• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Akademik Melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA (Studi Kasus di SMP Negeri 41 Semarang) T2 942012071 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Akademik Melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA (Studi Kasus di SMP Negeri 41 Semarang) T2 942012071 BAB II"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Teori Belajar

Belajar sebagai inti dari kegiatan di sekolah memiliki beberapa makna dari berbagai ahli. Fontana (1981: 147) dalam Suherman et al. (2003: 7) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini dapat diartikan bahwa pembelajaran merupakan upaya untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi indidu untuk mengadakan perubahan tingkah laku berdasarkan pengalaman yang diperoleh.

Menurut Muhibbin syah (1995: 91) mendevinisikan belajar secara kuantitatif, intitusional dan kualitatif. Secara kuantitatif, belajar dipandang dari susdut berapa banyaknya materi yang dikuasai siswa. Secara institusional, belajar diukur dari semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Sedangkan belajar secara kualitatif difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

(2)

10

Berdasarkan pendapat diatas dapat diartikan bahwa proses belajar mengajar IPA yang baik akan mendukung penyelenggaraan pendidikan sekolah. Pandangan tentang teori belajar yang berkaitan dengan pembelajaran IPA akan dijelaskan teori belajar aliran psikologi tingkah laku David Ausubel dan teori belajar aliran psikologi kognitif dari Piaget.

2.1.1 Teori belajar David Ausubel

Hal yang sangat penting diketahui oleh guru pada awal pembelajaran adalah apa yang diketahui oleh setiap peserta didik. Peserta didik memerlukan bimbingan, agar dapat belajar dengan efektif. Menurut Suherman et al. (2003: 32) teori Ausubel dikenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai (menghapal). Ausubel mengemukakan pendapat bahwa belajar bermakna adalah suatu proses belajar yang menghubungkan informasi baru dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep dan pemahaman konsep yang telah ada yang akan mengakibatkan perubahan struktur konsep yang telah dimiliki.

Teori belajar bermakna Ausubel menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya menekankan pentingnya asimilasi baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki peserta didik dan diharapkan dalam proses belajar itu peserta didik aktif.

2.1.2 Teori belajar Piaget

(3)

11 lanjut Piaget menjelaskan bahwa manusia tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional dan perkembangan kognitif. Proses perkembangan berpikir dapat dijelaskan menggunakan teori perkembangan Piaget.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget dalam Suherman et al. (2003: 37) telah mengembangkan teori perkembangan pengetahuan prosedural atau pengetahuan operatif, yang terdiri dari empat tahap yaitu:

1. tahap sensori motor (lahir sampai umur sekitar 2 tahun)

2. tahap pra operasional (2 tahun – 7 tahun) 3. tahap operasional konkrit (7 tahun – 11 tahun) 4. tahap operasional formal (11 tahun dan seterusnya)

Menurut teori perkembangan berpikir Piaget, pembelajaran dengan pendekatan inkuiri sesuai diterapkan bagi siswa pada tahap operasional formal, yaitu siswa usia SMP ke atas. Child (1977: 127) dalam Suherman et al. (2003: 42) menyatakan bahwa mulai usia sekitar 11 tahun anak sudah mulai mampu berpikir hypothetical deductive, yaitu berpikir yang berawal dari suatu kemungkinan, namun untuk membantu siswa yang kemungkinan masih berada pada tingkat opersional konkrit.

Prinsip Piaget dalam pembelajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan, pengalaman-pengalaman nyata dan peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan serta kemungkinan pesrta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.

(4)

12

kemampuan berpikir kombinatorial (combinatorial thought) yaitu kemampuan menyusun kombinasi-kombinasi yang mungkin dari unsur-unsur dalam suatu sistem.

Berdasarkan uraian diatas dapat digeneralisasikan bahwa terori kognitif pada pendidikan sebagai berikut :

1. Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental peserta didik, tidak sekedar kepada hasilnya.

2. Menguntungkan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan.

2.2

Karakteristik Mata Pelajaran IPA SMP

(5)

13 scientia yang berarti pengetahuan (knowledge). Jenkins & Whitefield: 1974; Conant: 1975) dalam Widiyatmoko (2013: 3) mendefinisikan sains sebagai rangkaian konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan dan dikembangkan dari hasil eksperimentasi, observasi sesuai untuk eksperimentasi dan observasi berikutnya.

