PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA
DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA
MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING
John Victor Lewi S1), Sri Nastiti N. Ekasiwi2), dan Ima Defiana3)1) Mahasiswa Magister Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan 2 & 3) Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya, 60111, Indonesia
e-mail: john_lewi@hotmail.com
ABSTRAK
Sebagai Arena GOR yang digunakan setiap hari, GOR Bulutangkis ITS selalu menggunakan dan mengandalkan pencahayaan buatan saat digunakan untuk beraktivitas pada pagi, siang dan sore hari. Hal tersebut tentu saja bertolak belakang dengan progam Eco Campus ITS yang menerapkan konsep Green Building. Penggunaan energi listrik untuk kebutuhan penerangan buatan merupakan salah satu bentuk pemborosan energi pada bangunan. Perlu dipahami bahwa Bangunan Gedung GOR ITS berbentang lebar, sehingga timbullah area yang nilai illuminan serta uniformitynya kurang dan tidak merata. Kekurangan nilai Daylight Factor (DF) dan illuminan menyebabkan lapangan menjadi gelap dan dapat menurunkan kualitas
visual comfort untuk kegiatan berolahraga. Dalam menghadapi fenomena tersebut, peneliti
berupaya untuk mengusulkan solusi melalui strategi desain pencahayaan atap yang berbentuk
clerestories. Clerestories tersebut disimulasikan dengan perbedaan parameter dimensi lebar
bukaan dan jumlah bukaan clerestories. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
pengaplikasian clerestories dapat berpengaruh meningkatkan nilai DF antara 54% - 135% di dalam Bangunan Gedung GOR ITS.
Kata kunci: Distribusi Daylight, Kinerja Pencahayaan Alami , Sistem Pencahayaan Pasif.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Pencahayaan alami (daylight) tidak dapat diandalkan sepenuhnya karena ketergantungan terhadap kondisi langit saat itu dan cahaya alami tidak dapat diterima saat kondisi langit sedang mendung atau kondisi malam hari. Pada daerah dengan iklim tropis lembab seperti Kota Surabaya, kondisi langit yang biasa terjadi adalah clear sky dengan kuat penerangan yang dihasilkan mencapai 50.000-120.000 lux (Lechner, 2009). Gedung GOR Bulutangkis ITS memiliki dimensi fisik 42 x 28 x 11,5 meter, room depth yang dimiliki oleh Gedung GOR ITS terlalu dalam sehingga distribusi cahaya tidak maksimal. Umumnya setiap bangunan berupaya untuk memanfaatkan energi daylight untuk memenuhi kebutuhan pencahayaannya, tetapi sangat disayangkan bahwa sistem pencahayaan yang diadaptasi oleh bangunan Gedung GOR Bulutangkis ITS justru sepenuhnya berasal dari artificial lighting yang mengakibatkan pemborosan energi pada bangunan.
Menurut Green Building Council Indonesia (GBCI, 2011) dalam Greenship Existing
Waktu Nilai Iluminan nilai iluminan Rata-Rata iluminan Standar iluminan Lapangan olahraga Pengukuran minimal maksimal pada bidang kerja
pukul 09.00 1 380
Lapangan Utama Bulutangkis
200 - 400 lux (Philips, 1986) 8.32 x (tidak memenuhi)
Waktu Iluminan iluminan Uniformity Standart Iluminan 200 - 400 lux Pengukuran minimal rata-rata Ratio < 200 lux 200 - 400 lux > 400 lux
pukul 09.00 1 8.32 98.9% 1.10% 0%
Lapangan Utama Bulutangkis 0.12
Waktu Nilai DF Nilai DF Rata-Rata DF Rentan DF Standar DF Pengukuran minimal maksimal pada bidang < 2 % 2 - 4 % > 4 % 2 - 4 % pukul 09.00 0.001 0.364 0.008 100.0% 0% 0% x (tidak memenuhi)
Lapangan Utama Bulutangkis
building, mengemukakan bahwa suatu bangunan haruslah didesain tanggap terhadap iklim
setempat dan mengurangi jumlah beban penggunan energi terbarukan (energi listrik). II. Tujuan Penelitian
Menjelaskan pengaruh hubungan beberapa pengkondisian desain clerestories terhadap peningkatan kinerja daylight dalam mencapai standart kebutuhan aktivitas berolahraga dengan nilai daylight factor (DF) sebagai acuan kontrol.
