• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Kondisi PBUMN 6. 1.1 Kinerja PBUMN

Setiap tahun kinerja PBUMN diukur dari tingkat kesehatannya berdasarkan Surat Keputusan Kementerian BUMN nomor KEP/100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002). Aspek yang dinilai adalah kinerja keuangan dan non keuangan (Lampiran 6). Kinerja keuangan mempunyai bobot 70 persen, diukur berdasarkan indikator return on equity, return on investment, cash ratio, current

ratio, collection periods, perputaran persediaan, total assets turn over rasio, rasio

total modal terhadap aset. Kinerja non keuangan diukur berdasarkan kinerja operasional dengan bobot 15 persen dan kinerja administrasi dengan bobot 15 persen. Kinerja operasional diukur berdasarkan indikator produktivitas hasil kebun, rendemen hasil olahan, produkitivitas tenaga kerja, harga pokok produksi af pabrik, kuantum penjualan dan utilisasi pabrik. Kinerja administrasi diukur berdasarkan indikator laporan perhitungan tahunan, rancangan RKAP, laporan periodik, efektifitas penyaluran dana dan tingkat kolektifitas pengembalian dana. Rancangan RKAP PBUMN diperoleh dari rencana jangka panjang periode 5 tahun yang disusun untuk periode 1 tahun yang terdiri dari anggaran operasi meliputi anggaran laba/rugi, komponen laba/rugi yang terdiri dari anggaran penjualan, anggaran produksi (rencana jumlah produksi, rencana jumlah persediaan, anggaran bahan, anggaran pembelian, anggaran upah langsung, anggaran biaya umum pabrik, anggaran biaya administrasi, anggaran distribusi, anggaran promosi); anggaran keuangan meliputi proyeksi neraca, komponen anggaran neraca (anggaran kas dan sumber penggunaan dana, anggaran piutang, anggaran investasi dan anggaran penyusutan). Berdasarkan indikator-indikator yang terdapat pada SK Kementerian BUMN tersebut pada tahun 2009 PBUMN (PTPN) mempunyai tingkat kesehatan yang bervariasi dari kategori kurang sehat (BBB, BB) sampai kategori sehat (A, AA, AAA) seperti pada Tabel 9.

(2)

Tabel 9 Tingkat kesehatan PBUMN tahun 2009

Sumber : Kementerian BUMN, 2010

6.1.2 Kinerja Kebun dan Pabrik PBUMN

Saat ini kinerja kebun hanya dilihat dari capaian produksi TBS (ton/ha) dan kinerja pabrik dilihat dari capaian CPO (ton /ha).

Areal Tanaman. Areal tanaman PBUMN terdiri dari areal TM, areal TBM dan areal lain-lain. Pada tahun 2009 total luas areal untuk TM adalah 624.211,72 ha yang terdiri dari kebun inti seluas 442.029,72 ha dan kebun plasma seluas 182.182,00 ha (Tabel 10). Perkembangan areal PBUMN jauh tertinggal dibanding swasta dan rakyat karena mulai tahun 1970 sampai 2008 perkembangan areal hanya 20 – 30 % (Kantor Kementerian BUMN, 2010).

Tabel 10 Luas areal PBUMN berdasarkan kepemilikan, tahun 2009

Sumber : Kantor Kementerian BUMN, 2010

Produksi. Produksi TBS PBUMN diperoleh dari kebun sendiri, kebun plasma dan pembelian dari pihak ketiga. Produksi kebun sendiri dan pembelian

Perkebunan Nilai Tingkat Kesehatan Keterangan PT Perkebunan Nusantara I 70,80 A Sehat/A PT Perkebunan Nusantara II 53,68 BBB Kurang sehat/BBB PT Perkebunan Nusantara III 95,20 AAA Sehat/AAA PT Perkebunan Nusantara IV 98,70 AAA Sehat/AAA PT Perkebunan Nusantara V 91,50 AA Sehat/AA PT Perkebunan Nusantara VI 77,00 A Sehat/A PT Perkebunan Nusantara V II 95,04 AAA Sehat/AAA PT Perkebunan Nusantara VIII 84,25 AA Sehat/AA PT Perkebunan Nusantara XIII 84,79 AA Sehat/AA PT Perkebunan Nusantara XIV 40,77 BB Kurang Sehat PT Rajawali Nusantara Indonesia 76,16 A Sehat/A

Perkebunan TM (Ha)

Kebun sendiri Plasma Total

PTPN I 37.399,00 0 37.399,00 PTPN II 36.676,00 0 36.676,00 PTPN III 71.587,00 10.403,00 81.990,00 PTPN IV 97.355,00 0 97.355,00 PTPN V 61.154,00 56.665,00 117.819,00 PTPN VI 23.777,72 26.800,00 50.577,72 PTPN VII 21.962,00 23.868,00 45.830,00 PTPN VIII 13.918,00 0 13.918,00 PTPNXIII 45.839,00 52.164,00 98.003,00 PTPN XIV 9.921,00 12.282,00 22.203,00 PTRNI 22.441,00 0 22.441,00 Total 442.029,72 182.182 624.211,72

(3)

dari pihak ketiga cenderung meningkat dari tahun 2006 sampai 2009, walaupun pada tahun 2009 masih dibawah anggaran, sedangkan produksi kebun plasma mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 produksinya diatas anggaran (Gambar 28). Produksi PBUMN tidak mencapai anggaran disebabkan sebagian besar tanaman yang ada di kebun sudah berumur tua sehingga harus diremajakan. Disamping itu pemupukan yang dilakukan oleh kebun plasma sering tidak sesuai dengan standar. Untuk itu upaya yang perlu dilakukan oleh PBUMN yang memiliki kebun plasama adalah menjadi fasilitator dalam peremajaan tanaman dan pembiayaan pemupukan serta melakukan sosialisasi cara pemupukan yang benar dengan prinsip 4 T (tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu).

Gambar 28 Produksi TBS PBUMN tahun 2006- 2010

Produksi TBS tertinggi adalah PTPN IV menyusul PTPN III, PTPN VII dan terendah adalah PTPN XIV. Sedangkan produktivitas TBS tertinggi adalah PTPN III menyusul PTPN IV, PTPN VI dan terendah PTPN I (Gambar 29).

Gambar 29 Produksi dan produktivitas TBS PBUMN tahun 2009 2006 2007 2008 RKAP 2009 2009 RKAP 2010 - Kebun Sendiri 7,305,6 6,843,4 7,387,1 7,950,1 7,848,0 8,195,9 - Kebun Plasma 2,097,0 2,183,2 2,734,5 2,809,6 2,879,8 2,860,5 - TBS Pembelian Pihak ke III 780,918 927,277 1,397,4 2,299,4 1,719,4 2,587,1 Produksi Perkebunan BUMN 10,183, 9,953,9 11,519, 13,059, 12,447, 13,643,

-2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 Pr o d u ksi TB S ( To n ) PTPN I PTPN II PTPN III PTPN IV PTPN V PTPN VI PTPN VII PTPN VIII PTPN XIII PTPN XIV RNI

Produksi TBS (Ribu Ton) 24.7 47.08 159.86 215.48 10.79 48.18 76.23 15.17 75.88 7.58 32.63

Produktivitas TBS (Ton/Ha) 6.93 10.16 22.77 22.08 18.35 20.26 11.11 10.89 17.8 9.26 13.65 0 50 100 150 200 250

(4)

Jika dibandingkan dengan perkebunan besar swasta seperti Socfin Indonesia (Socfindo), Produktivitas TBS PBUMN dari tahun 2006 sampai 2008 mengalami fluktuasi dan meningkat pada tahun 2008 sebesar 17,44 walaupun masih dibawah Socfindo (Gambar 30). Tetapi produktivitas kebun Rimbo II (PTPN VI) sebesar 28,25 lebih tinggi dari Socfindo. Produktivitas tinggi ini disebabkan areal Rimdu dahulunya adalah areal kakao yang dikonversi dengan tanaman kelapa sawit, sehingga lapisan tanahnya banyak mengandung mulsa. Jika dilihat dari tahun tanamnya, areal Rimdu adalah areal tanaman dengan TM 11 sampai 15 (Tabel 11) dengan produksi diatas potensi standar. Untuk PTPN III dan IV yang mempunyai luas areal kelapa sawit terbesar diantara PBUMN, produktivitas masih dibawah Socfindo dan Rimbo II tetapi diatas rata-rata PBUMN.

Gambar 30 Produktivitas PBUMN dan perkebunan besar swasta tahun 2006 – 2008

Tabel 11 Luas areal tanaman, produksi dan produktivitas CPO pada kebun Rimdu berdasarkan komposisi umur tanaman tahun 2007 - 2009 Tahun

tanam

Luas areal (Ha) Produksi Produktivitas 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 1995 414 414 414 11.442 11.715 11.824 27,64 28,30 28,56 1996 1.085 1.085 1.085 29.738 30.889 30.733 27,41 28,47 28,33 1997 990 990 990 26.757 28.357 27.913 27,02 28,64 28,19 1998 773 773 773 19.133 21.074 21.866 24,75 27,26 28,30 1999 9 9 9 308 330 322 34,22 3,.67 35,78 Total 3.271 3.271 3.271 87.378 92.365 92.658 26,72 28,24 28,33 Sumber : PTPN VI, 2010 2,006 2,007 2,008 Socfin 24.10 22.80 25.26 PTPN III 21.10 20.22 22.37 PTPN IV 21.79 20.08 22.12

Kebun Rimdu (PTPN VI) 26.58 26.72 28.24

Perkebunan BUMN 17.49 15.94 17.44 -20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 Pr o d u kt iv itas TB S (To n /h a)

(5)

Produksi CPO PBUMN tahun 2006 sampai 2008 mengalami fluktuasi dan cenderung menurun dan pada tahun 2009 produksi minyak sawit dibawah anggaran (Gambar 31).