Kemendikbud (2013: 212) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu pejelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.

Hakikat pembelajaran IPA menurut Kemendikbud (2013: 213) terdapat empat unsur utama, yaitu:

1. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;

2. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan; 3. Produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum; 4. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA

dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

14

Keberhasilan proses pembelajaran IPA perlu didukung dengan kegiatan laboratorium, yang biasa disebut dengan istilah praktikum. Melalui program praktikum, siswa dapat mempelajari IPA melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun proses-proses IPA. Program praktikum penting untuk melatih keterampilan berpikir ilmiah, menanamkan serta mengembangkan sikap ilmiah, juga penting untuk mengembangkan daya nalar siswa secara kritis. Melalui praktikum, siswa dapat terlatih dalam menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah. Hal tersebut menunjukkan bahwa program praktikum memiliki peran yang penting dalam pembelajaran IPA. Hal ini konsisten dengan pendapat Prasetyo (2013: 6) yang menyatakan bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan melalui kegiatan praktik (practical work) siswa tidak hanya melakukan olah pikir (minds-on) tetapi juga olah tangan (hands-on). Melalui kegiatan praktik dalam proses pembelajaran IPA dapat memotivasi siswa dalam belajar sehingga kualitas belajar siswa akan meningkat, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah ketrampilan.

Proses pembelajaran IPA ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki oleh guru. Guru mata pelajaran IPA juga diharapkan memiliki kompetensi-kompetensi sesuai Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 adalah:

1. Memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori IPA serta penerapannya secara fleksibel. 2. Memahami proses berpikir IPA dalam mempelajari

proses dan gejala alam

3. Menggunakan bahasa simbolik dalam mendeskripsikan proses dan gejala alam.

(7)

15 5. Bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif

tentang proses dan hokum alam sederhana.

6. Menerapkan konsep, hukum, dan teori IPA untuk menjelaskan berbagai fenomena alam.

7. Menjelaskan penerapan hukum-hukum IPA dalam teknologi terutama yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

8. Memahami lingkup dan kedalaman IPA sekolah. 9. Kreatif dan inovatif dalam penerapan dan

pengembangan IPA.

10.Menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium IPA sekolah.

11.Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran IPA di kelas, laboratorium.

12.Merancang eksperimen IPA untuk keperluan pembelajaran atau penelitian

13.Melaksanakan eksperimen IPA dengan cara yang benar.

14.Memahami sejarah perkembangan IPA dan pikiran-pikiran yang mendasari perkembangan tersebut.

Landasan filosofis pembelajaran IPA ialah filsafat pendidikan Progresivisme yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey diawal abad 20. Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih

besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman

sebaya.

(8)

16

merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep IPA dan berpikir tingkat tinggi dan memungkinkan mendorong siswa peduli dan tanggap terhadap lingkungan dan budayanya.

Guru dalam pembelajaran IPA hendaknya dapat merancang dan mempersiapkan suatu pembelajaran dengan memotivasi awal sehingga dapat menimbulkan suatu pertanyaan. Dengan begitu, guru yang bertugas dapat mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa dalam melaksanakan pembelajaran berdasarkan inkuari. Ciri utama pembelajaran IPA adalah dimulai dengan pertanyaan atau masalah dilanjutkan dengan arahan guru menggali informasi, mengkonfirmasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mengarahkan pada tujuan apa yang belum dan harus diketahui. Jadi terlihat bahwa siswa akan dapat menemukan sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang timbul diawal pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan tidak dengan jalan mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dengan jalan menemukan dan menggeneralisasi sendiri sebagai hasil kemandiriannya. Dengan begitu, untuk pembelajaran IPA hendaknya dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya heterogen, untuk dapat bekerja sama, saling berinteraksi dan mendiskusikan hasil secara bersama sama, saling menghargai pendapat teman, sampai dapat memutuskan kesimpulan yang disepakati bersama.