METODE
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan bantuan progam komputer Ecotect Analysis 2011. Observasi lapangan yang dilakukan meliputi pengamatan dan pencatatan ukuran dimensi fisik bangunan beserta fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan sebagai data awal dan untuk kebutuhan verifikasi data penelitian. Data pengukuran lapangan diselengarakan pada:
Hari / tanggal : Senin - Jumat / tanggal 12 – 16 Oktober 2015
Waktu : Pukul 09.00 – 12.00 – 15.00 WIB
Tempat : Gedung GOR Bulutangkis ITS
Alat : Lux Meter
Jarak Pengukuran : 2 meter
Durasi Pengukuran : ± 10 menit
Anggota Tim : 4 orang
Gambar 1. Pengkondisian Lapangan Utama Untuk Proses Penelitian Lapangan (Sumber: John, 2015)
Dari data yang didapatkan menunjukkan bahwa pada lapangan utama memiliki kinerja pencahayaan yang buruk dan berada di bawah standar pencahayaan.
Variabel Penelitian
Variabel dalam proses penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun penjelasan dari masing-masing variabel adalah:
Variabel bebas
Merupakan variabel pengkontrol yang dapat diubah sesuai dengan kondisi yang ditetapkan pada obyek penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah clerestroies yang dibagi menjadi sub-variabel dengan parameter berikut:
Clerestories, menurut Lechner (2009: 442) merupakan modifikasi pada atap bangunan
dengan membuat bukaan. Clerestories digunakan untuk memaksimalkan distribusi cahaya ke ruangan yang jauh dari jangkauan sidelighting. Cahaya daylight yang masuk melalui
clerestories cenderung lebih besar dan merata persebarannya. Clerestories akan
dikembangankan dengan sub-variabel yaitu:
Dimensi tinggi bukaan clerestories pada atap
Tinggi bukaan yang dimaksud adalah ukuran besar bukaan lubang clerestories yang berada di atap bangunan. Tinggi dari lubang tersebut akan dibagi menjadi dua jenis yaitu 50 dan 100 cm.
Gambar 2. Illustrasi Tinggi Bukaan Clerestories pada Atap Bangunan (Sumber: John, 2015)
Jumlah bukaan clerestories pada atap
Jumlah bukaan yang dimaksud adalah total jumlah bukaan lubang clerestories yang diaplikasikan pada atap bangunan. Jumlah bukaan ini cenderung tidak memiliki nilai yang pasti karena dimensi kedalam ruangan antara tiap bangunan tidaklah sama. Jumlah bukaan tersebut haruslah terlebih dahulu diseuaikan dengan luasan area ruangan dan posisi area yang dirasakan gelap sehingga perlu diberi clerestories pada bagian atapnya.
Gambar 3. Illustrasi Jumlah Clerestories pada Atap Bangunan (Sumber: John, 2015)
Variabel terikat dan Definisi Operasionalnya
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan merupakan variabel utama yang akan diamati pengaruhnya. Variabel terikat pada penelitian ini difokuskan pada pengamatan kinerja pencahayaan alami dengan parameter sebagai berikut:
Distribusi cahaya alami
Distribusi cahaya alami digunakan untuk menentukan persebaran nilai DF nya merata atau tidak pada suatu ruangan. Walaupun nilai DF pada suatu titik telah memenuhi standar, tetapi perlu ditinjau ulang pada titik lainnya apakah telah memenuhi standar atau tidak.
Nilai DF
Nilai DF berfungsi untuk menentukan kebutuhan pencahayaan alami terkait aktivitas penghuni dalam ruangan. Nilai DF 2-4% digunakan sebagai standar untuk kebutuhan beraktivitas olahraga di dalam Gedung GOR.
