• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN JENJANG KARIR DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS. Oleh: Sr. Sofia Gusnia Saragih.,CB.,BSN.,M.Kep * Angela lala **

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN JENJANG KARIR DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS. Oleh: Sr. Sofia Gusnia Saragih.,CB.,BSN.,M.Kep * Angela lala **"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN JENJANG KARIR DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS

Oleh:

Sr. Sofia Gusnia Saragih.,CB.,BSN.,M.Kep * Angela lala **

ABSTRAK

Pengembangan jenjang karir profesional yang sudah dikembangkan oleh berbagai sarana kesehatan masih kurang memperhatikan tuntutan dan kebutuhan profesi, serta belum dikaitkan dengan kompensasi atau sistem penghargaan. Begitu pula yang dirasakan perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Jenjang karir profesional perawat merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme, sesuai bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi, kepuasan kerja sebagai sikap umum individu pada pekerjaanya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dengan banyaknya yang pekerja yakini seharusnya diterima. Menggunakan metode deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional, tehnik pengambilan sampel dengan proportionate stratified random sampling, populasi dari seluruh perawat pelaksana di bagian rawat inap dan rawat jalan. Hasil univariat penelitian menunjukkan jenjang karir perawat tidak sesuai sebesar 55,7%, kepuasan kerja perawat tidak puas sebesar 59,2 % .Hasil penelitian bivariat terdapat hubungan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat (P Value = 0,000, OR = 3,027). Peneliti berharap manajemen dapat memperbaiki penataan sistem jenjang karir perawat berdasar kompetensi untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat, menggunakan model yang telah ditetapkan dengan melakukan modifikasi sesuai kondisi dan kebutuhan rumah sakit.

Kata kunci: Jenjang Karir, Kepuasan Kerja Perawat PENDAHULUAN

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan perawatan yang berkualitas bagi pasien (Potter & Perry, 2005).

Jenjang karir profesional perawat merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi. Pengembangan jenjang karir profesional yang sudah dikembangkan oleh berbagai sarana

kesehatan masih kurang memperhatikan tuntutan dan kebutuhan profesi, serta belum dikaitkan dengan kompensasi atau sistem penghargaan. Dengan adanya sistem jenjang karir profesional perawat yang diterapkan di setiap sarana kesehatan, diharapkan kinerja perawat semakin meningkat, sehingga mutu pelayanan kesehatan juga meningkat. Dampak lain dari adanya jenjang karir profesional adalah mengarahkan perawat untuk menekuni bidang keahlian ditempat kerjanya dan meningkatkan profesionalismenya (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Departemen Kesehatan RI, 2006).

(2)

Peningkatan jenjang karir yang jelas dengan beban kerja yang sesuai akan menghasilkan kepuasan kerja bagi perawat. Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu pada pekerjaanya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dengan banyaknya yang pekerja yakini seharusnya diterima. Kemudian menurut Oliver (1980) kepuasan kerja adalah tingkat perasaan seseorang membandingkan kinerja hasil yang dirasakan dengan harapan. Definisi lain dikemukakan oleh Gibson (1991 ) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaan mereka. Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaanya.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah sistem jenjang karir. Sistem pengembangan karir menjadi bagian dari manajemen personal atau manajemen sumber daya manusia dan merupakan hal utama pada setiap organisasi keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tien Hartini tahun 2007 mengatakan bahwa sistem pengembangan karir berhubungan secara positif dan significant dengan kepuasan kerja (Gillies, 2000). Berbagai masalah yang dapat timbul berkaitan dengan pengembangan karir yang tidak jelas, yakni perawat mengalami kecemasan dan ketidak pastian, tidak mampu memenuhi kebutuhan organisasi dan kebutuhan pribadi, serta merasa kurang jelas atas peran yang dimainkannya (Swansburg , 1993).

Sistem jenjang karir profesional perawat klinik di Rumah Sakit Santo Borromeus diawali dengan adanya komite keperawatan pada tahun 2001, jenjang karir ini merupakan kombinasi dari jenjang karir menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ) dengan sumber lain yang disesuaikan dengan kebutuhan Rumah Sakit Santo Borromeus pada saat itu. Dengan tujuan untuk membuat gradasi tingkat kompetensi bagi perawat klinik, membedakan kompetensi perawat dengan tenaga kesehatan yang lain, yang pada akhirnya menentukan tunjangan operasional bagi perawat klinik di Rumah Sakit Santo Borromeus. Jenjang karir yang digunakan hingga saat ini berupa leveling terdiri dari 6 level (dari level 6 sebagai level terendah dan level 1 sebagai level tertinggi) level 6 sampai dengan level 3 ada di setiap ruangan rawat inap, level 4 saja di ruangan rawat jalan sedangkan level 2 dan level 1 hanya ada di ruangan khusus (perawatan intensif, IGD, OK, UPH) sampai dengan

sekarang .

