MESRAN SAE 20W – 50 TERHADAP KARAKTERISTIK
MEDIUM CARBON STEEL
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Disusun oleh :
NUR MIFTAKHUDDIN 5201401004
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006
ii
Nur Miftakhuddin, 5201401004 Pend. Teknik Mesin FT UNNES, 2006, “Pengaruh Temper Dengan Quench Media Oli Mesran SAE 20W – 50 Terhadap Karakteristik Medium Carbon Steel”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50 terhadap karakteristik mekanis dan fisis pada medium carbon steel. Proses temper dilakukan dengan suhu 6000C dengan quench pada suhu 8200C.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Eksperimental Design bertipe Static Group Comparations, bahan baku material untuk spesimen adalah baja EMS 45 produksi PT. BHINEKA BAJANAS. Spesimen uji tarik menggunakan standart ASTM E8 A48, spesimen impact mengacu pada ASTM E23, dan spesimen muai panjang berdasarkan ASTM E8. Hasil uji komposisi menunjukkan material dasar termasuk dalam golongan medium carbon steel dengan kandungan karbon 0,452 %.
Pengujian struktur mikro menunjukkan struktur mikro raw materials terdiri dari ferit dan perlit, setelah dilakukan quench dan temper terjadi perubahan dimana butiran ferit pada quench menjadi lebih kecil dibandingkan raw materials dan kembali mengalami pembesaran butir saat dilakukan proses temper. Kekerasan vickers rata-rata pada raw materials ditunjukkan mulai titik pengujian 0,3 mm dari tepi sebesar 165,82 dan mengalami gradasi kenaikan pada quench dan temper yang mulai menunjukkan kestabilan kekerasan pada titik pengujian 0,7 mm dengan kekerasan vickers sebesar 237,7. Kekuatan tarik EMS 45 sebesar 67,74 kg/mm2 dan mengalami kenaikan sebesar 18,27 % saat dilakukan proses temper dengan tegangan maksimum sebesar 80,12 kg/mm2. Kekuatan impact terbesar terjadi pada spesimen temper sebesar 1,625 J/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 4,17 % terhadap raw materials dan 2,68 % terhadap quench. Keliatan pengujian impact memperlihatkan keliatan spesimen sebesar 5,69 % pada raw materials dan meningkat 45,13 % pada quench dan 73,64 % pada spesimen temper. Hasil pengujian muai panjang menunjukkan muai panjang EMS 45 sebesar 1721 x 10-6 mm dan mengalami kenaikan menjadi 2959 x 10-6 mm pada spesimen quench dan 2014 x 10-6 mm pada spesimen temper.
Beberapa hal yang perlu disarankan dari penelitian lanjutan adalah penggunaan jenis medium carbon steel yang berbeda dengan variasi suhu pada proses temper dan media pendingin saat quench. Pengambilan foto mikro spesimen dilakukan dengan memperhatikan daerah terjadinya perbedaan tingkat kekerasan dalam spesimen.
Kata kunci: temper, quench, medium carbon steel, kekerasan, kekuatan tarik,
iii
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Tanggal : Panitia Ujian Ketua Sekretaris Drs Pramono Drs Supraptono, MPd NIP. 131474226 NIP. 131125645
Pembimbing Anggota Penguji
Pembimbing I Penguji I
Drs. Budiarso Eko, MPd Drs. Budiarso Eko, MPd
NIP. 131285577 NIP. 131285577
Pembimbing II Penguji II
Heri Yudiono, MT Heri Yudiono, MT
NIP. 132058804 NIP. 132058804 Penguji III Drs Murdani, MPd NIP. Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik
Prof, Dr. Soesanto NIP. 130875753
iv Moto
• Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
• Janganlah hanya belajar melalui kesalahan yang kita lakukan, tapi ambilah hikmah dari kebenaran yang kita kerjakan.
Persembahan
• Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dorongan dan doa. • Mbah Mad, eyang kakung yang aku sayangi
v
Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayahnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam peneliti curahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW Nabi yang terakhir.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Soesanto, dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. 2. Drs.Pramono, ketua jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Budiarso Eko, MPd, dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Heri Yudiono, MT, dosen pembimbing II skripsi ini yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan petunjuk, bimbingan, arahan dan motivasi
5. Drs. Hadromi, MT yang telah memberikan kesempatan dan ide kepada penulis untuk penulisan skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuanganku Bambang, Nur, Wisnu, teman-teman PTM’01, senior-senior, Laboran dan Teknisi serta semua pihak yang turut membantu penelitian ini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa-jasa beliau yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, maka kritik dan
vi para pembaca.
Semarang, April 2006
vii
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Permasalahan ... 2 C. Penegasan Istilah ... 3 D. Tujuan ... 4 E. Manfaat ... 4 F. Sistematika Skripsi ... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Baja Karbon ... 6 B. Quenching ... 8 C. Tempering ... 10 D. Pelumas ... 11 E. Pengujian Tarik ... 13 F. Pengujian Kekerasan ... 17
viii BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian... 24 B. Material Spesimen ... 24 C. Peralatan Penelitian ... 27 D. Alur Penelitian ... 27 E. Cara Penelitian ... 29 F. Tempat Penelitian ... 30
G. Teknik Pengumpulan Data ... 30
H. Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil uji komposisi ... 33
2. Hasil foto mikro spesimen ... 34
3. Hasil pengujian kekerasan... 35
4. Hasil pengujian tarik ... 39
5. Hasil pengujian impact ... 43
6. Hasil pengujian muai panjang ... 46
B. Pembahasan... 48 BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 51 B. Saran... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 54
ix
Halaman
Gambar 1. Diagram fasa Fe – Fe3C ... 9
Gambar 2. Contoh hasil pengujian tarik ... 14
Gambar 3. Diagram tegangan regangan ... 15
Gambar 4. Bentuk penampang patah pada pengujian tarik... 17
Gambar 5. Prinsip pengujian kekerasan vickers ... 19
Gambar 6. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan ... 21
Gambar 7. Dimensi spesimen tarik ... 25
Gambar 8. Spesimen uji tarik... 25
Gambar 9. Dimensi spesimen impact... 25
Gambar 10. Spesimen impact ... 25
Gambar 11. Dimensi spesimen kekerasan ... 26
Gambar 12. Spesimen kekerasan ... 26
Gambar 13. Dimensi spesimen muai panjang... 26
Gambar 14. Spesimen muai panjang... 26
Gambar 15. Diagram alur penelitian... 28
Gambar 16. Foto mikro raw materials... 34
Gambar 17. Foto mikro spesimen quench... 34
Gambar 18. Foto mikro spesimen temper ... 35
Gambar 19. Grafik kekerasan raw materials ... 36
x
Gambar 23. Grafik perpanjangan dan reduksi penampang ... 41
Gambar 24. Penampang patah uji tarik raw materials... 42
Gambar 25. Penampang patah uji tarik quench ... 42
Gambar 26. Penampang patah uji tarik temper... 42
Gambar 27. Grafik impact EMS 45 ... 43
Gambar 28. Penampang patah impact raw materials ... 44
Gambar 29. Penampang patah impact quench ... 44
Gambar 30. Penampang patah impact temper... 45
Gambar 31. Grafik keliatan spesimen... 46
xi
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia EMS 45 ... 33
Tabel 2. Hasil pengujian kekerasan ... 35
Tabel 3. Hasil pengujian tarik ... 39
Tabel 4. Hasil pengujian impact... 43
Tabel 5. Hasil perhitungan keliatan spesimen impact... 45
Tabel 6. Hasil pengujian muai panjang ... 47
xii
Lampiran 1. Hasil uji komposisi EMS 45 ... 54
Lampiran 2. Hasil uji kekerasan Vickers ... 55
Lampiran 3. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 1 ... 56
Lampiran 4. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 2 ... 57
Lampiran 5. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 3 ... 58
Lampiran 6. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 1 ... 59
Lampiran 7. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 2... 60
Lampiran 8. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 3 ... 61
Lampiran 9. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 1 ... 62
Lampiran 10. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 2 ... 63
Lampiran 11. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 3 ... 64
Lampiran 12. Rekapitulasi hasil pengujian tarik ... 65
Lampiran 13. Hasil pengujian impact ... 66
Lampiran 14. Hasil penghitungan keliatan spesimen ... 67
Lampiran 14. Hasil pengujian muai panjang ... 68
Lampiran 15. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa ... 69
Lampiran 16. Surat Tugas Panitia Ujian ... 70 Halaman
1
A. Latar Belakang
Pemakaian baja dalam kehidupan sehari-hari mensyaratkan faktor keuletan, kekerasan, tahan aus dan sebagainya. Peningkatan kualitas baja ini dapat dilakukan dengan cara penambahan unsur atau dengan melakukan perlakuan panas (heat treatment) pada baja.
