• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar : 1.1 Rasio Ketergantungan Usia Muda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar : 1.1 Rasio Ketergantungan Usia Muda"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

World Economic Forum, 2011, mencatat peringkat daya saing Indonesia meningkat pesat dari posisi ke 54 menjadi posisi ke 44. Ini menunjukan adanya peningkatan dalam hal pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Sumber Daya Manusia. Jika kita menengok Visi Indonesia yang termaktub dalam “ Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025, yaitu “ Mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia di tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan”, tentunya dalam pencapaiannya memerlukan penyiapan generasi yang mampu berperan aktif, keatif dan berkarakter kuat dalam menjalankan kegiatan pembangunan dan mampu bersaing di era persaingan global. Generasi ini lahir dari suatu proses pendidikan dan pembentukan watak yang komprehensip atau utuh sebagai manusia Kamil (sempurna) yang mengetahui dan menempatkan peranan dan fungsinya sebagai “Khalifah Fil Ardh” atau pemimpin bagi lingkungan dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya. Proyeksi masa depan di tahun 2045, Indonesia akan memiliki “Bonus demografi” yang merupakan modal dasar bagi peningkatan produktivitas ekonomi dan pengembangan pasar domestic.

(2)

Sumber : http://www.kopertis4.or.id

Disebut sebagai bonus demografi dikarenakan dalam rentang waktu tersebut, jumlah populasi Indonesia untuk usia produktif akan sangat banyak. Data Kemendikbud menunjukkan, pada 2010, penduduk usia 0-9 tahun di negeri ini mencapai 45,9 juta jiwa. Jumlah ini hampir sepuluh kali lIPAt penduduk Singapura. Jumlah penduduk Indonesia dengan usia lebih tinggi lagi, yaitu 10-19 tahun, mencapai 43.55 juta jiwa. Pada rentang waktu 2010-2035, jumlah penduduk usia produktif tadi diperkirakan terus meningkat.

Pembangunan pendidikan diarahkan untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi, kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan. Cita –cita pendidikan nasional yang di jabarkan dalam UUD 1945 tentang pendidikan yang dituangkan dalam Undang – Undang No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Salah satu komitmen pemerintah dalam hal ini adalah upaya melakukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional yang di pandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif, bahkan dari dari segi mata

(3)

pelajaran yang diberikan dianggap kelebihan muatan (overload) tetapi tidak mampu memberikan bekal bagi peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tututan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi. Perubahan mendasar di bidang pendidikan tersebut adalah berkaitan dengan kurikulum.

Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah melakukan perombakan kurikulum di tiga jenjang sekolah yang dimulai dari tingkat dasar, menengah, hingga tingkat atas. Perubahan ini menyesuaikan pendidikan dasar dan menengah dengan Undang–Undang Pendidikan Tinggi (UU PT). Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter (Competency and character based curriculum), yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi. Hal ini sangat penting, guna menjawab tantangan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, serta adaptif terhadap berbagai perubahan. Kurikulum berbasis karakter dan kompetensi diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien dan berhasil guna. Perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang niscaya, pasti, dan kebutuhan yang terus berkembang. Kurikulum harus menjadi wahana yang efektif untuk mewujudkan kondisi yang ideal dengan kondisi kenyataan yang ada. Kurikulum bersifat dinamis dan terus berkembang, dan wajib mengikuti perubahan – perubahan yang terjadi di lingkunganya. Persoalan kurikulum itu dipakai untuk waktu tertentu, karena masih dianggap relevan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 menjadi kurikulum 2013 merupakan hal yang positif dalam merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan.

(4)

Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai – nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud perilaku sehari – hari. Pendidikan karakter ini dapat diitegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai – nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari – hari, serta symbol – symbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah/madrasah dan masyarakat sekitar. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra di mata masyarakat luas. Implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen – komponen yang ada dalam sistem pendidikan itu sendiri. Komponen – komponen tersebut antara lain kurikulum, rencana

pembelajaran, proses pembelajaran, mekanisme penilaian, kualitas hubungan,

pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah/madrasah, pelaksanaan

pengembangan diri peserta didik, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah/madrasah.

Dalam implementasinya, kurikulum 2013 menuntut kerjasama yang optimal di antara para guru, sehingga memerlukan pembelajaran berbentuk tim, dan menuntut kerjasama yang kompak di antara para anggota tim. Kerjasama antara para guru sangat penting dalam proses pendidikan. Implementasi kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara terbatas dan bertahap, mulai tahun pelajaran 2013 (Juli 2013)

(5)

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dimulai di kelas I dan IV sebesar 5% untuk SD, kelas VII dan kelas IX sebesar 7 % untuk SMP dan SMA. Prosentase untuk setiap jenjang tingkat satuan pendidikan tersebut bisa dikatakan sebagai jumlah sekolah sasaran atau sekolah pilot projek pada beberapa sekolah unggulan, yang dIPAndang siap untuk mengimplementasikan kurikulum 2013, seperti sekolah mantan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI).