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti , kepada 15 perawat di ruangan, dengan tingkatan jenjang karir yang bervariasi dari level 1 sampai dengan level 6, 10 orang perawat mengatakan bahwa tugas dan tanggungjawab yang harus dikerjakan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, beban kerja yang harus dilakukan lebih tinggi dari kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan level / jenjang karir saat itu. Dan 5 orang perawat lainnya mengatakan bahwa beban kerja dan tanggung jawabnya sesuai dengan tingkat levelnya saat ini.

Sedangkan hasil observasi memperlihatkan dari 20 orang perawat, 15 perawat mengalami peningkatan jenjang karir yang lambat diantaranya 9 orang perawat mengalami keterlambatan kenaikan 1 level dan

6 orang perawat mengalami keterlambatan

kenaikan 2 level. Hal ini dikatakan terlambat karena dilakukan melebihi dari batas waktu yang telah ditentukan dalam Standar Prosedur Operasional (SPO).

Berdasarkan data diatas, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasi dengan pendekatan Cross Sectional. Maka penelitian ini untuk melihat hubungan sistem jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah sistem jenjang karir dan varibel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja perawat .

Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit Santo Borromeus dan sudah mendapatkan leveling , dengan jumlah 441 perawat .

Dengan penghitungan rumus diperoleh sampel dengan jumlah 210 orang yang menjadi responden dari 441 populasi, untuk antisipasi responden yang droup out maka penelit i menambahkan 10 % dari sampel minimal yakni 21 orang sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 231 orang. Pada saat penelitian sampel yang didapat berjumlah 228 orang, 3 sampel droup out.

(3)

Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling adalah suatu cara pengambilan sampel yang digunakan bila anggota populasi tidak homogen yang terdiri

atas kelompok homogen atau berstrata secara proporsional (Azis Alimul, 2009).

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala Likert. Skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang dialaminya (Aziz Alimul , 2009).

Peneliti menggunakan pernyataan untuk mengetahui sistem jenjang karir yang ada di Rumah Sakit Santo Borromeus dan Kepuasan kerja perawat . Jenis pernyataan yang digunakan adalah pernyataan tertutup, dimana kuesioner tertutup tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada. Pernyataan terdiri dari pernyataan positif dan negatif.

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan pada 30 orang perawat dengan karakteristik yang mirip dengan responden, dengan menggunakan rumus df = N – 2; df = 30 – 2 = 28 . Nilai ‘r’ tabel pada taraf signifikansi 5% pada jumlah sampel 28 responden adalah sebesar 0,374. Apabila nilai ‘r’ hitung > dari nilai ‘r’ table maka dapat dinyatakan bahwa instrumen valid.

Uji validitas dilakukan pada 30 responden dengan masing – masing 5 responden setiap levelnya, karena pernyataan setiap level berbeda . Level 1 menunjukkan hasil bahwa dari 15 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan 5 item tidak valid (< 0,374), dilakukan item deleted. Level 2 menunjukkan hasil bahwa dari 15 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan 6 item tidak valid (< 0,374), dilakukan item deleted . Level 3 menunjukkan hasil bahwa dari 15 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan 3 item tidak valid (< 0,374), dilakukan item deleted . Level 4 menunjukkan hasil bahwa dari 15 item pernyataan mengenai jenjang karir tidak dapatkan item yang tidak valid (< 0,374),3 item dihapus untuk menaikkan nilai α. Level 5 menunjukkan hasil bahwa dari 15 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan 4 item tidak valid (< 0,374), dilakukan item deleted . Level 6 menunjukkan hasil bahwa dari 15 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan 5 item tidak valid (< 0,374), dilakukan item deleted . Pada 25 item pernyataan mengenai

kepuasan kerja perawat terdapat 7 item tidak valid ( < 0,374). Dari 7 item tersebut,

dilakukan item deleted karena item yang valid masih mewakili dari setiap subvariavel.