Gambar 31 Produksi CPO PBUMN tahun 2006 – 2010

Jika dilihat masing-masing PTPN, produksi minyak sawit dan rendemen CPO pada tahun 2009 berfluktuasi (Gambar 32)

Gambar 32 Produksi dan rendemen CPO PBUMN, tahun 2009

Rendemen CPO PBUMN mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun 2008, walaupun masih dibawah perkebunan swasta seperti Socfindo dan Smart. Rendemen tertinggi adalah unit Rambutan (PTPN III) dengan rendemen sebesar 25,00 (Gambar 33).

2006 2007 2008 RKAP 2009 2009 RKAP 2010

Produksi Minyak Sawit 1,627 1,547 1,673 1,830 1,770 1,905

0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 (000 To n ) N I N II N III N IV N V N VI N VII N VIII N XIII N XIV RNI Tota l Produksi MS (0000 Ton) 5.5 10. 39. 51. 22. 8.2 16. 3.2 17. 15. 7.3 197 Rendemen MS (Ton/Ha) 22.5 22.0 24.1 23.8 22.5 23.4 21.2 20.7 23.2 20.7 22.5 22. 0 50 100 150 200 250

(6)

Gambar 33 Rendemen CPO PBUMN dan perkebunan besar swasta tahun 2006 – 2008

6.1.2 Strategi PBUMN

Strategi merupakan suatu arahan yang sangat diperlukan oleh perusahaan

dalam mengantisipasi perubahan yang terus berlangsung agar tetap dapat melakukan beroperasi. Hal yang paling penting adalah bagaimana melakukan implementasi terhadap strategi yang ada. Biasanya implementasi strategi tidak dapat dilaksanakan karena adanya hambatan terhadap visi, pelaku, manajemen dan sumberdaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton (1996), hanya 10 persen perusahaan di Amerika Serikat yang dapat mengimplementasikan strateginya karena kurangnya sosialisasi visi kepada karyawan. Dari hasil penelitiannya ternyata hanya 5 persen dari total karyawan yang memahami visi dimana mereka bekerja. Lebih jauh Kaplan dan Norton menyatakan bahwa hanya 25 pesen dari intensif yang diterima karyawan mempunyai keterkaitan dengan strategi perusahaan. Disamping itu manajer sangat sedikit mempunyai waktu dalam membahas proses untuk mencapai strategi perusahaan sehingga hanya 85 persen dari manajemen yang mempunyai waktu kurang dari 1 jam per bulan untuk membahas strategi perusahaan. Sedangkan hambatan sumberdaya disebabkan perusahaan sangat jarang mengkaitkan anggaran dengan strategi perusahaan, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Kaplan dan Norton yang menyatakan bahwa 60 persen dari perusahaan tidak mengkaitkan anggaran dengan strategi.

2006 2007 2008

Socfindo (PBS) 24.95 24.47 24.17

PTPN III 23.89 24.03 24.13

Smart( PBS) 23.38 23.33 23.31

PTPN XIII 21.94 23.03 23.62

Unit Rambutan (PTPN III) 24.25 24.76 25.00

Perkebunan BUMN 21.93 22.02 21.83 -20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 R e n d e m e n m in yak sawi t (% )

(7)

Berkaitan dengan hal diatas, untuk menjalankan tugas dan fungsinya seluruh manajemen PBUMN, mulai dari pimpinan sampai karyawan harus mempunyai komitmen bersama yang dituangkan dalam pernyataan visi yaitu menjadi BUMN terkemuka di bidang kelapa sawit dan industri berbasis kelapa sawit berdaya saing tinggi, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di dalam pernyataan visi tersebut terdapat kata kunci, yaitu:

1) Menjadi perusahaan perkebunan yang mengembangkan agroindustri berbasis kelapa sawit yaitu dengan mengembangkan produk unique dan SDM yang berkompetensi sehingga dapat menjadi perusahaan yang efisien

2) Meningkatkan kinerja PBUMN dengan mengutamakan kewajiban moral untuk mewujudkan perusahaan perkebunan yang bersih dalam rangka mempercepat proses terwujudnya good governance dan clean government.

Misi PBUMN mempunyai tujuan agar kegiatan utama perusahaan atau unit kerja dapat dilaksanakan sesuai visi yang telah ditetapkan agar tujuan perusahaan atau unit kerja dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Misi tersebut adalah : 1) Menjamin keberlanjutan usaha yang kompetitif

2) Meningkatkan daya saing produk secara berkesinambungan dengan sistem, cara dan lingkungan kerja yang mendorong munculnya kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi

3) Meningkatkan laba secara berkesinambungan

4) Mengelola usaha secara professional untuk meningkatkan nilai perusahaan yang mempedomani etika bisnis dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) 5) Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

6) Melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah pusat dan daerah

Jika misi tersebut dikaitkan dengan 6 (enam) perspektif yang terdapat pada BSC yang digunakan dalam penelitian ini, pernyataan misi tersebut adalah:

1) Perspektif keuangan yaitu menjadi perkebunan yang sehat, meningkatkan laba dan menjalankan operasional perusahaan dengan efisien

2) Perspektif pelanggan yaitu memuaskan pelanggan dengan memberikan produk yang berkualitas dan meningkatkan nilai perusahaan

(8)

3) Perspektif lingkungan/komunitas yaitu meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

4) Perspektif proses bisnis internal yaitu meningkatkan produktivitas

5) Perspektif kepuasan karyawan yaitu mengelola perusahaan secara profesional

6) Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yaitu meningkatkan keahlian karyawan

Enam perspektif BSC diatas diasumsikan sudah memenuhi kriteria suatu model yang sudah mewakili dalam pengukuran kinerja walaupun tidak ada satu teori yang menyatakan bahwa bahwa keenam perspektif ini sudah memadai untuk dijadikan sebagai suatu model. Menurut Creelman dan Makhijani (2005) penggunaan empat perspektif Kaplan dan Norton bukan menjadi keharusan karena beberapa perusahaan ada yang menggunakan tiga, lima atau enam tergantung pada budaya atau kebutuhan kinerja masing-masing perusahaan.

Tujuan yang ingin dicapai PBUMN berkaitan dengan keenam perspektif yang diperoleh dari misi PBUMN adalah :

1) Turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di sub sektor pertanian dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

2) Melaksanakan kegiatan usaha antara lain: Mengusahakan budidaya tanaman, meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan budidaya tanaman tersebut. Produksi, meliputi pemungutan hasil tanaman, pengolahan hasil tanaman sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Perdagangan, meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan barang lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha perusahaan. Pengembangan usaha di bidang perkebunan dan agribisnis.

3) Mendirikan/menjalankan perusahaan dan usaha lainnya yang mempunyai hubungan dengan usaha bidang pertanian, baik secara sendiri-sendiri maupun

(9)

bersama-sama dengan badan-badan lainnya, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Cahayani (2010) visi dan misi merupakan elemen kunci yang dapat membentuk esensi dari rencana tindakan perusahan, tim dan individu sehingga untuk merealisasikan visi dan misi tersebut maka seluruh karyawan PBUMN harus memiliki nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktivitasnya untuk mencapai keberhasilan perusahaan. Nilai-nilai yang ada dalam suatu organisasi tersebut harus dapat memberikan semangat kerja bagi karyawan untuk melaksanakan seluruh kegiatan dalam rangka menciptakan nilai tambah bagi unit kerja di lingkungan PBUMN sehingga mendatangkan manfaat yang maksimal. Nilai-nilai yang ada di PBUMN adalah : PRIDE dengan uraian

Profitability (mengutamakan profit), Responsibility (bertanggung jawab terhadap stakeholder), Integrity (integritas), Market a head (selalu yang terdepan) dan Accountability (terpercaya).

Strategi PBUMN ditentukan dengan menentukan posisi perusahaan saat ini. Data yang digunakan adalah data realisasi tahun 2004-2008 dan Rencana Jangka Panjang (RJP) tahun 2008-2012. Metode yang digunakan adalah analisa SWOT (Tabel 12). Nilai skor internal factor evaluation (IFE) dan external

factor evaluation (EFE) adalah (0,65 , 0,45). Kemudian nilai ini digambarkan

dalam matriks SWOT dan dalam gambar menunjukkan posisi perusahaan saat ini adalah growth (pertumbuhan) yaitu berada pada kuadran I (Gambar 34).

