• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUGAS AKHIR EKSTRAKSI FITUR UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA RAS MONGOLOID MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TUGAS AKHIR EKSTRAKSI FITUR UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA RAS MONGOLOID MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

EKSTRAKSI FITUR UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA

RAS MONGOLOID MENGGUNAKAN PRINCIPAL

COMPONENT ANALYSIS (PCA)

Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program studi Teknik Informatika S-1 pada Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Dian Nuswantoro

Disusun Oleh :

Nama

: Dwiandi Susantyo

NIM

: A11.2009.04710

Program Studi : Teknik Informatika

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2013

(2)

ii

Program Studi : Teknik Informatika Fakultas : Ilmu Komputer

Judul Tugas Akhir : Ekstraksi Fitur untuk Pengenalan Wajah pada Ras Mongoloid Menggunakan Principal Component Analysis (PCA)

Tugas akhir ini telah diperiksa dan disetujui, Semarang, 24 Juli 2013

Menyetujui, Mengetahui,

Pembimbing Dekan Fakultas Ilmu Komputer

(3)

iii

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Nama Pelaksana : Dwiandi Susantyo NIM : A11.2009.04710 Program Studi : Teknik Informatika Fakultas : Ilmu Komputer

Judul Tugas Akhir : Ekstraksi Fitur untuk Pengenalan Wajah pada Ras Mongoloid Menggunakan Principal Component Analysis (PCA)

Tugas akhir ini telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji pada Sidang tugas akhir tanggal 19 Juli 2013. Menurut pandangan kami, tugas akhir ini memadai dari segi kualitas maupun kuantitas untuk tujuan penganugerahan gelar Sarjana Komputer (S.Kom).

Semarang, 24 Juli 2013 Dewan Penguji

Slamet Sudaryanto, S.T, M.Kom Noor Ageng Setiyanto, M.Kom

Anggota 1 Anggota 2

Yuniarsi Rahayu, Dra, M.Kom

(4)

iv

KEASLIAN TUGAS AKHIR

Sebagai mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Dwiandi Susantyo NIM : A11.2009.04710

Menyatakan bahwa karya ilmiah saya yang berjudul :

EKSTRAKSI FITUR UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA RAS MONGOLOID MENGGUNAKAN PRINCIPAL

COMPONENET ANALYSIS (PCA)

Merupakan karya asli saya (kecuali ringkasan dan cuplikan yang masing-masing telah saya jelaskan sumbernya dan perangkat pendukung seperti web cam dll). Apabila di kemudian hari, karya saya disinyalir bukan merupakan karya asli saya, yang disertai dengan bukti-bukti yang cukup, maka saya bersedia untuk dibatalkan gelar saya beserta hak dan kewajiban yang melekat pada gelar tersebut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang Pada tanggal : 24 Juli 2013

Yang menyatakan

(5)

v

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dwiandi Susantyo NIM : A11.2009.04710

demi mengembangkan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Dian Nuswantoro Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

EKSTRAKSI FITUR UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA RAS MONGOLOID MENGGUNAKAN PRINCIPAL

COMPONENET ANALYSIS (PCA)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Dian Nuswantoro berhak untuk menyimpan, mengcopy ulang (memperbanyak), menggunakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya dan menampilkan/mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan Universitas Dian Nuswantoro, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang Pada tanggal : 24 Juli 2013 Yang menyatakan,

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga laporan tugas akhir dengan judul “EKSTRAKSI FITUR UNTUK PENGENALAN WAJAH PADA RAS MONGOLOID MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)” dapat penulis selesaikan sesuai dengan rencana karena dukungan dari berbagai pihak yang tidak ternilai besarnya. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian

Nuswantoro Semarang.

2. Bapak Dr. Abdul Syukur, Drs, MM, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro.

3. Bapak Dr. Heru Agus Santoso, M.Kom, selaku Ka.Progdi Teknik Informatika. 4. Ruri Suko Basuki, M.kom, selaku pembimbing tugas akhir yang memberikan

bimbingan yang berkaitan dengan penelitian penulis.

5. Dosen-dosen pengampu di Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya masing-masing.

6. Orang tua penulis tercinta Puji Raharjo dan Sri Jaswati yang telah memberikan motivasi, semangat, nasehat, kasih sayang, doa, dukungan material dan spiritual hingga penulis menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

7. Pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu.

Semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan balasan yang lebih besar kepada beliau-beliau, dan pada akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan pada proyek tugas akhir ini, dari sebab itulah penulis memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan tersebut.

(7)

vii

vii

Penulis sangat berharap proyek ini dapat semakin disempurnakan lagi sehingga dapat menjadi lebih berkembang dan lebih bermanfaat sebagaimana fungsinya.

Semarang, 24 Juli 2013

(8)

viii

Salah satu proses dari pengenalan wajah adalah ekstraksi fitur. Tujuan utama dari ekstraksi fitur digunakan untuk mengambil ciri penting dari suatu objek wajah. Tingkat akurasi proses ekstraksi fitur pada wajah akan menentukan kualitas hasil sehingga akan mempermudah dalam pemrosesan selanjutnya. PCA digunakan untuk mereduksi dimensi ciri dari suatu obyek, sehingga dapat digunakan mengambil karakteristik yang penting saja dari obyek yang diproses. Dengan melakukan beberapa pengujian menggunakan PCA sebagai pengambilan ciri pada citra wajah dan eucliden distance untuk mencari nilai minimum jarak antar citra data training dengan cira data test menghasilkan nilai akurasi sebesar 78.89% dari 90 data test. Kata kunci : ekstraksi fitur, PCA, euclidean distance, data training, data test xiv + 55 halaman, 20 gambar, 16 tabel

(9)

ix

ix

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Dalam ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ... iv

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ... v

Halaman Ucapan Terima Kasih ... vi

Halaman Abstrak ... viii

Halaman Daftar Isi ... ix

Halaman Daftar Gambar ... xii

Halaman Daftar Tabel ... xiii

Halaman Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Batasan Masalah ... 3 1.4. Tujuan Penelitian ... 3 1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pengolahan Citra (Image Processing) ... 5

2.2 Citra Digital ... 5

2.2.1. Citra Biner ... 6

2.2.2. Citra Grayscale (Keabuan) ... 6

2.2.3. Citra Warna (True Color) ... 7

2.3. Konversi Citra RGB ke Grayscale ... 8

2.4. Matriks ... 8

2.4.1. Notasi Matriks ... 8

2.4.2. Jenis-jenis Matriks ... 9

2.4.3. Operasi pada Matriks ... 11

2.4.4. Tranpose dari Suatu Matriks ... 13

(10)

x

2.5.2. Varian ... 15

2.5.3. Kovarian ... 15

2.5.4. Matriks Kovarian ... 16

2.5.5. Vektor Eigen dan Nilai Eigen (Eigen Value and Eigen Vector) ... 17

2.5.6. Principal Component ... 19

2.6. Jarak Euclidean (Euclidean Distance) ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Desain Penelitian ... 21

3.2. Proses Ektraksi Fitur ... 22

3.2.1. Data Training ... 22

3.2.2. RGB to Grayscale ... 22

3.2.3. Eigenface ... 23

3.2.4. Principal Component Analysis (PCA) ... 24

3.2.5. Data Testing ... 24

3.3. Perhitungan Jarak Euclidean ... 24

BAB IV HASIL PENELITITAN DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Desain Proses ... 25 4.2. Akuisisi Data ... 26 4.2.1. Pre-processing ... 27 4.2.1.1. RGB to Grayscale ... 27 4.2.1.2. Reduksi Dimensi ... 28 4.2.2. Ekstraksi Fitur ... 30

4.2.2.1. Menhitung Nilai Mean ... 30

4.2.2.2. Menghitung Matriks Kovarian ... 33

4.2.2.3. Menghitung Vektor Eigen dan Nilai Eigen (Eigen Vector and Eigen Value) ... 33

4.2.2.4. Menghitung Nilai Eigenface ... 36

4.2.2.5. Menghitung Nilai PCA ... 37

4.2.3. Menghitung Jarak Euclidean ... 40

(11)

xi

xi

4.4. Implementasi Coding ... 42

4.4.1. Implementasi Modul Program ... 42

4.4.2. Implementasi Antarmuka (Interface) ... 43

4.5. Pengujian ... 45

4.5.1. Skenario Pengujian ... 45

4.5.2. Hasil Pengujian ... 46

4.5.3. Analisis Hasil Pengujian ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN

(12)

xii

Gambar 2.1. Citra digital ... 6

Gambar 2.2. Citra biner ... 6

Gambar 2.3. Citra skala keabuan ... 7

Gambar 2.4. Citrawarna (true color) ... 7

Gambar 2.5. Transformasi matriks A terhadap vektor X ... 18

Gambar 2.6. Transformasi matriks A terhadap vektor eigen V ... 18

Gambar 3.1. Desain penelitian ... 21

Gambar 3.2. Tahap ekstraksi fitur ... 22

Gambar 3.4. Pencarian nilai minimum jarak Euclidean ... 24

Gambar 4.1. Flowchart proses ekstraksi Fitur ... 25

Gambar 4.2. Contoh sampel data training ... 26

Gambar 4.3. Hasil konversi citra RGB menjadi Grayscale ... 28

Gambar 4.4. Reduksi dimensi citra 2D menjadi 1D ... 29

Gambar 4.5. Bentuk citra dari nilai matriks A ... 32

Gambar 4.6. Bentuk citra dari nilai eigenface ... 37

Gambar 4.7. Citra test ... 38

Gambar 4.8. Konversi citra test RGB menjadi grayscale dan nilai piksel citra test grayscale ... 38