Ketentuan dalam uji, penggunaan teknik Alpha Croncbach’s akan menunjukan bahwa suatu instrument dapat dikatakan reliabel dipercaya apabila rhitung > r tabel, dan instrumen tidak reliabel jika rhitung < r tabel. Nilai koefisien reliabilitas yang baik adalah diatas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 (baik) (Sugiyono, 2007). Kuesioner dianggap reliabel dan layak digunakan jika nilai rhitung > 0,7.

Hasil uji reliabilitas instrumen dilakukan pada 30 responden dengan masing –

masing 5 responden setiap levelnya, karena pernyataan setiap level berbeda . Level 1 menunjukkan hasil bahwa dari 10 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan koefisien alpha 0,934. Level 2 menunjukkan hasil bahwa dari 9 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan koefisien alpha 0,902. Level 3 menunjukkan hasil bahwa dari 12 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan koefisien alpha 0,880. Level 4 menunjukkan hasil bahwa dari 12 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan koefisien alpha 0,925. Level 5 menunjukkan hasil bahwa dari 11 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan koefisien alpha 0,807. Level 6 menunjukkan hasil bahwa dari 10 item pernyataan mengenai jenjang karir di dapatkan koefisien alpha 0,882, sehingga dinyatakan realiabel. Variabel kepuasan kerja perawat terdapat 18 item pernyataan memiliki koefisien Alpha Croncbach’s sebesar 0,936 sehingga dinyatakan reliabel.

Penelitian ini menjelaskan data berjenis katagorik sehingga analisis data hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan prosentase. Analisis yang telah dilakukan oleh peneliti hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan prosentase dari tiap variabel. Dalam penelitian ini analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel independen yaitu jenjang karir dan variabel dependen yaitu kepuasan kerja perawat.

Dari hasil uji normalitas data menggunakan kolmogorov smirnov didapatkan variabel jenjang karir memiliki data berdistribusi tidak normal, maka menggunakan nilai median = 31.0. Hasil uji normalitas pada Variabel kepuasan kerja perawat didapatkan data berdistribusi tidak

(4)

normal maka nilai median = 49.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan sistem jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus.

Penghitungan Chi Square dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Uji Chi Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah

variable katagorik berskala nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Ho ditolak bila nilai (p value) ≤ 0,05. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan sistem jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat.

Nilai probabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% untuk menilai kebermaknaan yang artinya jika P(value) lebih kecil atau sama dengan ≤ dari α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat, tetapi jika nilai p (value) lebih besar dari pada nilai α maka Ho gagal tolak, berarti tidak ada

hubungan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan tiap variabel; jenjang karir, dan kepuasan kerja perawat yang diukur dalam penelitian ini. Jenis data penelitian ini adalah katagorik maka dalam analisis univariat menggunakan persentasi. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunakkomputer.

Tabel 1.

Distribusi frekuensi Jenjang Karir Perawat

di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung( n= 228 ), Juni 2013

Jenjang Karir Frekuensi %

Sesuai 101 44,3

Tidak Sesuai 127 55,7

Jumlah 228 100

Berdasarkan tabel 4.5. didapatkan data bahwa sebagian responden (55,7%) mempunyai jenjang karir yang tidak sesuai.

Tabel 2

Distribusi frekuensi Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung(n=228), Juni 2013

Kepuasan Kerja perawat Frekuensi %

Puas 93 40.8

Tidak Puas 135 59.2

(5)

Berdasarkan tabel 4.18. didapatkan data bahwa sebagian responden (59,2 %) tidak mendapatkan kepuasan kerja.

Setelah diketahui nilai masing – masing variabel dan subvariabel maka tahap berikutnya adalah analisi bivariat. Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari hipotesis yang telah dibuat yaitu melihat hubungan tiap variabel independen; jenjang karir dengan variabel dependen; kepuasan kerja perawat dengan menggunakan uji chi-kuadrat. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak komputer.

Tabel 3..menunjukkan hasil analisis antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung diperoleh data bahwa 56 orang perawat (55.4%) dengan jenjang karir yang merasakan kepuasan dalam bekerja

(6)

Tabel 3

Analisis Hubungan Jenjang Karir dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung

Jenjang Kepuasan kerja perawat Total P OR

Karir Puas Tidak Puas Value

F % F % F %

Sesuai 56 55.4 45 44.6 108 100 0.000 1 3.027 Tidak sesuai 37 29.1 90 70.9 127 100 1.7-5.2

(7)

Jenjang Karir

Rata – rata hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 228 perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus didapatkan sebagian responden (55,7%) perawat mempunyai jenjang karir yang tidak sesuai .

