• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Pengabdian MWA UI UM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Catatan Pengabdian MWA UI UM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Catatan Pengabdian MWA UI UM

Fadel Muhammad

Anggota Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa

Bulan Juli ini tepat enam bulan saya menjabat di Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI), sebagai MWA UI Unsur Mahasiswa. Pada bulan-bulan awal, saya disibukkan dengan adaptasi menyeluruh terhadap lingkungan kerja di MWA. Namun kini, setidaknya saya telah bisa mengimbangi pola kerja yang telah ada di MWA, sembari mencoba berkontribusi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi saya. Perlu diperhatikan, MWA dalam tata pamong UI bukanlah badan pelaksana, melainkan pengawas. Oleh karenanya, sifat kerja anggota MWA ialah mengawasi dan mengevaluasi, bukan mengeksekusi. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba menyampaikan kiranya apa saja yang telah saya lakukan di Forum MWA UI, utamanya dalam meneruskan amanat perjuangan teman-teman mahasiswa UI. Tulisan ini diharapkan bisa menjadi jembatan aspirasi dan evaluasi jika kiranya apa yang saya lakukan dirasa belum optimal.

Saya akan membagi tulisan ini menjadi tiga bagian sesuai dengan isu utama yang akan saya jabarkan. Bagian pertama ialah tentang keuangan UI sebagai institusi pendidikan, bagian kedua ialah tentang posisi UI sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), dan bagian ketiga ialah tentang advokasi fasilitas dan beasiswa.

Keuangan UI sebagai Institusi Pendidikan

UI sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi dengan anggaran terbesar se-Indonesia, masih memiliki banyak masalah di bidang keuangan. Saya berpendapat, salah satu hal yang menyebabkan UI dilanda kegamangan ialah status PTN BH yang disematkan kepada UI—akan saya bahas lebih dalam pada bagian kedua tulisan ini.

(2)

Institusi pendidikan tinggi yang berkualitas tentu membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Untuk menjaga peringkatnya, UI menganggarkan dana yang cukup besar. Dana tersebut digunakan untuk menunjang fasilitas, integrasi sistem keuangan yang ajeg, berlangganan jurnal internasional, dan lain sebagainya. Pada era sebelum otonomi, UI menyandarkan nasib kepada pemerintah menyoal penjagaan kualitas. Namun kini, UI wajib menopang sebagian besar keuangannya dengan kaki sendiri.

Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja eksekutif, MWA telah melakukan evaluasi dan monitoring secara menyeluruh terhadap berbagai permasalahan keuangan UI. Pada paruh pertama 2016, telah dilaksanakan audit terhadap keuangan UI di tahun 2015. Di awal, sempat menjadi polemik tentang bagaimana pengukuran pemberian status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada UI dari Kantor Akuntan Publik (KAP). Polemik ini terkait batasan apa yang harus dipenuhi UI agar mendapatkan predikat WTP. Namun setelah dilaksanakan pertemuan antara Komite Audit MWA, KAP, dan konsultan eksternal, permasalahan ini dapat diselesaikan. Laporan keuangan UI pun memenuhi syarat yang disepakati, dan tahun ini kembali berpredikat WTP.

Selain mengawasi, MWA pun memberikan pedoman yang bersifat signifikan terhadap kinerja eksekutif dalam melaksanakan roda organisasi. Salah satu yang menurut saya adalah suatu prestasi besar ialah ketika pada awal tahun ini MWA menjadikan Rektor penanggungjawab untuk pemenuhan kualitas aset tetap agar senantiasa memenuhi syarat minimal. Hal ini merupakan langkah besar bagi UI. Dengan terbitnya aturan ini, maka minimalisasi ketimpangan antara fakultas dapat dilakukan. Setidaknya, tidak ada lagi fakultas yang berpredikat “mata air” dan “air mata”. Tentunya, fakultas yang tertinggal dalam segi kualitas non akademik, seiring berjalannya waktu akan mengejar fakultas lain yang memenuhi syarat. Kebetulan saya termasuk anggota Panitia Khusus (Pansus) Keuangan MWA, Pansus yang menangani dan merumuskan pedoman ini, sehingga setidaknya paham original intent terbitnya aturan tersebut. Saya berharap, teman-teman mahasiswa sebagai stakeholder utama UI, dapat merasakan fasilitas yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun, tetap tak dapat dipungkiri, perlu waktu untuk menyesuaikan semuanya agar memenuhi syarat minimal.