Pilihan strategi yang mungkin digunakan adalah strategi S-O (strengths

opportunities) yaitu menggunakan seluruh kekuatan untuk merebut dan

memanfaatkan peluang yang mungkin bisa diraih. Secara generik posisi ini memaksa perusahaan untuk terus bertumbuh dan terus menciptakan kekuatan dan memanfaatkan peluang-peluang yang mungkin khususnya yang dapat menekan ancaman. Upaya yang harus dilakukan manajemen adalah adanya komitmen dalam menciptakan Exellence result, Exellence Operasional dan Exellence

(10)

Tabel 12 Analisis SWOT PBUMN

Gambar 34 Analisis SWOT PBUMN

Analisis Internal

Kekuatan Bobot (B) Nilai (N) BxN

Fasilitas Produksi (luas areal dan kapasitas pabrik) 0,20 4,00 0,80

Kompetensi dalam pengelolaan produksi sawit 0,10 4,00 0,40

Hubungan dengan pemerintah daerah terjalin baik 0,05 4,00 0,20

Kondisi keuangan dan sistem pelaporan 0,10 5,00 0,50

Corporate image baik 0,05 3,00 0,15

Total 2,05

Kelemahan

Pabrik idle capacity dan rendemen rendah 0,10 -3,00 -0,30

Junlah SDM yang belum proporsional 0,20 -3,00 -0,60

Grup unit belum diberdayakan secara optimal 0,10 -2,00 -0,20

Sistem teknologi informasi manajemen 0,10 -3,00 -0,30

Total -1,40

Analisis Eksternal

Peluang Bobot (B) Nilai (N) BxN

Ketersediaan bahan tanaman unggul 0,20 3,00 0,60

Pengembangan bisnis perkebunan bersama mitra strategis 0,10 3,00 0,30

Daya serap pasar masih tinggi 0,05 4,00 0,20

Tersedianya sumber dana dari perbankan 0,05 3,00 0,15

Keberadaan lembaga penelitian, pendidikan/pelatihan dan konsultasi 0,10 3,00 0,30

Total 1,55

Ancaman

Pencurian dan okupasi lahan 0,15 -3 -0,45

Persyaratan pasar dan lingkungan yang semakin ketat 0,10 -3 -0,30

Umur tanaman kebun plasma 0,15 -1 -0,15

Tidak semua perturan/kebijakan Pemerintah mendorong daya saing 0,10 -2 -0,20

(11)

6.1.3 Peta Strategi PBUMN

Peta strategi PBUMN adalah kumpulan sasaran strategi yang digali dari visi dan misi PBUMN. Sasaran strategis merupakan faktor penentu keberhasilan perusahaan sehingga harus saling berhubungan dan saling mempengaruhi sampai membentuk rantai sebab akibat, yang akan mendukung tujuan akhir perusahaan. Rantai sebab akibat merupakan alat yang sangat berguna untuk menyampaikan BSC ke tingkat organisasi yang lebih rendah (Creelman dan Makhjani, 2005).

Analisis terhadap sasaran strategi dengan menggunakan enam perspektif BSC dan wawancara dengan pakar, manajemen serta karyawan diperoleh sasaran strategi PBUMN seperti pada Tabel 13.

Tabel 13 Sasaran strategi PBUMN

Perspektif Sasaran Strategis

Keuangan - Memaksimalkan penerimaan - Hasil yang lebih tinggi - Pengendalian biaya

Pelanggan - Pangsa pasar yang lebih besar

- Tingkat kepercayaan pelanggan terhadap produk - Tingkat mutu, pengiriman dan jasa (QDS)

Lingkungan/Komunitas - Tingkat pengenalan publik yang lebih besar terhadap perusahaan

Proses Bisnis Internal - Produktivitas tanaman - Produktivitas Pabrik

- Transportasi dan infrastruktur - Produk baru yang dikembangkan Kepuasan Karyawan - Tingkat kepuasan karyawan

- Kerja yang efektif

- Lingkungan kerja termotivasi Pertumbuhan dan Pembelajaran - Pengembangan kepemimpinan

- Peningkatan kompetensi

- Peningkatan budaya berorientasi pelanggan - Peningkatan akses kepada informasi strategis

Peta strategi merupakan gambaran implementasi strategi yang dilakukan oleh perusahaan dan merupakan suatu rangkaian hubungan sebab akibat antara perspektif non keuangan dengan perspektif keuangan yang saling mempengaruhi Menurut Creelman dan Makhjani (2005), 85 persen nilai perusahaan sangat dipengaruhi oleh aset tak berwujud, sehingga di dalam peta strategi aset tak berwujud diharapkan akan menjadi aset berwujud (Gambar 35). Sasaran strategis didalam peta strategi ini

(12)

akan dijadikan panduan untuk menentukan kriteria yang mempengaruhi kinerja PBUMN. K eu a n g a n P el a n g g a n P ro se s B is n is In te rn a l P er tu m b u h a n d a n P em b el a ja ra n Tingkat Kepuasan Karyawan Produktivitas Pabrik Exellence People

Cash Flow Positif

Lebih Besar Exellence Result Memaksimallisasi Penerimaan Pengendalian Biaya BSC Tingkat Pengenalan terhadap Perusahaan Produktivitas Tanaman K ep u a sa n K a ry a w a n Li n g k u n g a n /K K o m u n ita s Transport & Infrastruktur Tingkat Kepercayaan Pelanggan terhadap Produk

Lingkungan Kerja Termotivasi

Peningkattan

Kompetensi SDM Peningkatan Akses Informasi Strategis

Produk Baru yang Dikembangkan Mutu, Pengiriman dan

Service (QDS) Pangsa pasar yang lebih bear

Kerja yang Efektif

Peningkatan Budaya Berorientasi Pelanggan Pengembangan Kepemimpinan Exellence Operational

Gambar 35 Peta strategi PBUMN

6.2 Model Penentuan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Kebun

6.2.1 Sasaran Strategi Kebun

Langkah awal dalam model penentuan IKK kebun adalah membuat sasaran strategi kebun. Sasaran strategi kebun diperoleh dengan cara menurunkan dari sasaran strategi PBUMN seperti tertera pada Tabel 14.

Tabel 14 Sasaran strategi kebun kelapa sawit PBUMN

Keterkaitan sasaran strategi yang dilihat dari enam perspektif BSC dipetakan dalam sebuah peta strategi kebun seperti pada Gambar 36.

Perspektif Sasaran Strategi

Keuangan - Pengendalian biaya Pelanggan - Tingkat mutu

Lingkungan/Komunitas - Tingkat pengenalan publik terhadap perusahaan Proses Bisnis Internal - Produktivitas tanaman

- Transportasi dan infrastruktur Kepuasan Karyawan - Tingkat kepuasan karyawan

- Lingkungan kerja termotivasi Pertumbuhan dan Pemelajaran - Peningkatan kompetensi

(13)

K eu an gan Pe lan ggan Pr os es B is ni s In te rn al P er tu m b u h a n d a n P em b el a ja ra n P en io n g k atan Kep u asanKary awan

Exellence People Exellence Operasional Exellence Result P en g en d alian Biay a

Tin g k at P en gen alan terh ad ap P eru sah aan

K ep uas an K ar yaw an B in a L in gk un gan / M as yar ak at P ro d u k tivitasKeb un Kerja y an g Efek tif P en in g k atan Ko mp eten si P en in g k atan Ak ses In fo rmasi S trateg i M u tu , TBS T ran sp o rtasi d an In frastru k tu r

Gambar 36 Peta strategi kebun kelapa sawit PBUMN

6.2.2 Alternatif Kriteria Pengukuran Kinerja Kebun

Alternatif kriteria pengukuran kinerja kebun dibuat dengan teknik kajian literatur, diskusi dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk pertanyaan terbuka dengan pakar. Kriteria pengukuran kinerja ini nantinya digunakan untuk menentukan IKK. Pembobotan kriteria dilakukan dengan sistem berhirarki yaitu tujuan, perspektif dan kriteria. Untuk mengetahui bobot dari tujuan, perspektif dan kriteria kebun dibuat kuesioner penilaian berpasangan (dengan metode fuzzy-pairwaise comparison) yang dinilai oleh pakar. Tingkatan pertama adalah tujuan pengukuran kinerja kebun yang terdiri dari peningkatan produktivitas TBS, efisiensi biaya dan terjaganya kelestarian lingkungan. Tingkatan kedua adalah perspektif dari BSC yang terdiri dari perspektif keuangan, pelanggan, lingkungan/komunitas, proses bisnis internal, kepuasan karyawan serta pertumbuhan dan pembelajaran. Tingkatan ketiga adalah alternatif kriteria pengukuran kinerja untuk masing-masing perspektif yaitu penyusunan anggaran biaya, pengelolaan biaya kebun, mutu TBS, tingkat keluhan masyarakat, keterlibatan masyarakat sekitar, proses produksi ramah lingkungan, bahan tanaman, pemupukan, panen, produksi, pemeliharaan tanaman, tingkat kepuasan karyawan, fleksibilitas karyawan dalam pekerjaan, pengembangan karyawan dan teknologi informasi.

(14)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan fuzzy-pairwaise

comparison, resume pembobotan untuk alternatif kriteria kebun berdasarkan

tujuan, perspektif BSC dan alternatif kriteria tertera pada Gambar 37.

