• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MIKOLOGI. Jamur Penyebab Kanker Hati (Aspergillus flavus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS MIKOLOGI. Jamur Penyebab Kanker Hati (Aspergillus flavus)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MIKOLOGI

Jamur Penyebab Kanker Hati (Aspergillus flavus)

Disusun Oleh :

Ani Royani 140410130006

Tri Rahayu H 140410130057 Andena Martina 140410130027

Departemen Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran

Jatinangor 2016

(2)

TINJAUAN PUSTAKA

Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Tetapi jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat di temukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas (Gandahusada, et. all, 1998). Jamur sudah di konsumsi orang sejak dahulu sebagai bahan makanan sehari-hari yang lezat dan bergizi. Dibandingkan dengan beras dan gandum, jamur berkadar protein lebih tinggi. Asam amino esensial yang ada pada jamur terdiri dari sembilan dari 20 jenis protein yang kita kenal yaitu Lysine, methionin, tryphtopan, theonin, valin, leusin, soleusin, histidin, dan feni-lanin (Malang, 2011).

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme terutama jamur. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan (Amalia, 2013).

Salah satu penyebab kerusakan bahan pangan, khususnya biji-bijian adalah kontaminasi jamur selama penyimpanan (Handajani dan Purwoko 2008). Fungi Aspergillus pada biji-bijian yang disimpan dapat mengakibatkan penurunan daya kecambah bahan, perubahan warna bahan, kenaikan suhu dan kelembapan di dalam bahan, perubahan susunan kimia di dalam bahan dan produksi dan akumulasi mikotoksin didalam bahan. Aspergillus sp. merupakan jamur yang mampu memproduksi aflatoksin. Fungi ini mampu menghasilkan mikotoksin yang merupakan senyawa metabolik bersifat toksik yang mengakibatkan kanker pada hewan dan manusia (Menhan, 1987).

Jagung merupakan bahan pangan kedua setelah beras di Indonesia dan di dunia menduduki urutan ketiga setelah gandum dan beras. Jumlah produksi

(3)

jagung di Indonesia meningkat secara signifikan pada sepuluh tahun terakhir, dari sekitar 9,7 juta ton pada tahun 2000 menjadi sekitar 17,6 juta ton pada tahun 2009. Jagung dengan kadar air lebih besar dari 16 % dan pada kondisi kelembaban udara lebih tinggi dari 85 % akan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi pertumbuhan kapang. Salah satunya adalah Aspergillus flavus, kapang penghasil aflatoksin yang diketahui sangat toksik dan bersifat karsinogenik, hepatotoksik dan mutagenic bagi manusia (Hedayati et al., 2007).

Data tentang cemaran kapang A. flavus maupun aflatoksin pada produk jagung di Indonesia jarang dipublikasikan, sementara di Negara lain data-data tersebut banyak dilaporkan. Sebagai contoh, Gao, et al (2007) melaporkan bahwa di daerah Timur Laut Cina 99% dari spesies Aspergillus yang mencemari jagung adalah A. flavus. A. flavus juga ditemukan mencemari jagung pipil merah dan beras di Nigeria selama penyimpanan. Selanjutnya keracunan aflatoksin sampai menyebabkan kematian 125 orang pernah dilaporkan terjadi di Kenya tahun 2004. Insiden tersebut menjadi insiden dengan korban terbesar yang pernah dilaporkan di dunia

Di Indonesia kadar aflatoksin maksimum pada jagung sebagai bahan pangan telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI sebesar 20 ppb. Hal ini sesuai dengan ketetapan Food and Drug Administration yang mengeluarkan kadar baku tertinggi total aflatoksin yang diizinkan pada pangan dan pakan komersial yaitu sebesar 20 ppb. Dan status ini tidak berubah pada tahun 2003 (Van Egmond dan Jonker, 2005). Faktor-faktor secara langsung mempengaruhi pertumbuhan kapang A. flavus pada penanganan pasca panen jagung antara lain adalah kadar air, suhu penyimpanan, kelembaban relatif udara, dan lama penyimpanan. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dan dikendalikan. Dalam upaya pengendalian cemaran A. flavus termasuk intervensi penanganan prosuk jagung, perlu diketahui tingkat cemaran maupun awal terjadinya cemaran kapang tersebut yang berpotensi menghasilkan aflatoksin (Food and Agriculture Organization, 2001).

