• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekayasa plastik berlapis nanokristal TiO 2 untuk aplikasi anti kabut dan swa-bersih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rekayasa plastik berlapis nanokristal TiO 2 untuk aplikasi anti kabut dan swa-bersih"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Rekayasa plastik berlapis nanokristal TiO2 untuk aplikasi

anti kabut dan swa-bersih

Slamet*, C.H.D. Alwi, J. Viriya

Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 E-mail: slamet@che.ui.edu

Abstrak

Rekayasa lembaran plastik dengan lapisan nanokristal TiO2 untuk aplikasi anti kabut dan

swa-bersih telah dilakukan. Sebelum sol TiO2 dilapiskan pada permukaan plastik dengan metode

spin coating, terlebih dulu dilakukan surface treatment pada plastik dengan sinar UV-C. Preparasi sol TiO2 dilakukan melalui metode sol-gel dan kristalisasi dingin pada suhu 100oC

dengan penambahan aditif PEG. Untuk mengetahui secara kuantitatif hidrofilisitas yang dihasilkan film TiO2, dilakukan pengukuran sudut kontak dengan alat contact angle meter

yang ditunjang dengan karakterisasi XRD, FT-IR, dan UV-Vis DRS. Plastik yang telah disinari UV-C menunjukkan perubahan kepolaran yang baik sehingga permukaan plastik menjadi memungkinkan untuk dilapisi sol TiO2. Hasil XRD menunjukkan bahwa kristal

anatase dan rutile dari TiO2 teridentifikasi, meski suhu pemanasan hanya 100 oC. Hasil XRD

dan UV-Vis DRS menunjukkan bahwa variasi kondisi pemanasan vakum dapat mengubah ukuran kristal dan band gap. Diduga penambahan PEG dengan berat molekul yang lebih besar menyebabkan transformasi ke TiO2 kristalin lebih baik, sehingga plastik lebih bersifat

hidrofilik. Rekayasa plastik dengan sifat hidrofilik dan transparansi yang baik diperoleh dari pelapisan TiO2 serbuk dengan konsentrasi optimalnya 0,0125 M. Plastik dengan sifat

superhidrofilik (sudut kontak < 5o) secara efektif dapat digunakan sebagai material anti kabut

dan swa-bersih.

Kata kunci: plastik, nanokristal TiO2, hidrofilik, anti kabut, swa-bersih.

1. Pendahuluan

Salah satu teknologi yang sedang banyak dikembangkan untuk mendegradasi berbagai limbah industri adalah proses fotokatalitik, yang memiliki beberapa keunggulan yaitu polutan organik dapat didegradasi menjadi senyawa yang tidak berbahaya seperti air dan CO2, serta lebih

hemat pemakaian bahan kimia dan energinya (Bideau, 1995; Dumitriu, 2000; Toyoda, 2000). Akan tetapi sejak sifat hidrofilik dari material yang dilapisi oleh fotokatalis TiO2 ditemukan

pada tahun 1990-an, berbagai jenis material yang fungsional mulai dikembangkan (Yu, 2001; Lee, 2006). Sifat hidrofilik ini mengakibatkan permukaan material yang dilapisi TiO2 menjadi

bersifat anti fogging dan self-cleaning karena sudut kontak tetesan air di atas permukaan tersebut hanya sekitar 10o dan akan terus berkurang hingga mencapai 0o jika disinari dengan

sinar ultraviolet. Aplikasi TiO2 untuk kebutuhan material swa-bersih dan anti kabut pada

kaca, baik pada kendaraan ataupun gedung terutama pada bagian luar menjadi perhatian utama bagi para peneliti.

Aplikasi TiO2untuk kebutuhan anti fogging dan self-cleaning akan menjadi lebih praktis

(2)

baik seperti lembaran plastik. Akan tetapi permukaan plastik, seperti polypropylene (PP), bersifat non polar sehingga tidak dapat dilapisi oleh sol TiO2. Oleh karena itu, perlu dilakukan

suatu rekayasa agar permukaan plastik tersebut menjadi sedikit polar sehingga sol TiO2 dapat

melekat dengan baik. Proses rekayasa plastik menjadi polar telah banyak dilakukan di industri dengan teknik plasma (Dorai, 2002). Salah satu teknik rekayasa plastik yang lain adalah melalui proses penyinaran UV-C. Proses penyinaran ini menggunakan energi cahaya dengan panjang gelombang sekitar 256 nm sehingga dapat membentuk radikal alkil pada permukaan plastik, yang akan segera diikuti dengan pengikatan gugus polar seperti –OH dari udara. Fotokatalis TiO2 dalam bentuk film umumnya dipreparasi dengan metode sol-gel yang