Poros engkol sebagai salah satu komponen dalam sebuah mesin yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari satu bagian ke bagian yang lain dengan penerimaan beban yang beragam dalam siklus kerjanya. Pembebanan yang dialami poros engkol ini dapat berupa gaya tekan dari piston, gaya gesek pada bantalan connecting road, gaya puntir dari fly wheel dan kombinasi saat dilakukan pemindahan tranmisi sehingga poros harus dibuat dengan memperhatikan beban-beban tersebut.
Perlakuan panas pada baja memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kekerasan baja sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu puIa. Perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya. Tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan faktor
yang mempengaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan.
Pengerjaan logam untuk mendapatkan komponen pada umumnya diawali dengan pengerjaan mesin yang kemudian diberikan perlakuan panas sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki sifat dan kualitas komponen seperi annealing, normalizing, hardening atau tempering.
Hardening merupakan proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat yang dinamakan quench (Djafrie, 1995). Akibat proses hardening pada baja, maka timbul tegangan dalam (internal stresses), dan rapuh (brittles) yang menyebabkan baja tersebut belum cocok untuk segera digunakan sehingga baja tersebut perlu dilakukan proses lanjut yaitu temper. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan panas temper dengan quenching media oli Mesran SAE 20W – 50. Perubahan sifat baja dapat diketahui dengan cara melakukan pengujian tarik, kekerasan, impact dan muai panas. Penelitian ini memfokuskan pada baja EMS 45 sebagai bahan penelitian.
B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahannya adalah :
1. Bagaimanakah karakteristik sifat mekanis medium carbon steel (kekuatan tarik, impact, kekerasan dan muai panjang) akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50?
2. Bagaimanakah karakteristik sifat fisis (foto mikro) medium carbon steel akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50?
C. Penegasan Istilah 1. Baja EMS 45
Baja EMS 45 merupakan jenis baja yang diproduksi oleh PT. BHINEKA BAJANAS dengan kandungan kimia sesuai dengan katalog 0,48 % C; 0,3% Si; 0,7% Mn.
2. Quenching
Quenching merupakan proses pemanasan baja sampai suhu didaerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat (Djafrie, 1995). 3. Tempering
Tempering adalah pemanasan kembali dari baja yang telah dikeraskan pada suhu dibawah suhu kritis yang disusul dengan pendinginan (Djaprie, 1989:148) untuk menghilangkan tegangan dalam (sisa) dari baja akibat proses quenching.
4. Karakteristik bahan
Karakteristik bahan merupakan parameter yang diukur setelah dilakukan serangkaian pengujian bahan, meliputi karakteristik mekanis yang terdiri dari kekerasan, kekuatan tarik, impact, muai panjang dan karakteristik fisis yang berupa foto mikro spesimen.
D. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik sifat mekanis (kekuatan tarik, impact, kekerasan dan muai panjang) akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50?
2. Untuk mengetahui karakteristik sifat fisis (foto mikro) medium carbon steel akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50?
E. Manfaat
Adanya penelitian mengenai pengaruh temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W - 50 terhadap karakteristik medium carbon steel dapat diambil manfaat sebagai berikut :
1. Kontribusi terhadap pengetahuan tentang properties sifat fisis yaitu struktur mikro dan mekanis yaitu kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan dan muai panas pada bahan medium carbon steel yang dihasilkan dari proses temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50.
2. Dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang ada pada industri otomotif, khususnya yang berhubungan dengan elemen-elemen mesin dan poros.
3. Memberikan wawasan baru bagi perancangan poros engkol yang membutuhkan kekuatan bahan yang tinggi.
F. Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Bagian pendahuluan berisi halaman judul, halaman pengesahan, abstrak, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar lampiran.
2. Bagian isi skripsi terdiri dari Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat dan sistematika skripsi. Bab II Landasan Teori, meliputi baja karbon, quenching, tempering, pelumas, pengujian tarik, pengujian kekerasan, pengujian impact dan pengujian muai panjang. Bab III Metodologi Penelitian, meliputi desain penelitian, material spesimen, peralatan penelitian, alur penelitian, cara penelitian, tempat penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V Penutup, meliputi simpulan dan saran dari hasil penelitian.
6 A. Baja Karbon
Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak digunakan dengan unsur karbon sebagai salah satu dasar campurannya. Di samping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja.
Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Baja karbon rendah
Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit (Amanto, 1999).
2. Baja karbon menengah
Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C – 0,6%C (medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah (Amanto, 1999).
3. Baja karbon tinggi
Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C – 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas.
Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 3 bentuk utama kristal saat karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu :
1. Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak, ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban karena kekuatannya kecil.
2. Karbid besi (Fe3C), suatu senyawa kimia antara besi dengan karbon sebagai
akan menambah kadar sementit. Sementit dalam baja merupakan unsur yang paling keras.
3. Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan karbon sebesar 0,8%. Struktur perlitis mempunyai kristal ferrit tersendiri dari serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel.
Proses pengerasan pada baja karbon menengah akan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan baja karbon yang lain karena dengan kandungan karbon yang cukup banyak dapat membentuk martensit untuk menambah kekerasan baja.
B. Quenching
Proses pengerasan baja merupakan salah satu dari proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan baja, hal ini dilakukan dengan memanaskan suatu baja karbon ke dalam daerah temperatur yang dianjurkan untuk pengerasan baja.
Proses pengerasan baja dilakukan dalam 2 tahap pengerjaan:
1. Pengerjaan pertama dalam pengerasan baja adalah memanaskan baja sampai pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kritis (gambar 1). Suhu ini dipengaruhi oleh kandungan karbon. Berdasarkan kandungan karbon EMS 45 yang sebesar 0,452%, quenching dilakukan pada suhu 8200C.
Gambar 1. Diagram fasa Fe – Fe3C
Tujuan pemanasan adalah untuk mengubah baja dari keadaan normal dan tipe struktur perlit lunak ke struktur larutan padat yang disebut austenit. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding time).
2. Pengerjaan kedua adalah baja yang dipanaskan tersebut kemudian didinginkan secara cepat (quenching). Pada dasarnya pengerjaan kedua dalam pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenit dari pendinginan lain sampai temperatur mendekati 7900C. Jika berhasil mendinginkan austenit sampai 7900C akan mengubah dengan cepat ke suatu struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit. Martensit adalah
fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat. Martensit yang keras mempunyai susunan kristal BCT (Body Centred Tetragonal). Kekerasan yang dapat dicapai dalam proses pengerasan akan tergantung dari kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendinginan serta bentuk dan ketebalan bahan (Amanto, 1999:77).