(3)

Berikutnya ialah tentang pengelolaan dana abadi UI. Perihal dana abadi memang banyak versi. Kali ini saya akan mencoba untuk meluruskan. Beberapa tahun lalu, pernah disebutkan bahwa UI memiliki dana abadi 1,5 trilyun rupiah. Namun, uang sebanyak itu ternyata bukanlah dana abadi, melainkan saldo dana yang dimiliki UI. Saldo dana tersebut merupakan jumlah dari sisa anggaran bertahun-tahun yang dimiliki PAU dan fakultas. Namun memang, didalamnya terdapat alokasi untuk dana abadi UI. Tahun ini, UI memiliki dana abadi 45 milyar rupiah. Saya termasuk anggota Pansus Kerjasama dan Penggalangan Dana (KSPD) yang mengurusi perihal dana abadi. Tahun ini, Pansus KSPD memberi target minimal kepada eksekutif untuk meningkatkan dana abadi hingga 100 milyar rupiah pada akhir tahun. Salah satu metode yang akan digunakan ialah name-selling rights. Selain itu, tim kajian BK MWA juga telah memberikan saran agar dilakukannya diferensiasi investasi terhadap dana abadi. Saran tersebut pun telah diterima, dan sejalan dengan tujuan Pansus KSPD untuk memastikan investasi dana abadi berjalan dengan aman. Diharapkan, profit dari operasional dana abadi yang besar dapat menjadi salah satu sumber pemasukan UI dalam beberapa tahun ke depan.

Yang terakhir pada bagian ini, UI sedang melaksanakan Integrasi Sistem Keuangan. Namun pelaksanaan sistem ini bukanlah hal mudah. Penyatuan sistem antara PAU dan fakultas menjadi hal yang sangat rumit dan kompleks. Oleh karenanya, telah dibentuk task force khusus menangani permasalahan ini. Sekarang bola telah sampai ke tangan eksekutif, mari bersama kita berharap agar eksekutif dapat melaksanakan amanat MWA dengan lancar dan efektif. Diharapkan, setelah integrasi ini berhasil, segala hambatan mengenai keuangan UI dapat diminimalisasi.

Posisi UI sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum

Permasalahan ini menjadi menarik ketika telah terungkap hambatan apa saja yang dihadapi PTN ketika predikat Badan Hukum melekat di belakangnya. Hal yang menjadi sorotan ialah ketika toh hampir sama saja perlakuan terhadap UI di mata pemerintah, ketika ia masih berstatus Badan Layanan Umum (BLU), dengan PTN BH. Perbedaan yang paling terasa hanyalah pembukaan program studi baru yang dapat dilakukan UI tanpa menunggu persetujuan Kementerian.

(4)

Polemik yang sedang dibahas di MWA kali ini ialah mengenai pengadaan barang dan jasa. Seharusnya, sebagai PTN BH, UI berhak menggunakan mekanismenya sendiri dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa. Namun pada praktiknya, proses pengadaan barang dan jasa BLU dan PTN BH itu sama. Sama-sama lama. Forum MWA pun mempertanyakan, untuk apa BH disematkan namun pada praktiknya sama saja. Toh otonomi seharusnya membebaskan, bukan malah ada pengekangan yang sama. Namun lagi-lagi, pemerintah (BPK) tetap meminta UI untuk mematuhi segala aturan mengenai pengadaan barang dan jasa yang telah ditetapkan, dengan alasan agar tidak jadi permasalahan. Saya berpendapat, alih-alih otonomi, jangan-jangan PTN BH hadir hanya untuk pamer reputasi semata.

Untuk menangani permasalahan ini, telah diajukan permohonan untuk bertemu dengan Kepala LKPP dalam rangka konsultasi. Saya berharap, kalaupun memang PTN BH sudah tak bisa diubah lagi, status ini wajib bermanfaat bagi semua, tak boleh menghambat. Maka, optimalisasi fungsi otonom wajib dipastikan dengan hadirnya regulasi dari pemerintah. Saya pikir, peraturan mengenai PTN BH harus dengan Peraturan Pemerintah karena pasti implementasinya akan lintas Kementerian.

Advokasi Fasilitas dan Beasiswa

Bulan Mei lalu, saya menginisiasi pertemuan antara Ketua MWA dengan Ketua BEM se-UI dengan harapan permasalahan di tingkat kemahasiswaan dapat disampaikan secara langsung. Agenda ini tidaklah menegasikan peran MWA UI UM sebagai jembatan antara MWA dengan mahasiswa. Namun memang ada baiknya, Ketua MWA dapat mendengar langsung aspirasi dari teman-teman di BEM. Ada beberapa hal yang disampaikan dalam forum tersebut dan telah dijawab Rektor dalam Rapat Paripurna MWA:

1. Kejelasan, Perbaikan, dan Sosialisasi Sistem Biaya Pendidikan

R: Diakui oleh Rektor kalau memang banyak keterlambatan. Kemahasiswaan akan ditegur. Alasan keterlambatan informasi ialah banyak perdebatan dalam penentuan BOP di tingkat Fakultas. Khusus non reguler, Rektor telah menentukan kenaikan maksimal 15%, namun banyak dekan yang ingin lebih dari itu.

