi S1 Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mendesain sistem deteksi kerusakan jaringan kulit mencit (mus musculus) akibat paparan laser Nd:YAG dengan dosis energi 18,8 – 53,8 J/cm2 dari citra mikroskop digital. Kerusakan jaringan kulit akibat paparan laser Nd:YAG berupa pendarahan (bleeding) dan lubang. Sampel citra yang digunakan adalah citra jaringan normal dan citra jaringan rusak. Desain sistem menggunakan pemograman Delphi dengan metode ekstraksi fitur warna dan segmentasi warna. Ekstraksi fitur warna yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga buah yaitu fitur warna jaringan normal, fitur warna pendarahan (bleeding), dan fitur warna lubang. Metode ekstraksi fitur warna dilakukan dengan menggunakan histogram untuk mengetahui intensitas dengan nilai frekuensi tertinggi secara teliti. Segmentasi warna menghasilkan daerah-daerah pada citra yang termasuk dalam rentang intensitas fitur. Hasil uji program penentuan jaringan kulit normal dan jaringan kulit rusak pada penelitian ini menunjukkan bahwa 25 citra dari 40 citra yang digunakan berhasil diidentifikasi sehingga tingkat keakuratan program sebesar 62,5%. Sedangkan pada hasil uji program pengukuran diameter, tingkat keakurasian sebesar 38,84% hingga 68,14%.

(2)

PENDAHULUAN

Kerusakan jaringan kulit akibat paparan laser Nd:YAG secara berlebih akan menyebabkan kulit tidak berfungsi dengan baik, sehingga perlindungan tubuh terhadap gangguan dari luar akan melemah. Kerusakan jaringan kulit yang terjadi akibat paparan laser Nd:YAG berupa pendarahan (bleeding) dan lubang (Pribadi, 2011). Hal itu disebabkan karena adanya fenomena interaksi yang timbul saat pemaparan laser Nd:YAG terhadap jaringan kulit. Fenomena interaksi tersebut adalah fotokimia (photochemical), fototermal (phototermal), fotoablasi (photoablastion), plasma-induced ablation dan fotoakustik (photodisruption). Fenomena interaksi yang terjadi pertama kali adalah fotokimia (photochemical) yang menyebabkan terjadinya efek kimia dan reaksi antara makrokolekul dan jaringan saat energi laser diserap oleh jaringan kulit. Setelah terjadi efek kimia, temperatur pada jaringan akan meningkat (fototermal) yang menyebabkan terjadinya penguapan molekul air pada jaringan kulit dan letupan jaringan kulit yang ditandai dengan penyemburan pecahan-pecahan jaringan kulit serta proses ablasi (fotoablasi). Proses ablasi tersebut akan diikuti dengan pembentukan plasma

(plasma-induced ablation) dan pembangkitan shock wave (photodistruption) yang menyebabkan

munculnya lubang pada jaringan kulit (Apsari, 2009).

Dalam penelitian Pribadi (2011) dilakukan pemaparan laser Nd:YAG terhadap jaringan kulit mencit (mus musculus) dengan tegangan pumping sebesar 540-620 V dan 740 V dan dosis energi sebesar 18,8 J/cm2–53,8 J/cm2. Dengan perlakuan perbedaan besar dosis energi menyebabkan dampak yang muncul pada jaringan kulit akan berbeda. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa tegangan pumping yang menyebabkan kerusakan pada jaringan kulit adalah 590–620 V dan 740 V serta dosis energi sebesar 29,5-53,8 J/cm2. Dalam penelitian ini, digunakan preparat jaringan kulit mencit (mus

musculus) baik jaringan normal maupun jaringan rusak yang merupakan hasil penelitian

Pribadi (2011) sebagai sampel image yang diteliti.

Penelitian ini diawali dengan mendapatkan citra digital dari preparat jaringan kulit mencit (mus musculus). Pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan mikroskop digital. Mikroskop digital merupakan mikroskop cahaya yang telah dimodifikasi dengan kamera digital dan telah terhubung dengan perangkat lunak komputer (Fifin, 2010). Pada umumnya, mikroskop digital telah dilengkapi dengan program yang men-capture video menjadi citra digital. Akan tetapi dalam penelitian ini, program tersebut tidak digunakan sehingga diperlukan bantuan sebuah frame grabber.