C. Tempering
Tempering adalah pemanasan kembali dari baja yang telah dikeraskan pada suhu dibawah suhu kritis yang disusul dengan pendinginan (Djaprie, 1989:148) untuk menghilangkan tegangan dalam (sisa) dari baja akibat proses quenching. Melalui temper, kekerasan, dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat (Djafrie, 1985). Proses temper dimungkinkan karena struktur martensit yang tidak stabil. Proses ini akan menyebabkan martensit berubah menjadi troosit atau sorbit sesuai dengan suhu penemperannya. Troosit dan sorbit tersebar halus dalam bentuk karbid pada lapisan ferrit.
Temperatur pemanasan pada proses tempering memiliki beberapa tingkatan :
1. Tempering suhu rendah
Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 1500– 3000C. Proses ini tidak akan menghasilkan penurunan kekerasan yang berarti. Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja.
2. Tempering suhu menengah
Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 3000 - 5500C. Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan sedikit menurunkan kekerasannya. Peningkatan suhu temper akan mempercepat penguraian martensit dan kira-kira pada suhu 3150C perubahan fase menjadi martensit temper berlangsung dengan cepat.
3. Tempering pada suhu tinggi
Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 5500 - 6500 C. Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah.
Tingginya suhu penemperan dan holding time pada benda kerja tergantung pada jenis dan kekerasan baja yang dikehendaki. Semakin tinggi dan semakin lama holding time yang diberikan, semakin banyak terbentuk trosit dan sorbit sehingga kekerasan menjadi lebih rendah, keuletannya bertambah. Proses pendinginan temper dalam tempering umumnya bersifat alami yaitu pendinginan benda kerja pada udara terbuka. Tempering pada penelitian ini dilakukan pada suhu 6000C untuk mendapatkan keuletan spesimen yang maksimal.
D. Pelumas
Kemampuan suatu jenis media pendingin dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda-beda. Perbedaan kemampuan mendinginkan media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat
dan menyebar pada permukaan-permukaan yang bergesekan, sehingga membuat pengausan dan kenaikan suhu kecil sekali (Soedjono, 1978). Viskositas oli, dan bahan dasar oli membawa pengaruh dalam mendinginkan spesimen.
Bahan dasar minyak dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu minyak yang berasal dari hewan diperoleh dengan cara merebus atau memasak tulang-belulang atau lemak babi, minyak pelumas dari tumbuhan dan minyak pelumas mineral diperoleh dengan cara penyulingan (destilasi) minyak bumi secara bertahap. Minyak pelumas sintetik merupakan campuran beberapa organik, terutama hidro karbon. Dalam minyak bumi mengandung parafin (CnH2n–2), siklik
parafin naftena (CnH2n) dan aromatik (CnHn), jumlah susunan tergantung jumlah
minyaknya.
Dalam perdagangan ada dua macam viskositas, misalnya SAE 20 dan SAE 20 W. SAE 20W tidak begitu peka terhadap temperatur, sedangkan oli SAE 20 peka terhadap temperatur (Suyanto, 1989 : 412). Indek kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan pada suhu 200C, sedangkan kekentalan yang
tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada suhu 1000C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande. Penulisan angka viskositas misalnya SAE 20W – 50 dengan maksud standar olinya SAE 20 pada suhu 200C
dan standar sampai SAE 50 pada suhu 1000C, sehingga minyak pelumas ini bila digunakan di lingkungan suhu dingin akan bersikap sebagai pelumas SAE 20W
sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap sebagai minyak pelumas SAE 50W.
Penggunaan pelumas sebagai media pendingin dalam proses perlakuan akan menyebabkan timbulnya lapisan karbon pada bagian permukaan spesimen yang akan mempengaruhi sifat mekanis spesimen. Tingkat lapisan ini tergantung pada laju shear, yaitu kecepatan tiap tebal film pelumas. Kerusakan pada zat aditif pelumas karena peningkatan temperatur dapat menyebabkan terjadinya penurunan ketebalan lapisan karbon saat pelumas digunakan sebagai media pendingin. Penggunaan pelumas Mesran SAE 20W – 50 pada sebagian besar kendaraan bermotor mendorong peneliti untuk menggunakannya sebagai media pendingin pada quenching.
E. Pengujian Tarik
Pembebanan tarik merupakan suatu pembebanan pada benda dengan memberikan gaya yang berlawanan pada benda dengan arah menjauh dari titik tengah, atau dengan memberikan gaya pada salah satu ujung benda dan ujung lainnya diikat. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering dilakukan karena merupakan dasar pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan. Akibat dari penarikan gaya terhadap bahan adalah perubahan bentuk (deformasi) bahan, yaitu pergeseran butiran kristal logam hingga terlepasnya ikatan kristal tersebut karena gaya maksimum.
Proses terjadinya deformasi pada bahan hingga putus, dapat dievaluasi melalui tahapan pembebanan tarik. Hasil pengukuran dari pengujian tarik adalah suatu kurva yang memberikan hubungan antara gaya yang dipergunakan dan perpanjangan yang dialami oleh spesimen.
Gambar 2. Contoh hasil pengujian tarik
Sifat mekanik pertama yang dapat diketahui berdasarkan kurva pengujian tarik yang dihasilkan adalah kekuatan tarik maksimum yang diberi simbol σu.
simbol u didapat dari kata ultimate yang berarti puncak. Jadi besarnya kekuatan tarik ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik. Tegangan maksimum ini diperoleh dari :
σu o u A P = ... (1) σu σy σf
dimana Pu = beban maksimum (kg)
Ao = luas penampang awal (mm2)
Pada awal pemberian pembebanan, kurva tegangan regangan memberikan grafik dengan garis yang menunjukkan kesepadanan antara tegangan dan regangan bahan. Artinya bahan ini tetap berada pada keadaan proporsional. Penghentian pembebanan pada kondisi ini akan mengembalikan bahan ke bentuk yang semula karena masih dalam batas deformasi elastis.
Pada kurva tarik baja karbon rendah batas ini mudah terlihat, tetapi pada bahan lain batas ini sukar sekali untuk diamati oleh karena daerah linier dan tidak linier bersambung secara kontinyu. Oleh karena itu untuk menentukan titik luluh diambil dengan metoda off set yaitu suatu metoda yang menyatakan bahwa titik luluh adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar 0,2 %.
Gambar 3. Diagram Tegangan Regangan a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor b. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah
c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan metode off set untuk mengetahui titik luluhnya
d. Kurva tegangan regangan sesungguhnya.
Batas kesepadanan tegangan regangan ditandai dengan berubahnya bentuk kurva yang tidak lagi menunjukkan adanya kesepadanan antara tegangan dengan regangan. Jarak antara titik awal pemberian beban sampai pada batas ini disebut dengan regangan yang dirumuskan dengan :
e = Lo
L Δ
, ... (2)
dimana e = regangan bahan
Batas elastis mengenal dengan adanya modulus elastsisitas atau modulus Young, suatu sifat yang menyatakan kekakuan dari suatu bahan yang didalam kurva tarik. Sifat ini menyatakan hubungan yang linier dari tegangan dan regangan dimana berlaku persamaan :
E = e σ
, ... (3)
dimana E = modulus Young σ = tegangan.