Kurikulum 2013 menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Guna terwujudnya hal tersebut, Mulyasa, dalam bukunya “Pengembangan dan Implementasi kurikulum 2013” menuliskan beberapa faktor (kunci sukses) implementasi kurikulum, diantaranya : Kepemimpinan Kepala Sekolah, kreativitas guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan partisIPAsi warga sekolah. Ujung tombak proses pembelajaran berada pada otoritas guru sebagai pemimpin pembelajaran di ruang kelas, guru mempunyai kewenangan penuh dalam mengelola

dan melaksanakan proses belajar mengajar. Kurikulum 2013 yang berbasis karakter

dan kompetensi ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan materi ke pendidikan sebagai proses, melalui pendekatan tematik terpadu dengan

contextual teaching and learning (CTL). Oleh karena itu, pembelajaran harus

semaksimal dan sebanyak mungkin melibatkan peserta didik agar mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi, dan kebenaran secara ilmiah. Dalam konteks inilah, kreativitas guru dibutuhkan untuk memberikan layanan dan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Semua hal tersebut merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, mampu menyelesaikan permasalahannya secara mandiri dan menjadi pribadi yang penuh tanggung jawab dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan berbagai tantangan.

(6)

Kualitas guru merupakan faktor terpenting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan kemampuan guru memiliki dampak yang signifikan pada kinerja akademis anak didiknya. Seperti catatan dalam laporan McKinsey yang menyatakan bahwa, “Kualitas sistem pendidikan tidak mungkin melampaui kualitas gurunya” (Barber dan Mourshed, 2007, halaman 16). Meskipun belum ada bukti yang konklusif tentang karakteristik guru yang paling berpengaruh pada kinerja murid, penelitian hampir secara universal memperlihatkan pentingnya kualitas guru. Penelitian tentang TVASS (Sistem Penilaian Bernilai Tambah di Tennessee), misalnya, memperkirakan bahwa lebih dari 50 persen dari kesenjangan pencapaian selama tiga tahun antara dua kelompok berusia antara 8 dan 11 tahun disebabkan karena kelompok yang satu diajar oleh guru berkemampuan tinggi (20 persen tertinggi di antara tenaga pendidik) sementara kelompok yang lain diajar oleh guru berkemampuan rendah (20 persen terbawah). Hasilnya, pada usia 11 tahun, kelompok yang diajar guru berkemampuan tinggi meraih nilai di persentil ke-93, sementara kelompok yang diajar guru berkemampuan rendah meraih nilai di persentil ke-37 (Sanders dan Rivers 1999).

Salah satu strategi pengimplementasian kurikulum 2013, pemerintah

melakukan upaya pelatihan guru yang berjenjang mulai dari guru sebagai instruktur / pelatih implementasi kurikulum (master teacher), guru inti, guru pendamping sampai ke guru sebagai pelaksana proses pembelajarannya. Yang menjadi persoalan saat ini adalah apakah guru – guru yang kita miliki sudah sangat kreatif ? sedangkan kompetensi guru masih menjadi polemik dan persoalan nasional yang terus menjadi PR kita bersama. Beberapa penelitian dan analisis mulai memberikan gambaran luas mengenai kompetensi umum guru Indonesia dari segi latar belakang akademis, pengetahuan mata pelajaran dan pedagogi, dan praktik pengajaran dalam ruang kelas

mereka. Kualifikasi akademik kebanyakan guru Indonesia masih lebih rendah dari

yang dipersyaratkan undang-undang. UU Guru yang diberlakukan pada tahun 2005

(7)

sensus tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 37 persen dari semua guru memiliki gelar tersebut dan 26 persen hanya merupakan lulusan sekolah menengah atas atau dibawahnya. Terdapat indikasi bahwa praktik pedagogi guru-guru Indonesia juga kurang dan tidak memiliki focus dan orientasi yang sesuai.

Penelitian menggunakan rekaman video pada tahun 2005 pada sampel kelas matematika berupaya untuk menghubungkan pembelajaran ruang kelas dan perilaku pembelajaran dengan pencapaian siswa dalam ujian TIMSS ; Trends in International Mathematics and Science Study (Tren dalam Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan) serta menentukan metodologi pengajaran mana yang nampaknya paling efektif. Data yang dikumpulkan lalu dibandingkan dengan perilaku pengajaran dan karakteristik ruang kelas dari tujuh Negara berkinerja relatif tinggi yang berpartisIPAsi dalam TIMSS yang membantu para penulis laporan penelitian ini untuk mengidentifi kasi kelemahan dalam praktik pedagogi. Penelitian tersebut

menemukan bahwa, dibandingkan dengan negara-negara tersebut, pelajaran

matematika kelas 8 di Indonesia cenderung hanya sedikit menangani soal berkerumitan tinggi dan kurang memberikan penekanan pada pemecahan soal matematika terapan.