2. Efisiensi Biaya Kebun (19,21%) 3. Terjaganya Kelestarian Lingkungan (8,48%) 1. Peningkatan Prodktivitas Kebun (72,31%) Alternatif Kriteria Kebun 1. Proses Bisnis Internal (34,91%) 3. Pertumbuhan dan Pembelajaran (14,45%) 2. Keuangan (26,29%) 4. Kepuasan Karyawan (11,09%) 6. Pelanggan (4,67%) 5. Lingkungan/ Komunitas (8,59%) 3. Pengelolaan Biaya Kebun (8,77%) 2. Pemupukan (11,31%) 7. Pengembangan Karyawan (7,07%) 15. Teknologi Informasi (3,26%) 6. Produksi (7,74%) 5. Pemeliharaan Tanaman (8,39%) 8. Transportasi dan Infrastruktur (6,59%) 4. Panen (8,66%) 13. Tingkat Keluhan Masyarakat Sekitar (3,71%) 14. Keterlibatan Masyarakat Sekitar (3,59%) 9. Penyusunan Anggaran Biaya (5,91%) 10. Fleksibilitas Karyawan dalam Pekerjaan (4,51%) 11. Mutu TBS (4,23%) 12. Tingkat Kepuasan Karyawan (3,75%)

Gambar 37 Resume pembobotan untuk alternatif kriteria kebun berdasarkan tujuan, perspektif BSC dan alternatif kriteria

1. Bahan Tanaman (12,51 %)) )

(15)

Pada Gambar 37, bobot penilaian kepentingan tertinggi untuk tujuan adalah peningkatan produktivitas kebun dengan bobot 72,31 persen menyusul efisiensi biaya kebun dengan bobot 19,21 persen dan terjaganya kelestarian lingkungan dengan bobot 8,48 persen. Bobot penilaian kepentingan teringgi pada tingkatan kedua adalah perspektif proses bisnis internal dengan bobot 34,91 persen menyusul perspektif keuangan dengan bobot 26,29 persen, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dengan bobot 14,45 persen, perspektif kepuasan karyawan dengan bobot 11,09 persen, lingkungan/komunitas dengan bobot 8,59 persen dan perspektif pelanggan dengan bobot 4,67 persen. Bobot penilaian kepentingan tertinggi pada tingkatan ketiga adalah bahan tanaman dengan bobot 12,51 persen menyusul pemupukan dengan bobot 11,31 persen, pengelolaan biaya kebun dengan bobot 8,77 persen, panen dengan bobot 8,65 persen, pemeliharaan tanaman dengan bobot 8,39 persen, produksi dengan bobot 7,74 persen, pengembangan karyawan dengan bobot 7,07 persen, transportasi/infrastrukt persen ur dengan bobot 6,59 persen, penyusunan anggaran biaya dengan bobot 5,91 persen, fleksibilitas karyawan dalam pekerjaan dengan bobot 4,51 persen, mutu TBS dengan bobot 4,23 persen, tingkat kepuasan karyawan dengan bobot 3,75%, tingkat keluhan masyarakat dengan bobot 3,71 persen, keterlibatan masyarakat sekitar dengan bobot 3,59 persen dan teknologi informasi dengan bobot 3,27 persen.

Pembobotan untuk tujuan terhadap perspektif mempunyai nilai rasio konsistensi kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa matriks dari perhitungan adalah konsisten. Rasio konsistensinya masing-masing adalah untuk peningkatan produktivitas TBS mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,059, efisiensi biaya kebun mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,043 dan terjaganya kelestarian lingkungan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,073 (Gambar 38)

(16)

Gambar 38 Hasil perhitungan pembobotan tujuan terhadap perspektif dan rasio konsistensi kebun kelapa sawit

Pembobotan untuk perspektif terhadap kriteria mempunyai nilai rasio konsistensi kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa matriks dari perhitungan adalah konsisten. Rasio konsistensinya masing-masing adalah untuk keuangan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,138, pelanggan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,091, lingkungan/komunitas mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,121, proses bisnis internal mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,049, kepuasan karyawan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,120 dan pertumbuhan dan pembelajaran mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,099 (Gambar 39).

Gambar 39 Hasil perhitungan pembobotan perspektif terhadap kriteria rasio konsistensi kebun kelapa sawit

(17)

Hasil perhitungan pembobotan dijadikan acuan dalam pemilihan kriteria pengukuran kinerja kebun dengan memilih kriteria rangking 1 (satu) sampai 7 (tujuh) dengan pertimbangan kriteria mempunyai bobot diatas 7,0 persen, yaitu yaitu bahan tanaman, pemupukan, pengelolaan biaya kebun, panen, pemeliharaan tanaman, produksi dan pengembangan karyawan. Kriteria ini akan ditetapkan sebagai kriteria kebun terpilih karena kriteria tersebut dianggap telah mewakili untuk kriteria yang dapat menentukan kinerja kebun dengan total bobot diatas 50 persen dan digunakan sebagai variabel untuk menentukan IKK kebun.

Setelah dilakukan normalisasi terhadap hasil kriteria yang mempengaruhi kinerja maka pembobotan untuk kriteria kebun seperti terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Normalisasi kriteria yang mempengaruhi kinerja kebun

Berdasarkan analisis dan diskusi dengan pakar terhadap kriteria terpilih maka IKK untuk pengukuran kinerja kebun diperoleh 11 (sebelas) IKK. Hal ini sejalan dengan pendapat Hope dan Fraser (2003) bahwa IKK tidak harus banyak dan disarankan paling banyak menggunakan 10 (sepuluh) IKK agar kinerja dapat ditingkatkan dengan cepat. Hasil IKK yang diperoleh untuk penilaian kebun adalah realisasi pemeliharaan tanaman, realisasi tanaman sisipan, capaian hasil panen, biaya panen, biaya pemeliharaan, biaya pemupukan, realisasi bahan tanaman, realisasi pemupukan, persentase capaian produksi dibanding potensi, jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi.

Bahan tanaman yang digunakan hampir di seluruh PBUMN adalah persilangan D x P yang diproduksi oleh PPKS Medan dengan produktivitas 24 ton/ha, hanya beberapa PTPN yang sudah menggunakan bahan tanaman yang diproduksi oleh Lonsum dan Socfindo, terutama untuk areal

replanting/peremajaan. Walaupun mempunyai bahan tanaman unggul tetapi jika

Kriteria Bobot Awal Bobot Setelah Normalisasi

Bahan Tanaman 12,51 19,41

Pemupukan 11,31 17,55

Pengelolaan Biaya Kebun 8,77 13,61

Panen 8,66 13,44

Pemeliharaan Tanaman 8,39 13,02

Produksi 7,74 12,01

(18)

perlakuan seperti seleksi terhadap bibit dan pelaksanaan penanaman berbeda maka akan mempengaruhi terhadap produksi TBS.

Pemupukan mempunyai peranan yang besar untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Untuk itu rekomendasi pemupukan harus ditaati agar pemupukan dapat dilakukan dengan efisien dan efektif. Rekomendasi pemupukan untuk PBUMN biasanya diberikan oleh PPKS dan ARAB berdasarkan hasil analisa tanah, analisa daun, kondisi iklim (curah hujan), produktivitas yang dihasilkan dan realisasi pemupukan tahun sebelumnya serta pengamatan visual di lapangan. Prinsip pemupukan yang dilakukan di PBUMN adalah dengan cara 4 (empat) T yaitu tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu dan tepat tabur/penempatan. Tepat dosis artinya mempertahankan keseimbangan hara atau dikenal dengan konsep neraca hara (nutrients balance). Dosis pemupukan untuk pembibitan dan tanaman belum menghasilkan tidak memerlukan rekomendasi dari balai penelitian karena sudah ada pedoman teknisnya sedangkan untuk areal TM harus mendapat rekomendasi dari balai penelitian.

Pengelolaan biaya kebun yang baik dapat dilihat dari besaran biaya produksi kebun. Biaya produksi kebun biasanya dinyatakan dengan harga pokok kebun yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari gaji, tunjangan staf; gaji, tunjangan non staf; pengangkutan, perjalanan dan penginapan; biaya percobaan; pemeliharaan emplasmen; biaya pemeliharaan bangunan rumah; pemeliharaan bangunan perusahaan, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi; pemeliharaan jalan, jembatan, saluran air; pemeliharaan alat pertanian dan inventaris kecil; pemeliharaan dan pemakaian system computer; iuran dan sumbangan; pajak dan sewa tanah/PBB; asuransi; biaya keamanan, biaya penerangan; biaya persediaan air, biaya lain-lain; andil biaya umum, andil ke TBM (kapitalisasi). Biaya langsung terdiri dari gaji, tunjangan staf tanaman; pemeliharaan TM; pemupukan; panen; pengangkutan ke pabrik.

Panen merupakan pekerjaan potong buah untuk mencapai produksi/ton TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah dan mutu produksi dengan ALB rendah. Cara panen yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi) dan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi (ALB)

(19)

Sasaran panen adalah potensi produksi terambil semua dan tanaman tetap dalam keadaan baik. Hal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan panen yang optimal maka manajemen panen yaitu pengaturan sistem panen dan ketersediaan tenaga panen harus baik.

Pemeliharaan kelapa sawit terbagi atas pemeliharaan tanaman pada saat pembibitan, TBM dan pemeliharaan TM. Pemeliharan TBM tujuannya agar pertumbuhan dan perkembangan menjadi optimal dan pada saatnya TBM akan memasuki TM tepat waktu dengan kondisi sesuai standar. Jenis-jenis pemeliharan TBM adalah penyiangan piringan/gawangan, penyisipan, pemberantasan hama dan penyakit serta pemeliharan jalan, jembatan/gorong-gorong, teras kontour/tapak kuda saluran air/drainase. Sasaran pemeliharaan tanaman menghasilkan tujuannya adalah agar tanaman dapat berproduksi tinggi sesuai dengan potensi selama umur ekonomisnya. Sedangkan jenis pemeliharaan TM terdiri dari pemeliharaan piringan/pasar pikul, penyisipan, pemeliharan TPH, penjarangan pohon, memangkas/menunas,inventarisasi pohon, penomoran pohon, penomoran TPH, penomoran blok, pemeliharan piringan, tangga-tangga panen dan perhitungan tandan kelapa sawit .

Produksi TBS kebun yang diperoleh seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh tanaman berdasarkan umur tanaman (Lampiran 7).