Gambar 4.9. Hasil output perhitungan jarak euclidean ... 41

Gambar 4.10. Antarmuka utama sistem ... 44

Gambar 4.11. Antarmuka pengujian ... 45

(13)

xiii

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Matiks U ... 29

Tabel 4.2. Nilai rata-rata baris (U_mean) ... 30

Tabel 4.3. Matriks A ... 32

Tabel 4.4. Nilai matriks kovarian ... 33

Tabel 4.5. Nilai vektor eigen (V) ... 35

Tabel 4.6. Nilai diagonal eigen (D) ... 36

Tabel 4.7. Sortasi vektor eigen secara descending berdasarkan nilai eigen ... 36

Tabel 4.8. Nilai PCA dari citra data training ... 37

Tabel 4.9. Nilai selisih citra uji dengan U_mean ... 39

Tabel 4.10 Nilai PCA citra test ... 39

Tabel 4.11. Hasil perhitungan euclidean distance ... 41

Tabel 4.12. Implementasi modul program ... 44

Tabel 4.13. Keterangan antarmuka utsama sistem ... 45

Tabel 4.14. Keterangan antarmuka pengujian ... 39

Tabel 4.15. Persentase keberhasilan setiap individu pada pengujian pertama .... 47

Tabel 4.16. persentase keberhasilan setiap individu pada pengujian kedua ... 48

(14)

xiv

Lampiran 1. Source Code ... A-1 Lampiran 2. Dataset Data Training ... B-1

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan utama dari ekstraksi fitur digunakan untuk mengambil ciri penting dari suatu objek, dalam penelitian Suciati pada tahun 2007 [1] dilakukan pada objek wajah. Tingkat akurasi proses ekstraksi fitur pada wajah akan menentukan kualitas hasil sehingga akan mempermudah dalam pemrosesan selanjutnya [2]. Hasil ekstraksi objek ini dapat dimanfaatkan pada sistem biometrika yang digunakan untuk identifikasi personal pada penggunaan mesin absensi, akses kontrol, dan lain-lain. Selain itu ekstraksi fitur dapat juga dimanfaatkan untuk mengambil ciri tertentu pada objek wajah seseorang agar dapat mengetahui ras orang tersebut.

Ras merupakansuatu sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda melalui ciri fenotipe, asal-usul geografis, tampang jasmani dan kesukuan yang terwarisi [3]. Wajah setiap ras mempunyai ciri khas sendiri-sendiri, seperti misalnya ras mongoloid yang merupakan ras yang sebagian besar penghuni Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara yang memiliki ciri khas utama pada mata yang sipit dan hidung yang kurang mancung. Sementara ada juga ras kaukasoid yang mempunyai ciri khas utama pada mata lebar dan hidung yang mancung. Agar sistem dapat membedakan wajah antara ras satu dengan ras lainnya maka dari itu diperlukan ekstraksi fitur dengan kinerja proses yang optimal.

Beberapa masalah timbul dalam proses ekstraksi yang biasa disebut robust [4]. Perubahan posisi atau sudut kemiringan citra, perubahan intensitas cahaya yang terjadi pada saat pengambilan citra wajah serta perubahan detail seperti adanya janggut, kumis, pemakaian aksesoris, perubahan gaya, perubahan ekspresi wajah menjadi tertawa, tersenyum, muram, menangis, dan lain sebagainya mengakibatkan citra dapat direpresentasikan berbeda oleh sistem [5].

(16)

Penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumnya, ekstraksi fitur untuk pengenalan wajah dilakukan oleh Jannah [2], [5] menghasilkan nilai akurasi lebih dari 70%. Kemudian penelitian lain dilakukan oleh Aries [6] dengan menghasilkan nilai akurasi lebih dari 68.57%. untuk 70 citra uji. Terakhir penelitian terkait kasus ini dilakukan oleh Lim [7] dengan menghasilkan tingkat akurasi mencapai 79.31%. Selanjutnya Karl Pearson memperkenalkan Principal Component Analysis (PCA) sebagai dasar ekstraksi fitur wajah pada tahun 1901 [8], yang biasanya digunakan sebagai alat dalam penjelasan analisa data dan untuk membuat rancangan model awal. PCA dapat dilakukan dengan dekomposisi nilai eigen dari kovarian data (atau korelasi) matrix atau dekomposisi nilai singular dari data matrix, biasanya setelah menengahkan nilai rata-rata (dan menormalisasikan atau dengan menggunakan Z-scores) data matrix dari setiap atribut [9], [10]. Metode ini memiliki langkah-langkah sederhana sehingga cepat, relatif sederhana dan terbukti bekerja dengan baik dalam environment yang dibatasi [5], [11].

Dalam rangka ekstraksi fitur untuk pengenalan wajah sebagai tujuan dalam penelitian ini, metode Principal Component Analysis (PCA) diusulkan, proses ektraksi dilakukan dengan cara pengambilan ciri dari citra wajah dengan mereduksi dimensi ciri dari suatu obyek, sehingga ukuran dari obyek akan lebih ringkas dan mampu mengambil karakteristik yang penting saja dari obyek yang diolah [2]. Dengan mereduksi dimesi dari sebuah obyek maka informasi yang terkandung lebih padat dan obyek tersebut akan lebih spesifik dibandingkan obyek yang belum diolah sebelumnya, sehingga akan mempermudah dalam pemrosesan selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang harus dipecahkan dalam penelitian ini adalah :

1. Perbedaan pada ekspresi wajah, pemakaian aksesoris, perubahan intensitas cahaya, perubahan posisi ataupun sudut kemiringan citra

(17)

3

mengakibatkan citra seseorang dapat dipresentasikan berbeda, sehingga informasi yang diperoleh menjadi tidak unik.

2. Untuk melakukan proses recognition diperlukan data awal yang unik, sehingga diperlukan tahap prepocessing pada data, oleh karena itu principal component analysis digunakan pada tahap ini.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Pada proses ekstraksi fitur dilakukan dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA).

2. Metode ini akan diimplementasikan pada wajah.

3. Citra wajah yang akan diekstraksi adalah citra wajah dalam keadaan diam dan tampak dari depan.

4. Batas sudut kemiringan citra wajah maksimal 30 derajat. 5. Jarak citra wajah yang akan diambil adalah 30 cm – 50 cm.

6. Ekstraksi fitur untuk pengenalan wajah ini hanya sebatas untuk penelitian saja dan tidak digunakan sebagai aplikasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah memberikan penyelesaian untuk permasalahan pengenalan wajah yang hasilnya diharapkan dapat :

1. Untuk mendapatkan informasi yang unik disetiap fitur wajah, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA).

2. Agar informasi yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi yang optimal, maka penelitian ini ditujukan untuk membangun proses pengenalan wajah menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) agar dimungkinkan hasil yang dicapai lebih akurat.

(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

a. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah didapat selama berada di bangku perkuliahan.

b. Dapat mengimplementasikan metode Principal Component Analysis (PCA) ke dalam ekstraksi fitur pada sistem pengenalan wajah.

c. Untuk memenuhi persyaratan formal dalam menyelesaikan program studi Teknik Informatika S-1 pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro.

2. Bagi Akademik

a. Sebagai bahan evaluasi akademik untuk meningkatkan mutu pendidikan.

b. Sebagai bahan referensi bagi mereka yang mengadakan penelitian untuk dikembangkan lebih lanjut dengan permasalahan yang berbeda. 3. Bagi Pembaca

Sebagai bahan pengetahuan, pembanding dan acuan dalam menghadapi permasalahan atau kasus penelitian yang sama.

(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengolahan Citra (Image Processing)

Pengolahan citra atau image processing merupakan bentuk pengolahan sinyal yang masukannya berupa gambar, sedangkan keluaran dari pengolahan gambar dapat berupa gambar atau sejumlah karakteristik yang berkaitan dengan gambar [5]. Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Pada proses sampling biasanya dicari warna rata-rata dari gambar analog yang kemudian dibulatkan. Pengolahan citra pada umumnya memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Memodifikasi kualitas sebuah citra untuk meningkatkan visibilitas citra.

2. Mengklarifikasi, mencocokkan, dan mengukur bagian-bagian di dalam citra.

3. Memfasilitasi penyimpanan dan transmisi citra seperti menentukan metode penyimpanan citra yang efisien dalam suatu kamera digital sehingga mempercepat proses pengirim citra dari jarak jauh. 4. Membagi bagian-bagian citra yang ingin dihilangkan atau

digabung dengan cira yang lain.