Pemberian beban tarik pada pengujian tarik mengakibatkan terjadinya perpatahan pada bahan. Sifat mekanis lain yang dapat diketahui dari pengujian tarik adalah reduksi penampang atau reduction of area pada saat patah. Sifat ini dinyatakan dengan persamaan :
q = o f o A ) A -(A , ... (4)
dimana Ao = luas penampang awal (mm2)
Af = luas penampang patah (mm2)
Saat spesimen uji tarik mengalami perpatahan akan terbentuk suatu penampang patah. Menurut bentuknya jenis perpatahan dapat berbentuk simetri, kerucut mangkok (cup cone), rata dan tak teratur. Sedangkan berdasarkan teksturnya dapat berupa silky (seperti sutera), butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous), kristalin, glassy (seperti kaca) dan pudar.
Gambar 4. Bentuk patahan pada pengujian tarik
F. Pengujian Kekerasan
Proses pengujian kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.
Secara garis besar terdapat tiga metode pengujian kekerasan logam yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu dengan metode penekanan. Dikenal ada tiga jenis metode penekanan, yaitu : Rockwell, Brinnel, Vickers yang masing-masing memiliki perbedaan dalam cara menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell
(a) Flat granular (b) Cup-cone (c) Partial cup-cone Silky (d) Star fracture (c) Irregular fibrous
dan Vickers menentukan angka kekerasannya dengan menitikberatkan pada penghitungan kekuatan bahan terhadap daya luas penampang yang menerima pembebanan, sedangkan pada metode Rockwell ditentukan dengan menitikberatkan pada kedalaman indentor pada benda uji.
Prinsip pengujian Brinell sama dengan pengujian Vickers, hanya pada pengujian Vickers digunakan indentor yang berbentuk piramid dengan alas bujur sangkar yang bersudut puncak antara dua sisi yang berhadapan sebesar 1360. Sudut ini dipilih karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penekan pada pengujian Brinell.
Pengujian kekerasan Vickers banyak dilakukan pada penelitian karena hasil dari pengukuran kekerasan Vickers tidak tergantung pada besarnya gaya tekan seperti pada pengujian Brinell, jadi dengan gaya yang berbeda-beda akan tetap akan diperoleh nilai kekerasan yang sama (Suherman : 1987). Pengujian kekerasan Vickers dapat digunakan untuk mengukur nilai kekerasan pada benda yang sangat lunak sampai pada benda yang sangat keras, juga akan menghasilkan nilai kekerasan yang relatif kontinyu untuk suatu beban tertentu.
Angka kekerasan Vickers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan (Djaprie : 1987). Pada praktiknya luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
( )
2 2 d 1,854P d 2 α 2Psin VHN= = ... (5)dimana P = Beban yang diberikan (kg)
d = Panjang diagonal bekas injakan (mm) α = Sudut puncak indentor (136o)
Gambar 5. Prinsip pengujian kekerasan Vickers
G. Pengujian Impact
Baja karbon yang biasanya bersifat ulet dapat diubah menjadi getas bila berada kondisi tertentu. Menurut G. E. Diater (1988), terdapat tiga faktor dasar yang mendukung terjadinya patah getas, keadaan tegangan tiga sumbu, suhu rendah dan laju regangan tinggi atau laju pembebanan yang cepat. Ketiga faktor tersebut tidak harus ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah getas sehingga untuk menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, sering kali digunakan pengujian impact.
Tujuan utama pengujian impact ialah untuk mengukur kegetasan bahan atau juga keliatan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan palu godam merupakan ukuran energi yang diserap oleh benda uji. Besar energi yang diserap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan nilai impact yang besar. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai standart. Jenis pengujian impact yang dikenal ada dua macam, yaitu dengan metode Izod dan Charpy.
Pengujian impact berdasarkan prinsif hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. Gambar 6 menunjukkan palu godam dilepas dengan ketinggian H1 dari pusat benda uji yang bersudut α dan setelah
menabrak benda uji palu mengayun sampai ketinggian H2 dari pusat benda uji
yang bersudut β. Pada kondisi ini besar tenaga kinetik Ek1 dan Ek2 sama dengan
nol karena kecepatan V1dan V2 sama dengan nol yaitu berada pada kondisi
berhenti. Besarnya tenaga potensial Ep1=mgH1 dan tenaga potensial Ep2=mgH2.
Jadi tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji yaitu, W = Ep1 – Ep2
Gambar 6. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan.
Nilai impact bahan (K) merupakan hasil bagi tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule) dengan luas penampang patah benda uji (mm2), dirumuskan dengan :
0
A W
K= ... (7)
dimana W = energi terserap (J)
G = massa berat palu godam (kg)
R = jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m) α = sudut jatuh dalam
β = sudut ayun dalam
K = nilai pukulan takik (J/mm2)
A0 = luas penampang batang semula dibawah takikan (mm2)
Luas penampang patah pada hasil pengujian impact menjadi salah satu metode dalam menentukan keliatan bahan, dirumuskan dengan :
Keliatan = 100% A
A
b
d × ... (8)
dimana Ad = luas penampang liat (mm2)
Perbedaan pada struktur bahan dapat menyebabkan perbedaan pada bentuk patahan hasil impact. Sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk : 1. Keretakan getas atau keretakan bersuara, adalah rata dan mempunyai
permukaan yang kilap. Kalau potongan – potongannya kita sambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan itu tidak diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini mempunyai pukulan takik yang rendah.
2. Patahan liat atau patahan perubahan bentuk, patah ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti bludru, buram dan berserat, tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi.
3. Patahan campuran, patahan yang sebagian getas sebagian liat, patahan ini terjadi paling banyak.
H. Pengujian Muai Panjang
Pada suhu 00K atom-atom suatu bahan tidak bergerak dan jarak antar atom tetap. Apabila suhu dinaikkan, peningkatan energi memungkinkan atom-atom bergetar pada jarak antar atom-atom rata-rata yang lebih besar, hal ini menghasilkan pemuaian pada bahan tersebut. Valensi ion juga berpengaruh pada jarak antar atom. Pelepasan elektron pada sebuah atom menyebabkan berkurangnya jarak antar atom. Banyaknya jumlah atom yang berdekatan mampu meningkatkan gaya tolak menolak elektron sehingga jarak antar atom juga meningkat.
Energi ikatan antar atom suatu bahan seperti logam dipengaruhi oleh bentuk struktur kristalnya. Struktur kristal tertentu mempunyai ikatan yang kuat daripada struktur kristal yang lain atau sebaliknya. Perubahan keadaan padat pada
struktur logam dapat terjadi dengan adanya perlakuan panas sehingga memungkinkan untuk mengubah sifat muai logam dengan adanya perlakuan panas tersebut.
Prinsip pengukuran dilatometer adalah perubahan panjang benda uji karena kenaikan suhu benda uji diteruskan secara mekanik ke inductive displacement tranducer. Perubahan yang ditampilkan pada display bukanlah harga perubahan panjang yang sebenarnya, hal ini disebabkan oleh batang penekan dan penumpu benda uji yang juga ikut memuai. Selain itu juga dipengaruhi oleh kecepatan pemanasan dan atmosfer di sekitar. Untuk mendapatkan perubahan benda uji yang sebenarnya (absolut) diperlukan kalibrasi pengukuran. Kalibrasi dilakukan pada kondisi pengukuran yang sama dengan keadaan pengukuran benda uji dan dilakukan dengan menggunakan benda uji standar yang sudah diketahui koefisien muai panasnya, dirumuskan dengan :
ΔL koreksi = Lf pengukuran material standar – (αL × ΔT) material standar
24 A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium teknik dengan penekanan pada karakteristik mekanik (kekuatan tarik, kekerasan, muai panjang, impact) dan fisis (struktur mikro) bahan. Kategori rancangan percobaan yang dipilih adalah Pre-Eksperimental Designs bertipe Static Group Comparations, jadi ada kelompok percobaan/eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen terdiri dari spesimen yang telah mengalami perlakuan panas yaitu spesimen temper dan spesimen quench, masing-masing kelompok berjumlah 3 spesimen. Eksperimen untuk kelompok kontrol (raw materials) dilakukan sebagai pembanding, bagaimanakah perbedaan yang terjadi antara material yang telah mengalami temper dan quench dengan material yang tidak mengalami perlakuan panas (raw materials).