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor penggerak bagi terlaksananya kegiatan operasional. PBUMN menyadari pentingnya sustainability kinerja melalui pengembangan SDM. Artinya perusahaan membutuhkan karyawan yang berkualitas. Salah satu upaya untuk memperoleh karyawan berkualitas adalah dengan pengembangan SDM berbasis kompetensi. Bentuk pengembangan yang dilakukan berupa pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jabatan dan kompetensinya. Kompetensi adalah suatu karateristik mendasar pada diri seseorang dan sangat berkorelasi dengan kinerja pada jabatannya. Seperti diketahui bahwa efektifitas kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh efektifitas kinerja individu. Dalam model yang diadopsi dari Boyatzis (makalah workshop

Integrated Competency Based Human Resources Management

Systems/ICHBHRMS kerjasama LPP Jokjakarta dan Kementerian BUMN, 2007)

(20)

bekerja, kebutuhan pekerjaan dan kompetensi individu akan mempengaruhi efektifitas perilaku untuk mendapatkan kinerja yang efektif.

6.3 Model Penentuan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Pabrik

6.3.1 Sasaran Strategi Pabrik

Langkah awal dalam membuat model penentuan IKK pabrik adalah membuat sasaran strategi pabrik. Sasaran strategi pabrik diperoleh dengan cara menurunkan dari sasaran strategi PBUMN (Tabel 16).

Tabel 16 Sasaran strategi pabrik PBUMN

Keterkaitan sasaran strategi yang dilihat dari enam perspektif BSC dipetakan dalam sebuah peta strategi pabrik seperti pada Gambar 40.

K eu a n g a n Pe la ng ga n Pr os es Bi sn is In ter na l Pe rtu m bu han & Pe m be la ja ran P en io n gk atan Kep u asan Karyawan E xellence P eople E xellence Oper asional E xellence Result P en g en d alian Biaya

Tin g k at Peng enalan terh ad ap Peru sahaan

Ke pu as an Ka ry aw an B in a L in g k u n g a n / M a sy a ra k a t Op timalisasi P ro d u ktiv itas CPO

Kerja y an g Efek tif P en in g katan Ko mp eten si P en in g katan Akses In fo rmasi S trategi CP O

Berk u alitas Ting gi

P en g en alan P ro d u k Inov atif

Gambar 40 Peta strategi pabrik kelapa sawit PBUMN

Perspektif Sasaran Strategi

Keuangan - Pengendalian biaya Pelanggan - Mutu CPO

Lingkungan/Komunitas - Tingkat pengenalan publik yang lebih besar terhadap perusahaan Proses Bisnis Internal - Produktivitas Pabrik

- Pengenalan Produk Inovatif Kepuasan Karyawan - Tingkat kepuasan karyawan

- Kerja yang efektif Pertumbuhan dan

Pembelajaran

- Peningkatan kompetensi

(21)

6.3.2 Alternatif Kriteria Pengukuran Kinerja Pabrik

Alternatif kriteria pengukuran kinerja pabrik dibuat dengan teknik kajian literatur, diskusi dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk pertanyaan terbuka dengan pakar. Kriteria pengukuran kinerja ini nantinya digunakan untuk menentukan IKK. Pembobotan kriteria dilakukan dengan sistem berhirarki yaitu tujuan, perspektif dan kriteria. Untuk mengetahui bobot dari tujuan, perspektif dan kriteria pabrik dibuat kuesioner penilaian berpasangan (dengan metode fuzzy-pairwaise comparison) yang dinilai oleh pakar. Tingkatan pertama adalah tujuan diadakannya kriteria pengukuran kinerja pabrik yang terdiri dari efisiensi pabrik, efisiensi biaya pabrik dan terjaganya kelestarian lingkungan. Tingkatan kedua merupakan perspektif BSC yang terdiri dari perspektif keuangan, pelanggan, lingkungan/komunitas, proses bisnis internal, kepuasan karyawan serta pertumbuhan dan pembelajaran. Tingkatan ketiga merupakan kriteria pengukuran kinerja untuk masing-masing perspektif yang dianalisis dari peta strategi pabrik, yaitu penyusunan anggaran biaya, pengelolaan biaya pabrik, mutu TBS, mutu CPO (ALB), tingkat keluhan masyarakat, keterlibatan masyarakat sekitar, proses produksi ramah lingkungan, bahan baku TBS, kehilangan minyak sawit, utilisasi pabrik, pemeliharaan mesin/instalasi, premium produk, tingkat kepuasan karyawan, fleksibilitas karyawan dalam pekerjaan, pengembangan karyawan dan teknologi informasi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan AHP fuzzy, resume pembobotan untuk alternatif kriteria pabrik berdasarkan tujuan, perspektif BSC dan alternatif kriteria tertera pada Gambar 41.

(22)

Gambar 41 Resume pembobotan untuk alternatif kriteria pabrik berdasarkan tujuan, perspektif BSC dan alternatif kriteria

Bobot penilaian kepentingan tertinggi untuk tujuan pengukuran kinerja pabrik tersebut adalah efisiensi pabrik dengan bobot 70,04 persen menyusul efisiensi biaya pabrik dengan bobot 17,92 persen dan terjaganya kelestarian lingkungan

2. Efisiensi Biaya Pabrik (17,92%) 3. Terjaganya Kelestarian ingkungan (12,04) 1. Efisiensi Pabrik (70,04%) Alternatif Kriteria Pabrik 1. Proses Bisnis Internal (34,23%) 2.Pertumbuhan dan Pembelajaran (20,17%) 3. Keuangan (19,77%) 4. Kepuasan karyawan (11,06%) 5. Pelanggan (8,57%)) 6. Lingkungan/ Komunitas (6,19%) Bahan Baku TBS (12,68%)) ) 3.Kehilangan Minyak (10,48%) 2. Pengelolaan Biaya Pabrik (12,49%) 4. Utilisasi Pabrik (9,51%) 16. Teknologi Informasi (2,09%) 6. Pengembangan Karyawan (7,41%) 5. Mutu CPO (8,33%) 12. Penyusunan Anggaran (3,67%) 7. Proses Produksi Ramah Lingkungan (7,00%) 13. Fleksibilitas Karyawan dalam Pekerjaan (3,26%) 14. Tingkat Kepuasan Karyawan (2,79%) 9. Keterlibatan Masyarakat Sekitar (4,48%) 8. Tingkat Keluhan Masyarakat (4,99%) 11. Pemeliharaan Mesin / Instalasi (4,18%) 10. Mutu TBS (4,23%) 15. Premium Produk (2,41%)

(23)

dengan bobot 12,04 persen. Bobot penilaian kepentingan tertinggi pada tingkatan kedua adalah perspektif proses bisnis internal dengan bobot 34,23 persen menyusul perspektif keuangan dengan bobot 20,17 persen, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dengan bobot 19,77 persen, kepuasan karyawan dengan bobot 11,06 persen, pelanggan dengan bobot 8,57 persen dan lingkungan/komunitas dengan bobot 6,19 persen. Bobot penilaian kepentingan tertinggi pada tingkatan ketiga adalah Bahan baku TBS dengan bobot 12,68 persen menyusul pengelolaan biaya pabrik dengan bobot 12,49 persen, kehilangan minyak dengan bobot 10,48 persen, utilisasi pabrik dengan bobot 9,51 persen, mutu CPO dengan bobot 8,33 persen, pengembangan karyawan dengan bobot 7,41 persen, proses produksi ramah lingkungan dengan bobot 7,00 persen, tingkat keluhan masyarakat dengan bobot 4,99 persen, keterlibatan masyarakat sekitar dengan bobot 4,48 persen, mutu TBS dengan bobot 4,23 persen, pemeliharaan mesin/instalasi dengan bobot 4,18 persen, penyusunan anggaran dengan bobot 3,67 persen, fleksibilitas karyawan dalam pekerjaan dengan bobot 3,26 persen, tingkat kepuasan karyawan dengan bobot 2,79 persen, premium produk dengan bobot 2,41 persen dan teknologi informasi dengan bobot 2,09 persen.

Pembobotan untuk tujuan terhadap perspektif (Gambar 42) mempunyai nilai rasio konsistensi kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa matriks dari perhitungan adalah konsisten. Rasio konsistensinya masing-masing adalah untuk efisiensi pabrik mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,09, efisiensi biaya pabrik mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,09 dan terjaganya kelestarian lingkungan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,05.

(24)

Gambar 42 Hasil perhitungan pembobotan tujuan terhadap perspektif dan rasio konsistensi pabrik kelapa sawit

Pembobotan untuk perspektif terhadap kriteria (Gambar 43) mempunyai nilai rasio konsistensi kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa matriks dari perhitungan adalah konsisten. Rasio konsistensinya masing-masing adalah untuk keuangan (0,15), pelanggan (0,12), lingkungan/komunitas (0,11), proses bisnis internal (0,09), kepuasan karyawan (0,07) dan pertumbuhan dan pembelajaran (0,09).

Gambar 43 Hasil perhitungan pembobotan perspektif terhadap kriteria dan rasio konsistensi pabrik kelapa sawit

(25)

Hasil perhitungan pembobotan dijadikan acuan dalam pemilihan kriteria pengukuran kinerja pabrik dengan memilih kriteria rangking 1 (satu) sampai 7 (tujuh) dengan pertimbangan kriteria mempunyai bobot diatas 7,0 persen, yaitu Bahan baku TBS, pengelolaan biaya pabrik, kehilangan minyak, utilisasi pabrik, mutu CPO dan pengembangan karyawan. Kriteria ini akan ditetapkan sebagai kriteria pabrik terpilih karena kriteria tersebut dianggap telah mewakili untuk kriteria yang dapat menentukan kinerja pabrik dengan total bobot diatas 50 persen dan digunakan untuk menentukan IKK pabrik.