Untuk Propinsi Banten saja di daerah dimana penulis berdomisili, masih menyisakan segudang pekerjaan untuk mengatasi persoalan kompetensi guru ini, alih – alih berbicara mengenai kreativitas guru. Berikut penulis sajikan data kompetensi guru SMP untuk beberapa bidang studi yang di UN kan tahun 2011 yang penulis peroleh datanya dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Propinsi Banten, sebagai berikut :

Tabel : 1.1

PETA KOMPETENSI GURU SMP DI PROVINSI BANTEN 2011 MATA PELAJARAN IPA

(8)

KRITERIA PESERTA K A B L E B A K P A N D E G L A N G K B S E R A N G K B T A N G E R A N G K O T A C IL E G O N K O T A S E R A N G K O T A T A N G E R A N G K O T A T A N G S E L P R O V IN S I B A N T E N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Jumlah Peserta 40 40 40 30 33 39 39 20 281

2. Latar Belakang Pendidikan 2.1 S esuai 38 34 31 26 33 35 38 20 255 91% 2.2 Tidak S esuai 2 6 9 4 0 4 1 0 26 9% 3. S ertifikasi 3.1 S udah S ertifikasi 40 27 40 29 22 37 36 20 251 89% 3.1.1 Jalur PLPG 26 9 30 24 13 20 33 17 172 61% 3.1.2 Jalur Portofolio 14 17 10 6 11 17 3 3 81 28% 3.2 Belum S ertifikasi 0 13 0 1 11 2 3 0 30 11%

4. Nilai tiap kompetensi

Penguasaan konsep IPA 38% 39% 36% 39% 41% 38% 38% 38% 38%

Pengetahuan pedagogik

umum 42% 47% 42% 41% 45% 44% 41% 47% 44% Pengetahuan pedagogik IPA 45% 43% 40% 46% 45% 38% 43% 50% 44%

Gambar : 1.2

(9)

Kriteria : Sangat Kurang = 0 – 25% ; Kurang = 26% - 50% Baik = 51% -75% ; Sangat Baik : 76% - 100%

Jika kita analisis data diatas, terlihat bahwa kompetensi guru IPA untuk penguasaan konsep rata – rata masih di bawah 50 % hasilnya dalam kategori kurang, artinya guru belum mampu dan mengalami kesulitan atau terkendala dalam mentransfer pengetahuan konsepnya kepada peserta didik dengan Standar Kompetesi – Kompetensi Dasar yang akan dicapai demikian halnya dengan pengetahuan pedagogik secara umum dan pedagogik IPA. Hal ini menjadi fenomena yang harus diselesaikan jika penerapan kurikulum 2013 bisa efektif dan sesuai tujuannya. Persoalan yang timbul; apakah dengan penguasaan konsep dan pengetahuan pedagogik yang belum memadai akan melahirkan daya kreativitas yang tinggi? Selanjutnya apakah keberhasilan pembelajaran akan tercapai?

Bagaimana dengan kondisi di 32 Propinsi lainnya? Jika melihat fenomena data yang disajikan diatas dalam bentuk tabel dan grafik untuk bidang studi IPA, apakah pemerintah pusat dalam hal ini yang diwakili oleh pemerintah propinsi Banten sudah membuat langkah – langkah strategis yang memfokuskan terhadap perbaikan kualitas kompetensi guru? Belum lagi menjawab tantangan ini, guru juga dituntut untuk lebih kreatif dalam menyajikan materi pembelajaran dengan mengembangkan model – model atau pendekatan - pendekatan pembelajaran lainnya. Apakah dengan pelatihan guru yang disediakan pemerintah selama 5 – 6 hari dalam rangka implementasi kurikulum 2013 akan serta merta memberikan dampak yang cukup

Series1;

Sangat

kurang; …

Series1;

Kurang;

87,54%

Series1;

Baik;

11,03%

Series1;

Sangat

baik; …

(10)

signifikan dalam peningkatan kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran?. Mengamati kondisi hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

Studi Perbedaan Persepsi dan Kreatifitas Guru IPA dalam Pengembangan Pembelajaran Tematik Terpadu Pendidikan IPA serta Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar IPA di Sekolah Yang Sudah dan Belum Melaksanakan Kurikulum 2013. (Survey Sekolah Menengah Pertama di Kota Tangerang Selatan).