B. Material Spesimen
Penelitian ini menggunakan medium carbon steel EMS 45 produksi PT BHINEKA BAJANAS sebagai bahan penelitian. Bahan ini dibentuk menjadi spesimen kekuatan tarik, ketangguhan, muai panjang dan kekerasan.
1. Dimensi spesimen pengujian tarik
Gambar 7. Dimensi spesimen uji tarik
Gambar 8. Spesimen uji tarik
2. Dimensi spesimen pengujian impact
Dimensi spesimen pengujian impact berdasarkan standard ASTM E23
Gambar 9. Dimensi spesimen impact
Gambar 10. Spesimen impact
3. Dimensi spesimen pengujian kekerasan
Dimensi spesimen pengujian kekerasan menggunakan tabung silindris dengan tebal 10 mm.
Gambar 11. Dimensi spesimen kekerasan
Gambar 12. Spesimen kekerasan 4. Spesimen muai panjang
Dimensi spesimen pengujian impact berdasarkan standard ASTM E8
Gambar 13. Dimensi spesimen muai panjang
C. Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian berupa sarana peralatan yang digunakan dalam pembuatan spesimen maupun pengambilan data. Alat-alat yang digunakan antara lain :
1. Mesin bubut 2. Mesin frais
3. Mesin uji komposisi 4. Dapur pemanas 5. Mesin uji tarik 6. Mesin uji kekerasan 7. Mesin uji impact 8. Mesin uji muai panjang 9. Jangka sorong
D. Alur Penelitian
Secara garis besar, penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini:
Medium Carbon Steel
Uji komposisi
Pembuatan spesimen Medium Carbon Steel
Uji komposisi Pembuatan spesimen Quenching Tempering Raw Materials Uji tarik Uji kekerasan Uji muai panjang Uji impact
Pembahasan dan analisis data
Simpulan
E. Cara Penelitian 1. Pembuatan spesimen
Pembuatan spesimen tarik dan kekerasan dengan menggunakan mesin bubut konvensional, sedangkan pada pembuatan spesimen impact dan muai panjang menggunakan menggunakan mesin skrap konvensional. Pada tahapan akhir pengerjaan spesimen dilakukan penghalusan.
2. Proses Pemanasan
Pemanasan diawali dengan persiapan bahan dan dapur pemanas. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan dapur listrik. Spesimen quenching dipanaskan pada 8200C sedangkan pada proses tempering diatur pada suhu 6000C. 3. Proses Quenching
Proses quenching dilakukan dengan cara mendinginkan semua spesimen yang telah dipanaskan pada suhu 8200C kedalam oli Mesran SAE 20W – 50 secara kejut.
4. Proses Tempering
Proses tempering dilakukan dengan cara memanaskan kembali spesimen temper pada suhu 6000C kedalam oven kemudian didinginkan secara alami pada udara terbuka.
5. Pengujian spesimen
Pengujian spesimen ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik material hasil quenching dan tempering suhu 6000C serta raw materials. Setiap pengujian kelompok spesimen yang digunakan adalah 3 buah.
F. Tempat Penelitian
Pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium produksi jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. Uji komposisi dilakukan di PT. ITOKOH CEPERINDO Klaten. Pemanasan spesimen dilakukan di laboratorium pengecoran SMK Negeri 7 semarang. Pengujian spesimen tarik, spesimen impact, kekerasan, foto mikro dan makro dilakukan di Laboratorium Bahan Diploma Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sedangkan pengujian muai panjang dilaksanakan di laboratorium bahan jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang.
G. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian akan menghasilkan data-data yang dalam pencatatannya dimasukkan dalam lembar penelitian. Lembar penelitian ini dikelompokkan berdasarkan jenis pengujian spesimen, dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat dengan baik. Lembar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Lembar Pengamatan Uji Tarik
Tabel 2. Lembar Pengamatan Pengujian Kekerasan
Spesimen P d α VHN
Tabel 3. Lembar Pengamatan Uji Ketangguhan
Spesimen α β R G W A0 K
Tabel 4. Lembar Pengamatan Keliatan
Spesimen Ad Ab Keliatan
Tabel 5. Lembar Pengamatan Uji Muai Panjang
H. Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan data deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum pengamatan dari penelitian yang dilakukan. Data yang dihasilkan digambarkan secara grafis dalam histogram atau poligon.
Pengujian struktur mikro dilakukan dengan cara pengamatan, yaitu membandingkan hasil foto struktur mikro sehingga dapat dianalisis mengenai struktur, ukuran dan bentuk butiran dari masing-masing kelompok perlakuan. Foto makro bentuk penampang patahan juga dapat dianalisis bentuk dan perambatan retak masing-masing perlakuan.
33 A. Hasil Penelitian
Hasil dalam penelitian ini berupa data angka, gambar, grafik dan foto-foto penelitian. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur dalam material dan memastikan bahwa material penelitian yang digunakan dalam golongan medium carbon steel.
1. Hasil uji komposisi
Unsur-unsur yang terkandung dalam baja akan mempengaruhi sifat-sifat mekanis dan fisis dari baja yang bersangkutan. Jenis-jenis baja umumnya ditentukan berdasarkan kandungan unsur karbon yang terkandung dalam material baja tersebut. Tabel berikut ini menunjukkan data komposisi kimia unsur-unsur yang ada dalam material spesimen. Berdasarkan kandungan karbon dalam material dapat disimpulkan bahwa material yang digunakan tergolong medium carbon steel dengan kadar karbon 0,452 %. Berikut tabel kandungan unsur kimia dalam material secara lengkap.
Tabel 1. Komposisi kimia EMS 45
No Unsur Kimia Kandungan
(% berat) No Unsur Kimia
Kandungan (% berat)
1 Fe 98,4100 9 Mo 0,0040
2 C 0,4523 10 Cu 0,0040
4 Mn 0,6923 12 Nb 0,1000
5 P 0,0107 13 V 0,0000
6 S 0,0093 14 W 0,0400
7 Ni 0,0473 15 Ti 0,0000
8 Cr 0,1130
2. Hasil foto mikro spesimen
Pengujian foto mikro bertujuan untuk mengetahui struktur yang terkandung dalam spesimen penelitian. Struktur mikro yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat mekanis bahan. Bentuk penampang mikro untuk tiap jenis spesimen dengan perbesaran 200 kali adalah sebagai berikut :
Gambar 16. Foto mikro raw materials
Gambar 17. Foto mikro spesimen quench
Ferrit Perlit
Ferrit Perlit
Gambar 18. Foto mikro spesimen temper
3. Hasil pengujian kekerasan
Proses pengujian kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan berurutan pada jarak awal 0,1 mm dari tepi menuju ke tengah dengan jarak antar titik 0,2 mm sejauh 1.1 mm. Data hasil pengujian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu data untuk spesimen raw materials dan data pengujian spesimen quench dan temper. Secara umum, hasil pengujian kekerasan yang didapat dari pengujian terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil pengujian kekerasan Jarak titik (mm) VHN 0,1 0,3 0,5 0,7 0,9 1,1 Raw materials 171,5 166,1 165,8 166,7 166,1 164,4 Quench 263,7 260,3 253,5 240,7 237,7 237,7 Temper 260,8 253,8 243,8 237,7 237,7 237,7 Ferrit Perlit
Tabel di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut ini:
GRAFIK KEKERASAN RAW MATERIALS
171.5 166.1 165.8 166.7 166.1 164.4 160 162 164 166 168 170 172 174 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 Jarak Titik (mm) VHN
Gambar 19. Grafik kekerasan raw materials
Berdasarkan pada hasil pengujian kekerasan yang digambarkan dalam grafik distribusi kekerasan raw materials di atas menunjukkan besarnya kekerasan vickers pada raw materials jarak 0,1 mm sebesar 171,5; jarak 0,3 mm sebesar 166,4; jarak 0,5 mm sebesar 165,8; jarak 0,7 mm sebesar 166,7; jarak 0,9 mm sebesar 166,1 dan pada jarak 1,1 sebesar 164,4.