Rancangan Eksperimen
Proses eksperimen dan simulasi komputer dilakukan pada beberapa model tertentu untuk mengetahui hubungan sebab akibat dengan cara memperlakukan suatu kondisi pada objek eksperimen dan membandingkan satu objek dengan lainnya maupun yang tidak diberikan perlakuan (eksisting).
Tabel 2. Pengkodisian 1: Eksisting
Pengkodisian Bangunan Gedung GOR ITS dengan kondisi eksisting. Hasil data simulasi digunakan untuk proses verifikasi data dengan data yang didapatkan dilapangan
Eksisting
Denah Tampak Atas
Potongan A-A’
Permodelan Pengondisian 1
(Sumber: John, 2015)
Tabel 3. Pengkodisian 2: Modifikasi Penambahan Clerestories
Clerestories tersebut akan dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan tinggi dimensi bukaannya dan
jumlahnya. Hasil tersebut akan digunakan untuk mengetahui ukuran clerestories yang optimum untuk meningkatkan nilai DF. Untuk lebar bukaan clerestories adalah 80 cm. Bahan penutup yang digunakan sebagai sisi bukaan adalah kaca. Panel kaca diletakan diposisi dengan
100 cm. Modifikasi Atap Clerestories : a. Atap dengan 3 CL dan tinggi bukaan 50 cm b. Atap dengan 3 CL dan tinggi bukaan 100 cm c. Atap dengan 5 CL dan tinggi bukaan 50 cm d. Atap dengan 5 CL dan tinggi bukaan 100 cm
Denah Tampak Atas
Potongan A-A’ (Penambahan 3 CL dan 5 CL pada atap bangunan)
Permodelan Pengondisian 2 (Penambahan 3 CL dan 5 CL pada atap bangunan)
(Sumber: John, 2015)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh penambahan bukaan clerestories pada atap bangunan terhadap kinerja
daylight dalam ruangan dilakukan dengan membandingkan rata-rata iluminan, uniformity ratio dan daylight factor yang dihasilkan dari proses simulasi. Untuk mengetahui kinerja
pencahayaan alami yang dihasilkan dilakukan perbandingan terhadap pengkodisian 1 dan pengkodisian 2.
Pengko
ndisian 1 A.3 CL / T 50 cm B.3 CL / T 100 cm C.5 CL / T 50 cm D.5 CL / T 100 cm
A. Rata-Rata iluminan - lux 7.36 11.28 14.26 14.18 17.55
B. Uniformity Ratio 0.56 0.45 0.48 0.56 0.6
C. Rata-Rata Daylight Factor - % 1.47 2.26 2.85 2.84 3.51
Pengkondisian 2: Atap CL Q P O N M L K J I H G F E D C B A 1.65 2.89 2.6 2.76 1.04 1.95 2.53 2.56 1.11 1.89 2.25 2.38 1.11 2.06 2.61 3.07 1.32 1.68 2.29 2.25 2.79 3.24 1.17 1.67 2.23 2.05 2.86 2.8 1.19 2.25 2.58 2.69 3.4 2.66 3.15 1.14 1.97 3.12 2.85 3.76 1.1 2.07 2.62 2.79 3.27 1.25 2.03 3.46 2.13 3.29 1.17 2.21 2.62 2.96 3.61 1.13 2.65 3.83 3.54 4.17 0.99 1.88 2.48 2.69 3.89 1.22 1.86 2.52 2.83 3.13 1.12 1.8 2.33 2.16 2.7 1.1 1.58 2.24 2.04 2.85 9.16 9.27 9.27 9.81 9.81
Peng.1 Peng.2 A Peng.2 B Peng.2 C Peng.2 D
Tabel 4. Perbandingan Hasil Simulasi Pengkodisian 1 dan Pengkodisian 2
(Sumber: John, 2015)
Dari Tabel 3 kuantitas pencahayaan alami yang dihasilkan melalui pengaplikasian
clerestories (pengondisian 2) memiliki nilai rata-rata iluminan yang lebih tinggi dibandingkan
kondisi bukaan pengondisian 1. Kenaikan nilai tersebut disebabkan karena jumlah cahaya
daylight yang masuk kedalam ruangan lebih besar dan tersebar secara merata ke area - area
yang tidak terjangakau oleh cahaya. Dengan memasukan cahaya daylight dari atap bangunan tentunya akan terbebas dari gangguan obstruksi di sekitar lingkungan bangunan seperti pepohonan dan bangunan-bangunan lainnya.