5. Mengekstraksi informasi yang ada di dalam sebuah citra.

2.2. Citra Digital

Citra yang akan menjadi masukkan dalam sistem simulasi ekstraksi fitur untuk pengenalan wajah adalah citra digital. Citra digital merupakan fungsi intensitas 2 dimensi f(x,y) dimana x dan y adalah koordinat spasial (bidang) dan f pada titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan (brigthness) yang bersifat diskrit suatu citra pada

(20)

suatu titik. Suatu citra diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar yang dipantulkan oleh obyek.

Gambar 2.1. Citra Digital

Ada banyak cara untuk menyimpan citra digital di dalam memori. Cara penyimpanan menentukan jenis citra digital yang terbentu. Beberapa jenis citra digital yang sering digunakan adalah citra biner, citra grayscale, dan citra warna

2.2.1. Citra Biner (Monokrom)

Citra biner adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan, hitam dan putih. Dibutuhkan 1 bit di memori untuk menyimpan kedua warna. Gradasi warnanya, bit 0 untuk warna hitam, bit 1 untuk warna putih.

Gambar 2.2. Citra Biner

2.2.2. Citra Grayscale (Citra Keabuan)

Citra skala keabuan memberi kemungkinan warna yang lebih banyak dari pada citra biner. Banyaknya warna

(21)

7

tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna. Semakin besar jumlah bit warna yang disediakan di memori, semakin halus gradasi warna yang terbentuk.

Contoh :

skala keabuan 4 bit

jumlah kemungkinan 24 = 16 warna

kemungkinan warna 0 (min) sampai 15 (max)

skala keabuan 8 bit

jumlah kemungkinan 28 = 256 warna

kemungkinan warna 0 (min) sampai 255 (max)

= 15 0 6 0 13 15 = 15 12 15 15 15 15 = 15 5 0 12 0 15 = 15 8 15 15 15 15 = 15 10 0 13 0 15

Gambar 2.3. Citra Skala Keabuan

2.2.3. Citra Warna (True Color)

Pada citra warna setiap titik mempunyai warna yang spesifik, yang merupakan kombinasi dari 3 warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Format citra ini sering disebut RGB (red-green-blue). Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit). Setiap titik pada citra warna membutuhkan data 3 byte.

Jumlah kombinasi warna yang memungkinkan untuk format citra ini adalah 224 atau lebih dari 16 juta warna, dengan

(22)

demikian bisa dianggap mencakup semua warna yang ada. Inilah sebabnya format ini dinamakan true color.

Gambar 2.4. Citra Warna (True Color)

2.3. Konversi Citra RGB menjadi Grayscale

Proses pengubahan citra yang berwarna menjadi citra grayscale melalui beberapa tahap. Pertama adalah mengambil nilai R, G dan B dari suatu citra bertipe RGB. Pada tipe citra direpresentasikan dalam 24 bit, sehingga diperlukan proses untuk mengambil masing - masing 3 kelompok 8 bit dari 24 bit tadi. Perhitungan yang digunakan untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matriks masing-masing R, G, dan B menjadi citra grayscale dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B sehingga dapat dituliskan menjadi:

𝐺𝑟𝑎𝑦𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒 = 𝑅+𝐺+𝐵

3

(2.1)

2.4. Matriks

Dalam penerapannya, proses ekstraksi fitur menggunakan perhitungan matriks, yang merupakan himpunan objek yang disusun secara persegi (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan tanda kurung siku atau biasa.

2.4.1. Notasi Matriks

Matriks kita beri nama dengan huruf besar A, B, P, C, dan lain-lain. Secara lengkap ditulis A = (𝑎𝑖𝑗) artinya suatu matriks A yang elemen-elemennya 𝑎𝑖𝑗 dimana indeks i

(23)

9

menyatakan baris ke-i dan indeks j menyatakan kolom ke-j dari elemen tersebut.

Secara umum :

Pandang suatu matriks A = (𝑎𝑖𝑗), i = 1, 2, …., m ; j = 1, 2, …., n yang berarti bahwa banyaknya baris m dan banyaknya kolom n. 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 𝑎31 𝑎32 … 𝑎3𝑛 . . . . . . . . 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 𝑎𝑚3 𝑎𝑚𝑛

Dapat pula kita tuliskan matriks 𝐴𝑚𝑥𝑛 = (𝑎𝑖𝑗), m x n disebut

(ordo) dari matriks A.

2.4.2. Jenis-jenis Matriks

Matriks dapat dibedakan menurut jenisnya, antara lain : 1. Matriks Nol

Suatu matriks dikatakan sebagai matriks nol, jika semua elemennya sama dengan nol, misalnya :

0 0 0 0 , 0 0 0 0 0 0 2. Matriks Baris

Suatu matriks dikatakan matriks baris jika matriks tersebut hanya terdiri atas satu baris, misalnya :

−1 7 , 2 4 8 3. Matriks Kolom

Suatu matriks dikatakan sebagai matriks kolo, jika matriks tersebut hanya terdiri dari satu kolom, misalnya : 2 −5 , 3 7 −2

(24)

4. Matriks Persegi dan Matriks Kuadrat

Suatu matriks dikatakan sebagai matriks persegi atau kuadrat, jika junlah baris pada matriks tersebut sama dengan jumlah kolomnya, misalnya :

2 4 3 1 , 3 7 5 4 6 2 1 −8 −2

Pada suatu matriks persegi ada yang dinamakan sebagai diagonal utama dan diagonal sekunder. Perhatikan matriks berikut .

𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎21 𝑎22 𝑎23 𝑎31 𝑎32 𝑎33

Komponen-komponen yang terletak pada diagonal utama pada matriks tersebut adalah a11, a22, a23 (sesuai dengan arsiran berasal dari kiri atas ke kanan bawah). Sebaliknya, komponen-komponen yang terletak pada diagonal sekunder sesuai dengan arsiran yang berasal dari kiri bawah ke kanan atas, dalam hal ini a31, a22. a13.

5. Matriks Segitiga

Suatu matriks dikatakan sebagai matriks segitiga jika elemen yang ada dibawah atau diatas diagonal utama (salah satu, tidak kedua-duanya) bernila nol. Jika elemen-elemen yang ada dibawah diagonal utamanya bernilai nol, maka disebut sebagai matriks diagonal atas.sebaliknya, jika elemen-elemen yang ada diatas diagonal utamanya bernilai nol, maka disebut sebagai matriks diagonal bawah. Misalnya : −5 −1 2 0 4 3 0 0 4 −53 04 00 2 −1 4

Matriks Segitiga Atas Matriks Segitiga Bawah 6. Matriks Diagonal

(25)

11

Suatu matriks dikatakan sebagai matriks diagonal jika elemen-elemen yang ada di bawah dan di atas diagonal utamanya bernilai nol, atau dengan kata lain elemen-elemen selain diagonal utamanya bernilai nol. Misalnya :

−5 0 0

0 4 0

0 0 2

7. Matriks Skalar

Suatu matriks diagonal dikatakan sebagai matriks skalar jika semua elemen-elemen yang terletak pada diagonal utamanya memiliki nilai yang sama, misalnya :

5 0 0 0 5 0 0 0 5 , 9 0 00 9 0 0 0 9

8. Matriks Identitas dan Matriks Satuan

Suatu matriks skalar dikatakan sebagai matriks identitas jika semua elemen yang terletak pada diagonal utamanya bernilai satu, sehingga matriks identitas disebut juga matriks satuan. Misalnya :

1 0 0 1 , 1 0 0 0 1 0 0 0 1

2.4.3. Operasi pada Matriks

1. Penjumlahan Matriks (berlaku untuk matriks-matriks berukuran sama)

Jika A = (𝑎𝑖𝑗) dan B = (𝑏𝑖𝑗), matriks berukuran

sama, maka A + B adalah suatu matriks C = (𝑐𝑖𝑗) dimana 𝑐𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗 untuk setiap i dan j.

(26)

Catatan :

Mengurangi matriks A dengan B, yaitu A-B, adalah menjumlahkan matriks A dengan matriks –B.

2. Perkalian Skalar Terhadap Matriks

Kalau 𝜆 suatu skalar (bilangan) dan A = (𝑎𝑖𝑗) maka matriks 𝜆A diperoleh dengan mengalikan semua elemen matriks A dengan 𝜆.

Catatan :

Beberapa hukum pada penjumlahan dan perkalian skalar : kalau A, B, C matriks berukuran sama dan 𝜆 skalar maka : a. A + B = B + A (komutatf)

b. (A + B) + C = A + (B + C) (asosoatif) c. 𝜆(A + B) = 𝜆A + 𝜆B (distributif)

d. Selalu ada matriks D sedemikian sehingga A + D = B 3. Perkalian Matriks

Pada umumnya matriks tidak komutatif terhadap operasi perkalian : AB ≠ BA. Pada perkalian matriks, A disebut matriks pertama dan B matriks kedua.

Syarat perkalian matriks:

Jumlah banyaknya kolom pertama = jumlah banyaknya baris matriks kedua.

Catatan :

Beberapa hukum pada perkalian matriks : jika A, B, C matriks-matriks yang memenuhi syarat-syarat perkalian matriks yang diperlukan, maka :

a. A(B + C) = AB + AC, (B + C)A = BA + CA, memenuhi hukum distributif.