GRAFIK KEKERASAN QUENCH 263.7 260.3 253.5 240.7 237.7 237.7 220 230 240 250 260 270 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 Jarak titik (mm) VHN
Gambar 20. Grafik kekerasan quench
Berdasarkan pada hasil pengujian kekerasan yang digambarkan dalam grafik distribusi kekerasan quench di atas menunjukkan besarnya kekerasan vickers pada spesimen quench jarak 0,1 mm sebesar 263,7; jarak 0,3 mm sebesar 260,3; jarak 0,5 mm sebesar 253,5; jarak 0,7 mm sebesar 240,7; jarak 0,9 mm sebesar 237,7 dan pada jarak 1,1 sebesar 237,7. Terhadap raw materials kenaikan kekerasan pada tiap titik pada spesimen quench berturut-turut sebesar 53,76%; 56,71%; 52,90%; 44,39%; 43,11%; 4,59%
GRAFIK KEKERASAN TEMPER 237.7 237.7 237.7 243.8 253.8 258.7 225 230 235 240 245 250 255 260 265 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 Jarak Titik (mm) VHN
Gambar 21. Grafik kekerasan temper
Berdasarkan pada hasil pengujian kekerasan yang digambarkan dalam grafik distribusi kekerasan temper di atas menunjukkan besarnya kekerasan vickers pada spesimen temper jarak 0,1 mm sebesar 260,8; jarak 0,3 mm sebesar 253,8; jarak 0,5 mm sebesar 243,8; jarak 0,7 mm sebesar 237,7; jarak 0,9 mm sebesar 237,7 dan pada jarak 1,1 sebesar 237,7. Kenaikan terhadap raw materials masing-masing titik berturut-turut sebesar 50,85 %; 52,80%; 47,04%; 42,59%; 43,11%; 44,59%. Kekerasan spesimen temper ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan spesimen quench masing-masing titik berturut-turut sebesar 1,90%; 2,50%; 3,83%; 1,25%; 0%; 0%.
4. Hasil pengujian tarik
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari spesimen dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik terdiri dari tiga parameter yaitu parameter kekuatan tarik (ultimate strength), parameter kekuatan luluh (yield strength) dan parameter keuletan yang ditunjukkan oleh besarnya regangan serta bentuk penampang patah yang terjadi.
Hasil pengujian tarik terlihat dalam grafik uji tarik pada setiap spesimen. Data hasil pengujian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu data untuk spesimen raw materials dan data pengujian spesimen quench dan temper, masing-masing data pada kelompok spesimen diambil rata-rata hasil pengujian. Secara umum hasil pengujian diatas jika disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3. Hasil pengujian tarik
Spesimen Teg. Max (kg/mm2) Teg. Luluh (kg/mm2) Perpanjangan (%) Reduksi Penampang (%) Raw materials 67,74 43,44 12.38% 46,74% Quench 86,44 63,41 10.87% 38,67% Temper 80,12 59,03 14.50% 42,27%
Tabel di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut ini:
GRAFIK TEGANGAN SPESIMEN 43.44 63.41 59.03 67.74 86.44 80.12 35.00 45.00 55.00 65.00 75.00 85.00 95.00
Raw Materials Quench Temper
Tegangan (k g/ m m 2 ) Teg. Max Teg. Luluh
Gambar 22. Grafik tegangan
Berdasarkan pada hasil pengujian kekuatan tarik yang digambarkan dalam grafik tegangan di atas menunjukkan kekuatan tarik material baja EMS 45 sebesar 67,74 kg/mm2. Spesimen quench mempunyai tegangan maksimum sebesar 86,44 kg/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 27,61 % terhadap raw materials. Spesimen temper mempunyai tegangan maksimum sebesar 80,12 kg/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 18,27 % terhadap raw materials tetapi mengalami penurunan sebesar 7,32 % dibandingkan spesimen quench. Berdasarkan grafik tegangan luluh di atas menunjukkan bahwa tegangan luluh terbesar terjadi pada spesimen quench yaitu sebesar 63,41 kg/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 45,99 % terhadap raw materials. Tegangan luluh sebesar 59,03 kg/mm2 pada spesimen temper menggambarkan adanya penurunan sebesar 6,92 % terhadap spseimen quench tetapi mengalami kenaikan 24,59 % terhadap raw materials yang hanya sebesar 43,44 kg/mm2.
Grafik Perpanjangan dan Reduksi Penampang 12.38% 10.87% 14.50% 46.74% 38.67% 42.27% 0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00% 50.00%
Raw Materials Quench Temper
Perpanjangan Reduksi penampang
Gambar 23. Grafik perpanjangan dan reduksi penampang
Berdasarkan pada hasil pengujian kekuatan tarik yang digambarkan dalam grafik perpanjangan dan reduksi penampang di atas menunjukkan perpanjangan minimum hasil pengujian spesimen EMS 45 terjadi pada spesimen quench sebesar 10,87 %. Peningkatan sebesar 33,34 % terhadap spesimen quench terjadi pada spesimen temper dengan perpanjangan yang sebesar 14,5 %, raw materials baja EMS 45 mempunyai perpanjangan sebesar 12,38 %. Berdasarkan grafik reduksi penampang di atas menunjukkan reduksi penampang raw materials baja EMS 45 sebesar 46,74 %. Spesimen quench mempunyai reduksi penampang sebesar 38,67 % atau mengalami penurunan sebesar 17,27 % sedangkan spesimen temper mengalami penurunan reduksi penampang sebesar 9,55 % dibandingkan raw materials dengan reduksi penampang sebesar 42,27 %.
Pengujian tarik berakhir dengan terjadinya perpatahan pada spesimen. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat perbedaan pada bentuk penampang patah pada raw materials, quench dan temper. Spesimen raw materials dan quench dengan pembesaran 20 kali memberikan gambaran bentuk patahan jenis partial cup cone. Perbedaan diantara keduanya terletak pada tekstur spesimen quench yang cenderung lebih halus. Spesimen temper mempunyai bentuk patahan cup cone dengan butir yang halus. Bentuk penampang patah untuk tiap jenis spesimen seperti gambar dibawah ini.
Gambar 24. Penampang patah uji tarik raw materials
Gambar 25. Penampang patah uji tarik quench
Gambar 26. Penampang patah uji tarik temper Initial Crack Final Fracture Final Fracture Initial Crack Initial Crack Final Fracture
5. Hasil pengujian impact
Pengujian impact bertujuan untuk mengukur kegetasan bahan atau keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Data hasil pengujian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu data untuk spesimen raw materials dan data pengujian spesimen quench dan temper. Secara umum, hasil pengujian impact yang didapat dari pengujian terlihat dalam data berikut ini.
Tabel 4. Hasil pengujian impact
Spesimen Impact (J/mm2)
Raw materials 1,560
Quench 1,583
Temper 1,625
Data di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut.