2.3

Peran Guru dalam Proses Pembelajaran

IPA

(9)

17 mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Peran guru diantaranya adalah:

1. Guru Sebagai Demonstrator, melalui perannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya nantiasa mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya kerena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

2. Guru Sebagai Pengelola Kelas, dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Lingkungan yang baik ialah yan bersifat menantang dan merangsang siswa unuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diarapkan.

(10)

18

4. Guru Sebagai Fasilitator, sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang beguna serta dapat menujang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku, teks, majalah ataupun surat kabar.

5. Guru Sebagai Evaluator, untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar dikatakan berhasil dan guru mampu mengoreksi selama proses belajar mengajar yang masih perlu untuk diperbaiki atau dipertahankan.

2.4

Konsep Profesionalisme Guru

Su’ud (2000) dalam Sutarmanto (2013: 20) guru

merupakan ”The front liner”nya berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. sehingga guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan upaya peningkatan mutu dan inovasi pembelajaran di sekolah. Keberhasilan mutu pendidikan di sekolah tentunya didapatkan dari seorang guru profesional.

(11)

19 memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sementara itu, tugas pendidik merupakan tenaga profesional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini berarti bahwa selain mengajar atau proses pembelajaran, guru juga mempunyai tugas melaksanakan pembimbingan maupun pelatihan pelatihan bahkan perlu melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Mulyasa (2013: 27) menjelaskan berdasarkan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya, guru dalam pekerjaan dan jabatanya dituntut untuk memiliki persyaratan sebagai berikut:

1. Keterampilan yang berlandaskan filosifis, psikologis dan sosiologis;

2. Keahlian tertentu sesuai dengan bidang profesi yang ditekuninya, serta senantiasa berusaha untuk meningkatkannya sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat;

3. Pendidikan yang memadai, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;

(12)

20

5. Pengembangan karier sejalan dengan perkembangan masyarakat, dunia usaha, serta dinamika kehidupan yang terjadi di masyarakat.

2.5

Manajemen Kepala Sekolah

2.5.1 Kompetensi Kepala Sekolah

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. (Wahjosumidjo, 2005: 349). Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah (Wahjosumidjo, 2005: 82). Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah.

(13)

21 kepimpinan mempunyai kedudukan yang paling menentukan dalam manajemen. Dalam suatu organisasi dibutuhkan pemimpin yang mampu mengarahkan bawahannya guna mancapai tujuan organisasi tersebut secara efektif dan efisien.

Kepala sekolah mempunyai wewenang guna mengelola semua sumber daya yang ada dan bertanggung jawab dalam meningkatkan proses dan hasil pendidikan di sekolah. Thoha (2006: 9) menyatakan bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian kepala sekolah sebagai seorang pemimpin yang dibatasi oleh tatakrama birokrasi dapat berperan sebagai manajer, sehingga fungsi-fungsi seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian merupakan fungsi pokok yang tidak terpisahkan dalam setiap pembahasan mengenai manajemen. Sehingga, seorang kepala sekolah berfungsi sebagai: edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator di sekolah yang dipimpinnya.

2.5.2 Peran Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai pemimpin diharapkan mempunyai peranan sebagai manajer dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya. Menurut Mintzberg dalam Thoha (2006: 12), mengemukakan ada 3 peranan utama yang harus dimainkan oleh seorang manajer yaitu :

1. Peranan hubungan antar pribadi (Interpersonal Role).

(14)

22

sederhana dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal, (2) Peranan sebagai pimpinan (leader), yaitu melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin dan melakukan fungsi-fungsi pokoknya, dan (3) Peranan sebagai pejabat perantara (liaison manager), yaitu melakukan interaksi dengan teman sejawat, staf, dan orang-orang di luar organisasinya untuk mendapatkan informasi.

2. Peranan yang berhubungan dengan informasi (informational role).

Manajer sebagai pusat informasi bagi organisasinya, yaitu (1) sebagai monitor, yaitu manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi guna mengembangkan pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnyadan pemahaman yang komprehensif tentang lingkungan, (2) sebagai dessiminator, yaitu menangani proses transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya, yaitu penyampaian informasi dari luar ke dalam organisasinya, dan juga dari bawahan atau staf ke bawahan atau staf yang lainnya, dan (3) sebagai jurubicara (speakerman), yaitu manajer mewakili dan bertindak atas nama organisasi menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya.