(27)

13

c. Perkalian tidak komutatif, AB ≠ BA.

d. Jika AB = 0 (matriks nol) yaitu matriks yang semua elemennya = 0, kemungkinan-kemungkinannya :

(i) A = 0 dan B = 0 (ii) A = 0 atau B = 0 (iii) A ≠ 0 dan B ≠ 0

e. Bila AB = AC belum tentu B = C.

2.4.4. Tranpose dari Suatu Matriks

Pandang suatu matriks A = (𝑎𝑖𝑗) berukuran (m x n), maka transpose dari A adalah matriks 𝐴𝑇 berukuran (n x m) yang didapatkan dari A dengan menuliskan baris ke-i dari A, i = 1, 2, …., m, sebagai kolom ke-i dari 𝐴𝑇 dan j = 1, 2, …., n

sebagai baris kei-j dari 𝐴𝑇. Sebagai contoh, jika diberikan matriks A =

1 1 3

3 4 6

, maka transpose matriks A adalah 𝐴𝑇, yaitu 𝐴𝑇 =

1 3

1 4

3 6

.

2.5. Principal Component Analysis (PCA)

Dalam proses ekstraksi fitur pada pengenalan wajah dihadapkan kepada banyak variabel dengan data yang berdimensi tinggi. Operasi-operasi yang dilakukan terhadap citra wajah merupakan Operasi-operasi yang dilakukan terhadap matriks yang berdimensi tinggi dan hal ini akan membutuhkan biaya komputasi yang sangat besar. Oleh karena itu, dibutuhkan Principal Component Analysis (PCA) yang dapat mengurangi besarnya dimensi dari data yang diobservasi menjadi dimensi yang lebih kecil tanpa kehilangan informasi yang signifikan dalam menggambarkan keseluruhan data [13], [14]. Sebelum

(28)

menjelaskan PCA, penulis perlu mengetahui beberapa konsep dasar matematika yang dipakai pada metode ini.

2.5.1. Standar Deviasi

Untuk dapat memahami standar deviasi, diperlukan sebuah himpunan data. Seorang ahli statistik biasanya hanya mengambil sampel dari sebuah populasi. Keuntungan dari statistik adalah hanya dengan melakukan perhitungan pada data sampel dari populasi, sudah cukup baik menggambarkan perhitungan data sebenarnya [15].

Standar deviasi dari sebuah himpunan data adalah ukuran seberapa tersebarnya nilai data-data tersebut. Sebagai contoh, jika memiliki dua himpunan data masing-masing [0 6 15 40] dan [4 6 8 9], maka standar deviasi dari himpunan pertama akan lebih besar dari yang kedua. Hal tersebut ditunjukkan oleh rumusan dari standar deviasi sebagai berikut :

S = =1(𝑋𝑖−𝑋 )

2 𝑛

𝑖

(𝑛−1) (2.1)

Dimana s merupakan standar deviasi, X adalah sebuah himpunan data, dan 𝑋 adalah rata-rata dari X. 𝑋 ditunjukkan oleh rumus berikut :

𝑋 = =1𝑋𝑖

𝑛 𝑖

𝑛 (2.2)

Dengan menggunakan rumus (2.1), maka himpunan data [0 6 15 40] akan memiliki nilai standar deviasi 17.6139 sedangkan himpunan data [4 6 8 9] akan memiliki nilai standar deviasi 2.2173. Nilai standar deviasi yang besar menunjukkan bahwa nilai data-data yang ada di dalam sebuah himpunan tersebar jauh dari rata-rata nilai himpunan tersebut, sedangkan nilai standar deviasi yang kecil menunjukkan bahwa nilai

(29)

data-15

data yang ada di dalam sebuah himpunan berkumpul di sekitar rata-rata nilai himpunan tersebut.

2.5.2. Varian

Varian merupakan cara lain untuk mengukur seberapa tersebarnya nilai data-data yang ada didalam sebuah himpunan. Faktanya adalah varian hampir sama dengan standar deviasi. Rumusan dari varian adalah sebagai berikut :

𝑠2 = =1(𝑋𝑖−𝑋 )2

𝑛 𝑖

(𝑛−1) (2.3)

Dapat dilihat pada rumus (2.3) bahwa varian hanya merupakan kuadrat dari standar deviasi, 𝑠2 merupakan varian dari sebuah himpunan data.

2.5.3. Kovarian

Standar deviasi dan varian hanya beroperasi pada data dengan satu dimensi. Padahal banyak himpunan data lebih dari satu dimensi, dan tujuan dari analisis statistik adalah untuk melihat apakah ada hubungan antar dimensi. Kovarian dapat melakukan perhitungan tersebut. Kovarian adalah ukuran untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar dimensi satu sama lain pada himpunan data.

Kovarian selalu diukur antar dua dimensi. Jika memiliki himpunan data yang berdimensi tiga (x, y, z), maka dapat menghitung kovarian antara dimensi x dan y, antara dimensi x dan z, dan antara dimensi y dan z. Melakukan perhitungan kovarian antara x dan x, y dan y,dan z dan z masing-masing akan memberikan nilai varian dari x, y, dan z. Rumus kovarian diberikan sebagai berikut :

Cov(X, Y) = =1(𝑋𝑖−𝑋 )

𝑛

𝑖 (𝑌𝑖−𝑌)

(30)

Rumus (2.4) menunjukkan kovarian antar dimensi X dan dimensi Y, yang maksudnya adalah seberapa kuat hubungan antar dimensi X dengan dimensi Y. Jika nilai kovarian positif, maka hal ini menunjukkan bahwa kedua dimensi berbanding lurus. Sedangkan jika nilai kovarian negatif, maka hal ini menunjukkan bahwa kedua dimensi berbanding terbalik. Dan jika nilai kovarian nol, mak hal ini menunjukkan bahwa kedua dimensi tidak berhubungan sama sekali.

Jika X dan Y adalah dua dimensi yang tidak independen, a dan b adalah suatu konstanta, maka kovarian diantara dua dimensi ini memiliki beberapa properti sebagai berikut [15] :

1. Cov(X,X) = Var(X) 2. Cov(X,Y) = Cov(Y,X) 3. Cov(aX, bY) = abCov(X,Y) 4. Cov(X+a, Y+b) = Cov(X,Y)

2.5.4. Matriks Kovarian

Kovarian selalu mengukur dua dimensi, jika memiliki himpunan data yang lebih dari dua dimensi, maka akan lebih dari satu nilai kovarian yang dapat dihitung. Sebagai contoh, dari himpunan data dengan tiga dimensi (x, y, z) maka dihitung cov(x,y), cov(x,z), cov(y,z). Dan untuk himpunan data dengan n dimensi, maka akan ada 𝑛!

𝑛−2 !∗2 nilai kovarian yang berbeda.

Cara yang paling mudah untuk mendapatkan semua nilai mungkin dari suatu himpunan data adalah dengan menghitung semua nilai kovarian yang mungkin dan meletakkannya pada sebuah matriks, yang sering disebut

(31)

17

matriks kovarian. Definisi dari matriks kovarian untuk himpunan data dengan n dimensi adalah sebagai berikut :

𝐶𝑛×𝑛 =(𝑐

𝑖,𝑗, 𝑐𝑖,𝑗 = cov(𝐷𝑖𝑚𝑖,𝐷𝑖𝑚𝑗)) (2.5)

Dari definisi (2.5), jika memiliki himpunan data dengan tiga dimensi yang terdiri dari tiga dimensi x, y dan z, maka matriks kovarian akan memiliki tiga baris dan tiga kolom, dan nilainya adalah sebagai berikut :

C =

𝑐𝑜𝑣(𝑥, 𝑥) 𝑐𝑜𝑣(𝑥, 𝑦) 𝑐𝑜𝑣(𝑥, 𝑧) 𝑐𝑜𝑣(𝑦, 𝑥) 𝑐𝑜𝑣(𝑦, 𝑦) 𝑐𝑜𝑣(𝑦, 𝑧) 𝑐𝑜𝑣(𝑧, 𝑥) 𝑐𝑜𝑣(𝑧, 𝑦) 𝑐𝑜𝑣(𝑧, 𝑧)

(2.6) Matriks kovarian seperti yang ada pada (2.6) merupakan matriks yang simetrik pada diagonal utama. Hal ini sesuai dengan properti yang dimiliki oleh kovarian bahwa cov(x,y) = cov(y,x)

2.5.5. Vektor Eigen dan Nilai Eigen (Eigen Value and Eigen

Vektor)

Jika A adalah suatu matriks persegi berdimensi n x n dalam runag 𝐶𝑛, serta x dan b adalah suatu vektor berdimensi n x 1, dan terdapat persamaan linear

Ax = b (2.7)

Maka maksudnya adalah transformasi dilakukan oleh matriks A terhadap vektor x ke suatu vektor baru b [17]. Ilustrasi dari transformasi yang dilakukan oelh matriks A terhadap vektor x dapat dilihat pada gambar 2.5.