GRAFIK IMPACT EMS 45
1.560 1.583 1.625 1.520 1.540 1.560 1.580 1.600 1.620 1.640
Raw Materials Quench Temper
Harga Impcat (J/mm
2 )
Temper
Berdasarkan pada hasil pengujian impact yang digambarkan dalam grafik di atas menunjukkan kekuatan impact raw materials sebesar 1,560 J/mm2. Spesimen quench mempunyai harga impact 1,583 J/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 1,45 %, spesimen temper mempunyai harga impact sebesar 1,625 J/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 4,17%. Kekuatan impact spesimen temper mengalami kenaikan sebesar 2,68 % dibandingkan dengan spesimen quench.
Pengujian impact berakhir dengan terjadinya perpatahan spesimen. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat perbedaan pada bentuk penampang patah raw materials, quench dan temper. Bentuk penampang patah untuk tiap jenis spesimen adalah seperti gambar dibawah ini.
Gambar 28. Penampang patah impact raw materials
Gambar 30. Penampang patah temper
Dari gambar penampang patah pada pengujian impact dapat diketahui keliatan bahan dengan membandingkan luasan penampang patah pada masing-masing spesimen antara luasan getas dan luasan liat pada spesimen, yang terlihat seperti dalam tabel dibawah ini.
Tabel 5. Hasil perhitungan keliatan spesimen impact
Spesimen Keliatan Raw materials 5,69 % Quench 8,25 % Temper 9,87 %
Data di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut.
GRAFIK KELIATAN SPESIMEN IM PACT 5.69% 8.25% 9.87% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00% 9.00% 10.00%
Raw materials Quench temper
Keliatan
Gambar 31. Grafik keliatan spesimen
Berdasarkan hasil pengujian impact yang digambarkan dalam grafik keliatan spesimen diatas menunjukkan bahwa spesimen temper mempunyai keliatan yang tinggi sebesar 9,87 % mengalami kenaikan sebesar 19,64 % terhadap quench atau 73,64 % terhadap raw materials. Spesimen quench mempunyai keliatan sebesar 8,25 % mengalami kenaikan sebesar 45,13 % terhadap raw materials yang hanya mempunyai keliatan sebesar 5,69 %.
6. Hasil pengujian muai panjang
Pada suhu 00K atom-atom suatu bahan tidak bergerak dan jarak antar atom tetap. Apabila suhu dinaikkan, peningkatan energi memungkinkan atom-atom bergetar pada jarak antar atom-atom rata-rata yang lebih besar, hal ini menghasilkan pemuaian pada bahan tersebut. Pengujian muai panjang bertujuan untuk mengukur perpanjangan muai spesimen akibat kenaikan suhu yang
diberikan. Secara umum, hasil pengujian muai panjang yang didapat dari pengujian terlihat dalam data berikut ini:
Tabel 6. Hasil pengujian muai panjang
Spesimen Muai panjang (mm)
Raw materials 1721×10-6
Quench 2959×10-6
Temper 2014×10-6
Data di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut ini:
GRAFIK MUAI PANJANG
1721 2959 2014 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Raw Materials Quench Temper
Muai Panjang (10
-6)
Gambar 32. Grafik muai panjang spesimen
Berdasarkan pada hasil pengujian muai panjang yang digambarkan dalam grafik di atas menunjukkan muai panjang raw materials sebesar 1721×10-6
mm, spesimen quench mempunyai muai panjang sebesar 2959×10-6
mm atau mengalami kenaikan sebesar 71,95 %, spesimen temper mempunyai harga muai
panjang sebesar 2014×10-6
mm atau mengalami kenaikan sebesar 17,03%. Terhadap spesimen quench harga muai panjang spesimen temper mengalami penurunan sebesar 31,94 %.
B. Pembahasan
Hasil pengujian mekanis yang telah disajikan dalam bentuk diagram garis dan penampang patahan diketahui ada perbedaan antara raw materials, quench dan spesimen temper. Hasil pengujian kekerasan raw materials menunjukkan kestabilan kekerasan mulai titik 0,3 mm dari tepi dengan kekerasan vickers rata-rata sebesar 165,82. Peningkatan kekerasan pada jarak 0,1 mm dimungkinkan terjadi akibat proses pembubutan pada saat pembuatan spesimen. Distribusi kekerasan masing-masing titik pada spesimen quench dan temper disebabkan karena proses pendinginan yang berawal dari tepi spesimen.
Hasil kekuatan tarik rata-rata untuk spesimen raw materials sebesar 67,74 kg/mm2. Bentuk penampang patah adalah partial cup cone dengan tekstur berbutir kasar. Dari hal ini diketahui bahwa bahan mempunyai sifat ulet sehingga perpanjangan yang reduksi penampangnya besar dibuktikan dengan hasil foto mikro yang memperlihatkan butiran ferrit yang cukup besar. Spesimen yang telah mengalami perlakuan yaitu quench dan temper mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi. Kekuatan tarik spesimen quench 86,44 kg/mm2 dengan perpanjangan 10,87 % dan reduksi penampang sebesar 38,67 %, kekuatan tarik spesimen temper 80,12 kg/mm2 dengan perpanjangan 14,5 % dan reduksi penampang sebesar 42,27 %. Kekuatan tarik spesimen temper mengalami penurunan dibandingkan
dengan spesimen quench, hal ini disebabkan karena laju pendinginan pada temper yang lebih lambat dibandingkan dengan quench sehingga matriks ferit yang lunak dan ulet pada spesimen temper mempunyai waktu untuk membentuk partikel yang besar sehingga menyebabkan penurunan kekuatan tarik tapi mampu meningkatkan keuletan spesimen, dibuktikan dengan hasil foto mikro yang memperlihatkan besarnya butiran yang lebih besar dibandingkan quench.
Hasil pengujian impact yang disajikan dalam bentuk diagram garis dan
penampang patahan menunjukkan kekuatan impact spesimen quench 1,583 J/mm2, spesimen temper 1,625 J/mm2 dengan kekuatan impact raw materials sebesar 1,563 J/mm2. Foto mikro pada spesimen quench dan raw materials menunjukkan adanya ferit dan perlit dengan kuantitas yang hampir berimbang, namun dengan adanya lapisan karbon pada spesimen quench menyebabkan peningkatan pada kekuatan impact. Pada spesimen temper peningkatan kekerasan baja akibat proses quench diikuti dengan peningkatan keliatan bahan karena tempering sehingga meningkatkan ketangguhan bahan, didukung dengan hasil perhitungan keliatan spesimen. Kenaikan keliatan pada spesimen temper disebabkan karena lamanya proses pendinginan material sehingga jarak kegetasan spesimen meningkat yang menyebabkan penurunan luas penampang liat menjadi 79,18 mm2 dari sebelumnya yang sebesar 80,37 mm2 pada spesimen quench.
Ketebalan daerah keras menyebabkan perbedaaan pada kecenderungan muai panjang bahan seperti yang diperlihatkan pada perbedaan muai panjang pada
raw materials, quench dan temper yang masing-masing sebesar 1721 x 10-6 mm, 2959 x 10-6 mm dan 2014 x 10-6 mm. Spesimen quench yang hanya
51 A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik mekanis yang spesimen EMS 45 menunjukkan kekerasan spesimen temper yang stabil mulai pada jarak 0,7 mm dengan besar kekerasan vickers sebesar 237,7 dan kekerasan vickers sampai jarak pengujian 0,5 mm berturut-turut sebesar 258,7; 253,8; 243,8. Kekuatan tarik hasil temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50 sebesar 80,12 kg/mm2 atau mengalami penurunan sebesar 7,32 % terhadap quench dan mengalami kenaikan sebesar 18,27 % terhadap raw materials. Kekuatan impact terbesar terdapat pada spesimen temper yang sebesar 1,625 J/mm2 atau mengalami kenaikan sebesar 4,17 % dari raw materials yang sebesar 1,560 J/mm2. Harga muai panas temper sebesar 2014 x 10-6 mm atau mengalami penurunan sebesar 31,94 % terhadap spesimen quench dan mengalami kenaikan 17,03 % terhadap raw materials.