3. Peranan pembuat keputusan (Decissional Role).

(15)

23 organisasi yang mungkin dapat diselesaikan, (2) Sebagai penghalau gangguan (disturbance handler), yaitu manajer bertanggung jawab mengatasi ancaman bahaya atau perbuatan yang tidak diketahui sebelumnya yang menganggu atau memungkinkan timbulnya krisis di dalam organisasi, (3) Sebagai pembagi sumber (resource allocator), yaitu memutuskan pendistribusian sumber dana ke bagian-bagian organisasi guna mempermudah pelaksanaan kerja, dan (4) Sebagai negosiator, yaitu aktif berpartisipasi atau terlibat dalam negosiasi dengan pihak-pihak lain baik di luar maupun didalam organisasi.

2.6

Jenis Keterampilan Manajerial

2.6.1 Keterampilan Konseptual

Keterampilan konseptual adalah kemampuan dalam melihat gambaran secara komprehensif untuk mengenali unsur-unsur penting dalam suatu situasi, untuk memahami hubungan-hubungan antara unsur-unsur sehingga dapat dipelajari, dianalisis, dan diinterpretasikan berbagai informasi yang diterima dari berbagai sumber sehingga dapat diambil keputusan yang menyeluruh bagi organisasi (Megginson dkk, 1992: 30). Menurut pengertian ini, berarti merupakan kemampuan mental dan pengetahuan dari seorang manajer mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan tugas, fungsi dan kedudukan organisasi. Oleh karenanya dengan kemampuan tersebut diharapkan manajer mampu mengkoordinasi, memahami masalah, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan membuat perencanaan bagi organisasi.

(16)

24

memperoleh berbagai informasi, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis, dan mengambil keputusan terbaik bagi sekolah. Kemapuan yang bersifat komprehensif inilah memungkinkan kepala sekolah mampu menyeimbangkan, menyatukan berbagai fungsi yang ada di sekolah, menemukan kebutuhan sekolah, serta merencanakan dan melihat perubahan sekolah di masa depan.

2.6.2 Keterampilan Hubungan Manusia

Elemen pertama di dalam lingkungan orgnisasi termasuk didalamnya sekolah adalah orang-orang (manusia). Sumber daya pendidikan lain seperti gedung, laboratorium, perpustakaan, keuangan dan sebagainya dapat berfungsi sebagai secara efektif tergantung pada kemampuan orang-orang yang ada di sekolah. Mereka saling berinteraksi satu dengan lainnya selama bekerja. Agar dalam berinteraksi dapat berjalan secara harmonis dan terhindar dari konflik maka peranan manajer sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kinerja orang-orang yang terlibat dalam kegiatan sekolah. Disinilah dibutuhkan keterampilan hubungan manusia dari Kepala Sekolah dalam menciptakan keharmonisan dan interaksi tersebut. Lebih dari itu keterampilan hubungan manusia sangat penting untuk mengefektifkan komunikasi, koordinasi, dan pengarahan kepada bawahan ke arah pencapaian tujuan sekolah.

(17)

25 guru dapat ditingkatkan. Karenanya perilaku Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan keterampilan hubungan manusiawi terhadap para guru harus mencakup: (1) bersedia untuk bekerjasama; (2) menjalin komunikasi yang hangat; (3) memberikan bimbingan (bantuan) dalam menyelesaikan tugas; (4) menyelesaikan masalah; (5) melibatkan guru dalam mengambil keputusan; (6) memberikan penghargaan; dan (7) membangun kepercayaan diri para guru.