Jenjang karir yang ada bervariasi dari level 6 sebagai level terendah sampai level 1 sebagai level tertinggi. Didapatkan data bahwa dari perawat dengan level 6 dan level 5 , sebagian besar responden mengatakan bahwa jenjang karirnya sesuai dan mereka mendapatkan kepuasan kerja , hal ini bisa disebabkan karena melihat karakteristik responden perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus sebagian besar berada pada level 6 dan level 5 dengan masa kerja antara 0 – 5 tahun dan berusia antara 20 – 30 tahun.

Jenjang karir perawat level 4, dari 51 perawat didapatkan data sebagian responden mengatakan jenjang karirnya tidak sesuai dan mendapatkan kepuasan kerja , jenjang karir perawat level 3, dari 38 perawat didapatkan data sebagian responden mengatakan jenjang karirnya tidak sesuai dan tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, jenjang karir level 2 dari 7 perawat didapatkan data sebagian responden mengatakan jenjang karirnya sesuai tetapi tidak mendapatkan kepuasan kerja, sedangkan jenjang karir level 1 dari 19 perawat didapatkan data sebagain responden mengatakan jenjang karirnya sesuai tetapi tidak mendapatkan kepuasan kerja .

Karir merupakan suatu deretan posisi yang diduduki oleh seseorang selama perjalanan usianya (Robins, 2006). Karir diartikan sebagai semua pekerjaan yang dipegang seseorang selama kehidupan dalam pekerjaannya (Davis & Werther,96 dalam Meldona 2009). Sistem pengembangan karir menurut Bernardin dan Russel (1993, dalam Sulistiyani & Rosidah 2003) adalah usaha secara formal dan terorganisir serta terencana untuk mencapai keseimbangan antarakepentingan karir individu dengan organisasi secara keseluruhan.

Sedangkan menurut Depkes (2006) menyebutkan sistem jenjang karir profesional

perawat merupakan suatu sistem yang dibuat untuk meningkatkan kinerja dan

profesionalisme serta akuntabilitas perawat sesuai dengan bidang pekerjaan melalui

peningkatan kompetensi. Pemilihan karir secara bertahap akan menjamin individu dalam mempraktikkan bidang profesinya karena karir merupakan investasi dan bukan hanya untuk mendapatkan penghargaan/imbalan jasa. Komitmen terhadap karir dapat dilihat dari sikap perawat terhadap profesinya serta motivasi untuk bekerja sesuai dengan karir yang telah dipilihnya (Depkes RI, 2006).

Sistem jenjang karir profesional perawat meliputi tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu kinerja, orientasi profesional dan kepribadian perawat, serta kompetensi yang menghasilkan kinerja profesional. Perawat profesional diharapkan mampu berpikir rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga dapat meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang karir perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman kerja di sarana kesehatan (Depkes, 2006). Marquis dan Huston ( 2010) menyampaikan bahwa penerapan sistem jenjang karir merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk menghindari kebosanan dan indiferensi pekerjaan. Kebosanan dalam pekerjaan terbukti dapat meningkatkan terjadinya pemutusan kerja sejalan dengan waktu dan pekerjaan yang sama.

Model jenjang karir perawat telah dikembangkan oleh banyak pakar keperawatan

di dunia. Jenjang karir perawat merupakan teori keperawatan yang dikemukakan oleh Benner tahun 1984 yang diadopsi dari model dryfus, disusul kemudian oleh Swansburg tahun 2000. Pada perkembangannya model jenjang karir diterapkan dan dikembangkan di berbagai negara, antara lain di USA, UK, Kanada,Taiwan, Jepang dan Tailand termasuk juga di Indonesia. Jenjang karir perawat di Indonesia telah disusun oleh PPNI bersama departemen kesehatan dalam bentuk

pedoman jenjang karir perawat tahun 2006. Berikut ini paparan beberapa model sistem jenjang karir perawat yang telah ada dan telah dikembangkan: Teori From Novice To Expert dari Patricia Benner ( 1984 ) Teori From Novice to Expert menjelaskan 5 tingkat/tahap akuisisi peran dan perkembangan profesi meliputi: (1) Novice, (2) Advance Beginner, (3) competent, (4) proficient, dan (5) expert. Sedangkan Swansburg (2000), mengelompokkan jenjang karir menjadi empat, yaitu perawat klinik, perawat manajemen, perawat pendidik dan perawat peneliti. Model tahapan perawat klinik meliputi; Perawat klinis / perawatan I ( pemula / belum berpengalaman

