EKSPEDISI CHALLENGER (1872-1876): PELETAK
FONDASI OSEANOGRAFI MODERN
ada paruh kedua abad 19 perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa mulai berkembang dalam berbagai bidang. Charles Darwin dengan bukunya yang sangat menghebohkan, The Origin of Species tahun 1859, mengembangkan teori evolusi yang berdampak luas tidak saja pada bidang biologi tetapi juga pada bidang ilmu lainnya. Orang mulai mempertanyakan adakah mahluk yang bisa menyesuaikan diri untuk hidup di laut-dalam yang lingkungannya sangat dingin, gelap, dan bertekanan tinggi. Kalau ada, hewan macam apakah itu, dan bagaimana kehidupannya. Bagaimana bentuk topografi dasar laut-dalam, apakah ada gunung dan ngarai (canyon) di bawah laut, dan bagaimana sirkulasi yang mungkin terjadi di bawah sana. Berbagai pertanyaan mengenai alam laut-dalam itu menjadi bahan perdebatan di berbagai kalangan akademisi. Oleh karenanya hasrat untuk melakukan penelitian laut-dalam semakin meningkat dan makin menantang.
Gambar 1. Kapal HMS Challenger melaksanakan ekspedisi oseanografi keliling dunia tahun 1872-1876.
Dorongan untuk melaksanakan penelitian laut-dalam kemudian berkembang tidak saja karena alasan akademis, tetapi juga karena telah timbul tantangan yang bersifat tekno-ekonomis. Ketika kabel telegraf bawah laut berhasil dipasang di English Channel (antara Inggris dan daratan Eropa) tahun 1851, Pemerintah Kerajaan Inggris dan perusahan-perusahan
kabel bawah laut di sana pun menyadari betapa sedikitnya pengetahuan tentang laut dan dasar laut. Padahal sementara itu kebutuhan komunikasi liwat kabel bawah laut semakin meningkat dan semakin terasa pentingnya. Pengetahuan tentang laut dan dasar laut sangat diperlukan untuk menghindari risiko putus atau hilangnya kabel yang sangat strategis itu. Kesemua ini merupakan daya dorong yang kuat untuk meningkatkan upaya penelitian laut-dalam.
Gambar 2. Lintas layar kapal HMS Challenger dalam ekspedisi oseanografi tahun 1872-1876.
Sehubungan dengan itu maka atas prakarsa Professor Wyville Thomson, seorang asal Scotland dari University of Edinburgh, yang sebelumnya pernah punya pengalaman penelitian biota laut-dalam, diajukanlah rencana ekspedisi yang ambisius ke Royal Society of London. Respon dari Royal Society sangat positif mendukung dan segera pula dibentuk komisi persiapan. Tujuan ekspedisi ini pun ditetapkan untuk:
a. meneliti kondisi fisika laut-dalam di samudra raya; b. meneliti komposisi kimia di semua kedalaman laut;
c. menentukan ciri-ciri kimia sedimen dasar laut-dalam dan asal-usulnya; d. meneliti sebaran kehidupan biota pada semua kedalaman dan di dasar laut. Untuk mendukung ekspedisi ini diputuskan akan digunakan kapal korvet dari Royal Navy bernama HMS Challenger (inisial HMS pada kapal-kapal Angkatan Laut Inggris bermakna Her
Majesty’s Ship).
kabel bawah laut di sana pun menyadari betapa sedikitnya pengetahuan tentang laut dan dasar laut. Padahal sementara itu kebutuhan komunikasi liwat kabel bawah laut semakin meningkat dan semakin terasa pentingnya. Pengetahuan tentang laut dan dasar laut sangat diperlukan untuk menghindari risiko putus atau hilangnya kabel yang sangat strategis itu. Kesemua ini merupakan daya dorong yang kuat untuk meningkatkan upaya penelitian laut-dalam.
Gambar 2. Lintas layar kapal HMS Challenger dalam ekspedisi oseanografi tahun 1872-1876.