Setelah dilakukan normalisasi terhadap hasil kriteria yang mempengaruhi kinerja maka pembobotan untuk kriteria kebun seperti terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Normalisasi kriteria yang mempengaruhi kinerja pabrik

Berdasarkan analisis dan diskusi dengan pakar terhadap kriteria terpilih maka IKK untuk pengukuran kinerja pabrik diperoleh 11 (sebelas) IKK. IKK untuk penilaian pabrik adalah produksi dari pembelian TBS, produksi kebun sendiri, biaya pemeliharaan mesin/instalasi, biaya pengolahan, losis inti sawit, losis minyak sawit, realisasi waktu pabrik beroperasi, mutu CPO yang diproduksi, jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi dan jumlah sertifikat yang berkaitan dengan lingkungan

Bahan baku TBS berasal dari kebun sendiri dan pembelian dari kebun plasma/pihak kedua. Hal penting yang perlu dilakukan adalah pengawasan terhadap mutu TBS dari pembelian kebun plasma/pihak kedua karena mutu TBS dari pembelian akan mempengaruhi rendemen CPO perusahaan.

Pengelolaan biaya pabrik akan mempengaruhi akan mempengaruhi besarnya biaya pabrik yang biasa disebut harga pokok pabrik. Harga pokok pabrik terbagi atas biaya langsung yang terdiri dari gaji, tunjangan staf pabrik; biaya pengolahan; biaya pemeliharaan mesin dan instalasi; biaya pengepakan; Kriteria Bobot Awal Bobot Setelah Normalisasi

Bahan Baku 12,68 18,67

Pengelolaan Biaya Pabrik 12,49 18,39

Kehilangan Minyak Sawit 10,48 15,43

Utilisasi Pabrik 9,51 14,01

Mutu CPO 8,33 12,27

Pengembangan Karyawan 7,41 10,91

(26)

asuransi pabrik; biaya pengolahan a/b pihak kedua; pembelian hasil tanaman. Kecenderungan biaya pabrik yang meningkat disebabkan kenaikan upah, harga bahan dan kenaikan BBM serta karena tidak tercapainya produksi.

Kehilangan minyak (oil loss) di pabrik dapat disebabkan karena kecepatan olah lebih kecil dari kapasitas olah. Untuk itu optimalisasi kapasitas sangat dibutuhkan dalam teknologi pengolahan. Optimalisasi kapasitas sangat diperlukakan pada saat panen puncak (yaitu dengan penambahan jam olah dan tenaga), saat bahan baku kurang (pengurangan jam olah atau dilakukan pembelian dari pihak ketiga).

Utilisasi pabrik merupakan waktu beroperasinya pabrik dalam mengolah TBS menjadi CPO. Upaya yang harus dilakukan adalah pabrik dalam kondisi idle capacity. Hal yang perlu diperhatikan adalah melaksanakan pemeliharaan/ perbaikan mesin dan instalasi sesuai jadual sehingga zero stagnasi dan memaksimalkan upaya pembelian TBS.

Mutu CPO biasanya diberlakukan adalah dengan standar ALB kurang dari 3, tetapi beberapa pabrik ada yang mengolah dengan mutu CPO dengan standar ALB kurang dari 2 yang disesuaikan dengan keinginan konsumen. Pengawasan mutu dilakukan sejak di stasiun peneriman buah. Cara yang dilakukan adalah buah yang sampai ke pabrik diharuskan kurang dari 24 jam artinya buah sudah sampai di pabrik sebelum jam 20.00 WIB, dan menjaga kenaikan ALB di pabrik maksimum sebesar 0,3 persen, restan buah di luar ketel rebusan tidak ada, kapaitas pabrik minimum 90 persen dari kapasitas disain, tekanan uap perebusan rata-rata 3 kg/cm2 dan lama perebusan persiklus maks 90 menit. Hal ini berkaitan dengan proses sterilisasi adalah untuk menonaktifkan enzim lipase dan menekan kenaikan ALB.

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor penggerak bagi terlaksananya kegiatan operasional. PBUMN menyadari pentingnya sustainability kinerja melalui pengembangan SDM. Artinya perusahaan membutuhkan karyawan yang berkualitas. Salah satu upaya untuk memperoleh karyawan berkualitas adalah dengan pengembangan SDM berbasis kompetensi. Bentuk pengembangan yang dilakukan berupa pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jabatan dan kompetensinya. Kompetensi adalah suatu karateristik mendasar pada

(27)

diri seseorang dan sangat berkorelasi dengan kinerja pada jabatannya. Seperti diketahui bahwa efektifitas kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh efektifitas kinerja individu. Dalam model yang diadopsi dari Boyatzis (makalah workshop

Integrated Competency Based Human Resources Management

Systems/ICHBHRMS kerjasama LPP Jokjakarta dan Kementerian BUMN, 2007)

dikatakan bahwa terdapat keterkaitan antara lingkungan perusahaan dimana kita bekerja, kebutuhan pekerjaan dan kompetensi individu akan mempengaruhi efektifitas perilaku untuk mendapatkan kinerja yang efektif.

Proses produksi ramah lingkungan ditujukan untuk mengurangi dampak seluruh siklus produksi terhadap lingkungan dengan mengurangi jumlah dan toksisitas limbah yang dilepas ke lingkungan sehingga produksi yang dihasilkan menjadi produksi bersih. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pencegahan, minimasi dan pengolahan limbah. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan bahan baku, bahan pembantu dan enerji secara efektif dan efisien serta dengan melaksanakan sistem mutu (Amdal, ISO 14000 dan RSPO).

6.4 Model Scoring Board Kebun.

Model scoring board kebun merupakan model untuk pengukuran kinerja kebun berdasarkan IKK yang dianalisis dari kriteria terpilih. Jika kriteria memiliki IKK lebih dari satu maka akan dilakukan pembobotan menggunakan metode

fuzzy-pairwaise comparison (Gambar 44). IKK untuk penilaian kebun adalah

realisasi bahan tanaman, realisasi pemupukan, biaya panen, biaya pemeliharaan, biaya pemupukan, capaian hasil panen, realisasi pemeliharaan tanaman, realisasi tanaman sisipan, persentase capaian produksi dibanding potensi, jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi.

(28)

Gambar 44 Pembobotan IKK berdasarkan kriteria kebun

Skor setiap IKK dihitung berdasarkan target dan skor yang telah ditentukan berdasarkan benchmarking dengan perkebunan swasta sejenis dan wawancara pakar. IKK kebun dinilai dengan menggunakan scoring (Lampiran 8), agar tidak terjadi bias dalam penghitungan nilai.

Kinerja bahan tanaman tinggi karena pembanding terhadap realisasi adalah angka RKAP. Angka RKAP tersebut masih dibawah angka produktivitas TBS bibit unggul sebesar 28 ton TBS/ha/tahun. Hal ini karena pengaruh pertumbuhan dan perkembangan tanaman sepanjang hidupnyan tidak hanya dipengaruhi oleh innate (genetik tanaman), tetapi juga oleh induce (faktor lingkungan yang dapat dipengaruhi oleh manusia) dan enforce (faktor lingkungan yang tidak dapat dipengaruhi oleh manusia).

Kinerja pemeliharan tanaman tinggi karena realisasi pemeliharaan tanaman dan realisasi tanaman sisipan dapat diselesaikan seluruhnya dalam tahun yang sama.

Kinerja pengelolaan tinggi karena biaya panen, biaya pemeliharaan dan biaya pemupukan sesuai dengan anggaran. Hanya saja kecenderungan biaya produksi terus meningkat dari tahun ke tahun, karena harga bahan, alat, BBM cenderung meningkat dan produktivitas pemanen tidak tercapai. Melalui efesiensi dan efektifitas pemakaian alat dan meningkatkan pengawasan serta pembinaan kepada pemanen, biaya produksi dapat dikendalikan.

(29)

Kinerja panen tinggi karena capaian hasil panen (kg TBS per hari kerja) sesuai dengan anggaran. Filosofi panen adalah mengambil buah dari pokok dengan tingkat kematangan sesuai standar dan selanjutnya mengantarnya ke pabrik dengan cara dan waktu yang tepat (pusingan potong buah dan transpor) serta tanpa menimbulkan kerusakan pada tanaman. Sehingga dengan cara yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi) dan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi (ALB).