Frame grabber merupakan program yang fungsinya mengubah video menjadi citra digital

(3)

kamera telah terinstall sebelumnya. Frame grabber dibuat menggunakan pemograman Delphi. Hasil akhir dari frame grabber adalah citra digital yang merupakan citra kontiyu f(x,y) yang sudah didiskritkan baik koordinasi spasial maupun tingkat kecerahannya. Citra digital yang dihasilkan berupa citra berwarna. Pada citra berwarna, warna piksel yang ditampilkan pada layar monitor merupakan campuran dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau dan biru dengan nomor warna dasar mulai dari 1 hingga 3. Setiap nomor warna dasar menginformasikan intensitas dalam menyusun suatu warna yang nilainnya berkisar dari 0 hingga 255 pada resolusi 8 bit (Sutoyo et. al, 2009).

Untuk mempermudah proses pengidentifikasian lubang, dilakukan metode ekstraksi fitur, proses untuk mendapatkan fitur-fitur yang membedakan suatu objek dari objek yang lain (Putra, 2010). Ekstraksi fitur sendiri terbagi menjadi tiga macam yaitu ekstraksi fitur bentuk merupakan ekstraksi berdasarkan karakter konfigurasi permukaan yang diwakili oleh garis dan kontur, ekstraksi fitur tekstur merupakan ekstraksi yang didasarkan pada fitur tekstur sedangkan ekstraksi fitur warna merupakan ekstraksi yang didasarkan pada fitur warna. Pada citra berwarna yang memiliki komposisi warna R, G, dan B maka ekstraksi fitur warna dilakukan pada tiga warna (Nahari, 2010). Ekstraksi fitur warna menggunakan histogram. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas piksel dari sautu citra atau bagian tertentu di dalam citra. Pada citra berwarna 24 bit, histogram terdiri dari 3 buah histogram warna dasar yaitu histogram red (R), green (G), dan blue (B) dengan masing-masing histogram terdiri dari nilai tingkat keabuan 0–255. Contoh sebuah histogram citra disajikan pada Gambar 2.9 dengan i adalah intensitas 0 – 255 dan hi adalah histogram dari intensitas i.

Gambar 2.9 Histogram citra (Putra, 2010)

Dalam penelitian ini, ekstraksi fitur yang digunakan adalah ekstraksi fitur warna disebabkan dalam citra digital jaringan kulit terdapat tiga fitur yang digunakan yaitu fitur

(4)

jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), dan fitur lubang. Ketiga fitur tersebut memiliki tingkat keabuan yang berbeda. Metode selanjutnya adalah segmentasi warna yang merupakan proses membagi citra menjadi daerah-daerah (region) berdasarkan warna (Gonzales, 2008). Daerah yang dimaksud adalah sekumpulan piksel yang berdekatan yang memiliki sifat yang sama. Sedangkan warna merupakan sebuah fitur dalam ruang warna (color-space) 3-dimensi RGB yang berisi informasi yang berkenaan dengan distribusi spectral cahaya.

Pada citra berwarna, fitur yang paling umum digunakan dalam proses segmentasi adalah fitur warna seperti yang dikemukakan oleh Saikumar et. al (2011). Phung et. al (2003) melakukan penelitian mengenai segmentasi terhadap kulit manusia. Fitur yang digunakan adalah fitur warna. Untuk mendapatkan daerah kulit, menggunakan rentang warna kulit yang dihasilkan dari segmentasi warna. Presentase error dalam segmentasi warna relatif kecil yaitu 15,3%. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan segmentasi warna dengan menggunakan rentang intensitas fitur jaringan normal, pendarahan (bleeding), dan lubang yang dihasilkan dari proses ekstraksi fitur.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan mikroskop digital untuk mendapatkan citra digital jaringan kulit yang berupa preparat. Komputer yang digunakan adalah Core 2 Duo dengan sistem operasi Windows 7. Program dibuat dengan menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi 6 dan Matrox Inspector 2.1 sebagai software pendukung. Data merupakan hasil penelitian Pribadi (2011) sejumlah 40 buah dengan jaringan kulit normal sebanyak 20 buah dan jaringan kulit rusak sebanyak 20 buah.