membutuhkan suhu kalsinasi tinggi hingga mencapai > 400oC. Tahapan kalsinasi ini

mengakibatkan pembatasan material yang dapat digunakan sebagai support karena beberapa material seperti plastik PP mempunyai titik leleh yang rendah yaitu 1400C.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2000) telah ditemukan metode untuk mendapatkan kristal TiO2 anatase tanpa membutuhkan tahap kalsinasi dengan suhu tinggi,

tetapi cukup menggunakan suhu sekitar 100oC. Proses ini disebut dengan kristalisasi dingin karena pada proses ini terbentuk kristal anatase TiO2 pada suhu rendah, yang biasanya

membutuhkan suhu yang tinggi. Bahkan hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa aktivitas katalitik TiO2 lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode sol-gel

konvensional. Metode ini menggunakan polyethylene glycol (PEG) yang berfungsi sebagai agen multifungsi (pembentuk gel, pendispersi dan pembentuk lapisan film) dan Ti(SO4)2

sebagai reaktan awal untuk mendapatkan Ti(NO3)4. Dengan adanya metode kristalisasi dingin

ini maka akan terjadi penghematan energi yang sangat signifikan terutama jika ingin diterapkan dalam skala industri.

Proses preparasi fotokatalis film TiO2 pada penyangga plastik masih jarang diteliti. Pada

paper ini akan diuraikan hasil rekayasa plastik PP melalui proses penyinaran UV-C, yang dilanjutkan dengan pelapisan film TiO2 nanokristal yang dipreparasi dengan metode

kristalisasi dingin. Berbagai variabel divariasi untuk mendapatkan plastik PP berlapis nanokristal TiO2 dengan sifat hidrofilik dan transparansi yang tinggi.

2. Eksperimental

2.1. Rekayasa PP dengan UV-C

Rekayasa lembaran plastik PP dengan penyinaran UV-C dilakukan di dalam reaktor silinder yang terbuat dari stainless steel, dan bagian dalam reaktor tersebut dilengkapi dengan lampu UV-C dengan daya 10 Watt. Untuk menyelidiki tingkat kepolaran yang paling baik, dilakukan variasi lama waktu penyinaran yaitu 1, 2, 3, dan 4,5 jam. Tingkat kepolaran yang dihasilkan dilihat dari hasil pengukuran sudut kontak dengan menggunakan contact angle meter (Shimidzu). Tingkat kestabilan kepolaran yang dihasilkan juga diselidiki dengan melakukan pengujian terhadap plastik 4,5 jam yang dipreparasi pada waktu yang berbeda.

2.2. Preparasi katalis dalam bentuk serbuk

Sejumlah TiCl4 dalam beaker glass diletakkan dalam ember kecil yang telah berisi es batu

sebagai pendingin. Larutan Na2CO3 0,5 M ditambahkan tetes demi tetes ke dalam larutan

TiCl4 sambil diaduk secara manual sampai terbentuk sol Ti(OH)4. Ti(OH)4 yang didapatkan

(3)

dicampur PEG dengan berat molekul tertentu (1000, 2000, atau 6000) dengan komposisi 4x massa TiO2 yang terbentuk. Setelah itu dilakukan pemanasan pada suhu 60oC selama 15

menit, yang dilanjutkan dengan pendinginan sehingga terbentuk gel. Gel kemudian dipisahkan dengan dekantasi dan ditambahkan air untuk pencucian. Gel dipanaskan selama 5 jam pada suhu 50oC sehingga terbentuk serbuk TiO

2. Serbuk kemudian dipanaskan kembali

pada suhu 100oC selama 12 jam dengan variasi pemanasan pada kondisi vakum dan non-vakum.

2.3. Preparasi katalis dalam bentuk film

Pembuatan katalis TiO2 dalam bentuk film terbagi menjadi 2 yaitu: (a) pelapisan

menggunakan sol Ti(NO3)4 dengan konsentrasi 0,1 M dan (b) pelapisan menggunakan serbuk

TiO2 yang didispersikan pada etanol dengan konsentrasi 0,1 M dan 0,0125 M. Penyangga

yang digunakan adalah kaca preparat dan plastik PP. Metode pelapisan yang digunakan adalah spin coating dengan kecepatan putar 380 rpm. Proses pelapisan dilakukan sebanyak 3 kali dengan masing-masing waktu pemutaran selama 3 menit.