2. Hasil foto mikro spesimen temper memperlihatkan butiran ferit yang lebih besar dibandingkan dengan quench sesuai dengan perbedaan karakteristik mekanis masing-masing spesimen.
B. Saran
1. Proses quench menyebabkan terjadinya penurunan angka kekerasan pada material yang dimulai dari tepi spesimen, untuk mendukung data tersebut pada penelitian selanjutnya saat pengambilan foto mikro hendaknya dilakukan dengan memperhatikan daerah terjadinya penurunan kekerasan. 2. Penelitian ini hanya menggunakan variasi tempering pada suhu tinggi
sebesar 6000C, untuk mengetahui lebih jelas perbedaan karakteristik medim carbon steel pengujian selanjutnya hendaknya menggunakan variasi tempering pada suhu rendah, suhu menengah dan suhu tinggi dengan variasi media pendingin serta menggunakan jenis medium carbon steel yang lain sehingga dapat diketahui pengaruh unsur campuran dalam bahan.
3. Pada pemanfaatan secara praktis temper dengan quench media oli Mesran SAE 20W – 50 ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mendapatkan bahan dengan kekuatan dan ketangguhan sejauh kebutuhan pengguna.
53
DAFTAR PUSTAKA
Beumer, B.J.M. 1978. “Ilmu Pengetahuan Logam”. Semarang: PT. Bhratara Karya Aksara.
Beumer, B.J.M. 1980, “Pengetahuan Bahan”. Semarang: PT. Bhratara Karya Aksara.
Doan, G.E. 1952. “The Principles of Physical Metallurgy”. New York: Mc Graw Boo Company.
Djafri, Sriati. 1983. “Teknologi Mekanik Jilid I”. Terjemahan dari Manufacturing Processes”, Jakarta: Erlangga.
Djafri, Sriati. 1987. “Metalurgi Mekanik”. Terjemahan dari Mechanical Metallurgy. Jakarta: Erlangga.
Djafri, Sriati. 1990. “Dasar Metalurgi untuk Rekayasa”. Terjemahan dari Essential Metallurgy for Engineers. Jakarta: Erlangga.
Hari, A. dan Daryanto. I999. “Ilmu Bahan”. Jakarta: Bumi Aksara.
James F. Shackford. 1992. “Introduction to Material Science for Engineers”. New York: Macmilan Publishing Company.
Schonmentz, Gruber. 1985. “Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan Logam”. Bandung Aksara.
Lampiran 3. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 1 gaya max = 79,91 kN mm max = 148 mm mm luluh = 90 mm d0 = 12,0 mm df = 9,0 mm L0 = 81 mm Lf = 89,9 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 113,04 m/s kg 79910 = 70,69 kg/mm2 Teg luluh = 70,69 14090 × kg/mm 2 = 42,99 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 113,04 58 , 63 04 , 113 − = 43,75 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 81 81 9 , 89 − = 10,99 % σu σf σy
Lampiran 4. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 2 gaya max = 79,16 kN mm max = 141 mm mm luluh = 94 mm d0 = 12,2 mm df = 8,9 mm L0 = 79,6 mm Lf = 89,5 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 146,85 m/s kg 79160 = 67,75 kg/mm2 Teg luluh = 67,75 14194 × kg/mm 2 = 45,65 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 116,84 80 , 60 84 , 116 − = 47,96 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 6 , 79 6 , 79 5 , 89 − = 12,44 % σu σf σy
Lampiran 5. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 3 gaya max = 78,19 kN mm max = 143 mm mm luluh = 92 mm d0 = 12,4 mm df = 8,9 mm L0 = 78 mm Lf = 88,7 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 120,70 m/s kg 78190 = 64,78 kg/mm2 Teg luluh = 64,78 14194 × kg/mm 2 = 41,68 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 120,70 17 , 62 70 , 120 − = 48,49 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 78 78 7 , 88 − = 13,72 % σu σf σy
Lampiran 6. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 1 gaya max = 106,83 kN mm max = 194 mm mm luluh = 141 mm d0 = 12,3 mm df = 9,6 mm L0 = 80,8 mm Lf = 89,6 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 118,76 m/s kg 106830 = 89,95 kg/mm2 Teg luluh = 89,95 194141 × kg/mm 2 = 66,31 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 118,76 18 , 72 76 , 118 − = 39,22 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 8 , 80 8 , 80 6 , 89 − = 10,89 % σu σf σy
Lampiran 7. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 2 gaya max = 105,14 kN mm max = 189 mm mm luluh = 140 mm d0 = 12,5 mm df = 9,7 mm L0 = 79,8 mm Lf = 88,6 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 122,66 m/s kg 105140 = 85,72 kg/mm2 Teg luluh = 85,72 189 140 × kg/mm2 = 63,50 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 122,66 33 , 73 66 , 122 − = 40,22 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 8 , 79 8 , 79 6 , 88 − = 11,03 % σu σf σy
Lampiran 8. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 3 gaya max = 102,61 kN mm max = 191 mm mm luluh = 138 mm d0 = 12,5 mm df = 9,9 mm L0 = 81,3 mm Lf = 90 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 122,66 m/s kg 102610 = 83,66 kg/mm2 Teg luluh = 83,66 191 138 × kg/mm2 = 60,44 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 122,66 81 , 77 66 , 122 − = 36,56 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 3 , 81 3 , 81 90− = 10,70 % σu σf σy
Lampiran 9. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 1 gaya max = 102,79 kN mm max = 186 mm mm luluh = 138 mm d0 = 12,9 mm df = 9,8 mm L0 = 80,5 mm Lf = 91,8 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 130,63 m/s kg 102790 = 78,69 kg/mm2 Teg luluh = 78,69 186 138 × kg/mm2 = 58,38 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 130,63 64 , 76 63 , 130 − = 41,33 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 5 , 80 5 , 80 8 , 91 − = 14,04 % σu σy σf
Lampiran 10. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 2 gaya max = 101,29 kN mm max = 185 mm mm luluh = 139 mm d0 = 12,7 mm df = 9,6 mm L0 = 80,5 mm Lf = 92,8 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 126,61 m/s kg 101290 = 80,00 kg/mm2 Teg luluh = 80,00 185 139 × kg/mm2 = 60,11 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 126,61 87 , 72 61 , 126 − = 42,45 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 5 , 80 5 , 80 8 , 92 − = 15,14 % σu σf σy
Lampiran 11. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 3 gaya max = 96,99 kN mm max = 177 mm mm luluh = 127 mm d0 = 12,3 mm df = 9,3 mm L0 = 78,9 mm Lf = 90,2 mm Teg max = 0 A Pu = 2 2 2 m/s 10 x mm 118,76 m/s kg 96990 = 81,67 kg/mm2 Teg luluh = 81,67 177 127 × kg/mm2 = 58,60 kg/mm2 q = 0 f 0 A A A − = ) d ( 4 / ) d -(d 4 / 2 0 2 f 2 0 π π = 118,76 64 , 67 76 , 118 − = 43,05 % perpanjangan = 0 0 f L L L − = 9 , 78 9 , 78 2 , 90 − = 14,32 % σu σy σf