Prosedur penelitian antara lain mengolah data yang berupa preparat menjadi citra digital dengan menggunakan frame grabber, citra tersebut kemudian di ekstraksi fitur warna pada intensitas R (red), G (green), dan B(blue) dengan menggunakan histogram untuk mengetahui rentang intensitas tiap fitur yang ada dalam citra yang dilakukan dengan penge-crop-an fitur sebelumnya. Fitur yang digunakan dalam penelitian ini adalah fitur jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), dan fitur lubang.langkah selanjutnya adalah segmentasi warna untuk mengetahui daerah fitur. Dari segmentasi warna dapat diketahui citra yang termasuk citra jaringan kulit normal dan citra jaringan kulit rusak dengan menggunakan ada atau tidaknya fitur pendarahan (bleeding) dan fitur lubang. Citra yang termasuk jaringan kulit rusak kemudian dilakukan perhitungan diameter lubang menggunakan fitur lubang.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Frame grabber untuk mendapatkan citra digital dan tampilan desain disajikan

pada Gambar 1. Desain frame grabber diawali dengan pemilihan perangkat kamera yang akan digunakan. Video akan muncul komponen VideoWindow1 yang secara real-time terhubung secara otomatis. Video real-time dimanfaatkan untuk mengatur letak preparat agar kamera fokus pada bagian preparat yang akan diamati sehingga terlihat jelas.

Capture video yang merupakan proses pemindahan file video menjadi file image dapat

dilakukan dan image hasil capture kemudian akan terlihat pada DBImage1. Pada penyimpanan image, user dapat meng-klik tombol save image yang secara otomatis akan menyimpan image dalam bentuk file bmp. Setelah didapatkan citra digital jaringan kulit, dilakukan ekstraksi fitur warna dengan menggunakan histogram dengan tampilan program seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 1. Tampilan desain frame grabber

(6)

Tujuan dari proses ekstraksi fitur adalah mengetahui rentang fitur citra dengan cara karakterisasi citra menggunakan histogram. Proses untuk mendapatkan karakteristik citra menggunakan fitur citra yaitu fitur jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), dan fitur lubang. Fitur citra di-crop dan ditampilkan dalam bentuk histogram dengan menggunakan program ekstraksi fitur warna dengan histogram. Pada penelitian ini dilakukan segmentasi warna pada R, G, dan B sehingga histogram yang ditampilkan berjumlah 3 buah yaitu histogram R, histogram G, dan histogram B. Dari histogram tersebut, akan diketahui frekuensi kemunculan tiap intensitas pada fitur citra, dan data yang diambil adalah intensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi. Untuk menghindari kesalahan dalam penentuan intensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi, maka data histogram dipindah ke dalam bentuk tabel. Hasil run program ekstraksi fitur warna dengan histogram menghasilkan intensitas frekuensi tertinggi pada tiap fitur citra. Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 menunjukkan rata-rata intensitas frekuensi tertinggi pada fitur jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding) dan fitur lubang.

Tabel 1. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur jaringan normal

Tegangan Pumping (V) Intensitas R G B 540 153 115 98 550 175 125 111 560 185 143 122 570 180 85 109 580 181 138 116

Tabel 2. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur jaringan pendarahan (bleeding)

Tegangan Pumping (V) Intensitas R G B 590 255 75 85 600 192 76 99 610 202 86 92 620 180 100 102 740 175 65 64

(7)

Tabel 3. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur lubang Tegangan Pumping (V) Intensitas R G B 590 240 255 213 600 195 158 138 610 228 207 198 620 191 156 111 740 183 146 129

Berdasarkan rata-rata intensitas frekuensi tertinggi tiap fitur yang ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 maka rentang intensitas pada tiap fitur citra diketahui. Rentang intensitas fitur yang dihasilkan adalah

1. Fitur jaringan normal R = (153-181), G = (85-143), B = (98-122) 2. Fitur pendarahan R = (175-255), G = (65-100), B = (64-102) 3. Fitur lubang R = (183-240), G = (145-255), B = (111-213)

Rentang intensitas fitur yang didapatkan digunakan dalam proses selanjutnya yaitu segmentasi warna yang akan membedakan antara jaringan kulit normal dan jaringan kulit rusak. Pada jaringan kulit rusak akan dilakukan pengukuran diameter lubang dengan menghitung jumlah piksel pada lubang pada tiap baris.