Kinerja pemupukan tinggi karena realisasi pemupukan sesuai dengan anggaran. Manajemen pemupukan yang baik akan memberikan kontribusi yang luas dalam meningkatkan produksi dan kualitas produk yang dihasilkan karena pemupukan dapat meningkat kesuburan tanah akan meningkat yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan. Kesalahan pemupukan dapat mengurangi produksi sebesar 5-10 persen, pemberian yang tidak merata dapat mengurangi produksi sebesar 3-5 persen, waktu yang tidak tepat dapat mengurangi produksi sebesar 10-20 persen dan aplikasi yang tidak seimbang dapat mengurangi produksi sebesar 20-50 persen

Produksi dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika persentase capaian produksi dibanding potensi sesuai dengan anggaran. Data dari satu blok per afdeling dapat digunakan untuk melakukan estimasi terhadap bulan produksi puncak yang berdampak terhadap penyediaan tenaga, alat dan sarana panen, sampai rencana pengolahan di pabrik

Pengembangan karyawan dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi sesuai dengan anggaran. Sistem manajemen kinerja dan SDM berbasis kompetensi akan dihasilkan kinerja yang efektif (performance effective). Sistem Manajemen kinerja merupakan sistem manajemen yang mengatur mekanisme pengembangan prestasi kerja karyawan melalui penetapan prestasi yang harus dicapai, pembimbingan dan konseling yang diperlukan, evaluasi hasil serta rencana pengembangan karyawan SDM berbasis kompetensi dapat mengukur kompetensi lunak (soft competency) dan kompetensi keras (hard competency). Hard

(30)

competency terkait dengan pengetahuan dan keterampilan sehingga mudah dilihat

dan diukur. Soft competency adalah kompetensi yang tidak mudah dilihat seperti motivasi, sifat (traits), konsep pribadi dan nilai yang diyakini seseorang. Pengembangan karyawan juga tidak terlepas dari keharusan karyawan mengerti akan budaya perkebunan yang akan mewujudkan perilaku karyawan sesuai perilaku organisasi. Artinya budaya perkebunan akan diekspresikan dalam norma (peraturan perilaku yang kuat mempngaruhi bagaimana orang berperilaku), nilai perusahaan (keyakinan tentang hal-hal terbaik yang diekspresikan dengan rujukan pada misi, sasaran dan strategi), iklim perusahan (suasana kerja), gaya manajemen (perilaku manajer dan kewenangannya), struktur dan sistem (keluwesan, dan penerapan pendekatan biraokratis dalam administrasi). Budaya akan menjadi lem perekat bagi kegiatan di kebun menjadi satu kesatuan bisnis yang eksis, produktif dan profitable. Etika perkebunan meliputi etika dalam tugas, etika dalam kehidupan sehari-hari dan etika dalam rangka pengembangan diri.

Pengukuran dengan rentang standar skor yang digunakan adalah standar skor 1 (nilai 0), standar skor 2 (nilai 6), standar skor 3 (nilai 7), standar skor 4 (nilai 7,5), standar skor 5 (nilai 8), standar skor 6 (nilai 8,5) dan standar skor 7 (nilai 9). Penentuan nilai rentang menggunakan batas bawah dan batas atas seperti tertera pada Gambar 45.

(31)

Untuk mengukur kinerja kebun, dilakukan berdasarkan IKK dengan menggunakan scoring board kebun seperti pada Gambar 46.

Gambar 46 Contoh bentuk scoring board kebun

Berdasarkan perhitungan nilai skor masing-masing IKK kebun diperoleh hasil pengukuran IKK kebun seperti pada Tabel 18.

Tabel 18 Pengukuran IKK kebun

IKK Tinggi Sedang Rendah

Bahan Tanaman yang digunakan

Ajamu, Bah birong Ulu, Berangir, Marjandi, Meranti Paham, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Realisasi Pemupukan Ajamu, Bah Birong Ulu, Marjandi, Meranti Paham, Pulu Raja, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Berangir Sawit Langkat, Sosa

Biaya Panen Ajamu, Meranti

Paham, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Bunut, Rimdu, Tanjung Lebar

Bah Birong Ulu, Berangir, Marjandi, Batang Hari, Rimsa

Biaya Pemeliharaan Meranti Paham, Sawit Langkat, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Pulu nRaja, Sosa Ajamu, Bah Birong Ulu, Berangir, Marjandi

Biaya Pemupukan Meranti Paham, Pulu Raja, Sawit Langkat, Bunut

Sosa, Batang Hari, Rimdu

Ajamu, Bah Birong Ulu, Berangir, Marjandi, Rimsa, Tanjung Lebar

(32)

Realisasi Pemeliharaan Bah Birong Ulu, Berangir, Marjandi, Sawit Langkat

Meranti Paham Ajamu, Pulu Raja, Sosa, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Realisasi Tanaman Sisipan Bah Birong Ulu, Berangir, Marjandi, Sawit Langkat

Meranti Paham Ajamu, Pulu Raja, Sosa, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Capaian Produksi Ajamu, Bah Birong Ulu, Berangir, Pulu Raja, Sawit Lngkat, Sosa, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Marjandi, Meranti Paham

Jumlah SDM yang Mengikuti Pelatihan

Ajamu, Bah birong Ulu, Berangir, Marjandi, Meranti Paham, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Karyawan yang

Berkompetensi

Ajamu, Marjandi, Berangir, Meranti Paham, Pulu Raja, Sosa

Bah Birong Ulu, Sawit Langkat

Marjandi, Batang Hari, Bunut, Rimdu, Rimsa, Tanjung Lebar

Berdasarkan Tabel diatas, pengukuran IKK masing-masing kebun dirangkum menjadi pengukuran IKK kebun dengan hasil pengukuran bahan tanaman tinggi, pemupukan tinggi, pengelolaan biaya sedang, pemeliharaan tanaman tinggi, produksi tinggi dan pengembangan karyawan rendah.

Resume hasil perhitungan IKK dan program peningkatan kinerja kebun dapat dilihat pada Gambar 47.

Gambar 47 Resume IKK dan program peningkatan kinerja kebun

Pada Gambar diatas terlihat bahwa nilai kinerja kebun adalah sedang dengan uraian skor tinggi untuk bahan tanaman, pemupukan, panen, pemeliharaan

(33)

tanaman dan produksi; skor sedang untuk pengelolaan biaya dan skor rendah untuk pengembangan karyawan. Program peningkatan kinerja yang disarankan adalah manajemen SDM berbasis kompetensi. Seperti diketahui bahwa untuk menjadi perusahan yang excellence maka SDM haruslah mampu berinovasi, beradaptasi, dan mengubah diri sehingga setiap karyawan mampu menampilkan kepemimpinan, membuat keputusan dan menangkap peluang. Disamping itu membangun dan melaksanakan sistem manajemen kinerja (performance

management system/PMS) dan SDM berbasis kompetensi. Alasannya : dengan

sistem manajemen kinerja dan SDM berbasis kompetensi akan dihasilkan kinerja yang efektif (performance effective).

6.5 Model Scoring Board Pabrik

Model scoring board pabrik merupakan model untuk pengukuran kinerja pabrik berdasarkan IKK yang dianalisis dari kriteria terpilih. Jika kriteria memiliki IKK lebih dari satu maka akan dilakukan pembobotan menggunakan metode

fuzzy-pairwaise comparison (Gambar 48). IKK untuk penilaian pabrik adalah

pembelian TBS, TBS kebun sendiri, biaya pemeliharaan mesin/instalasi, biaya pengolahan, kehilangan inti sawit, kehilangan minyak sawit, realisasi waktu pabrik beroperasi, mutu CPO (ALB) yang diproduksi, jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi, jumlah sertifikat yang berkaitan dengan lingkungan.

(34)

Skor setiap IKK dihitung berdasarkan target dan skor yang telah ditentukan berdasarkan benchmarking dengan perkebunan swasta sejenis dan wawancara pakar. IKK pabrik dinilai dengan menggunakan scoring (Lampiran 9), agar tidak terjadi bias dalam penghitungan nilai.

Bahan baku TBS dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika realisasi pembelian TBS dan produksi kebun sesuai dengan anggaran. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah mutu TBS dari pembelian pihak kedua atau kebun plasma dan standar kriteria matang panen, karena sangat berpengaruh terhadap rendemen CPO perusahaan.

Pengelolaan biaya dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika realisasi biaya pemeliharaan mesin/instalasi dan biaya pengolahan dibawah anggaran. Kecenderungan biaya produksi yang terus meningkat disebabkan harga bahan, alat, BBM cenderung naik serta tidak tercapainya produktivitas CPO. Anggaran mengacu pada standar pemakaian air max 2 m3/ton TBS diolah, pemakaian uap maksimum 0,5 ton TBS diolah, jam jalan pabrik min 20 jam/hari dan perbandingan KWH (diesel+PLN) dengan KWH total maksimum 10 persen serta melakukan perawatan mesin dengan standar maintenance cost per equipment

replacement value maksimum 5 persen dan diusahakan dengan swakelola

sehingga melalui efesiensi dan efektifitas pemakaian dan meningkatkan pengawasan serta pembinaan kepada karyawan dapat mengendalikan biaya produksi.

Kehilangan (loss)) dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika realisasi angka kehilangan inti sawit dan kehilangan minyak sawit adalah dibawah anggaran. Kehilagan minyak diawasi dari mulai stasiun perebusan, pemipilan/theresser, pencacahan (digester) dan pengempaan (presser) dan pemurnian minyak (clarifier). Pengawasan di stasiun rebusan dilakukan dengan mengawasi kandungan minyak dalam air kondensat (disebabkan buah restan bercampur dengan buah segar dalam satu rebusan, holding time terlalu lama, buah banyak terluka/memar, pembuangan air kondensat tidak tuntas) dan kandungan minyak dalam tandan kosong (disebabkan buah banyak yang luka, waktu perebusan atau holding time terlalu lama dan buah terlalu banyak menumpuk di

(35)

dengan mengawasi kandungan minyak dalam tandan kosong yang disebabkan

holding time yang terlalu lama dan penuangan ke auto feeder yang terlalu banyak.

Pengawasan di stasiun pressan dilakukan dengan mengawasi losis minyak dalam

fibre yang melebihi norma (norma 0,56 persen) (disebabkan proses perebusan

tidak sempurna, proses pengadukan tidak sempurna/temperatur adukan lebih kecil dari 95 0C, isian digester kurang dari 3/4 bagian, pisau aduk aus, aliran minyak kasar dari bottom plate tidak lancar, tidak ada siku penahan, tekanan pressan lebih kecil dari 40 BAR, ularan screw sudah aus)

Utilisasi pabrik dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika realisasi waktu pabrik beroperasi sesuai dengan anggaran. Pemeliharan mesin yang terjadual akan mencegah kerusakan pada alat-alat/mesin yang dapat menyebabkan penurunan jam olah, kapasitas olah serta pengutipan minyak dan inti sehingga akan mengganggu produktivitas pabrik kelapa sawit.