(5)

2. UI Aktif Menjaring Mahasiswa Daerah Lewat Beasiswa

R: Rektor sudah mengusahakan semaksimal mungkin untuk meratakan proporsi lewat jalur undangan, tapi tidak diperbolehkan oleh Kementerian karena proyek beasiswa tersebut ditangani oleh Kementerian sendiri. Namun nyatanya yang dilakukan Kementerian jauh dari optimal.

3. Beasiswa untuk Profesi

R: Beasiswa sebenarnya tergantung dari pemberinya. Jika dari luar, mungkin partner beasiswa memang tidak memberikan untuk program profesi. Namun apabila memang dibutuhkan beasiswa, harap konfirmasi ke Dir. Kemahasiswaan.

4. Dampak Pengurangan BOPTN terhadap Kegiatan Kemahasiswaan

R: Dahulu memang ada anggaran khusus dari Kementerian soal kegiatan kemahasiswaan, sekitar 5 milyar. Namun sekarang sudah tidak ada lagi. Khusus untuk program kemahasiswaan unggulan fakultas, ada baiknya diajukan di awal kepengurusan di bawah koordinasi BEM UI agar bisa terkumpul dan terdaftar dengan baik. Dana yang diperlukan setidaknya dapat terpetakan dengan baik.

5. Transparansi RKAT UI

R: Diakui memang UI belum transparan, namun arahnya memang akan segera dibuka seluruhnya. Mengenai RKAT Fakultas, itu tergantung pada fakultasnya masing-masing apakah diinformasikan kepada mahasiswanya atau tidak.

(6)

6. Transisi FEB FIA

R: FIA akan tetap di FISIP sesuai kesepakatan transisi 3-4 tahun. Rektor tidak akan mengangkat Dekan jika arah pengembangannya belum jelas. Terjadi deadlock antara FEB dan FIA dalam hal pembahasan terjemahan kedua fakultas tersebut. Rektor menginstruksikan bahwa FEB akan menyandang terjemahan business, sedangkan FIA kearah commerce, namun belum ada kesepakatan lebih lanjut. Akan ditinjau lebih lanjut soal kurikulum Adm. Niaga, jika beririsan dengan FEB hingga 20%, maka SK tidak akan turun. Jika tidak setuju dengan instruksi Rektor, FIA akan dikembalikan menjadi Departemen.

Demikian catatan pengabdian saya pada paruh pertama ini. Saya mengusahakan, catatan pengabdian ini akan hadir dengan jangka waktu yang lebih singkat dari sebelumnya. Mohon maaf sebelumnya atas segala kekurangan.

Dengan segala hormat, Fadel Muhammad

Referensi

Dokumen terkait

- Piutang Operasional (Manajemen)/Kredit/Pajak transaksi/ hari/ minggu/ bulan/tahun/dll - Persediaan Operasional (Manajemen)/Kredit/Pajak transaksi/ hari/ minggu/ bulan/tahun/dll

Menulis sangat penting bagi pendidikan karena menulis merupakan aktivitas komunikasi penyampaian informasi secara tertulis kepada pahak lain dengan menggunakan

Pernyataan tersebut diperkuat dengan dalil bahwa keadilan informasional menekankan kepada akurasi dan kualitas penjelasan yang individu terima (Lewis, 2013). Oleh karena

Di tulisan yang sama saya juga sudah bahas satu contoh kasus penerapan Metode Persentase Penyelesaian kontrak bertahap sesuai dengan PSAK 34—dimana pengakuan pendapatan dan

Berdasarkan hasil yang telah diolah melalui regresi data panel pada tabel 3 maka menunjukkan bahwa nilai koefisien keputusan investasi yang diukur dengan Total Asset

lentur tur. 9at 9ata-r a-rata ata ter tertin tinggi ggi ada ada pad pada a per perla- la- kuan dengan perbandingan ampuran kulit kuan dengan perbandingan ampuran

Sumberdaya Strategis, Orientasi Ke- wirausahaan, dan Dinamika Lingkungan Terhadap Kinerja Usaha Melalui Mediasi Strategi Bersaing Perusahaan akan berpo- tensi memiliki

Selain pers, film juga merupakan media massa yang dapat membentuk persepsi masyarakat melalui cerita yang terdapat di dalamnya karena biasanya cerita dari