Pada desain program segmentasi warna digunakan pemograman Delphi. Proses ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding), tahap pengidentifikasian lubang, tahap penentuan posisi dan diameter lubang serta kalibrasi diameter dengan menggunakan Matrox Inspector 2.1. Tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding) dan lubang memanfaatkan rentang intensitas pendarahan (bleeding) dan lubang yang dihasilkan dari ekstraksi fitur. Namun karena terjadi

overlapping pada rentang intensitas fitur jaringan normal dan pendarahan (bleeding),

maka rentang intensitas pendarahan (bleeding) adalah diluar rentang fitur jaringan normal. Pada tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding), piksel yang intensitasnya termasuk dalam rentang pendarahan (bleeding) akan berwarna biru. Hal itu sebagai penanda letak pendarahan. Piksel yang intensitasnya termasuk dalam rentang lubang akan berwarna hijau. Akan tetapi pengidentifikasian lubang tidak hanya berdasarkan rentang fitur lubang melainkan juga berdasarkan definisi lubang yaitu daerah dengan intensitas yang berbeda dengan daerah sekitarnya yang berada di antara daerah pendarahan

(8)

(bleeding) (Pribadi, 2011). Tampilan segmentasi warna pada jaringan kulit normal disajikan pada Gambar 3 dan pada jaringan kulit rusak pada Gambar 4.

Gambar 3. Tampilan segmentasi warna pada jaringan kulit normal

Gambar 4. Tampilan segmentasi warna pada jaringan kulit rusak

Pada jaringan kulit rusak dilakukan pengukuran diameter lubang. Tahap penentuan diameter lubang, perlu dilakukan rotate pada citra. Tujuan rotate adalah mengubah posisi lubang sejajar terhadap sumbu x. Hal itu disebabkan data citra dari penelitian Pribadi (2011) memiliki posisi lubang tidak sama antara satu dengan yang lain. Selain itu, sebelum dilakukan pengukuran diameter lubang, diperlukan kalibrasi piksel menjadi mikrometer dengan menggunakan Matrox Inspector 2.1. Berdasarkan Matrox

(9)

Inspector 2.1 diketahui bahwa kalibrasi 1 piksel = 1,923 µm. Akan tetapi perlu diingat bahwa data citra yang diproses ini telah mengalami proses resize 25% sehingga sebelum dikalibrasi dari piksel ke mikrometer, panjang piksel dikalikan dengan 4 untuk mendapatkan panjang piksel dalam ukuran sebenarnya (100%). Perhitungan kalibrasi tersebut sudah terdapat dalam program penentuan diameter lubang sehingga diameter lubang yang terlihat dalam program sudah bersatuan mikrometer. Tampilan kalibrasi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tampilan Matrox Inspector 2.1 dalam kalibrasi piksel

Pada program penentuan jaringan kulit normal dan rusak, didapatkan bahwa dari 40 buah citra digital yang digunakan sebanyak 25 citra berhasil dideteksi dengan benar sehingga tingkat akurasinya sebesar 62,5%. Sedangkan untuk pengukuran diameter lubang tingkat keakurasiannya berkisar antara 38,84% hingga 68,14%. Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan hasil run program penentuan citra jaringan normal dan citra jaringan rusak dan hasil run program pengukuran diameter lubang.

(10)

Tabel 4. Hasil run program penentuan citra jaringan normal dan citra jaringan rusak Tegangan pumping (V) Dosis energi

(J/cm2)

Hasil run program Benar (√) atau salah (x)

540 (1) 18,8 Jaringan normal √ 540 (2) 18,8 Jaringan normal √ 540 (3) 18,8 Jaringan normal √ 540 (4) 18,8 Jaringan normal √ 540 (5) 18,8 Jaringan normal √ 550 (1) 23,9 Jaringan normal √ 550 (2) 23,9 Jaringan normal √ 550 (3) 23,9 Jaringan normal √ 550 (4) 23,9 Jaringan normal √ 550 (5) 23,9 Jaringan normal √ 560 (1) 21,1 Jaringan normal √ 560 (2) 21,1 Jaringan normal √ 560 (3) 21,1 Jaringan normal √ 560 (4) 21,1 Jaringan normal √ 560 (5) 21,1 Jaringan normal √ 570 (1) 21,5 Jaringan normal √ 570 (2) 21,5 Jaringan normal √ 570 (3) 21,5 Jaringan normal √ 580 (1) 25,6 Jaringan normal √ 580 (2) 25,6 Jaringan normal √ 590(1) 31,3 Jaringan normal x 590(2) 31,3 Jaringan normal x 590(3) 31,3 Jaringan normal x 600(1) 29,5 Jaringan rusak √ 600(2) 29,5 Jaringan rusak √ 600(3) 29,5 Jaringan rusak √ 600(4) 29,5 Jaringan rusak √ 600(5) 29,5 Jaringan normal x 610(1) 32,0 Jaringan normal x 610(2) 32,0 Jaringan normal x 610(3) 32,0 Jaringan normal x 610(4) 32,0 Jaringan normal x 610(5) 32,0 Jaringan normal x 620(1) 35,7 Jaringan normal x 620(2) 35,7 Jaringan normal x 620(3) 35,7 Jaringan normal x 620(4) 35,7 Jaringan normal x 620(5) 35,7 Jaringan normal x 740(1) 53,8 Jaringan rusak √ 740(2) 53,8 Jaringan normal x