Sehubungan dengan itu maka atas prakarsa Professor Wyville Thomson, seorang asal Scotland dari University of Edinburgh, yang sebelumnya pernah punya pengalaman penelitian biota laut-dalam, diajukanlah rencana ekspedisi yang ambisius ke Royal Society of London. Respon dari Royal Society sangat positif mendukung dan segera pula dibentuk komisi persiapan. Tujuan ekspedisi ini pun ditetapkan untuk:
a. meneliti kondisi fisika laut-dalam di samudra raya; b. meneliti komposisi kimia di semua kedalaman laut;
c. menentukan ciri-ciri kimia sedimen dasar laut-dalam dan asal-usulnya; d. meneliti sebaran kehidupan biota pada semua kedalaman dan di dasar laut. Untuk mendukung ekspedisi ini diputuskan akan digunakan kapal korvet dari Royal Navy bernama HMS Challenger (inisial HMS pada kapal-kapal Angkatan Laut Inggris bermakna Her
Majesty’s Ship).
kabel bawah laut di sana pun menyadari betapa sedikitnya pengetahuan tentang laut dan dasar laut. Padahal sementara itu kebutuhan komunikasi liwat kabel bawah laut semakin meningkat dan semakin terasa pentingnya. Pengetahuan tentang laut dan dasar laut sangat diperlukan untuk menghindari risiko putus atau hilangnya kabel yang sangat strategis itu. Kesemua ini merupakan daya dorong yang kuat untuk meningkatkan upaya penelitian laut-dalam.
Gambar 2. Lintas layar kapal HMS Challenger dalam ekspedisi oseanografi tahun 1872-1876.
Sehubungan dengan itu maka atas prakarsa Professor Wyville Thomson, seorang asal Scotland dari University of Edinburgh, yang sebelumnya pernah punya pengalaman penelitian biota laut-dalam, diajukanlah rencana ekspedisi yang ambisius ke Royal Society of London. Respon dari Royal Society sangat positif mendukung dan segera pula dibentuk komisi persiapan. Tujuan ekspedisi ini pun ditetapkan untuk:
a. meneliti kondisi fisika laut-dalam di samudra raya; b. meneliti komposisi kimia di semua kedalaman laut;
c. menentukan ciri-ciri kimia sedimen dasar laut-dalam dan asal-usulnya; d. meneliti sebaran kehidupan biota pada semua kedalaman dan di dasar laut. Untuk mendukung ekspedisi ini diputuskan akan digunakan kapal korvet dari Royal Navy bernama HMS Challenger (inisial HMS pada kapal-kapal Angkatan Laut Inggris bermakna Her
Sepanjang tahun 1870-1872 kapal perang HMS Challenger dimodifikasi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas ilmiah, dengan menyiapkan di atasnya laboratorium-laboratorium dan peralatan yang dibutuhkan. Dari 18 meriam di kapal itu, hanya dua yang dipertahankan, yang lain diturunkan, untuk memberi ruang dan kemudahan dalam operasi penelitian. Kapal ini adalah kapal kayu berbobot 2.300 ton, dengan panjang 70 m, dilengkapi dengan tiga tiang tinggi untuk menyangga layar-layar besar persegi empat. Kapal ini sebenarnya dilengkapi pula dengan mesin uap berkapasitas 2.300 tenaga kuda, tetapi jarang dipakai dalam pelayaran. Dalam sebagian besar pelayaran ekspedisi ini kapal digerakkan dengan tenaga angin dengan menggunakan layar besar. Tenaga mesin dipakai hanya untuk olah gerak (manouvre) dalam melaksanakan observasi ilmiah atau untuk menaikkan dan menurunkan alat-alat berat.