Pada pengkodisian 2 terjadi peningkatan nilai iluminan sebesar 53% hingga 139% terhadap pengkodisian 1. Pengaplikasian clerestories dapat membantu memperbaiki kinerja
daylight dalam bangunan yang berbentang lebar khusunya pada bagian area ruangan yang
sulit mendapatkan distribusi cahaya alami dari jendela sidelighting, pintu, dan roster.
Selanjutnya pada pengkodisian 2D terjadi peningkatan uniformity ratio sebesar 7.1 % terhadap pengkodisian 1. Sedangkan pada pengkodisian 2A – 2B terjadi penurunan sebesar 20% - 14,3% terhadap pengkodisian 1. Hal ini disebabkan karena pada pengkodisian 2A – 2B hanya terdapat 3 CL, sehingga jumlah iluminan yang berada di lapangan sedikit dan tidak merata persebarannya. Berbeda dengan pengkodisian 2C – 2D yang terdapat 5 CL, sehingga jumlah illimunan yang masuk kedalam lapangan besar dan merata persebarannya. Untuk Gambar 4 menunjukkan grafik potongan isokontur DF yang diperoleh dari pengondisian 1 dan pengondisian 2.
Gambar 4. Grafik Potongan Isokontur DF pada Pengkodisian 1 dan 2(Sumber: John, 2015)
Dari grafik potongan isokontur DF yang didapatkan, pengaplikasian clerestories menghasilkan kuantitas DF yang tinggi khususnya pada pengkodisian 2D. Pada grafik isokontur, kuantitas pencahayaan alami yang dihasilkan memiliki rentan nilai DF yang tidak jauh antara tiap titik. Kondisi tersebut menyebabkan rasio keseragaman pada tiap ruangan lebih merata dam tidak terdapat area dalam ruang yang terlalu gelap maupun terlalu terang. Kondisi pencahayaan alami yang lebih seragam dapat mengurangi terjadinya discomfort glare pada area yang dekat dengan bukaan terhadap area di sekitarnya.
Terjadi peningkatan 54% - 94% - 93% - 135% antara pengkondisian 2A – 2B – 2C – 2D dengan pengkondisian 1. DF terbesar terjadi pada pengkondisian 2D dan terendah terjadi pada pengkondisian 2A. Pada pengkondisian 2D rata-rata nilai DF di semua titik pengukuran sudah berada di atas nilai 3%, sehingga sudah dapat memenuhi standart kebutuhan untuk berolahraga.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pengaplikasian clerestories terbukti mampu meningkatkan nilai DF pada bangunan Gedung GOR bulutangkis ITS. Posisi
clerestories pada atap memungkinkan daylight dapat terdistribusikan lebih merata hingga ke
bagian ruangan sesuai dengan pembagian area bukaan. Pengaplikasian desain clerestories dapat memperbaiki kuantitas pencahayaan alami dalam ruang, pengguna lapangan atau pemain tidak perlu menggunakan pencahayaan buatan (artificial lighting) pada pagi hingga siang hari karena performa pencahayaan yang didapat dari bukaan clerestories dapat memenuhi standar pencahayan untuk beraktivitas olahraga.