Vektor eigen dari A adalah suatu vektor tak nol 𝑣 ∈ 𝐶𝑛, dan didefinisikan sebagai berikut :

𝐴𝑣 = 𝜆𝑣 (2.8)

Dimana 𝜆 adalah suatu skalar yang biasa disebut sebagia nilai eigen dari A, dan A merupakan perkalian skalar dari v. Transformasi dilakukan terhadap vektor v dari ruang 𝐶𝑛 ke

(32)

ruang 𝐶𝑛 hanya akan merubah panjang dari vektor v sesuai nilai eigen 𝜆. Gambar 2.1 menggambarkan transformasi yang dilakukan oleh matriks A terhadap vektor eigen v.

Gambar 2.5 Transformasi Matriks A Terhadap Vektor x

Gambar 2.6 Transformasi Matriks A Terhadap Vektor Eigen v

Beberapa properti yang berguna dalam proses perhitungan nilai eigen 𝜆 dari matriks A adalah sebagai berikut [16] :

X1 X X2 b Aksi A Terhadap X X2 X1 v 𝐴𝑣 = 𝜆𝑣

(33)

19

1. 𝐴𝑣 = 𝜆𝑣 untuk v ≠ 0

2. (𝐴 − 𝜆𝐼)𝑥 = 0 mempunyai x = v sebagai solusi nontrivial 3. (𝐴 − 𝜆𝐼) tidak invertibel

4. Det (𝐴 − 𝜆𝐼) = 0

2.5.6. Principal Component

Vektor eigen dengan nilai eigen yang besar memiliki peranan yang paling penting dalam proses transformasi [16]. Oleh karena itu, mereduksi dimensi dengan cara membuang vektor-vektor eigen dengan nilai eigen yang sangat kecil tidak akan membuat kita kehilangan data yang penting. Vektor-vektor eigen dengan nilai eigen yang terbesar disebut sebagai principal component dari sebuah matriks.

Cara untuk mendapatkan principal component dari sebuah matriks dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengurangi setiap nilai dari matriks dengan rata-rata nilai dari setiap masing-masing dimensi. Langkah berikutnya adalah menghitung matriks kovariannya dan dilanjutkan dengan mencari vektor eigen dan nilai eigen dari matriks kovarian tersebut. Kemudian vektor eigen yang ada, diurutkan berdasarkan nilai eigen-nya dari yang paling besar ke yang paling kecil. Dengan memilih vektor-vektor eigen yang memiliki nilai-nilai eigen terbesar maka kita telah mendapatkan principal component dari matriks awal dan kita dapat membentuk feature vector. Feature vector berguna untuk mendapatkan data-data dari matriks awal yang bersesuaian dengan vektor eigen yang telah kita pilih dengan cara mengalikan transpose dari feature vector dengan transpose dari matriks yang datanya sudah dikurangi dengan nilai rata-rata.

(34)

2.6. Jarak Euclidean

Dari hasil ekstraksi citra wajah, maka setiap citra dinyatakan dalam bentuk vektor. Untuk mengukur tingkat kemiripan antara 2 buah citra wajah dapat digunakan jarak antara kedua vector citra wajahnya. Semakin kecil jarak 2 vektor citra wajah, semakin tinggi pula tingkat kemiripannya. Untuk mengukur jarak antara 2 vektor citra wajah tersebut, digunakanlah metode jarak Euclidean. Jarak Euclidean dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐷 = 𝑥

𝑚𝑖=0 𝑖

− 𝑦

𝑖 2 (2.9)

(35)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian mengacu pada tahapan proses pada sistem, yaitu input, proses dan output. Dengan input bahan penelitian berupa data training dan test, proses sebagai pemroses bahan penelitian dan output sebagai keluaran hasil dari proses.

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Mulai

Mencari Nilai Minimum Jarak

Perhitungan Jarak Euclidean PCA_Train PCA_Test Data Testing Eigenface RGB to Graysclae Data Training RGB to Graysclae Principal Component Analysis

(36)

3.2. Proses Ekstraksi Fitur

Tahapan ekstraksi fitur pada sistem diawali dengan proses training data yaitu pembacaan data citra training yang nantinya akan menjadi database.

Gambar 3.2 Tahap Ekstraksi Fitur 3.2.1. Data Training

Data training merupakan sekumpulan data berisikan citra wajah yang disiapkan untuk diproses oleh sistem. Citra pada data training berukuran 352 x 288 piksel. Data training ini berjumlah 180 citra, dimana setiap orangnya memiliki 10 citra dengan berbagai ekspreksi wajah serta sudut kemiringan wajah.

3.2.2. RGB to Grayscale

Data training kemudian dikonversi dari citra RGB menjadi grayscale. Tujuan dari proses ini untuk mereduksi citra pada data training sehingga mudah diolah karena mengandung nilai yang lebih sedikit yaitu 8 bit daripada citra RGB dengan 24 bit warna.

Data Testing Eigenface RGB to Graysclae Data Training RGB to Graysclae Principal Component Analysis

(37)

23

3.2.3. Eigenface

Eigenface digunakan untuk melakukan ekstraksi ciri pada wajah. Berikut merupakan tahapan proses eigenface :

1. Citra training hasil konversi ke grayscale direduksi dimensi dari citra 2 D menjadi 1 D sehingga membentuk vektor wajah yang merupakan vektor kolom.

2. Vektor-vektor tersebut disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu matrik X dengan orde n x m , dimana n adalah banyaknya jumlah piksel (w x h) dan m adalah banyaknya citra training wajah.

3. Hasil ini selanjutnya akan digunakan untuk menghitung proses rata-rata setiap baris menggunakan rumus,

𝑈_𝑚𝑒𝑎𝑛

=

𝑁1 𝑁𝑖=1

𝑥

𝑖 (3.1) 4. Tahap selanjutnya dilakukan proses normalisasi pada data

training. Normalisasi diperoleh dari rumus,

𝐴(𝑖,𝑗 ) = 𝑈(𝑖,𝑗 )− 𝑈_𝑚𝑒𝑎𝑛 (3.2) 5. Hasil dari normalisasi ini kemudian akan digunakan untuk

membuat matriks kovarian (C) dimana

C = 𝐴𝑡*A. (3.3)

6. Dari matriks kovarian ini diperolehlah eigen vector (V) dan eigen value (D), dimana dalam bahasa matlab dituliskan dengan rumus,

C*V = D*V (3.4)

7. Eigen vector kemudian diurutkan berdasarkan eigen value dari yang terbesar sampai yang terkecil (V_Sort).

8. Menghitung eigenface dimana,

(38)

3.2.4. Principal Component Analysis (PCA)

Setelah semua proses eigenface dilakukan, selanjutnya citra diambil cirinya melalui tahap eigenface PCA dengan menghitung feature PCA dari masing-masing citra training yang dapat dihitung dengan rumus,

𝐹(𝑖,𝑛)= 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝑓𝑎𝑐𝑒 ∗ 𝐴(𝑖,𝑛) (3.6)

3.2.5. Data Testing

Data testing merupakan citra yang tidak termasuk dalam data training. Hal ini bertujuan untuk menguji sistem, apakah sistem mengenali citra yang berbeda antara data training dengan data testing. Tidak berbeda dengan data training, data testing pun juga diambil cirinya dengan menghitung feature PCA .

3.3. Penghitungan Jarak Euclidean

Gambar 3.4. Pencarian nilai minimum jarak Euclidean

Citra data training dan testing yang telah melewati tahap pengambilan ciri oleh PCA kemudian dihitung kesamaan jaraknya menggunakan perhitungan jarak Euclidean. Nilai minimum atau terkecil dari perhitungan jarak Euclidean distance merupakan nilai yang diambil sebagai hasil dari citra wajah yang dikenali.

Mencari Nilai Minimum Jarak

Perhitungan Jarak Euclidean PCA_Train

(39)

25

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Desain Proses

Sistem simulasi ekstraksi fitur untuk pengenalan wajah memiliki beberapa tahapan proses. Untuk mempermudah visualisasi penggunaan, berikut adalah flowchart dari sistem simulasi ekstraksi fitur.

(a) (b)

Gambar 4.1. Flowchart proses ekstraksi fitur (a) Proses training (b) Proses testing

(40)

Sesuai dengan gambar 4.1, perancangan sistem ini terdiri atas dua bagian yang saling terhubung yaitu proses training dan proses testing. Pada gambar 4.1 (a), sistem berjalan diwali dengan proses memasukkan citra yang akan menjadi database sistem untuk ditraining. Apabila semua citra dtelah ditraining, maka proses pengujian pun dapat dilakukan melalui tahapan yang terlihat pada gambar 4.1 (b). Berdasarkan skema yang ditunjukkan, pertama dilakukan penginputan citra yang akan diuji kemudian menghitung feature PCA pada citra uji untuk dicari kemiripan citra dengan citra pada data training menggunakan euclidean distance.

4.2. Akuisisi Data

Data yang digunakan pada penelitian ini telah disiapkan dalam data training dan data test. Dalam pengambilan ciri pada citra wajah dilakukan dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dan jarak Euclidean untuk mencari minimum jarak antar citra data training dengan citra data test. Sebelum proses ekstraksi fitur, citra data training sebelumnya akan melalui proses reduksi agar citra mudah diolah.