Gambar 3. Kiri: Geladak kerja HMS Challenger memperlihatkan berbagai peralatan untuk pengambilan sampel. Kanan dari atas ke bawah: A. Kapten
George Nares, komandan kapal HMS Challenger; B. Wyville Thomson, pimpinan ekspedisi (chief scientist); C. John Murray, penerus tugas Wyville
Thomson, yang sangat berperan dalam penyelesaian laporan Ekspedisi
HMS Challenger dinakodai oleh Captain George Nares, sedangkan pimpinan ilmiahnya
(chief scientist) dipegang oleh Wyville Thomson. Tim ilmiah diperkuat oleh naturalis John Murray dan N. Mosley, dan seorang yang merangkap fisikawan-kimiawan John Buchanan. Tak kurang pentingnya adalah keikut-sertaan seorang artis, J. J. Wild, yang membuat gambar-gambar yang indah tentang kegiatan dan temuan-temuan ekspedisi yang hingga sekarang pun masih dapat dinikmati. Kapal HMS Challenger juga mengikut sertakan 20 perwira laut, termasuk dokter bedah dan engineer, dan ratusan ABK (Anak Buah Kapal).
Gambar 4. Salah satu pojok laboratoium di kapal HMS Challenger.
Bulan Desember 1872, HMS Challenger bertolak meninggalkan pelabuhan Portsmouth untuk mulai melaksanakan ekspedisi historisnya keliling dunia. Lintas layar (cruise track) HMS
Challenger selama ekspedisi ditampilkan dalam Gambar 2 yang mencakup semua samudra raya
dunia, dan menembus Garis Lingkar Antartika (Antartic Circle). Selama pelayarannya, kapal ini mengerjakan berbagai observasi dan pengambilan sampel air untuk pengukuran fisika-kimia air, sampel biota, sedimen dasar laut, pengukuran kedalaman, dan juga pengamatan meteorologi.
Ekspedisi panjang ini berakhir pada tanggal 24 Mei 1876 ketika HMS Challenger tiba di Spithead, setelah melaksanakan tugasnya selama tiga setengah tahun. Dalam pelayaran ini HMS
Challenger telah mencatat total jarak tempuh sejauh kurang lebih 130.000 km, dan menduduki
Gambar 5. Pengoperasian pukat keruk
deep-sea dredge di kapal HMS Challenger
Gambar 6. Salah satu hasil temuan baru Ekspedisi Challenger:
Octopus marmoratus
ilmuwan dari berbagai disiplin dan dari berbagai institusi dilibatkan. Wyville Thomson sendiri mulanya mengkordinasikan penulisan laporan hasil ekspedisi, tetapi beberapa waktu kemudian ia menjadi keliwat letih mengurusi ekspedisi besar ini dan akhirnya sakit-sakitan dan wafat tahun 1882. Tugas berat merampungkan laporan ekspedisi dilanjutkan oleh penerusnya, John Murray. Penulisan laporan Report of the Scientific
Resuluts of the Exploring Voyage of HMS Challenger memerlukan waktu sekitar 20 tahun
sampai dapat selesai. Tetapi hasilnya juga sungguh luar biasa. Seluruh laporan Ekspedisi Challenger terdiri dari 50 volume yang masing-masing sangat tebal, dengan total seluruhnya sebanyak 29.500 halaman, dilengkapi sekitar 3.000 gambar.
Laporan-laporannya antara lain mencakup analisis mengenai arus dan suhu di perairan samudra, berbagai aspek kimia laut, sedimen, kajian atas berbagai palung laut-dalam, termasuk Challenger Deep di Palung Mariana (Mariana Trench), yang ketika itu tercatat sebagai palung laut terdalam di bumi yakni sedalam 8.200 m (catatan: dengan metode pengukuran mutakhir rekor kedalaman di palung ini tercatat sedalam kurang lebih 11.000 m).