2.4. Karakterisasi

Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari material yang telah dipreparasi. Karakterisasi yang dilakukan terdiri dari:

• XRD untuk menentukan struktur, komposisi, dan ukuran kristal katalis dalam bentuk serbuk. XRD yang digunakan mempunyai spesifikasi XRD Philips Analytical X-Ray B.V dengan jenis diffraktor berupa PW1710 dan anode Cu.

• FTIR Mattson spectrometer tipe genesis series digunakan untuk menganalisa keadaan ikatan kimia antar molekul katalis dalam bentuk serbuk.

• UV-Vis DRS untuk mengukur band-gap katalis TiO2 yang terbentuk, dilakukan

dengan UV-Vis 2450 (UV Probe Shimadzu).

2.5. Pengukuran sudut kontak

Uji sudut kontak dilakunan dengan menggunakan contact angle meter untuk mengetahui sudut kontak antara support berlapis TiO2 dengan tetesan air. Sudut kontak yang akan diukur

adalah sudut yang terbentuk antara permukaan padatan dan garis tangensial jari-jari embun dari titik kontak dengan padatan.

2.6. Pengujian sifat anti kabut

Pengujian ini dilakukan dengan membuat kabut pada permukaan support yang telah dilapisi dengan TiO2 dan meletakkannya di atas kertas yang berisi tulisan. Selanjutnya dilakukan

pengamatan secara visual dan membandingkan antara hasil pembacaan tulisan pada kertas yang diatasnya terdapat support berlapis TiO2 dengan yang tidak berlapis TiO2. Jika tulisan

terlihat jelas pada support berlapis TiO2, maka dapat disimpulkan TiO2 dapat meningkatkan

sifat hidrofilik pada permukaan sehingga air yang melekat pada support tidak membentuk butiran (kabut) tetapi membentuk lapisan tipis yang transparan.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Karakterisasi XRD

Hasil karakterisasi XRD dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Pemanasan pada suhu 100oC baik pada kondisi vakum maupun non-vakum dapat menghasilkan TiO2 dengan kristal

(4)

difraksi (2θ) masing-masing sekitar 25o dan 27o. Ukuran kristal (anatase) yang dievaluasi

menggunakan persamaan Scherrer L = Kλ/(β.cosθ) (Su, 2004) dapat dilihat pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa pada berbagai kondisi pemanasan diperoleh ukuran kristal TiO2

lebih kecil dari 10 nm, dengan komposisi rutile antara 30-35 %.

Tabel 1. Hasil Karakterisasi XRD

Kondisi Pemanasan Ukuran

kristal, nm

Fraksi Rutile

Vakum 6,6 0,34

Non-vakum 9,8 0,31

Gambar 1. Grafik XRD untuk pemanasan vakum dan non-vakum

3.2. Karakterisasi FTIR

Karakterisasi FTIR seperti yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan pada variasi kondisi pemanasan 100oC, intensitas peak pada bilangan gelombang sekitar 1600 cm-1lebih besar saat kondisi non-vakum. Ini menunjukkan jika hanya dilihat dari segi ikatan H-O-H, pemanasan non-vakum akan memiliki sifat hidrofilisitas yang lebih baik. Akan tetapi dari jumlah pengotornya, terlihat bahwa pada kondisi non-vakum terdapat peak pada kisaran bilangan gelombang 1300 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus NO3 (Liu, 2000), sedangkan pada

kondisi vakum tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan pada kondisi vakum sebagian besar NO3 telah menjadi fasa uap.

3.3. Karakterisasi DRS

Hasil karakterisasi UV-Vis DRS dapat dilihat pada Gambar 3, yang menunjukkan bahwa panjang gelombang untuk pemanasan vakum dan non-vakum masing-masing sebesar 370 nm dan 362 nm yang ekivalen dengan energi band gap sebesar 3,35 eV dan 3,43 eV. Pada preparasi menggunakan pemanasan vakum, pemanasan pada suhu 100oC telah berhasil menghilangkan pengotor yang ada sehingga transformasi menjadi kristal TiO2 lebih baik. Hal

inilah yang diduga menjadi alasan mengapa pemanasan vakum menghasilkan TiO2dengan

nilai band gap yang lebih kecil. A

R

A : Anatase R : Rutile

(5)