Hal tersebut didukung oleh dua teori dari Evans (1981) yaitu nilai iluminan dalam suatu ruangan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah bukaan dan luasan bukaan dalam bangunan dan teori strategi peningkatan daylight dengan cara memasukan cahaya dari bukaan atas dengan ketinggian tertentu dan membiarkannya menyebar secara merata untuk menerangi ruangan didalamnya. Data peta isokontur distribusi DF pada semua pengkondisian ditampilkan pada Gambar 5 hingga Gambar 9
Gambar 6. Peta Isokontur Distribusi DF - Pengkodisian 2A(Sumber: John, 2015)
Gambar 8. Peta Isokontur Distribusi DF - Pengkodisian 2C(Sumber: John, 2015)
Gambar 9. Peta Isokontur Distribusi DF - Pengkodisian 2D(Sumber: John, 2015)
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengaplikasian clerestories dapat membantu memperbaiki kinerja daylight dalam bangunan yang berbentang lebar khusunya pada bagian area ruangan yang sulit mendapatkan distribusi cahaya alami dari jendela sidelighting, pintu, dan roster. Pengaplikasian clerestories terbukti mampu meningkatkan nilai DF sebesar 54% hingga 135% pada bangunan Gedung
GOR bulutangkis ITS. Posisi clerestories pada atap memungkinkan daylight dapat terdistribusikan lebih merata hingga ke bagian ruangan sesuai dengan pembagian area bukaan. Secara umum aplikasi clerestories dapat digunakan sebagai komplemen terhadap fungsi
sidelighting pada bangunan yang berdimensi bentang lebar agar memiliki kinerja daylight
yang baik. Penambahan luasan bukaan turut serta meningkatkan distribusi cahaya alami dalam ruang, semakin banyak bukaan maka semakin banyak area yang mendapatkan pencahayaan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Evans (1981) bahwa nilai iluminan dalam suatu ruangan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah bukaan dan luasan bukaan dalam bangunan. Dengan meningkatnya kinerja kualitas pencahayaan pada Gedung GOR bulutangkis ITS maka menurunkan beban pengunaan energi untuk kebutuhan lampu penerangan. Secara langsung hal tersebut akan mendukung konsep Green Building dalam bangunan yaitu memanfaatkan green energy resources dan design with the natural
environment.
Pengaplikasian clerestories pada atap bangunan merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan masuknya cahaya daylight kedalam ruangan. Pengaplikasian fungsi
clerestories hampir memiliki fungsi yang sama dengan sumur cahaya (lightwell). Clerestories
berfokus untuk memasukan daylight melalui bukaan toplighting dengan dimensi bukaan yang cenderung tidak besar agar menghindari masuknya sinar radiasi panas matahari yang berlebih. Sedangkan lightwell lebih berfokus untuk memasukan daylight dan pertukaran sirkulasi udara didalam bangunan. Dimensi bukaan lightwell yang cenderung besar dan didesain sangat arsitektural agar dapat memasukan sinar radiasi panas matahari dan mengalirkan pertukaran udara baik kedalam maupun keluar bangunan.
Saran untuk penelitian lanjutan adalah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Autodesk Ecotect Analysis 2011 untuk melihat performa kuantitas dan distribusi pencahayaan alami secara umum. Untuk penelitian selanjutnya yang membutuhkan visualisasi pencahayaan pada bidang interior dalam ruangan secara detail dapat menggunakan program software lainnya dengan basis visualisasi tiga dimensi seperti Superlite, Radiance dan
Daysim.
DAFTAR PUSTAKA
Ander, Gregg D, (1995), Daylighting Performance and Design, John Wiley & Sons, Inc, Canada.
Badminton Design Guide, (2011), Sport England and Badminton England, London.
Egan, M.David dan Olgay, Victor W, (2002). Architectural Lighting, Second Edition, McGraw-Hill Company, NewYork.
Evans, Benjamin H, AIA. (1981), Daylight in Architecture, McGraw-Hill, Inc, New York. Kido, Hideaki, (2013), Characteristics of Indoor Lighting Environment Using Daylight with a
Light Shelf. Vol. 4, No. 6, December 2013, Japan.
Lam, William M.C, (1986), Sunlighting as Formgiver for Architecture, Van Nostrad Reinhold Company, New York.
GBCI, (2011), Green Building Council Indonesia. Greenship Existing Building ver 1.0 untuk
Gedung Terbangun. www.gbcindonesia.org.
Lewi, John, (2015), Tesis Pengaruh Desain Light Shelves dan Clerestories Terhadap Kinerja