Hasil penting lainnya adalah ditemukannya
Mid-Atlantic Ridge, punggung dasar laut yang memanjang dari
utara ke selatan sepanjang tengah Samudra Atlantik. Temuan ini menunjukkan bahwa bagian yang terdalam di Samudra Atlantik bukanlah terletak di bagian tengahnya, seperti yang diduga semula, tetapi justru di sebelah kiri dan kanan dari suatu garis memanjang yang merupakan punggung yang memanjang di tengah Samudra Atlantik. Kenyataan ini merupakan misteri geologi yang sulit dijelaskan sampai tahun 1960-an, ketika teori tektonika lempeng (plate tectonics) mulai berkembang yang menerangkan bahwa mid-ocean ridge (punggung tengah samudra) seperti halnya Mid-Atlantic Ridge itu, adalah
Gambar 5. Pengoperasian pukat keruk
deep-sea dredge di kapal HMS Challenger
Gambar 6. Salah satu hasil temuan baru Ekspedisi Challenger:
Octopus marmoratus
ilmuwan dari berbagai disiplin dan dari berbagai institusi dilibatkan. Wyville Thomson sendiri mulanya mengkordinasikan penulisan laporan hasil ekspedisi, tetapi beberapa waktu kemudian ia menjadi keliwat letih mengurusi ekspedisi besar ini dan akhirnya sakit-sakitan dan wafat tahun 1882. Tugas berat merampungkan laporan ekspedisi dilanjutkan oleh penerusnya, John Murray. Penulisan laporan Report of the Scientific
Resuluts of the Exploring Voyage of HMS Challenger memerlukan waktu sekitar 20 tahun
sampai dapat selesai. Tetapi hasilnya juga sungguh luar biasa. Seluruh laporan Ekspedisi Challenger terdiri dari 50 volume yang masing-masing sangat tebal, dengan total seluruhnya sebanyak 29.500 halaman, dilengkapi sekitar 3.000 gambar.
Laporan-laporannya antara lain mencakup analisis mengenai arus dan suhu di perairan samudra, berbagai aspek kimia laut, sedimen, kajian atas berbagai palung laut-dalam, termasuk Challenger Deep di Palung Mariana (Mariana Trench), yang ketika itu tercatat sebagai palung laut terdalam di bumi yakni sedalam 8.200 m (catatan: dengan metode pengukuran mutakhir rekor kedalaman di palung ini tercatat sedalam kurang lebih 11.000 m).
Hasil penting lainnya adalah ditemukannya
Mid-Atlantic Ridge, punggung dasar laut yang memanjang dari
utara ke selatan sepanjang tengah Samudra Atlantik. Temuan ini menunjukkan bahwa bagian yang terdalam di Samudra Atlantik bukanlah terletak di bagian tengahnya, seperti yang diduga semula, tetapi justru di sebelah kiri dan kanan dari suatu garis memanjang yang merupakan punggung yang memanjang di tengah Samudra Atlantik. Kenyataan ini merupakan misteri geologi yang sulit dijelaskan sampai tahun 1960-an, ketika teori tektonika lempeng (plate tectonics) mulai berkembang yang menerangkan bahwa mid-ocean ridge (punggung tengah samudra) seperti halnya Mid-Atlantic Ridge itu, adalah
Gambar 5. Pengoperasian pukat keruk
deep-sea dredge di kapal HMS Challenger
Gambar 6. Salah satu hasil temuan baru Ekspedisi Challenger:
Octopus marmoratus
ilmuwan dari berbagai disiplin dan dari berbagai institusi dilibatkan. Wyville Thomson sendiri mulanya mengkordinasikan penulisan laporan hasil ekspedisi, tetapi beberapa waktu kemudian ia menjadi keliwat letih mengurusi ekspedisi besar ini dan akhirnya sakit-sakitan dan wafat tahun 1882. Tugas berat merampungkan laporan ekspedisi dilanjutkan oleh penerusnya, John Murray. Penulisan laporan Report of the Scientific
Resuluts of the Exploring Voyage of HMS Challenger memerlukan waktu sekitar 20 tahun
sampai dapat selesai. Tetapi hasilnya juga sungguh luar biasa. Seluruh laporan Ekspedisi Challenger terdiri dari 50 volume yang masing-masing sangat tebal, dengan total seluruhnya sebanyak 29.500 halaman, dilengkapi sekitar 3.000 gambar.