2.6.3 Keterampilan Teknikal

Dalam rangka memberikan pembinaan kepada guru, seorang Kepala Sekolah harus memiliki kemampuan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab. Jika tidak maka akan mengurangi kredibilitas Kepala Sekolah dimata para guru. Itulah sebabnya Kepala Sekolah sudah seharusnya memiliki keterampilan teknikal yaitu pengetahuan dan kemahiran dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut metode, proses, dan prosedur guna dapat mengajarkannya kepada bawahan (Soebagio, 2005: 203). Keterampilan tersebut merupakan keterampilan khusus, sehingga Kepala Sekolah dituntut mampu menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik yang berhubungan dengan bidang khusus yaitu dengan pengelolaan proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat digarisbawahi bahwa keterampilan teknikal yang diperlukan oleh Kepala Sekolah antara lain: (1) pengetahuan tentang pengelolaan kelas; (2) penggunaan metode pembelajaran; (3) penggunaan teknik evaluasi; (4) pembuatan desain pengajaran dan program pembelajaran; (5) pengetahuan tentang administrasi sarana prasarana dan keuangan; (6) teknik sepervisi dan lain sebagainya.

(18)

26

sekolah, yang terdiri atas three basic skills yaitu technical skill, human skill, dan conceptual skill. Keterampilan teknikal (technical skill) adalah kemampuan Kepala Sekolah dalam membimbing guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar administrasi sekolah maupun kelas. Keterampilan hubungan manusia (human skill) adalah kemampuan dan keahlian kepala sekolah dalam menjalin kerjasama, komunikasi, membangun sikap dan moral, menyelesaikan konflik dan memberikan kesejahteraan guru. Sedangkan keterampilan konseptual adalah kemampuan dan keahlian Kepala Sekolah dalam merencanakan, mengkoordinasikan dan mengevaluasi kegiatan sekolah.

2.7

Supervisi Akademik

Salah satu strategi dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk dapat mewujudkan mutu pendidikan diperlukan pendidik yang profesional. Guru sebagai pendidik harus mempunyai kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran, pengembangan potensi dan penguasaan akademik. Kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, paedagogik, professional dan sosial. Sebagai seorang yang professional, maka dalam pengelola pembelajaran guru harus mampu berperan sebagai perencana (desainer), pelaksana (implementor) dan penilai (evaluator) kegiatan pembelajaran. Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru perlu pembinaan dari kepala sekolah melalui supervisi akademik.

(19)

27 meningkatkan proses belajar siswa. Menurut Alfonso dalam Sahertian (2008: 18) supervisi pengajaran adalah tindakan pejabat yang dirancang oleh lembaga yang langsung berpengaruh terhadap perilaku guru dalam berbagai cara untuk membantu cara belajar siswa dan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh lembaga itu. Dapat disimpulkan bahwa supervisi pengajaran adalah usaha memberi layanan kepada guru–guru baik secara individual maupun kelompok dalam usaha memperbaiki perencanaan dan proses pembelajaran yang merupakan unsur dari kompetensi paedagogik guru. Kata kunci dari supervisi pada akhirnya adalah memberikan layanan dan bantuan. Supervisi pengajaran perlu diarahkan pada upaya-upaya yang sifatnya memberikan kesempatan kepada guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih mampu untuk melaksanakan tugas pokoknya yaitu memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran (Tara J. Fenwick, 2006:401). Kualitas mengajar guru secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran siswa. Untuk itu perlu diadakan pembinaan tindak lanjut dialogis kolegial dari kepala sekolah antara lain melalui supervisi pengajaran. Sahertian (2000:16) menjelaskan konsep supervisi yang digunakan adalah supervisi yang bersifat ilmiah, yaitu :

a.sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, terencana dan terus menerus.

b.obyektif, artinya ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata bukan berdasarkan tafsiran pribadi. c. menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan

informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses pembelajaran di kelas.

(20)

28

a.supervisi pengajaran bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

b.supervisi pengajaran relevan dengan nuansa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berorientasi pada pencapaian hasil usaha secara tuntas, sehingga supervisi pengajaran memberikan dukungan secara langsung kepada guru dalam mengupayakan tercapainya tingkat kompetensi tertentu pada siswa.

c. Supervisi pengajaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi paedagogik guru.