(4)

1. Jamur Aspergillus sp.

Aspergilus sp. adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur dan termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Aspergillus sp secara mikroskopis dicirikan sebagai hifa bersepta dan bercabang, konidiofora muncul dari foot cel (miselium yang bgkak dan berdinding tebal) membawa stigma dan akan tumbuh konidia yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat atau hitam. Aspergillus sp secara mikroskopis mempunyai hifa fertile yang muncul dipermukaan dan hifa negative terdapat dibawah permukaan. Jamur tumbuh membentuk koloni mold tersebut, smoth, cembung serta koloni yang kompak berwarna hijau kelabu, hijau coklat, putih. Warna koloni dipengaruhi oleh warna spora misalnya spora berwarna hijau, maka koloni hijau. Yang semula berwarna putih tidak tampak lagi (Amalia, 2013).

Aspergillus sp tumbuh cepat pada media SGA+antibiotic yang diinkubasi pada suhu 37oC-40oC, tumbuh sebagai koloni berwarna hijau kelabu dengan suatu dome ditengah dari konidiofor (Emes, 19912). Menurut Adiwisastra (1992) jamur Aspergillus bersifat saprofit yang dapat di jumpai dimana saja, di tanah, di udara bebas dan pada bahan-bahan makanan seperti beras, gandum, kacang tanah, oncom, tempe bongkrek, makanan dalam kaleng seperti cornedbeef dan sardine.

Aspergillosis yang invasif dapat terjadi, terutama pada pasien yang menerima terapi imunosupresif atau sitotoksik, ia dapat menyebar ke otak, ginjal dan organ lain dan seringkali fatal. Invasi kedalam pembuluh darah berupa trombosis dan menyebabkan infark adalah ciri dari infeksi jamur ini pada pasien dengan kekebalan rendah. Hubungan antara kadar aflatoksin yang tinggi pada makanan dan timbulnya kanker hepatoseluler ditemukan di Afrika dan Asia Tenggara. Pada umumnya, jamur yang sering mengkontaminasi makanan tidak patogen melainkan perusak. Beberapa jamur harus di waspadai karena kemampuannya memproduksi racun atau toxin. Racun aflatoxin yang di hasilkan oleh jamur Aspergillus flavus sering mencemari kacang-kacangan (Amalia, 2013).

(5)

Aspergillus flavus adalah salah satu jenis jamur yang sering mengkontaminasi makanan. Jamur jenis ini dapat menyebabkan infeksi Aspergillosis dan juga merupakan jamur yang paling banyak menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin adalah jenis toksin yang bersifat karsinogenik. Menurut Kusumaningrum (2010), aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan muntah, dan bila berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat meninggal dunia dan apabila seseorang mengkonsumsi bahan pangan yang terkontaminasi aflatoksin konsentrasi rendah secara terus-menerus, maka hal itu dapat merusak hati serta menurunkan sistem kekebalan pada tubuh. Aspergillus flavus merupakan jamur yang biasa tumbuh pada hasil panen yang mengandung minyak, misalnya kacang-kacangan, jagung, cabe, biji kapas dan serealia.

Klasifikasi Kingdom Fungi Divisi Ascomycota Class Eurotiomycetes Ordo Eurotiales Family Trichocomaceae Genus Aspergillus Spesies Aspergillus flavus

(Link, 1809) a. Morfologi Aspergillus flavus

Jamur Aspergillus flavus menghasilkan koloni yang berwarna kuning hijau atau kuning abu-abu hingga kehitaman. Konidiofornya tidak berwarna , kasar, bagian atas agak bulat serta konidia kasar dengan bermacam-macam warna (Nurul, 2010). Konidiofora tidak berwarna, kasar bagian atas agak bulat sampai

(6)

kolumner, vesikel agak bulat sampai berbentuk batang pada kepala yang kecil, sedangkan pada kepala yang besar bentuk globulosa. Konidia kasar dengan bermacam – macam warna.

b. Tempat hidup

Aspergillus flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi konidia yang dapat tersebar melalui udara (airborne) dengan mudah maupun melalui serangga. Komposisi atmosfir juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan kapang dengan kelembaban sebagai variabel yang paling penting. Tingkat penyebaran Aspergillus flavus yang tinggi juga disebabkan oleh kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras sehingga kapang tersebut dapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam mengambil substrat dalam tanah maupun tanaman. Aspergillus flavus merupakan bagian grup Aspergillus yang sudah sangat dikenal karena peranannya sebagai patogen pada tanaman dan kemampuannya untuk menghasilkan aflatoksin pada tanaman yang terinfeksi. Spesies ini tersebut merupakan produsen toksin paling penting dalam grup Aspergillus flavus yang mengkontaminasi produk agrikultur. Aspergillus flavus mampu mengakumulasi aflatoksin pada berbagai produk pangan meskipun tipe toksin yang dihasilkan berbeda. Aspergillus sp. umumnya mampu tumbuh pada suhu 6-60°C dengan suhu optimum berkisar 35-38°C.