Laporan-laporannya antara lain mencakup analisis mengenai arus dan suhu di perairan samudra, berbagai aspek kimia laut, sedimen, kajian atas berbagai palung laut-dalam, termasuk Challenger Deep di Palung Mariana (Mariana Trench), yang ketika itu tercatat sebagai palung laut terdalam di bumi yakni sedalam 8.200 m (catatan: dengan metode pengukuran mutakhir rekor kedalaman di palung ini tercatat sedalam kurang lebih 11.000 m).
Hasil penting lainnya adalah ditemukannya
Mid-Atlantic Ridge, punggung dasar laut yang memanjang dari
utara ke selatan sepanjang tengah Samudra Atlantik. Temuan ini menunjukkan bahwa bagian yang terdalam di Samudra Atlantik bukanlah terletak di bagian tengahnya, seperti yang diduga semula, tetapi justru di sebelah kiri dan kanan dari suatu garis memanjang yang merupakan punggung yang memanjang di tengah Samudra Atlantik. Kenyataan ini merupakan misteri geologi yang sulit dijelaskan sampai tahun 1960-an, ketika teori tektonika lempeng (plate tectonics) mulai berkembang yang menerangkan bahwa mid-ocean ridge (punggung tengah samudra) seperti halnya Mid-Atlantic Ridge itu, adalah
tempat lahirnya lempeng baru kerak bumi.
Dalam bidang biologi hasilnya luar biasa, sejumlah 715 genera baru dan 4.717 jenis atau spesies biota laut baru ditemukan, banyak di antaranya berasal dari laut-dalam yang semula diduga tak mungkin mendukung kehidupan. Karena dasar laut-dalam di samudra raya hampir tak pernah terjamah dalam penelitian-penelitian sebelumnya, maka hampir setiap kali menurunkan pukat keruk (deep-sea dredge) berpeluang ditemukannya jenis atau spesies yang baru bagi sains.
Gambar 7. Lintas layar dan stasiun-stasiun yang dikejakan Ekspedisi
Challenger di perairan Nusantara. Ekspedisi ini singgah di Dobo, Tual,
Banda, Ambon dan Ternate (Perry & Fautin, 2003)
Ekspedisi ini juga menemukan nodul mangan (manganese nodules) di dasar laut yang kaya akan kandungan tembaga, nikel dan kobal. Namun lebih seabad kemudian, setelah teknologi pertambangan laut-dalam (deep-sea mining) berkembang, barulah nodul mangan ini mendapat nilai ekonomi.
tempat lahirnya lempeng baru kerak bumi.
Dalam bidang biologi hasilnya luar biasa, sejumlah 715 genera baru dan 4.717 jenis atau spesies biota laut baru ditemukan, banyak di antaranya berasal dari laut-dalam yang semula diduga tak mungkin mendukung kehidupan. Karena dasar laut-dalam di samudra raya hampir tak pernah terjamah dalam penelitian-penelitian sebelumnya, maka hampir setiap kali menurunkan pukat keruk (deep-sea dredge) berpeluang ditemukannya jenis atau spesies yang baru bagi sains.
Gambar 7. Lintas layar dan stasiun-stasiun yang dikejakan Ekspedisi
Challenger di perairan Nusantara. Ekspedisi ini singgah di Dobo, Tual,
Banda, Ambon dan Ternate (Perry & Fautin, 2003)
Ekspedisi ini juga menemukan nodul mangan (manganese nodules) di dasar laut yang kaya akan kandungan tembaga, nikel dan kobal. Namun lebih seabad kemudian, setelah teknologi pertambangan laut-dalam (deep-sea mining) berkembang, barulah nodul mangan ini mendapat nilai ekonomi.
tempat lahirnya lempeng baru kerak bumi.