Dalam profesi mengajar, mutu pembelajaran merupakan cerminan dari kompetensi guru yang akan berdampak pada peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kunjungan dan observasi yang dilakukan oleh supervisor bermanfaat untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran sebenarnya, antara lain dapat :

a.menemukan kelebihan atau kelemahan guru dalam melaksanakan pembelajaran guna pengembangan dan pembinaan lebih lanjut.

b.mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan suatu gagasan pembaharuan pembelajaran.

c. secara langsung mengetahui keperluan dan kebutuhan tiap-tiap guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

d.memperoleh data dan informasi yang dapat digunakan untuk menyusun program pembinaan profesional secara rinci.

e. menumbuhkan kepercayaan diri pada guru untuk berbuat lebih baik.

f. mengetahui secara lengkap hal-hal yang mendukung kelancaran proses pembelajaran.

(21)

29 mengkoordinasi, menstimulasi dan mendorong ke arah pertumbuhan profesi guru. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah (2006) menyatakan bahwa supervisor dalam melaksanakan tugasnya perlu memperhatikan dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi, antara lain :

a.Supervisi hendaknya dimulai dari hal-hal yang positif.

b.Hubungan antar supervisor dengan yang disupervisi hendaknya didasarkan atas hubungan kerja secara profesional.

c. Pembinaan profesional hendaknya didasarkan atas hubungan manusiawi yang sehat.

d.Pembinaan profesional hendaknya mendorong pengembangan inisiatif dan kreativitas guru.

e. Pembinaan profesional hendaknya didasarkan pada pandangan obyektif.

f. Pembinaan profesional harus dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan.

g. Pembinaan profesional hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru.

h.Pembinaan profesional hendaknya dilaksanakan atas dasar rasa kekeluargaan, kebersamaan, keterbukaan dan keteladanan.

2.8

Tahapan dalam Pelaksanaan Supervisi

Akademik

(22)

30

ketimbang otorotatif untuk menciptakan suasana keterbukaan antara kedua belah pihak yaitu supervisor dengan guru.

Ketiga prinsip tersebut harus menjiwai oleh supervisor dalam setiap tahapan pelaksanaan supervisi pengajaran. Tujuannya adalah agar suasana supervisi tidak berubah menjadi suasana yang menakutkan bagi guru melainkan menjadi suasana yang terbuka dan wajar. Tahapan yang dimaksudkan adalah keseluruhan proses yang berbentuk siklus mulai dari memahami permasalahan sampai kepada upaya sebaiknya yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berkaitan dengan tahapan ini Arikunto (2002:178) menyebutkan ada lima tahapan supervisi pengajaran yaitu (1) observasi awal, (2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4) observasi akhir, dan (5) analisis observasi akhir.

Berbeda dengan Arikunto, Nurtain (1999: 258-262) membagi pelaksanaan supervisi pengajaran dengan tindak lanjut dialogis kolegial menjadi tiga tahapan, yaitu:

a.Tahap Pertemuan Awal

Pertemuan awal diadakan sebelum kegiatan mengajar yang dilaksanakan dalam suasana akrab dan terbuka, guru tidak perlu merasa takut akan dimarahi dan dinilai berbicara kurang sopan oleh supervisornya. Demikian juga guru tanpa merasa khawatir dapat mengajukan rencana latihannya, cara dan alat untuk mengobservasi penampilannya. Pertemuan tersebut diharapkan berakhir dengan diperolehnya kesepakatan antara supervisor dan guru.

(23)

31 tujuan, bahan, kegiatan belajar-mengajar, serta alat evaluasinya, (3) mengidentifikasi komponen keterampilan (beserta indikatornya) yang akan dicapai oleh guru dalam proses pembelajaran tersebut, misalnya guru yang berlatih menguasai keterampilan bertanya ingin menyebarkan pertanyaan itu paling tidak kepada 60% dari jumlah muridnya, (4) mengembangkan dan memilih instrumen observasi yang akan digunakan, merekam data dalam penampilan guru sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan tentang keterampilan beserta indikatornya, dan (5) mendiskusikan bersama instrumen tersebut termasuk tentang penggunaannya, data yang akan dikumpulkan dan sebagainya. Hasil diskusi ini merupakan semacam kontrak antara guru dengan supervisor dan sekaligus akan menjadi saran-saran pada tahap-tahap berikutnya.

b.Tahap Observasi Kelas

Dalam tahap ini guru mengajar dengan menerapkan komponen-komponen keterampilan yang telah disepakati pada pertemuan awal. Sementara itu supervisor mengadakan observasi dengan menggunakan alat perekam yang juga telah disepakati bersama. Hal-hal yang akan diobservasi adalah segala sesuatu yang tercantum dalam buku kontrak yang telah disetujui bersama dalam pertemuan awal. Fungsi utama observasi adalah untuk menangkap apa yang terjadi selama pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru dapat dengan tepat mengingat kembali pelajaran dengan tujuan agar analisis dapat dibuat secara obyektif. Ide pokok dalam observasi ini adalah mencakup apa yang terjadi sehingga dengan catatan yang tersimpan dengan baik itu dapat bermanfaat dalam analisis dan komentar.