(7)

c. Reproduksi Aspergillus flavus

Gambar 2. Reproduksi Aspergillus flavus

Reproduksi secara aseksual yang dilakukan dengan dua cara, yaitu fragmentasi hifa dan pembentukan spora aseksual konidiospora. Hifa dewasa yang terputus akan tumbuh menjadi sebuah hifa jamur baru. Hifa haploid (n) yang sudah dewasa akan menghasilkan konidiofor (tangkai konidia). Pada ujung dari konidiofor akan terbentuk spora yang diterbangkan angin yang disebut dengan konidia. Konidia memiliki jumlah kromosom yang haploid (n). Konidia pada jamur Ascomycota berwarna-warni, antara lain berwarna oranye, hitam, biru atau kecokelatan. Jika kondisi lingkungan menguntungkan, maka konidia akan berkecambah menjadi hifa yang haploid. Hifa akan bercabang-cabang dengan membentuk miselium yang berkromosom haploid (n).

Reproduksi seksual jamur Ascomycota multiseluer adalah sebagai berikut :  Hifa (+) dan hifa (-) yang masing-masing memiliki kromosom haploid yang

berdekatan. Hifa (+) membentuk askogonium (alat reproduksi betina), sedangkan hifa (-) dengan membentuk anteridium (alat reproduksi jantan).

(8)

 Askogonium akan membentuk saluran yang menuju anteridium yang disebut dengantrikogin. Melalui trikogin, terjadi proses plasmogami (peleburan sitoplasma). Askogonium akan menerima nukelus yang berkromosom haploid dari anteridium sehingga askogonium memiliki banyak inti dari keduanya (dikariotik).  Askogonium akan tumbuh menjadi sebuah hifa dikariotik yang bercabang-cabang

dan tergabung dalam askokarp (tubuh buah).

 Ujung-ujung hifa pada askokarp akan membentuk askus dikariotik

 Di dalam aksus terjadi kariogami (peleburan inti) sehingga akan terbentuk inti yang berkromosom diploid (2n).

 Inti diploid yang ada dalam askus akan membelah secara meiosis dengan menghasilkan 4 nukelus yang haploid (n).

 Masing-masing dari nukleus haploid akan membelah secara mitosis sehingga yang ada didalam askus dengan terdapat 8 nukleus. Selanjutnya, dari sekitar nukleus akan terbentuk dinding sel dan terbentuk askospora yang berkromosom haploid (n).

 Jika askus telah masak, maka askospora akan terbesar secara serentak. Hal ini akan terjadi karena jika satu askus pecah maka akan berakibat pada pecahnya askus lain.

 Askospora yang jatuh ditempat yang cocok akan berkecambah menjadi hifa baru yang haploid (n). Hifa haploid akan tumbuh bercabang-cabang membentuk miselium yang haploid (n).

d. Patogenitas Aspergillus flavus

Mikotoksin sebagai metabolit sekunder dari kapang (fungi) merupakan senyawa toksik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan berupa

(9)

mikotoksikosis dengan berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis yang ditandai dengan gejala muntah, sakit perut, paru-paru bengkak, kejang, koma, dan pada kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan kematian.

Terdapat tiga jenis fungi toksigenik yaitu kapang patogen pada tanaman seperti F. graminearum (vomitoxin), kapang yang tumbuh pada tanaman yang mengalami stress seperti F. moniliforme (fumonisin) dan terkadang A. flavus (aflatoksin) serta kapang yang pada awalnya menyerang tanaman sebelum panen dan mempengaruhi komoditas pasca panen seperti P.verrucosum (okratoksin) dan A. flavus (aflatoksin). Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, terdapat lima jenis mikotoksin terbesar yang sering ditemukan dalam bebijian yaitu aflatoksin, vomitoksin, okratoksin A, fumonisin dan zearalenon. Yang paling berbahaya adalah aflatoksin karena berpotensi menimbulkan karsinogen (kanker) dan mutagen (mutasi gen). Pada penderita hepatitis B perlu mendapatkan perhatian khusus karena bila orang tersebut terpapar aflatoksin maka resiko penyakit kanker hati relative meningkat hingga 60 kali lipat daripada orang normal.