(8)

), Perawat klinis / Staf II ( pemula tahap lanjut), Perawat klinis / staf III ( kompeten), Perawat klinis / staf IV ( terampil), Perawat klinis / staf V ( ahli). ( Suroso, 2011)

Secara umum manfaat penerapan sistem jenjang karir menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003) adalah mengembangkan prestasi pegawai, mencegah pegawai minta berhenti karena pindah kerja, meningkatkan loyalitas pegawai, memotivasi pegawai agar dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya, mengurangi subjektivitas dalam promosi, memberi kepastian hari depan, mendukung organisasi memperoleh tenaga yang cakap dan terampil melaksanakan tugas.

Berdasarkan teori – teori diatas pengembangan pelaksanaan sistem penghargaan pelayanan berdasarkan sistem gradings dirasakan sangat penting karena merupakan salah satu upaya pemberian penghargaan kepada perawat di rumah sakit . Dimana dijelaskan bahwa sistem jenjang karir sebagai salah satu komponen sistem penghargaan non finansial kepada perawat yang merupakan aspek pengakuan pencapaian kinerja dan disusun dengan berbagai tujuan. Sehingga dalam pelaksanaanya harus mendapatkan perhatian yang sungguh – sungguh dari manajemen. Jika sistem penghargaan ini kurang diperhatikan maka semangat kerja, sikap dan loyalitas karyawan akan menurun sehingga pengadaan, pengembangan dan pembinaan yang telah dilakukan dengan baik menjadi kurang berarti untuk menunjang tercapainya tujuan institusi.

Dengan melihat hasil kuesioner A mengenai jenjang karir didapatkan data bahwa jenjang karir yang berlaku saat ini belum sesuai Kemudian menurut Oliver (1980) kepuasan kerja adalah tingkat perasaan seseorang membandingkan kinerja hasil yang dirasakan dengan harapan .

Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal – hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi

/institusi/perusahaan mempunyai seperangkat

keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi ditempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuain antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja.

Dua faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja menurut Herzberg (2006) itu dinamakan

faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara(maintenance faktor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemeliharaan / maintenance factor terdiri dari : kebijakan perusahaan dan administrasi (Company policies), supervis i (supervision), hubungan interpersonal dengan rekan kerja, hubungan interpersonal dengan atasan, gaji (salary), keamanan kerja (Security), kondisi kerja (working conditions). Sedangkan faktor pemuas / motivation factor terdiri dari : prestasi (achievement), penghargaan (recognition), kenaikan pangkat (advancement), pekerjaan itu sendiri (work it self), tanggung jawab (responsibility) .

Salah satu faktor motivasi dalam kepuasan kerja adalah penghargaan, bentuk upaya sistem penghargaan ini meliputi aspek finansial maupun non finansial. Penghargaan finansial meliputi gaji, tunjangan, bonus, serta insentif. Sistem penghargaan finansial yang sering digunakan untuk memotivasi karyawan dibeberapa institusi kesehatan adalah pembagian jasa pelayanan di luar gaji yang rutin didapatkan setiap bulannya diberikan sebagai daya perangsang berdasarkan prestasi kerjanya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta keluarganya.

Sedangkan penghargaan nonfinansial diberikan dalam bentuk jasa nirwujud yang diterima oleh karyawan sebagai bagian dari hubungan kepagawaian dan sebagai ganti konstribusi karyawan terhadap organisasi. Penghargaan non finansial ini meliputi kesempatan promosi, umpan balik positif, pengakuan terhadap pencapaian kinerja, pemberian tugas – tugas yang menantang, dan pemberian kesempatan mengisi peluang peminatan di unit lain yang cukup menarik bagi karyawan (Tappen, 1995).

Berdasarkan hasil kuesioner B mengenai kepuasan kerja perawat didapatkan sebagian besar perawat merasa belum mendapatkan penghargaan tersebut baik dalam bentuk finansial beruapa gaji/ salary ataupun dalam bentuk non finansial sehingga timbul rasa ketidakpuasan dalam kerja.

Ditunjang dengan hasil analisis bivariat yaitu hubungan jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat.