(24)

32

dikatakan dan apa yang dilakukan selama pelajaran berlangsung. Hasilnya akan merupakan bukti-bukti bagi supervisor dan guru untuk diketengahkan apabila nanti bersama-sama menganalisis apa yang terjadi selama pelajaran. Semakin spesifik apa yang digambarkan semakin berarti analisis supervisor, (2) Fokus. karena tidak mungkin untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas maka supervisor harus memilih aspek-aspek keterampilan yang perlu dicatat. Tentu saja semaunya ini dilakukan dengan persetujuan guru/calon guru dan supervisor sebelumnya, (3) Mencatat komentar. Walaupun proses mencatat harus dilakukan secara obyektif, namun supervisor dalam hal ini sering mencatat komentar-komentar supaya mereka tidak lupa. Cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah memisahkan komentar dari catatan tentang pengajaran dengan menempatkan pada tepi format observasi atau dengan menggunakan tanda kurung, (4) pola sangat bermanfaat untuk mencatat pola perilaku mengajar tertentu dari guru yang akan digunakan dalam pertemuan akhir, (5) membuat guru tidak merasa gelisah. Pada permulaan melatih sesuatu keterampilan mengajar sering membingungkan guru, apabila seseorang berada di belakang kelas sambil mengamati dan membuat catatan mengenai dirinya. Untuk menghilangkan perasaan gelisah ini maka dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus menjelaskan tentang apa yang dicatatnya. Itulah sebabnya mengapa perlu dibuat persetujuan atau kesepakatan tentang apa yang akan diobservasikan dan dicatat.

c. Tahap Pertemuan Akhir

(25)

33 menjaga agar segala sesuatu yang terjadi masih segar dalam ingatan baik supervisor maupun guru. Suasana pertemuan sama dengan suasana pertemuan awal yaitu akrab, terbuka, bebas dari suasana menilai atau mengadili. Supervisor menyajikan data sedemikian rupa sehingga guru dapat menemukan kekurangan dan kelebihannya sendiri. Dalam hal ini dituntut kesabaran seorang supervisor sehingga dia tidak terjerumus untuk menilai, mengadili, ataupun mendikte guru.

(26)

34

Tahapan-tahapan pelaksanaan supervisi akademik menurut pendapat Arikunto dan Nurtain walaupun berbeda jumlahnya, tetapi jika ditarik kesimpulan ternyata memiliki makna yang sama, yaitu: (1) tahapan pertemuan awal yang meliputi kegiatan pembahasan guna memantapkan hubungan supervisor dengan guru serta merencanakan kegiatan bersama; (2) tahapan observasi yaitu mengamati langsung perilaku dan gejala munculnya masalah selama di kelas; dan (3) tahap pertemuan akhir yang merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dengan guru kelas yang disebut dengan tindak lanjut dialogis kolegial.

2.9

Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang supervisi pengajaran sebelumnya telah ada yaitu di beberapa jurnal penelitian diantaranya:

1.Penelitian yang dilakukan oleh Ali Sudin (2008) yang berjudul Implementasi Supervisi Akademik Terhadap Proses Pembelajaran di SD se Kabupaten Sumedang, menyimpulkan bahwa pelaksanaan supervisi seluruh mata pelajaran belum optimal.