Dalam bidang biologi hasilnya luar biasa, sejumlah 715 genera baru dan 4.717 jenis atau spesies biota laut baru ditemukan, banyak di antaranya berasal dari laut-dalam yang semula diduga tak mungkin mendukung kehidupan. Karena dasar laut-dalam di samudra raya hampir tak pernah terjamah dalam penelitian-penelitian sebelumnya, maka hampir setiap kali menurunkan pukat keruk (deep-sea dredge) berpeluang ditemukannya jenis atau spesies yang baru bagi sains.
Gambar 7. Lintas layar dan stasiun-stasiun yang dikejakan Ekspedisi
Challenger di perairan Nusantara. Ekspedisi ini singgah di Dobo, Tual,
Banda, Ambon dan Ternate (Perry & Fautin, 2003)
Ekspedisi ini juga menemukan nodul mangan (manganese nodules) di dasar laut yang kaya akan kandungan tembaga, nikel dan kobal. Namun lebih seabad kemudian, setelah teknologi pertambangan laut-dalam (deep-sea mining) berkembang, barulah nodul mangan ini mendapat nilai ekonomi.
Ekspedisi Challenger juga melaksanakan penelitian di perairan Nusantara, masuk dari arah Selat Torres, di sebelah selatan Papua, kemudian masuk ke Laut Arafura, Laut Banda, Laut Seram, Laut Maluku dan Laut Sulawesi, dengan singgah di Dobo (Kepulauan Aru), Tual (Kepulauan Kei), Banda, Ambon dan Ternate. Banyak data dan informasi kelautan dihasilkan disini yang merupakan yang pertama bagi Nusantara. Ekspedisi Challenger misalnya pertama kali menemukan kedalaman Laut Banda sampai lebih 5.000 m, dan suhu di dekat dasarnya sekitar 3,3oC yang mengindikasikan terjadinya sirkulasi di laut-dalam (deep sea circulation) yang bersumber dari perairan kutub. Demikian pula rekaman tertua tentang plankton kopepod dan ostrakod di Nusantara berasal dari ekspedisi ini. Di perairan Nusantara, Brady (1880) misalnya menemukan 30 jenis ostrakod, tujuh diantaranya merupakan jenis temuan baru. Di samping itu, lebih dari 40 lembar peta yang dihasilkan ekspedisi ini yang menunjukkan lintas layar dan posisi stasiun-stasiun yang dikerjakannya, tiga lembar berkaitan dengan laut Nusantara.
Demikian besar sumbangan Ekspedisi Challenger bagi perkembangan sains hingga ekspedisi ini dipandang telah meletakkan fondasi yang kokoh untuk pengembangan oseanografi, menuju era baru dalam eksplorasi laut. Tak salah jika John Murray dalam tahun 1895, saat akhir laporan ekspedisi dibuat, menggambarkan temuan-temuan Ekspedisi
Challenger sebagai: “… the greatest advance in the knowledge of our planet”. Sejak itu, istilah
“oseanografi” pun menjadi semakin dikenal sebagai ilmu kelautan yang mencakup berbagai
disiplin fisika, kimia, biologi dan geologi.
PUSTAKA
Ferwen. 2003. The Challenger Expedition and the beginning of oceanography. paleonerdish.wordpress.com
http://www.challenger-society.org.uk.The History of the Challenger Expedition.
Nontji, A. 2009. Penjelajahan dan Penelitian Laut Nusantara dari Masa ke Masa. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 433 hlm.
Perry, S. M. & D. G. Fautin. 2003. Challenger Expedition (1872-1876). http://hercules.kes.ku.edu/hexacoral/expedition/challenger.
van Aken, H. 2005. Dutch oceanographic research in colonial times. Oceanography 18 (4): 30-41.
---Anugerah Nontji