Langkah pertama dalam sistem ini adalah pengambilan data citra dengan bantuan webcam pada notebook HP-Pavillion dv2 1202AU. Data citra yang diambil berupa citra RGB, selanjutnya data tersebut secara otomatis akan masuk kedalam memori notebook untuk diproses.

(41)

27

Contoh citra data training dan data test diatas, pengambilan dilakukan dengan jarak 30 cm – 50 cm, yang kemudian pada akhirnya citra test akan diuji oleh sistem seberapa besar sistem mampu mengenali citra yang berbeda dengan citra dari data training.

4.2.1. Pre-processing

Pre-processing ini bertujuan agar informasi yang terkandung pada citra data training yang diproses oleh sistem dapat diolah dalam proses selanjutnya. Proses ini dilakukan oleh sistem dengan menggunakan program matlab.

4.2.1.1. RGB to Grayscale

Tahapan pre-processing ini digunakan dalam sistem karena memiliki persamaan yang sederhana dan mampu mengurangi kebutuhan memori perhitungan sehingga mempercepat proses yang dilakukan. Pada program matlab menyediakan fungsi bawaan untuk mengubah citra RGB ke grayscale. Berikut adalah persamaan untuk mengonversi RGB ke grayscale pada citra 3x4:

𝐺ray = 𝑅 + 𝐺 + 𝐵

3 (4.1)

Berikut ini adalah contoh penghitungan menggunakan rumus 4.1 :

Diketahui matriks citra yang berisi piksel warna merah 217 100 48 143 234 158 97 145 237 204 92 127 , warna hijau 224 108 50 139227 158 92 134 236 186 83 115 dan warna biru 219 119202 173 122 10861 115

205 189 108 94

(42)

pertama kolom pertama didapatkan perhitungan sebagai berikut :

𝐺ray =217 + 224 + 219

3 = 220

Perhitungan yang sama dilakukan pada baris dan kolom lainnya.

Berikut ini hasil dari koversi citra RGB menjadi citra grayscale menggunakan fungsi matlab.

Gambar 4.3. Hasil konversi citra RGB menjadi Grayscale

4.2.1.2. Reduksi Dimensi

Tahapan pre-processing selanjutnya yaitu reduksi dimensi citra pada data training dari citra 2D menjadi 1D. Reduksi dimensi ini digunakan untuk mempermudah dalam pencarian nilai rata-rata baris pada dara training. Berikut persamaan reduksi dimensi citra 2D menjadi 1D :

𝑆(𝑖,𝑗 ) = 𝐺𝑟𝑎𝑦𝑇

(𝑖𝑥𝑗 ,1) (4.2)

Gambar 4.4 dibawah ini merupakan contoh reduksi dimensi pada citra data training yang dibuat dalam citra berukuran 4x3 piksel :

(43)

29

Gambar 4.4. Reduksi dimensi citra 2D menjadi 1D

Reduksi dimensi citra dari 2D menjadi 1D dilakukan pada semua citra data training yang telah dikonversi menjadi citra grayscale. Setelah tahapan reduksi dimensi pada data training dilakukan, maka selanjutnya adalah menggabungkannya menjadi matriks U menggunakan persamaan sebagai berikut :

[U] = [𝑆1 𝑆2 𝑆3… 𝑆𝑛]

(4.3)

Pada tabel 4.1 berisi nilai matriks yang diperoleh dari hasil reduksi dimensi pada citra data training yang telah dikonversi menjadi citra grayscale.

Tabel 4.1 Matriks U

Citra 1 Citra 2 Citra 3 Citra 4 Citra 5

208 222 158 218 220 164 124 44 142 107 106 38 106 103 50 184 174 196 183 138 195 222 156 210 226 145 98 44 92 159 95 32 122 58 97 162 149 209 161 134 168 204 119 192 233 119 123 64 57 192

(44)

Nilai matriks inilah yang yang selanjutnya akan diproses pada proses ekstraksi fitur atau pengambilan ciri.

4.2.2. Ekstraksi Fitur

Proses ekstraksi fitur ini bertujuan untuk mengambil ciri pada citra data training dan citra data testing. Perbedaan pengambilan ciri pada citra data training dan citra data testing adalah pengambilan ciri pada citra data training melalui tahap perhitungan nilai eigenface dan PCA, sedangkan citra data testing langsung melalui PCA tanpa penghitungan eigenface. Ciri ini yang nantinya akan digunakan untuk mencari nilai minimum jarak pada keduanya.

4.2.2.1. Menghitung Nilai Mean

Tahap pertama pada proses ekstraksi fitur ini adalah menghitung nilai rata-rata baris (U_mean) dari matriks U menggunakan persamaan berikut :

𝑈_𝑚𝑒𝑎𝑛 =

𝑁1 𝑁𝑖=1

𝑥

𝑖

(4.4) Berikut ini adalah contoh penghitungan menggunakan rumus 4.1 pada baris pertama tabel 4.1 :

U_mean = (209 + 222 + 158 + 218 + 220) / 5 = (1027) / 5

= 205.4

Tabel 4.2. Nilai rata-rata baris (U_mean) Nilai U_mean

(45)

31 Baris ke-2 116.2000 Baris ke-3 80.6000 Baris ke-4 175 Baris ke-5 201.8000 Baris ke-6 107.6000 Baris ke-7 80.8000 Baris ke-8 163 Baris ke-9 183.2000 Baris ke-10 111 Baris ke-11 93.6000 Baris ke-12 153.8000

Pada tabel 4.2 berisi U_mean yang merupakan nilai rata-rata tiap baris dari matriks U. nilai ini digunakan untuk menghitung selisih pada citra training dengan mengurangi setiap nilai pada matriks U dengan nilai U_mean maka akan menghasilkan matriks A. berikut rumus yang digunakan untuk menghitung matriks A :

𝐴(𝑖,𝑗 )= 𝑈(𝑖,𝑗 )− 𝑈_𝑚𝑒𝑎𝑛 (4.5) Berikut ini adalah contoh penghitungan menggunakan rumus 4.5 pada citra 1 baris pertama :

𝐴(1,1)= 𝑈(1,1)− 𝑈_𝑚𝑒𝑎𝑛 1

= 208 -205,200 = 2,800

(46)

Tabel 4.3 Matriks A

Pada tabel 4.3 berisi nilai matriks A yang merupakan hasil dari selisih tiap nilai pada matriks U dengan nilai U_mean. Nilai ini kemudian akan digunakan untuk mencari nilai matriks kovarian.

Gambar 4.5. Bentuk citra dari nilai matriks A

Citra ke-1 Citra ke-2 Citra ke-3 Citra ke-4 Citra ke-5

2.8000 16.8000 -47.2000 12.8000 14.8000 47.8000 7.8000 -72.2000 25.8000 -9.2000 25.4000 -42.6000 25.4000 22.4000 -30.6000 9 -1 21 8 -37 -6.8000 20.2000 -45.8000 8.1999 24.200000 0000000 37.4000 -9.5999 -63.6000 -15.6000 51.4000 14.2000 -48.8000 41.2000 -22.8000 16.2000 -1 -14 46 -2 -29 -15.2000 20.8000 -64.2000 8.8000 49.8000 8 12 -47 -54 81 -18.6000 -58.6000 62.4000 19.4000 -4.5999 -14.8000 5.1999 63.2000 -15.8000 -37.8000

(47)

33

4.2.2.2. Menghitung Matriks Kovarian

Setelah mendapatkan nilai matriks A, tahap selanjutnya adalah menghitung nilai matriks kovarian C dengan rumus sebagai berikut :

𝐶(𝑖,𝑗 ) = 𝐴(𝑖,𝑗 )𝑇∗ 𝐴(𝑖,𝑗 ) (4.6)

Pada rumus 4.3 diatas, 𝐴(𝑖,𝑗 )𝑇 merupakan bentuk matriks tranpose dari matriks A. Berikut ini adalah nilai dari matriks kovarian yang telah dihitung menggunakan rumus 4.4 :

Tabel 4.4. Nilai matriks kovarian

C1 C2 C3 C4 C5 5526.5200 -1053.6800 -5773.4800 256.3200 1044.3200 -1053.6800 9274.1200 -10655.6800 -773.8800 3209.1200 -5773.4800 -10655.6800 32701.5200 40.31999 -16312.6800 256.3200 -773.8800 40.3199 5849.1200 -5371.8800 1044.3200 3209.1200 -16312.6800 -5371.8800 17431.1200

4.2.2.3. Menghitung Vektor Eigen dan Nilai Eigen (Eigen Vector

and Eigen Value)

Setelah nilai matriks kovarian diperoleh, maka tahap selanjutnya yaitu mencari eigen vector (V) dan eigen value atau nilai eigen (D) dari matriks kovarian C. nilai eigen adalah nilai karakteristik dari suatu matriks bujur sangkar, sedangkan vektor eigen diambil berdasarkan nilai eigen yang lebih besar dari 0. Dalam penelitian ini nilai eigen merupakan nilai ciri

(48)

mencari nilai eigen dan vektor eigen :

𝐶 ∗ 𝑉 = 𝐷 ∗ 𝑉 (4.7) Cari nilai eigen dan vektor eigen :

C * V = D * V (C-D)V = 0 C = D

C – D = 0 atau D – C = 0

Maka nilai eigen atau eigenvalue (D) dapat dihitung dengan det(C-D) :

Misal diketahui nilai C = −14 31 −13−8 21 −9 −22 45 −19 −8 21 −9 −14 31 −13 −22 45 −19 − D 1 0 00 1 0 0 0 1 = 0 −8 − 𝐷−14 31 − 𝐷21 −13−9 −22 45 −19 − 𝐷 = 0 Det(C-D) = (-8-D) 31 − 𝐷45 −19 − 𝐷−13 -21 −14−22 −19 − 𝐷−13 - -9 −14 31 − 𝐷−22 45 = −𝐷3 + 4𝐷2 + 4D -16 = (D+2)(-D+2)(D-4)

Nilai eigen yang didapat adalah D = -2, D = 2, D = 4

Untuk mencari nilai eigen vektor (V) dihasilkan dengan mensubtitusikan nilai eigenvalue (D) ke dalam persamaan (C-D) V = 0.