(9)

semakin besarnya kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui atau didapatkan dari tempatnya bekerja , maka akan semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan. Dalam hal ini perawat yang bekerja belum mendapatkan jenjang karir yang sesuai dengan melihat lamanya bekerja, tingkat pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, karena kenyataan yang didapat tidak sesuai dengan\

harapan akhirnya mereka tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja.

Pendapat tersebut sejalan dan didukung

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Chanafi ( 2005), Sitinjak (2008) dan Suroso (2011) yang ketiganya menyatakan bahwa sistem jenjang karir dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dari

penelitian yang telah dilakukan pada perawat Rumah Sakit Santo Borromeus dapat diketahui bahwa bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05.

Saran

Berdasarkan hasil uraian pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

maka ada beberapa saran yang ingin penelit i sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit Santo Borromeus

a. Lakukan revisi sistem jenjang karir di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung b. Tetapkan sistem jenjang karir dengan

metode baru ( PK I sampai dengan PK V) atau metode lainnya yang

dianggap sesuai di Rumah Sakit

Santo Borromeus Bandung.

2. Bagi peneliti selanjutnya.

Lakukan penelitian tentang pengaruh sistem

jenjang karir baru ( PK I sampai dengan PK V) atau metode lain yang digunakan dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Dee Ann Gillies. 2000. Management Keperawatan Sebagai Suatu Pendekatan Sistem:WB.Saunders Company Philadelphia.

Soekidjo, Notoatmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik

Analisis Data. Jakarta: Selemba Medika.

Dr.Nursalam,M,Ners. 2009. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional,edisi 2. Jakarta. Salemba Medika.

Maerwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bandung, Alphabetha

Marquis & Huston .2010. Kepemimpinan Dan manajemen Keperawatan , Teori dan Aplikasi , Edisi 4.Jakarta, EGC

Notoatmojo S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Suwatno,MSI. 2011. Manajemen SDM Dalam

Organisasi Publik Dan Bisnis: Jakarta.

Alphabet

Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan,Buku pertama. Bandung; PT.Refika Aditama

Sugiyono, 2011. Statisitika Untuk Penelitian .Jakarta: Alfabeta

Pedoman Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat. 2006 . Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.

Andrianus,Yosephus. 2007. Motivasi Kerja Dan Pengembangan Karir Perawat Di Ruang

Instalasi Gawat Darurat

RSUD.Prof.DR.W.Z.Johannes Kupang. eprints.undip.ac.id/.../ARTIKEL_ADRIANUS _PA.pd ( Diakses tanggal.10 Januari 2013,pukul. 01.00 )

Suroso,jebul. 2009. Penataan Sistem jenjang Karir Berdasarkan Kompetensi Untuk Meningkatkan Kepuasan Kerja. www.kopertis6.or.id/journal/index.php/eks/.../ . ( Diakses tanggal.10 Januari 2013,pukul. 01.00 )

Klara Innata Arishanti . 2009. Budaya Organisasional, Dan Kepuasan kerja Karyawan.

ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/.../2 19. ( Diakses tanggal.10 Januari 2013,pukul. 01.00 )

Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Produktivitas Kerja Perawat Di IRNA NON BEDAH ( Penyakit Dalam) RSUP.DR.M. DJAMIL PADANG.2011

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

2 Diadakan pelayanan CS tentang pengecekan sertifikat yang sudah dapat diambil, saat ini peserta tidak tahu kapan sertifikat yang sudah jadi dapat diambil 3 Antrian

Terdapat dua perspektif tentang perkara ini: pertama, status Mariam dalam kalangan masyarakat telah meningkat, dihormati dan disanjungi, malah digeruni, bukan

Langkah-langkah ini di tentukan oleh langkah-langkah sebelumnya merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau di antisipasi. Rencana asuhan

Berdasarkan pembahasan dan uji statistik pada penelitian ini, terdapat pengaruhyang signifikan antara pemberian ekstrak daging buah kurma ( Phoenix Dactylifera

MSN is a class of networks in which small devices capable of sensing their sur- roundings moved in a space over time to collaboratively monitor physical and environmental conditions [

Gambar 4.7 (e) dan (g) menunjukkan kondisi luka pada hari ke-5 dan ke-7, nampak bahwa luka pada mencit telah sembuh ditandai dengan tidak terdapat kemerahan pada tepi luka,

Kristianto Wibowo. Evaluasi Pembinaan Prestasi Olahraga Bola Basket di Kabupaten Magetan. Pembimbing I: Prof. Pembimbing II: Prof. Program Studi Ilmu Keolahragaan,