2. Alfatoksin

Aflatoksin dapat menyebabkan kanker dan menurunkan imunitas (Sardjono, 1998). Aflatoksin adalah suatu mikotoksin yang merupakan metabolit hasil jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Aflatoksin merupakan kontaminan yang paling sering dijumpai pada hasil panen pertanian serta bahan makanan pokok di banyak negara berkembang sehingga mengancam keamanan pangan. Toksin yang dikeluarkan oleh jamur ini dapat dijumpai selama masa produksi bahan pangan, pada waktu panen, pada saat penyimpanan dan proses pembuatan makanan. Aflatoksin diisolasi pertama kali pada awal tahun 1960 di Inggris dari kelainan atau penyakit yang disebut turkey “X” disease yang menyebabkan kematian mendadak lebih dari 100.000 kalkun dengan kelainan nekrosis hepatik fulminant tanpa sebab-sebab yang jelas (Blount, 1961). Baru

(10)

kemudian diketahui bahwa kematian ini terjadi karena makanan unggas tersebut terkontaminasi oleh toksin dari jamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus.

Aflatoksin merupakan senyawa metabolik yang bersifat racun dan diproduksi oleh strain jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Mikotoksin sebagai metabolit sekunder dari jamur merupakan senyawa toksik yang dapat mengganggu kesehatan manusia berupa mikotoksikosis dengan berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis yang ditandai dengan gejala muntah, sakit perut, paru-paru bengkak, kejang, koma, dan pada kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan kematian. Toksin yang berbahaya ini dapat mempengaruhi mekanisme kerja hati manusia, mamalia, maupun ungggas sehingga menjadi faktor penyebab kanker hati. Untuk semua bahan pangan kadar aflatoksin dibatasi sekitar 30 ppb (part per billion). Cara penyimpanan yang kurang tepat dan banyak bahan yang diproses tidak baik menambah cepat timbulnya kontaminasi aflatoksin ini (Amalia, 2013).

Contoh salah satu penelitian yang berkaitan dengan identifikasi Aspergillus flavus dan aflatoksin pada jagung adalah sebagai berikut :

Pengambilan sampel (n=104) dilakukan pada berbagai tingkat rantai distribusi produk jagung, dari petani, pengumpul, pemipil, pengering, sampai pengecer, di kabupaten Bogor Jawa Barat (kecamatan Dramaga, Situ Gede, Sindang Barang, Ciherang, Bantar Kemang dan Cimanggu), kabupaten Boyolali Jawa Tengah (kecamatan Gedangan, Sumbung, Jombong dan Wonodoyo), serta kabupaten Bojonegoro Jawa Timur (kecamatan Dander, Trucuk, Kapas, Baureno, Kepoh-baru, Ngasem, Banjarsari, Balen dan Kanor). Lokasi ini dipilih berdasarkan kriteria adanya pasar induk prosuk jagung, industri pangan yang berbasis jagung, atau memiliki produktivitas jagung yang relative tinggi. Jenis sampel dan asal sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

(11)

Pada saat pengambilan sampel di lapangan, juga dilakukan pengamatan terhadap lama penyimpanan, suhu serta kelembaban udara lingkungan penyimpanan bahan baku jagung dan produknya.

Analisis A. flavus dilakukan berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (Tournas et al., 2001) dengan modifikasi. Analisis dilakukan dengan cara 25 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi 225 ml larutan pengencer dan dikocok selama 120 detik, kemudian dilakukan pengenceran lanjut secara desimal. Pemupukan dilakukan menggunakan media AFPA yang diberi larutan khloramfenikol sesuai petunjuk kemasan media dan inkubasi pada suhu 250 C selama 5 hari. Jika dalam 5 hari belum terjadi pertumbuhan, dilakukan inkubasi kembali selama 48 jam. Total koloni kapang didapat dengan cara menghitung semua koloni yang tumbuh pada cawan. Jumlah koloni A. flavus didapat dengan cara menghitung koloni yang berwarna oranye spesifik pada bagian bawah cawan petri. Jumlah koloni per gram kemudian dihitung dengan metode Standar (Tournas et al., 2001).