(49)

35 −8 − 𝐷 21 −9 −14 31 − 𝐷 −13 −22 45 −19 − 𝐷 𝑣1𝑣2 𝑣3 = 0 −10 21 −9 −14 29 −13 −22 45 −21 𝑉1𝑉2 𝑉3 = 0 -10V1 + 21V2 -9V3 = 0 -14V1 + 29V2 -13V3 = 0 -22V1 + 45V2 -21V3 = 0

Solusi non trivial sistem dari persamaan ini adalah : 10V1 = 21V2 + 9V3

Misalkan V1 = -3 maka V2= -1 dan V3 =1

Jadi vektor matriks C =

−8 21 −9 −14 31 −13 −22 45 −19 untuk D = 2 adalah −3−1 1

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung eigen vektor untuk D = -2 dan D = 4 maka akan diperoleh nilai eigen vektor secara keseluruhan −3 1 1−1 2 1

1 4 1

.

Tabel 4.5. Nilai vektor eigen (V)

0.4472 -0.6001 0.6314 -0.1647 0.1184 0.4472 -0.3080 -0.7376 -0.2965 0.2701 0.4472 -0.0638 -0.1363 0.3383 -0.8141 0.4472 0.6709 0.1888 -0.5561 -0.0697 0.4472 0.3011 0.0537 0.6790 0.4952

(50)

-1.3642e-12 0 0 0 0

0 3560.1918 0 0 0

0 0 8170.2277 0 0

0 0 0 12047.3325 0

0 0 0 0 47004.6478

Setelah vektor eigen dan nilai eigen diperoleh, tahap selanjutnya yaitu melakukan sortasi vektor eigen (V_Sort) berdasarkan nilai eigen (D) dari yang terbesar sampai yang terkecil

Tabel 4.7. Sortasi vektor eigen secara descending berdasarkan nilai eigen

Matrix V 0.1184 -0.1647 0.6314 -0.6001 0.4472 0.2701 -0.2965 -0.7376 -0.3080 0.4472 -0.8141 0.3383 -0.1363 -0.0638 0.4472 -0.0697 -0.5561 0.1888 0.6709 0.4472 0.4952 0.6790 0.0537 0.3011 0.4472 Matrix D 47004.6478 12047.3325 8170.2277 3560.1918 -1.3642e-12

Setelah tahapan ini selesai, maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai eigenface.

4.2.2.4. Menghitung Nilai Eigenface

Pada tahapan ini, nilai eigenface diperoleh menggunakan rumus berikut :

(51)

37

𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝐹𝑎𝑐𝑒 = (𝐴 ∗ 𝑉_𝑆𝑜𝑟𝑡) (4.7) Dari perhitungan eigenface, maka didapatkan bentuk citra seperti pada gambar 4.6 berikut :

Gambar 4.6. Bentuk citra dari nilai eigenface

4.2.2.5. Menghitung Nilai PCA

Setelah nilai eigenface diperoleh, kini tugas dari PCA untuk mereduksi ciri yang masih terdapat pada citra data training. Hasil dari reduksi tersebut yaitu berupa pengurangan dimensi data, jadi dimensi data yang memiliki ciri yang dianggap tidak penting akan dihilangkan dan tidak akan dipakai dalam pemrosesan selanjutnya. Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk mencari nilai PCA :

F = 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝐹𝑎𝑐𝑒𝑇∗ 𝐴 (4.8)

Tabel 4.8. Nilai PCA dari citra data training

Citra ke-1 Citra ke-2 Citra ke-3 Citra ke-4 Citra ke-5

5569.9306 12699.2581 -38268.2644 -3280.1470 23279.2227 -1985.1763 -3572.4356 4076.4756 -6699.8775 8181.0138

(52)

-2136.5160 -1096.8628 -227.4864 2388.6927 1072.1725 -1.1730e-12 -7.9669e-14 -1.2196e-12 -1.4450e-13 2.6168e-12

Pada tabel 4.8 berisi nilai ciri dari citra data training, sehingga langkah selanjutnya adalah menghitung ciri PCA dari data yang akan diuji. Berikut ini citra yang akan digunakan sebagai citra yang diuji :

Gambar 4.7. Citra Test

Pada langkah ini, sama seperti pada citra data training, mula-mula citra test dikoneversi terlebih dahulu dari citra RGB menjadi citra grayscale baru kemudian dilakukan tahap reduksi dimensi pada citra test.

Gambar 4.8. Konversi citra test RGB menjadi grayscale dan nilai piksel citra test grayscale

(53)

39

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai selisih citra yang diuji dengan nilai rata-rata baris pada data training.

Tabel 4.9. Nilai selisih citra uji dengan U_mean Nilai Selisih 9.8000 4.8000 2.4000 -26 17.2000 27.4000 -0.7999 -22 48.8000 84 -6.5999 -28.8000

Setelah didapat nilai selisih antara citra uji dengan nilai rata-rata baris, maka langkah selanjutnya yaitu mencari nilai PCA citra yang diuji dengan menggunakan rumus berikut :

F_test = 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝐹𝑎𝑐𝑒𝑇∗ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖𝑕 (4.9)

Tabel 4.10. Nilai PCA citra test F_test

19586.6644 5661.2142

(54)

680.2802 2.1594e-12

Setelah nilai ciri PCA citra data training dan citra yang diuji diperoleh, langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai minimum jarak dengan menggunakan jarak euclidean (euclidean distance).

4.2.3. Menghitung Jarak Euclidean

Setelah nilai ciri PCA citra data training dan citra yang diuji diperoleh, langkah selanjutnya yaitu proses akhir. Pada tahap ini ciri citra data training dan ciri citra yang diuji dihitung minimum jarak kesamaannya. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan euclidean distance. Pada proses ini persamaan yang digunakan sebagai berikut :

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 = 𝑁 ((𝐹 − 𝐹_𝑡𝑒𝑠𝑡)2)

𝑖=1 (4.10)

Berikut ini adalah contoh penghitungan menggunakan rumus 4.10 pada citra uji dengan citra training ke-5 :

𝐹 − 𝐹_𝑡𝑒𝑠𝑡 = 23279.2227 8181.0138 439.1721 1072 2.6168𝑒 − 12 – 19586.6644 5661.2142 794.5124 680.2802 2.1594𝑒 − 12 = 3692.5582 2519.7996 −355.3403 391.8923 4.5741𝑒 − 13

(55)

41 (𝐹 − 𝐹_𝑡𝑒𝑠𝑡)2 = 13634986.2716 6349390.2333 126266.7137 153579.5812 2.0922𝑒 − 25

Jumlahkan semua nilai matriks (𝐹 − 𝐹_𝑡𝑒𝑠𝑡)2, maka akan diperoleh nilai 20264222.7999. Kemudian cari akar kuadrat dari nilai tersebut. 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 = 20264222.7999 = 4501.5800

Tabel 4.11. Hasil perhitungan euclidean distance Euclidean Distance

Citra ke-1 Citra ke-2 Citra ke-3 Citra ke-4 Citra ke-5

16790.3745 13505.0700 57915.2124 26060.8344 4501.5800

Tabel 4.11 berisi nilai hasil perhitungan euclidean distance. Setelah hasil perhitungan diperoleh, maka dicarilah nilai yang paling minimum dari hasil tersebut. Hasil perhitungan minimum jarak menyatakan bahwa nilai terkecil merupakan nilai yang diambil, maka nilai citra pada indeks ke-5 yang merupakan citra ke-5 menjadi output dari sistem simulasi ekstraksi fitur ini.

(56)

Sistem ini menggunakan algoritma Principal Component Analysis (PCA) dan euclidean distance. Algoritma Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk pengambilan ciri pada citra wajah sedangkan euclidean distance digunakan untuk menghitung nilai minimum kesamaan jarak antara ciri citra data training dengan ciri citra yang diuji. Berikut analisis dari sistem :

1. Analisis Input

Proses simulasi ektraksi fitur ini membutuhkan masukkan citra sebagai data training dan data test. Data training ini berupa kumpulan citra RGB yang telah diproses melalui tahap preprocessing, yang nantinya akan diproses lebih lanjut untuk mendapatkan informasi berupa ciri yang terdapat pada citra. Untuk proses testing, input yang dibutuhkan juga berupa citra wajah data test yang bukan termasuk citra data training.