Mutu CPO dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika mutu CPO yang diproduksi sesuai dengan anggaran. Mutu CPO yang harus dicapai adalah < 3 persen sehingga pengawasan mutu harus dilakukan dengan upaya melakukan pengawasan di stasiun peneriman buah dengan cara buah yang sampai ke pabrik kurang dari 24 jam artinya buah sudah sampai di pabrik sebelum jam 20.00 WIB, dan menjaga kenaikan ALB di pabrik maksimum 0,3 persen, restan buah di luar ketel rebusan tidak ada, kapaitas pabrik minimum 90 persen dari kapasitas disain, tekanan uap perebusan rata-rata 3 kg/cm2 dan lama perebusan persiklus maksimum 90 menit. Hal ini berkaitan dengan proses sterilisasi adalah untuk menonaktifkan enzim lipase sehingga meminimalkan kenaikan ALB.

Pengembangan karyawan dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi sesuai dengan anggaran. Sistem manajemen kinerja dan SDM berbasis kompetensi akan dihasilkan kinerja yang efektif (performance effective).

Proses produksi ramah lingkungan dinyatakan mempunyai kinerja tinggi jika jumlah sertifikat yang berkaitan dengan lingkungan sesuai dengan anggaran. Bagi pabrik, ramah lingkungan berarti tidak mencemari lingkungan. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemenuhan adanya SPO pabrik (dari penerimaan TBS sampai pengiriman CPO dan PKO), standar ISO dan RSPO yang menuntut praktik

(36)

terbaik di pabrik (prosedur operasi harus di dokumentasikan, diimplementasikan dan dipantau secara konsisten). Penerapan standar sistem kualitas akan memberikan kepastian kualitas selama proses produksi yang diakui oleh pasar sehingga penerapan ISO, RSPO merupakan persyaratan teknis yang harus dimiliki oleh perkebunan BUMN untuk pencapaian jaminan kualitas agar dapat merebut pelanggan yang mensyaratkan jaminan mutu tertentu.

Pengukuran dengan rentang standar skor yang digunakan adalah standar skor 1 (nilai 0), standar skor 2 (nilai 6), standar skor 3 (nilai 7), standar skor 4 (nilai 7,5), standar skor 5 (nilai 8), standar skor 6 (nilai 8,5) dan standar skor 7 (nilai 9). Penentuan nilai rentang menggunakan batas bawah dan batas atas seperti tertera pada Gambar 49.

Gambar 49 Contoh rentang scoring dari masing-masing IKK pabrik

Untuk mengukur kinerja kebun, dilakukan berdasarkan IKK dengan menggunakan scoring board pabrik seperti pada Gambar 50.

(37)

Gambar 50 Contoh bentuk scoring board pabrik

Berdasarkan perhitungan nilai skor masing-masing IKK pabrik diperoleh hasil pengukuran IKK pabrik seperti pada Tabel 19.

Tabel 19 Pengukuran IKK pabrik

IKK Tinggi Sedang Rendah

Pembelian TBS

Ophir, Pinang Tinggi Air Batu, Adolina, Ajamu, Bah Jambi, Berangir, Bunut, Dolok Ilir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Mayang, Sosa, Pabatu, Pasir Mandoge, Pulu Raja, Sawit Langkat, Tinjowan, Tanjung Lebar Produksi

Kebun Sendiri

Air Batu, Bah Jambi, Dolok Ilirr, Gunung Bayu, Rimdu, Tinjowan

Adolina, Ajamu, Bunut, Dolok Sinumbah, Mayang, Pabatu, Pulu Raja

Berangir, Ophir, Sosa, Pasir Mandogr, Pinang Tinggi, Sawit Langkat, Tanjung Lebar

Biaya Pemeliharaan Mesin/Instalasi

Air Batu, Dolok Sinumbah

Adolina, Bah Jambi, Berangir, Gunung Bayu, Mayang, Pabatu, Pasir Mandoge, Sawit Langkat, Sosa

Ajamu, Dolok Ilir, Pulu Raja, Tinjowan, Pinang Tinggi, Bunut, Ophir, Rimdu, Tanjung Lebar

Biaya Pengolahan

Air Batu, Dolok Sinumbah, Mayang,

Ajamu, Bah Jambi, Berangir, Dolok Ilir,

(38)

IKK Tinggi Sedang Rendah Pulu Raja, Sawit

Langkat, Bunut, Tanjung Lebar

Gunung Bayu, Pasir Mandoge, Sosa, Ophir, Pinang Tinggi, Rimdu Losis Inti Adolina, Air Batu, Bah

Jambi, Berangir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Mayang, Pabatu, Pasir Mandoge, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Tinjowan, Bunut, Ophir, Pinang Tinggi, Rimdu, Tanjung Lebar

Ajamu, Dolok Ilir

Losis Minyak Air Batu, Bah Jambi, Gunung Bayu, Pabatu, Pasir Mandoge, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Rimdu

Adolina, Berangir, Dolok Ilir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Mayang, Tinjowan, Bunut, Ophir, Pinang Tinggi, Tanjung Lebar

Realisasi Waktu Pabrik Beroperasi

Air Batu, Ajamu, Bah Jambi, Berangir, Dolok Ilir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Pabatu, Pasir Mandoge, Pulu Raja, Sosa, Tinjowan

Adolina, Air Batu, Sawit Langkat, Bunut, Ophir, Tanjung Lebar

Mayang, Pinang Tinggi, Rimdu

Mutu CPO yang

diproduksi dengan ALB < 3

Air Batu, Ajamu, Berangir, Dolok Ilir, Pulu Raja, Sosa

Adolina, Gunung Bayu, Mayang, Pabatu, Sawit Langkat

Bah Jambi, Dolok Sinumbah, Pasir Mandoge, Tinjowan, Bunut, Ophir, Pinang Tinggi, Rimdu, Tanjung Lebar Jumlah SDM yang Mengikuti Pelatihan Bunut, Ophir, Tinjowan, Rimdu, Tanjung Lebar

Adolina, Air Batu, Ajamu, Bah Jambi, Berangir, Dolok Ilir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Mayang, Pabatu, Pasir Mandoge, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Tinjowan Karyawan

yang

Berkompetensi

Adolina, Air Batu, Ajamu, Bah Jambi, Berangir, Dolok Ilir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Mayang, Pabatu, Pasir Mandoge, Pulu Raja, Sawit Langkat, Sosa, Tinjowan

Bunut, Ophir, Pinang Tinggi, Rimdu Jumlah Sertifikat yang Berkaitan dengan Lingkungan

Ajamu, Berangir, Pulu Raja

Adolina, Air Batu, Bah Jambi, Dolok Ilir, Dolok Sinumbah, Gunung Bayu, Mayang, Pabatu, Pasir Mandoge, Sawit Langkat, Sosa, Tinjowan, Bunut, Ophir, Pinang tinggi, Tanjung Lebar

Berdasarkan Tabel diatas, pengukuran IKK masing-masing pabrik dirangkum menjadi pengukuran IKK pabrik dengan hasil pengukuran bahan baku TBS rendah, pengelolaan biaya tinggi, kehilangan tinggi, utilisasi tinggi, mutu CPO tinggi, pengembangan karyawan sedang dan proses produksi ramah lingkungan rendah.

Gambar

Gambar 28   Produksi TBS PBUMN tahun 2006- 2010
Gambar  30      Produktivitas  PBUMN  dan  perkebunan  besar  swasta  tahun  2006 – 2008
Gambar 33  Rendemen CPO  PBUMN dan perkebunan besar swasta tahun  2006 – 2008
Tabel 12   Analisis SWOT PBUMN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Biologi Sel (2011), pada kebanyakan tumbuhan dan hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob

 Peserta didik menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenakanya hasil dari pengamatan pada kolom “Penasaran”.  Peserta didik bertanya jawab tentang profil

TAHUN 2021 KEPALA TATA USAHA WAKIL DEKAN I WAKIL DEKAN II PRODI PETERNAKAN KASUBAG AKADEMIK KASUBAG MAWA KASUBAG KEUPEG KASUBAG PERLENGKAPAN KALAB KIMIA PAKAN KALAB

Kegiatan anak lebih banyak melakukan percobaan ditambah kegiatan anak yang banyak tanya jawab.dalam RKH siklus II ini anak-anak akan melakukan percobaan / eksperimen “Bila

Pertanyaan yang digunakan untuk ukuran strategis ini adalah: “Seberapa besar aplikasi Microsoft Dynamics Navision 4.0 membantu Anda menghemat waktu, sumber daya dan biaya dalam

Alat ukur baku meliputi, penggaris, neraca timbangan (kg), gelas ukur, meteran dan sebagainya. Sedangkan, alat ukur tidak baku meliputi, stick eskrim, timbangan buatan,

Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah pada analisis struktur umum (general structure), fitur bahasa (linguistic features) dan kesalahan pada aspek gramatika

Perseroan mengajukan usul kepada RUPST untuk menyetujui Laporan Tahunan Perseroan Tahun 2020 termasuk didalamnya Laporan Pengawasan Dewan Komisaris, Laporan Direksi mengenai