(12)

Metode analisis aflatoksin yang digunakan diadopsi dari metode Tropical Product Institute (Kusumaningrum dkk, 2010). Sampel ditimbang sebanyak 25 gram ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml. aflatoksin dalam contoh ekstrak memakai asetonil dan dihilangkan lemaknya memakai n-heksana. Pemurnian dilakukan memakai diklorometana dan dehidrasi dilakukan memakai sodium sulfat anhidrat. Identifikasi aflatoksin dilakukan dengan cara elusi 1 (satu) dimensi pada Thin Layer chromatography (TLC) plate.

Analisis aflatoksin dilakukan terhadap jenis aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Limit deteksi kadar aflatoksin yang dapat terukur menggunakan metode ini adalah 4 ppb untuk aflatoksin B1 dan G1 serta 3 ppb untuk aflatoksin B2 dan G2. Pengamatan secara kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu tambat (Rf) bercak sampel dengan standar sedangkan uji kuantitatif dilakukan dengan membandingkan intensitas perpendaran bercak sampel dan standar. Perpendaran bercak pada lempeng kromatografi diamati menggunakan UV viewing cabinet pada panjang gelombang 366 nm. Kandungan aflatoksin dihitung sebagai (µg/kg atau ppb) dengan perhitungan sebagai berikut :

(13)

Hasil analisi menunjukkan bahwa pada sekitar 88% sampel jagung ditemukan kapang dan sekitar 40% positif tercemar A. flavus (Tabel 2). Jenis pangan yang paling sering ditemukan terkontaminasi A. flavus adalah jagung pipil.

Tingginya prevalensi cemaran A. flavus pada jagung pipil perlu diwaspadai karena mengindikasikan adanya resiko terbentuknya aflatoksin pada pangan tersebut. 3. Kanker Hati

(14)

Hati adalah organ penting sebagai sistem pencernaan untuk mengeluarkan racun dalam tubuh, menyimpan vitamin tertentu, mengontrol kolesterol serta metabolisme lemak dan mengatur hormon. Kenali sejak dini ciri ciri penyakit kanker hati karena merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya.

Cara terbaik dalam mencegah dan menghindari resiko penyakit kanker hati adalah kita sebagai orang awam harus memahami tanda gejala awal ciri ciri penyakit kanker hati dan berbagai solusi pencegahan/pengobatan alami yang bebas efek samping, hal ini berpengaruh besar sekali agar kita terhindar dari bahaya penyakit hati atau liver.

Berikut ini adalah beberapa gejala awal orang terkena penyakit liver atau kanker hati yang paling umum dan sering terjadi sebelum pada tahap kronis:

 Tanda awal seseorang mengidap penyakit liver yaitu peradangan pada hati.  Perubahan pada air urine menjadi kekuningan atau kecokelatan.

 Sering mengalami rasa mual ingin muntah, Sering mengalami diare.  Mengalami perubahan selera makan yang semakin menurun

 Tubuh mudah merasa capek, letih, lesu, Perubahan feses menjadi pucat.  Sering mengalami perubahan pada sistem imunitas tubuh, terkadang

naik/turun

 Sering mengalami nyeri pada perut bagian kanan atas dan gangguan pencernaan

 Mengalami penurunan berat badan yang cepat karena tidak nafsu makan.  Terjadinya pembesaran pada pembuluh darah, Kadar gula darah tergolong

rendah.

 Mengalami anemia (kurang darah).

(15)

 Terjadi perubahan pada warna mata dan kulit menjadi kuning.  Menimbulkan bau mulut dan bau badan yang kurang sedap.

 Tubuh mudah memar bila terbentur atau jatuh dan perdarahan pada hidung yang disebabkan tubuh kekurangan protein.

 Terkadang pada sebagian kecil penderita penyakit hati atau liver, terutama bila menyerang wanita akan mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur dan masalah keputihan yang tidak normal.

 Sering terjadi rasa nyeri pada perut sehingga perut membusung seperti orang busung lapar. Hal ini diakibatkan hati mengalami pembengkakan yang kemudian naik ke rongga perut bagian atas dan membuat penderita sulit untuk bernapas.

Cara pencegahan ciri ciri penyakit kanker hati yaitu pencegahan primordial, pencegahan primer, dan pencegahan sekunder.

1.Pencegahan primordial

Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang belum terpapar faktor risiko, pencegahan yang dilakukan antara lain : • Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan dengan gizi seimbang.

• Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan pengawet atau pewarna.

• Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan, peningkat daya tahan tubuh.

• Menjalankan pola hidup sehat, seperti tidak tidur larut malam (sering begadang) karena penelitian membuktikan ini sangat berbahaya pada kesehatan hati, dan kebiasaan lainnya yang seperti merokok, atau konsumsi alkohol.

(16)

Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang sudah terpapar faktor risiko agar tidak sakit, pencegahan primer yang dilakukan antara lain dengan :

• Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga pada generasi berikutnya virus hepatitis B dapat dibasmi.

• Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis (faktor-faktor risiko kanker hati) sehingga kejadian kanker hati dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat.

• Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena alkohol akan semakin meningkatkan risiko terkena kanker hati.

• Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko mengandung jamur Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kanker hati.

• Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan perkembangan sel kanker dan meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker sekaligus mangandung zat gizi pemacu kekebalan tubuh.

3.Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sudah sakit agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, dalam hal ini diagnosis sangat penting dilakukan. Dan biasanya juga dilakukan pengobatan alami yang bebas efek samping dengan mengkonsumsi obat kanker hati. Dokter umumnya memesan tes darah dan prosedur pencitraan lain seperti USG hati, CT scan, MRI atau biopsi hati untuk merumuskan diagnosis. Jika didiagnosis pada tahap awal, penyebaran kanker mungkin kurang dan operasi dapat digunakan untuk menghapus pertumbuhan ganas. Pilihan pengobatan lain melibatkan kemoterapi, krioterapi, ablasi frekuensi radio dan terapi radiasi. Dalam kasus yang parah, transplantasi hati mungkin dianjurkan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwisastra, A. 1992. Keracunan, Sumber, Bahaya, Serta Penanggulangannya. Angkasa Bandung. Bandung.

Amalia, N. 2013. Jurnal Analis Kesehatan klinikal Sains. Vol 2-3

Blount WP. Turkey “X” disease. J Br Turk Fed 1961; 9: 52-4.Emes, 1992.

Food and Agriculture Organization. 2001. Manual on the Application of the HACCP System in Mycotoxin Prevention and Control.

Gandahusada,dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta. Kusumaningrum, H.D, dkk. 2010. Cemaran Aspergillus flavus dan aflatoksin pada

rantai distribusi pangan berbasis jagung dan factor yang mempengaruhinya. J. Teknol. Dan Industri Pangan. Vol XXI No. 2

Malang. 2011. Kenali Jamur Sebelum Diolah, http:// www.malang-post.com. Menhan, VK. 1987. The aflatoxin contamination problem in groundnut control

with emphasis on host plant resistance. The Regional plant protection group meeting horate Zimbabwe. February. Pp. 12-15.

Nurul. H. M. 2010. Pemeriksaan Jamur Candida sp pada Air Toilet Universitas Abdurrab Pekanbaru [KTI]. AAK. Pekanbaru.

Sardjono. 1998. Pencemaran Pangan oleh Jamur, Potensi Bahaya dan Pencegahannya. Agritech. 18:2: 23 - 27

Gambar

Gambar 1. Aspergillus flavus
Gambar 2. Reproduksi Aspergillus flavus

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai mana menurut Zonneveld, 1991 (dalam Aristiawan, 2012) bahwafaktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan, yaitu (1) aktifitas, ikan dengan aktifitas

Bunyi pasal ini selengkapnya sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

Menurut model ABC, perilaku dipicu oleh beberapa rangkaian peristiwa anteseden (sesuatu yang mendahului sebuah perilakau dan secara kausal terhubung dengan perilaku itu

Hasil penelitian dengan metode pendidihan air menunjukan bahwa variasi komposisi bahan bakar berpengaruh terhadap beberapa parameter yang memengaruhi kinerja suatu

Error t-Statistic Prob... Error t-Statistic

Hasil observasi ditemukenali sebagian besar jaringan jalan belum dipasang rambu-rambu lalu lintas, sebagai penanda lokasi-lokasi rawan, fasilitas umum dan lain sebagainya,

Berdasarkan data pangsa pasar dan tren di atas, maka dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor produk udang ke pasar Uni Eropa

Barongan yang letaknya sangat terpencil dan kondisi pasar yang belum baik menyebabkan para pedagang merasa keberatan untuk membayar retribusi sesuai dengan peraturan daerah