2.Penelitian yang dilakukan oleh Uus Ruswenda (2011) dengan judul Berbagai Faktor dalam Supervisi Akademik Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Kuningan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik pengawas SMK se kabupaten kuningan dinilai tidak efektif karena penyusunan program dan laporan tidak sesuai dengan pedoman supervisi. 3.Penelitian yang dilakukan oleh Erna Listyati (2012)

(27)

35

2.10

Kerangka Konseptuan Penelitian

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan pendidikan melalui berbagai kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Agar setiap kegiatan pendidikan dapat terlaksana dengan baik, kepala sekolah harus mengarahkan dan menggerakkan para guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar (kinerja guru). Untuk bisa mengarahkan dan menggerakkan kinerja guru maka kepala sekolah perlu memiliki dan menerapkan tiga keterampilan manajerial secara baik. Keterampilan manajerial yang dimaksudkan adalah keterampilan konseptual, keterampilan hubungan manusia dan keterampilan teknis.

Selain mengarahkan dan menggerakkan para guru, kepala sekolah bertugas dan bertanggung jawab terhadap kualitas kinerja guru. Oleh karena itu kepala sekolah harus melaksanakan supervisi pengajaran kepada para guru. Tujuannya adalah untuk memberikan bimbingan dan pembinaan ke arah profesionalisme guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Di sinilah supervisi pengajaran diharapkan mampu meningkatkan kinerja guru. Dari kinerja guru yang baik diharapkan akan menghasilkan mutu pendidikan yang baik pula, sehingga keterampilan manajerial kepala sekolah, pelaksana supervisi pengajaran, dan kinerja guru akan menentukan baik tidaknya mutu pendidikan di Sekolah Menengah Pertama.

Secara teoritis obyek supevisi di masa yang akan datang adalah pembinaan kurikulum, perbaikan PBM, pengembangan staf serta pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru

(28)

36

sekolah hanya sebatas pada tuntutan dari sistem sehingga secara administratif harus dilengkapi. Pada waktu pelaksanaan supervisi seorang guru mempersiapkan perangkat pembelajaran secara maksimal, sehingga pada pelaksanaan pembelajaran berlangsung tidak alami. Hal ini dilakukan agar pimpinan merasa senang, walupun pada waktu pelaksanaan pembelajaran sehari-hari berbeda kondisinya dibandingkan dengan pelaksanaan supervisi.

Untuk mencapai tujuan supervisi yang sebenarnya yaitu memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di kelas, SMP Negeri 41 Semarang menerapkan supervisi akademik melalui tindak lanjut dialogis kolegial.

Berikut ini skema kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 2

Kerangka Berpikir Proses Penelitian Supervisi:

1. Pembinaan kurikulum 2. Perbaikan PBM 3. Pengembangan staf

4. Pemeliharaan dan

perawatan moral serta semangat kerja guru

Supervisi: 1. Administratif 2. Tuntutan atasan 3. Asal Atasan Senang

4. Pembelajaran tidak

Gambar

Gambar 2 Kerangka Berpikir Proses Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal supervisi kunjungan kelas atas undangan guru, akan terlihat hubungan yang lebih baik antara guru dan kepala sekolah selaku super- visor, guru

(7) Pengawasan proses pembelajaran. Instrumen supervisi kegiatan belajar mengajar 1) Lembar pengamatan. 2) Suplemen observasi (ketrampilan mengajar, karakteristik mata

Untuk meredakan atau menghilangkan perasaan gelisah guru pada saat observasi, maka dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus mengatakan secara jelas bahwa yang akan

Keterampilan manajemen, artinya seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengelola kelas, siswa, tugas siswa, dan tugas guru, keterampilan manajemen mencakup: (a)

Kepala Sekolah beserta para guru di :SMP Negeri 1 Salatiga, SMP Kristen 2 Salatiga, SMP Negeri 5 Salatiga, SMP Pangudi Luhur Salatiga, SMP Negeri 7 Salatiga, serta SMP Kristen

3 Pengawas mendengarkan guru memberikan gagasan untuk menyelesaikan masalah hasil supervisi akademik dan penelitian eksploratif.. 4 Pengawas dan guru mengajukan

Pelaksanaa supervisi Akademis tahun pelajaran 2014/2015 yang disusun berdasarkan hasil evaluasi dan analisis pelaksanaan supervisi akademis tahun sebelumnya

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang semakin berkembang dan menarik akanmembuat siswa lebih tertarik terhadap pelajaran. Pada