B. Identifikasi Masalah

Implementasi kurikulum 2013 yang berfokus kepada pencapaian kompetensi peserta didik dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain : pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual

teaching and learning), pendekatan pembelajaran tematik terpadu, pembelajaran

partisipatif (Participative teaching and learning), belajar tuntas (Mastery learning) dan pembelajaran konstruktivisme (Contructivism teaching and learning). Guna menerapkan dan mengembangkan pendekatan pembelajaran diatas, guru harus bisa mengidentifikasi pendekatan yang digunakan disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai siswa dan materi pembelajaran. Dibutuhkan kompetensi guru yang tinggi yang dilengkapi dengan kreativitas dan inovasi dalam mengembangkan pendekatan tersebut. Karena guru sebagai ujung tombak dan ruh dalam mengimplementasikan kurikulum di tingkat satuan pendidikan, maka penulis hanya memfokuskan permasalahan penelitian mengenai perbedaan persepsi dan kreatifitas guru dalam pengembangan pembelajaran tematik terpadu g untuk mata pelajaran IPA dan serta mengukur pengaruh dari persepsi dan kreatifitas guru yang berdampak kepada mutu hasil belajar peserta didik.

(11)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Dari uraian diatas dapat di deskripsikan suatu perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran mengenai persepsi guru IPA dalam pengembangan

pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA di sekolah yang sudah dan belum menerapkan kurikulum 2013 ?

2. Bagaimanakah gambaran mengenai kreatifitas guru IPA dalam pengembangan

pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA di sekolah yang sudah dan belum menerapkan kurikulum 2013 ?

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi guru IPA dalam pengembangan

pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA antara sekolah yang sudah dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013 ?`

4. Apakah terdapat perbedaan kreativitas guru IPA dalam pengembangan

pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA antara sekolah yang sudah dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013 ?

5. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa IPA antara sekolah yang sudah

dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013 ?

6. Apakah terdapat pengaruh persepsi dan kreatifitas guru IPA dalam

pengembangan pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA terhadap hasil belajar IPA di sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 ?

D. Tujuan Penelitian

(12)

1. Untuk mengetahui gambaran mengenai persepsi guru IPA dalam pengembangan pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA di sekolah yang sudah dan belum menerapkan kurikulum 2013.

2. Untuk mengetahui gambaran mengenai kreatifitas guru IPA dalam

pengembangan pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA di sekolah yang sudah dan belum menerapkan kurikulum 2013.

3. Untuk mengetahui perbedaan persepsi guru IPA dalam pengembangan

pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA antara sekolah yang sudah dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013.

4. Untuk mengetahui perbedaan studi kreativitas guru IPA dalam pengembangan

pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA antara sekolah yang sudah dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013.

5. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa IPA antara sekolah yang

sudah dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013.

6. Untuk mengetahui pengaruh persepsi dan kreatifitas guru IPA dalam

pengembangan pembelajaran tematik terpadu pendidikan IPA terhadap hasil belajar siswa IPA di sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013.

E. Manfaat Penelitian

Dengan diterapkannya tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai hasil dari pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dan

pihak – pihak yang berkepentingan dalam mengetahui perbedaan dan pengaruh persepsi dan kreativitas guru IPA dalam mengembangkan model

(13)

pembelajaran yang diasumsikan berimplikasi kepada mutu hasil belajar siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan evaluasi guru dalam mengembangkan model pembelajaran di kelas sehingga mutu proses pembelajaran diharapkan dapat tercapai.

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi pemangku kebijakan pendidikan di tingkat sekolah dalam membuat program – program

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru sehingga

implementasi kurikulum 2013 sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk keperluan itu jaringan harus bebas air dahulu (dehidrasi) dan karena parafin tidak dapat bercampur dengan alkohol harus diganti dengan bahan lain yang dapat tercampur

Dalam asuransi jiwa, model beberapa penyebab kegagalan dapat diterapkan antara lain untuk menyusun tabel beberapa penyebab kegagalan ( multiple decrement table ) dan menentukan besar

Muhammad Kurdi, kiprah yang diawalinya dengan penerjemahan kitab-kitab, pendirian Pesantren Cibabat, menjadi elite penghulu Bandung, serta pimpinan Tarekat Qadiriyah

Ronald Dworkin dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana eksistensi etnis Rohingya di Myanmar, pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada

Pendapat ini diperkuat dengan pendapat ahli David, Fred (2013:35) yang menyatakan bahwa perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

Maka dari itu berdasarkan prinsip layout di atas, yang akan digunakan sebagai fokus untuk menarik perhatian target audience adalah ilustrasi sebagai emphasis dengan