2. Analisis Output

Hasil output dari sistem ini berupa citra wajah dari citra wajah yang sama dengan yang ada dalam data training

4.4. Implementasi Coding

4.4.1. Implementasi Modul Program

Implemetasi modul ini merupakan tahapan-tahapan modul yang digunakn dalam sistem simulasi ekstraksi fitur pengenalan wajah. Berikut ini merupakan tabel implementasi modul isitem yang dibuat :

Tabel 4.12. Implementasi modul program

No Nama Fungsi Keterangan

1 Index.fig - Berisi tampilan utama dari sistem ektraksi fitur pengenalan wajah 2 Index.m - Menjalankan tampilan utama

(57)

43

file, edit text, pushbutton dan axes 3 Training.fig - Berisikan tampilan saat memilih

database

4 Training.m - Melakukan konversi citra RGB menjadi grayscale

- Melakukan reduksi dimensi citra 2D menjadi 1D

- Memanggil fungsi CallDir.m

- Memanggil fungsi

MCalFeaturePCA.m

5 MCalFeaturePCA.m - Menjalankan proses yang dilakukan algoritma eigenface PCA (menghitung U_mean, selisih tiap citra denganU_mean, Covariance, vektor eigen, nilai eigen, eigenface, feature PCA)

6 Matrix2vector.m - Fungsi mengubah matrix menjadi vektor baris

7 CallDir.m - Fungsi untuk memanggil kotak dialog folder data training

8 CallFiles.m - Memanggil kotak dialog file untk citra test

9 Testing.fig - Berisikan tampilan saat submenu testing diklik

10 Testing.m - Memanggil fungsi CallFiles.m

- Menghitung nilai minimum antara citra data training dengan citra data test menggunakan euclidean distance 11 Biodata.fig - Berisikan tampilan mengenai penulis 12 Biodata.m - Berisikan pengaturan pembuatan log

file, axes, edit text

4.4.2. Implementasi Antarmuka (Interface)

Implementasi antarmuka pengguna untuk sistem simulasi ekstraksi fitur untuk pengenalan wajah adalah sebagai berikut :

(58)

1. Antarmuka Utama

Pada antarmuka utama sistem simulasi ektraksi fitur pengenalan wajah ini terdapat 2 menu yaitu File dan Help. Pada menu File memiliki 3 submenu yaitu select database, testing dan close. Sementara pada menu help memiliki submenu about me yang berisi identitas si penulis.

Gambar 4.10. Antarmuka utama sistem

Tabel 4.13. Keterangan antarmuka utama sistem No Obyek Keterangan

1 Select Database Memunculkan kotak dialog folder untuk memilih data training sebagai database sistem

2 Testing Memunculkan tampilan pengujian sistem / testing ekstraksi fitur pengenalan wajah 3 Close Menutup sistem

4 Help memiliki submenu about me yang berisi identitas si penulis

(59)

45

2. Antarmuka Pengujian

Pada antarmuka pengujian menampilkan 2 push button dan 2 axes. Axes 1 menampilkan citra yang diuji sedangkan axes 2 untuk menampilkan output dari sistem.

Gambar 4.11. Antarmuka pengujian

Tabel 4.14. Keterangan antarmuka pengujian No Obyek Keterangan

1 Browse Memunculkan kotak dialog file untuk memilih citra wajah yang akan diuji 2 Recognition Tombol untuk menghitung nilai

minimum kesamaan jarak menggunakan euclidean distance

3 Axes1 Menampilkan citra yang diuji 4 Axes2 Menampilkan output dari sistem

4.5. Pengujian

4.5.1. Skenario Pengujian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa skenario yang akan dilakukan dalam pengujian. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui akurasi sistem menggunakan algoritma Principal

(60)

langkah yang dilakukan dalam pengujian :

1. Data training diambil dengan berbagai macam ekspresi tiap orang nya, antara lain :

a. Ekspresi wajah biasa b. Ekspresi senyum

c. Eksrpresi senyum dengan memperlihatkan gigi d. Ekspresi senyum 3 jari

e. Ekspresi tertawa f. Ekspresi kaget

g. Ekspresi mata merem atau tertutup

h. Kepala miring ke kanan dengan sudut kemiringan kira-kira 30 derajat.

i. Kepala miring ke kiri dengan sudut kemiringan kira-kira 30 derajat

j. Ekspresi bebas

2. Pengujian dilakukan pada citra wajah 18 individu yang berbeda. 3. Pengujian pertama dilakukan dengan menggunakan 180 data

training dimana setiap individu memiliki 10 citra data training. 4. Pengujian kedua dilakukan dengan menggunakan 108 data training

dimana setiap individu memiliki 6 citra data training.

5. Masing masing pengujian dilakukan dengan 5 citra test setiap individunya dengan berbagai macam ekspresi.

4.5.2. Hasil Pengujian

Berikut ini hasil dari beberapa pengujian yang telah dilakukan :

1. Pengujian pertama menggunakan 180 data training dimana setiap individu mempunyai 10 citra data training.

(61)

47

Tabel 4.15. Persentase keberhasilan setiap individu pada pengujian pertama No Nama Persentase Keberhasilan 1 Adel 100% 2 Adit 80% 3 Agasa 60% 4 Agus 40% 5 Aldo 80% 6 Ari 100% 7 Bustan 60% 8 Dicky 60% 9 Duto 40% 10 Gunawan 60% 11 Kresna 100% 12 Dwiandi 100% 13 Nino 100% 14 Ommy 100% 15 Retno 100% 16 Rio 60% 17 Rizky 100% 18 Tito 80% Persentase rata-rata 78.89%

Dari tabel 4.15 didapat persentase keberhasilan rata-rata sebesar 78.89% yang didapat dari 90 citra uji. Terdapat 71 citra yang berhasil dikenali dengan baik oleh sistem, sementara 19 citra lainnya tidak dapat dikenali dengan baik yang mungkin dikarenakan

(62)

perhitungan jarak minimum antara citra yang diuji dengan citra data training.

2. Pengujian kedua menggunakan 108 data training dimana setiap individu mempunyai 6 citra data training.

Tabel 4.16. Persentase keberhasilan setiap individu pada pengujian kedua No Nama Persentase Keberhasilan 1 Adel 60% 2 Adit 20% 3 Agasa 40% 4 Agus 40% 5 Aldo 60% 6 Ari 100% 7 Bustan 60% 8 Dicky 60% 9 Duto 60% 10 Gunawan 60% 11 Kresna 60% 12 Dwiandi 100% 13 Nino 100% 14 Ommy 80% 15 Retno 100% 16 Rio 60% 17 Rizky 100% 18 Tito 60%

(63)

49

Persentase rata-rata 67.78%

Dari tabel 4.16 didapat persentase keberhasilan rata-rata sebesar 67.78% yang didapat dari 90 citra uji. Terdapat 61 citra yang berhasil dikenali dengan baik oleh sistem, dan 29 citra lainnya tidak dapat dikenali dengan baik.

4.5.3. Analisis Hasil Pengujian

Setelah semua citra telah diujikan, maka dapat dianalisa hasil dari proses ekstraksi fitur pada pengenalan wajah sistem. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, persentase akurasi keberhasilan sistem pada tabel 4.15. dan 4.16 didapatkan grafik perbandingan hasil pengujian yang terlihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12. Grafik persentase keberhasilan pengujian 1 dan 2

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Persentase rata-rata Pengujian 1 Persentase rata-rata Pengujian 2

Gambar

Gambar 2.1. Citra Digital
Gambar 2.4. Citra Warna (True Color)
Gambar 2.5 Transformasi Matriks A Terhadap Vektor x
Gambar 3.1. Desain Penelitian Mulai
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja di SMA PGRI Pekanbaru, dengan OR 4,2 dan P value

Sehingga kepercayaan tersebut memunculkan hubungan sosial yang terjalin antara: (1) Hubungan sosial yang terjadi antara Tengkulak dan makelar menciptakan kepercayaan

4.4.2 Menyusun teks information report lisan dan tulis, sangat pendek dan sederhana, terkait topik yang tercakup dalam mata pelajaran lain di Kelas IX, dengan

Band indie Utopia sebagai karakter image pada channel identity ini dimaksudkan sebagai perwujudan bahwa MTV dapat memasuki berbagai genre musik yang ada dan dapat

Simpanan berjangka (Time deposits) Tabungan (Savings Deposit) Pinjaman yang diterima (Loans received) Surat berharga (Securities) Lainnya (Others) Bukan penduduk (Non-Citizens).

Rentang normalisasi data akan dilakukan sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan Dinormalisasi dalam rentang [0,1] untuk contoh Sistem Pendukung Keputusan

○ Jika Pembeli memilih produk utama & tambahan untuk memenuhi syarat pembelian Kombo Hemat, harga dan batas pembelian dari Kombo Hemat yang akan berlaku. ○ Jika Pembeli

Dari hasil penelitian setelah dilakukan perawatan luka di rumah pada pasien ulkus diabetes melitus terdapat pengaruh kecemasan yang semula sebelum dilakukan