(11)

Tabel 2. Hasil run program pengukuran diameter lubang

No. Tegangan pumping

(V) Dosis energi (J/cm2) Diameter lubang (µm) 1. 600(1) 29,5 138,456 2. 600(2) 29,5 169,224 3. 600(3) 29,5 169,224 4. 600(4) 29,5 169,224 5. 740(1) 53,8 153,84

Tingkat keakurasian pada penelitian ini tergolong rendah disebabkan karena pada penelitian ini hanya menggunakan ekstraksi fitur warna sebagai fitur pembedanya. Pada umumnya untuk melakukan segmentasi pada kulit setidaknya diperlukan minimal dua fitur diantaranya adalah fitur warna dan tekstur seperti pada penelitian Nammalwar et. al (2009) yang melakukan segmentasi pada image kanker kulit menggunakan fitur warna dan tekstur. Kanker kulit menyebabkan adanya luka pada kulit. Untuk menganalisa luka pada kulit yang harus dilakukan adalah mengetahui lokasi luka secara akurat dan memisahkan daerah luka. Fitur warna dan tekstur digunakan untuk membedakan warna-tekstur luka dari kulit normal. Penyebaran fitur tersebut didasarkan pada struktur tepi dan warna image. Selain itu, pada penelitian Phung et. al (2003) melakukan segmentasi terhadap kulit manusia dengan presentasi error sebesar 15,3%.

Jiang et. al (2005) mendeteksi kulit dengan menggunakan tiga fitur sekaligus yaitu fitur warna, tekstur dan jarak. Deteksi kulit pada penelitian ini adalah memisahkan daerah kulit dengan daerah bukan kulit misalnya mata, rambut dan bibir pada area wajah. Proses segmentasi pada penelitian ini menunjukkan tingkat keakurasian tinggi yaitu sebesar 94,8%.

Fitur tekstur itu sendiri adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Sedangkan segmentasi tekstur merupakan proses yang membagi suatu citra ke dalam beberapa daerah dimana tekstur dianggap konstan. Oleh karena itu, segmentasi tekstur lebih ditekankan pada penentuan batas-batas antar daerah-daerah di dalam citra dengan tekstur yang berbeda secara otomatis (Nammalwar et. al, 2009). Untuk mengoptimalisasi hasil, penelitian deteksi kerusakan jaringan dermis dan pengukuran diameter lubang dapat disarankan untuk menggunakan fitur warna, fitur tekstur, struktur tepi dan jarak untuk mendapatkan batas daerah lubang yang lebih akurat sehingga penentuan citra jaringan kulit normal dan citra jaringan kulit rusak serta pengukuran diameter lubang dapat terdeteksi lebih akurat.

(12)

SIMPULAN DAN SARAN

Sistem deteksi kerusakan jaringan dermis dengan metode ekstraksi fitur dapat digunakan sebagai alat bantu menentukan citra jaringan kulit normal dan citra jaringan rusak dengan tingkat keakurasian 62,5 % dan tingkat keakurasian pengukuran diameter lubang berkisar 38,84% sampai 68,14%.

Dengan mengetahui tingkat keakurasian program dalam penelitian ini, maka untuk meningkatkan tingkat keakurasian program dapat menggunakan fitur lain dalam citra misalnya fitur tekstur pada citra. Atau dapat juga dilakukan penggunaan dua fitur sekaligus yaitu fitur warna dan tekstur dengan menggunakan metode segmentasi warna dan tekstur serta struktur tepi dan jarak.

DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Retna. 2009. Sistem Fuzzy Berbasis Laser Speckle Imaging untuk Deteksi Kualitas Enamel igi Akibat Paparan Laser Nd:YAG. Disertasi.Program PascaSarjana. Universitas Airlangga. Surabaya.

Apsari, R, Noriah Bidin, Suhariningsih. 2008. Karakteristik Output Laser Nd:YAG Dengan Q-Switch dan tanpa Q-Switch Untuk Aplikasi Diagnosis Pada Bidang edokteran Gigi. Prosiding Seminar Nasional IV. Universitas Teknologi Yogyakarta. Yogyakarta.

Fifin, D.R. 2010. Pengenalan Pola Citra Leukosit Dengan Metode Ekstraksi Fitur Citra. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 133-137.

Gonzales. 2008. Digital Image Processing. 3rd edition. United State of America : Prentice Hall.

Gunadhi, Albert. 2002. Sensor Warna Dengan Menggunakan Kamera Video Berbasis Komputer Pribadi. Jurusan Teknik Elektro. Universitas Widya Mandala Surabaya.

Jiang, Zhiwei, Yao, Min, Jiang, Wei. 2005. Skin Detection Using Color, Texture and

Space Information. College of Computer Science. Zhejiang University. Hangzhou.

China.

(13)

Teknik Ekstraksi Fitur Tekstur dan Fitur Bentuk. Internetwork Indonesia Jurnal.Vol.1. No.1.

Nammalwar, Padmapriya, Ghita, Ovidiu, Whelan, Paul F. 2009. Segmentation of Skin

Cancer Images. Vision Systems Group. Centre for Image Processing and Analysis.

School of Electronic Engineering. Dublin City University. Ireland.

Phung, Son Lam. Bouzerdoum, Abdesselam. Chai, Douglas. 2003. Skin Segmentation

Using Color and Edge Information. School of Engineering and Mathematics. Edith

Cowan University. Perth. Australia.

Putra, Dharma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Penerbit ANDI.Yogyakarta.

Pribadi, Siswanto. 2011. Pengaruh Paparan Laser Nd:YAG Q-Switch Secara in-vivo Terhadap Kerusakan Jaringan Kulit Mencit (Mus Musculus). Program Studi S1 Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Saikumar, Tara. Yugander, P. Murthy, P. Sreenivasa. Smitha, B. 2011. Colour Based

Image Segmentation Using Fuzzy C-Means Clustering. International Conference on

Computer and Software Modelling IPCSIT. Volume 14. Year 2011. LACSIT Press. Singapore.

Sutoyo,T. Edy Mulyanto. Oky Dwi Nurhayati. Wijanarto. Vincent Suhartono. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital.Penerbit ANDI. Semarang.

Gambar

Gambar 2.9 Histogram citra (Putra, 2010)
Gambar 1. Tampilan desain frame grabber
Tabel 1. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur jaringan normal  Tegangan  Pumping (V)  Intensitas  R  G  B  540   153  115  98  550  175  125  111  560   185  143  122  570  180  85  109  580  181  138  116
Tabel 3. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur lubang  Tegangan  Pumping (V)  Intensitas  R  G  B  590   240  255  213  600  195  158  138  610   228  207  198  620  191  156  111  740  183  146  129
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dalam statistik deskriptif dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat love of money, manacika parisudha dan sikap etis yang dimiliki

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Isolat jamur endosimbion pada bintang laut ( Asterias forbesi)

(10) Setiap orang atau badan yang menemukan adanya kegiatan pengumpulan sumbangan uang atau barang yang diindikasikan tidak mempunyai izin, atau dilakukan dengan pemaksaan

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2)

Pengembangan kurikulum pembelajaran untuk mahasantri pada Ma’had Aly Babussalam, Darul Munawwarah dan Mudi Mesra sangat efektif untuk mencapai tujuan yang

Bahaya lingkungan yang ditimbulkan dari risiko pada bahaya kebakaran di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap sangat berpengaruh pada lingkungan sekitar. Sehingga

Keberhasilan janda lanjut usia dalam mencapai kehidupan bermakna dikarenakan ketiga subjek telah dapat memenuhi ketiga komponen kehidupan bermakna yang dinyatakan

Analisis dilakukan dengan membandingkan kinerja campuran aspal pen 40/50 gradasi AC-BC dan gradasi Asphalt Institute, serta mengkaji apakah kedua jenis campuran memiliki modulus yang