1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembelajaran merupakan proses mengubah input menjadi output. Perubahan itu dinyatakan dalam bentuk peningkatan perubahan perilaku peserta didik. Muhibbin Syah (1995: 115) menyatakan bahwa tidak semua perubahan tingkah laku suatu makluk hidup/organisme dapat diartikan belajar. Perubahan tingkah laku dapat dikatakan belajar apabila memiliki ciri-ciri perubahan yang spesifik. Surya (1982) dalam Muhibbin Syah (1995: 115) menyatakan bahwa ciri-ciri khas yang menjadi perilaku belajar adalah perubahan itu intensional, positif dan aktif serta efektif dan fungsional. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar itu dilakukan dengan sengaja dan disadari, perubahannya sesuai dengan harapan serta membawa pengaruh dan memiliki manfaat tertentu bagi siswa.
2
Gambar 1
Pendidikan sekolah sebagai suatu sistem
Berdasarkan bagan diatas diperoleh gambaran bahwa dalam proses pembelajaran, dipengaruhi oleh faktor guru, kurikulum, fasilitas pendidikan, faktor alam (geografis dan demografis) serta faktor sosekbud (kemampuan sosial ekonomi, kebudayaan) guna mencapai tujuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi hasil pembelajaran siswa memiliki peranan yang sentral, mampu mengelola faktor-faktor yang lain yang mempengaruhi proses pembelajaran.
Mengingat betapa pentingnya peranan guru dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran peserta didik, maka kompetensi guru harus selalu ditingkatkan. Kompetensi ini meliputi kompetensi kepribadian, paedagogik, professional dan sosial. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu akan dihasilkan oleh guru yang profesional. Sehingga guru professional diharapkan dapat mengelola proses belajar mengajar di kelas dengan baik dengan memanfaatkan faktor-faktor
Peserta
didik PROSES
Guru, kurikulum, Fasilitas
Alam: Geografis, demografis Sosekbud: Kemampuan sosial
ekonomi,
3 pendudung, serta meminimalkan faktor-faktor penghambat. Proses belajar mengajar akan menjadi menarik dan menyenangkan.
Mata pelajaran IPA merupakan salah satu pelajaran tentang alam sekitar sebagai mata pelajaran Ujian Nasional (UN) yang sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran di sekolah, khusunya SMP. Berdasarkan hasil wawancara secara terbuka dengan guru-guru IPA SMP Negeri 41 Semarang melalui forum MGMP tingkat sekolah, permasalahan yang muncul adalah guru tidak memahami esensi pelajaran yang harus diajarkan. Guru tidak memiliki kreativitas dalam membuat inovasi penyampaian pelajaran IPA yang mudah diterima siswanya. Guru lebih menitik beratkan mengajar daripada mengkondisikan peserta didik melakukan proses belajar. Fenomena seperti ini merupakan tantangan yang harus segera dijawab dengan menghadirkan paradigma pembelajaran berorientasi pada pemberdayaan siswa dan guru sebagai fasilitator. Permasalahan pembelajaran IPA tersebut diduga disebabkan oleh berbagai faktor. Di antaranya adalah kinerja guru yang masih rendah, kurangnya perhatian kepala sekolah dalam memberikan bimbingan kepada guru, penguasaan materi pelajaran yang tidak sempurna. Sementara itu Prasetyo, Z.K. (2013: 1) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu guru kita masih rendah, terutama kemampuannya mengajar IPA.
4
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Guna mencapai proses pembelajaran tersebut, perlu diupayakan kerja sama dari semua pihak (kepala sekolah dan guru).
Hasil wawancara terbuka dengan siswa, terungkap bahwa pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini memberikan tantangan bagi guru agar menjadikan mata pelajaran IPA menjadi menarik dan menyenangkan melalui pembaharuan metode pembelajaran.
5 Tabel 1. 1
Perbandingan Nilai UN
Mata Pelajaran IPA Tahun 2011 dan 2012
Tahun Pelajaran
Nilai
Klasifikasi Tertinggi Terendah Rata-rata
2011/2012 10,00 2,00 6,33 D
2012/1013 7,75 2,50 4,95 C
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
Berdasrkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai IPA pada Ujian Nasional (UN) dalam kurun waktu dua tahun terakhir sangat rendah, bahkan kalau ditinjau dari rata-ratanya mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran IPA belum optimal. Selain hasil nilai UN yang sangat rendah, selama mengikuti OSN IPA tingkat kota Semarang SMP Negeri 41 Semarang belum pernah menduduki 10 besar.
6
Pada waktu proses supervisi berlangsung, supervisor tidak hanya mengawasi apakah guru telah melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama-sama guru mencari jalan keluar bagaimana cara-cara memperbaiki proses belajar mengajar. Oleh karena itu supervisi pengajaran mempunyai kedudukan yang penting dalam meningkatkan mutu proses belajar mengajar.
Hasil wawancara dengan Kepala SMP Negeri 41 Semarang, terungkap bahwa supervisi akademik yang dilaksanakan di sekolah masih bersifat administratif belaka. Lebih lanjut dijelaskan dalam pelaksanaannya hanya sekedar menggugurkan tugas, akan tetapi di SMP Negeri 41 supervisi akan dilaksanakan sesuai dengan hakekat supervisi. Khusus untuk supervisi akademik mata pelajaran IPA dilaksanakan melalui dialogis kolegial. Diharapkan melalui supervisi dialogis kolegial terjadinya hubungan kemitraan antara kepala sekolah selaku supervisor dengan guru IPA yang akan disupervisi.
Berdasarkan alasan pemilihan judul diatas, maka
penulis mengambil judul “Supervisi Akademik Melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA (Studi Kasus di SMP Negeri 41 Semarang)”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pencanaan supervisi akademik melalui dialogis kolegial pembelajaran IPA di SMPN 41 Semarang?
7
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan pencanaan supervisi akademik melalui dialogis kolegial pembelajaran IPA di SMPN 41 Semarang.
2. Untuk mendeskripsikan implementasi supervisi akademik melalui dialogis kolegial pembelajaran IPA di SMPN 41 Semarang.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Tara J. Fenwick (2006: 401) berpendapat bahwa supervisi pengajaran perlu diarahkan pada upaya-upaya yang sifatnya memberikan kesempatan kepada guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih mampu untuk melaksanakan tugas pokoknya yaitu memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut, penelitian ini diharapkan menambah wawasan tentang illmu manajemen pendidikan, khususnya berkenaan dengan supervisi akademik.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis yang diharapkan dari penelitian ini dapat ditinjau dari berbagai elemen, yaitu:
a. Guru IPA SMP Negeri 41 Semarang
8
sekolah selaku supervisor, sehingga dapat memberikan feed back untuk melakukan perbaikan dan inovasi dalam pembelajaran IPA.
b. Kepala SMP Negeri 41 Semarang
Sebagai salah satu acuan bagi kepala sekolah dalam membimbing guru melalui supervisi akademik dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari supervisi ini.
c. Dinas Pendidikan Kota Semarang