Gambar 2. Hasil FTIR dengan variasi kondisi pemanasan 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 Panjang Gelombang (nm) F (R ) = (1 -R ) 2/2

R PEG 4X non vakum

PEG 4X vakum PEG 3X

Sampel lambda (nm) E (eV)

PEG 4X vakum 370 3.35

PEG 4X non vakum 362 3.43

PEG 3X 390 3.18 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 Panjang Gelombang (nm) F (R ) = (1 -R ) 2/2

R PEG 4X non vakum

PEG 4X vakum PEG 3X

Sampel lambda (nm) E (eV)

PEG 4X vakum 370 3.35

PEG 4X non vakum 362 3.43

PEG 3X 390 3.18

Gambar 3. Hasil karakterisasi UV-Vis DRS

3.4. Pengujian Sudut Kontak

3.4.1. Rekayasa permukaan plastik dengan UV-C

Gambar 4 adalah hasil uji sifat hidrofilik terhadap plastik yang dilakukan treatment dengan cara memaparkan lembaran plastik tersebut pada sinar UV-C. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa waktu yang efektif untuk treatment lembaran plastik tersebut adalah sekitar 3 jam. Sinar UV-C dengan energinya yang cukup tinggi diduga mampu memotong dan mengambil (abstract) hidrogen tersier pada permukaan plastik tersebut, sehingga menimbulkan radikal pada permukaan plastik. Lalu radikal ini akan berikatan dengan OH untuk membentuk permukaan yang polar. Umumnya film plastik yang telah dikenakan

(6)

treatment tersebut memiliki gugus fungsi-gugus fungsi polar seperti carbonyl, peroxy, alcohols, dan acids (Dorai, 2002).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu pengukuran (menit)

S u d u t K o nt ak 0 jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4.5 Jam 0 10 20 30 40 50 0 1 2 3 4 5

Waktu Pemaparan UVC

S u du t K o nt ak

Gambar 4. Treatment plastik dengan UV-C

3.4.2. Uji sifat hidrofilik sampel berlapis katalis

Sifat hidrofilik sampel dianalisis dengan melakukan uji sudut kontak, yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Gambar 5 menunjukkan bahwa cara pemanasan pada preparasi katalis dengan metode kristalisasi dingin mempunyai efek yang signifikan terhadap sifat hidrofilik katalis yang dihasilkan. Pemanasan vakum menghasilkan sifat hidrofilik yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan non-vakum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini dimungkinkan terkait dengan masih banyaknya pengotor yang tertinggal pada katalis yang dipanaskan secara non-vakum (hasil karakterisasi FTIR).

0 5 10 15 20 25 30 35 0 2 4 6 8 10

Waktu Pengukuran (m enit)

S u dut K ont ak Vakum Non Vakum

(7)

Gambar 6 menunjukkan bahwa jenis (berat molekul) PEG yang ditambahkan ternyata mempengaruhi sifat hidrofilik dari plastic yang dilapisi TiO2. Semakin besar berat molekul

PEG sifat hidrofiliknya semakin baik, karena waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sifat super-hidrofilik (sudut kontak < 5o) semakin cepat. Liu dkk (2000) menjelaskan bahwa PEG bisa dijadikan sebagai agen multifungsi untuk mempreparasi TiO2 tanpa tahapan kalsinasi

pada suhu tinggi. Hal ini bisa terjadi karena PEG bisa membentuk ikatan dengan TiO(NO3)2·H2O pada suhu rendah dan merupakan ikatan hidrogen. Dengan adanya ikatan ini,

maka jika dilakukan filtrasi lebih lanjut akan terjadi proses presipitasi dari Ti4+ dan akhirnya terkonversi menjadi TiO2. Dari penjelasan tersebut maka dapat diprediksi bahwa semakin

besar berat molekul PEG, maka ikatan yang terjadi antara TiO(NO3)2·H2O dengan PEG

berlangsung lebih intensif sehingga kristal TiO2 yang terbentuk lebih optimal. Disamping itu

semakin besar berat molekul PEG dimungkinkan akan menghasilkan gugus hidroksil pada TiO2 yang semakin banyak, sehingga lapisan TiO2 menjadi lebih hidrofilik.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 3 6 9 12 15 18

Waktu Pengukuran (m enit)

S u dut K o n ta k PEG 1000 PEG 2000 PEG 6000 Super-hydrophilic Super-hydrophilic

Gambar 6. Pengaruh jenis PEG pada TiO2 berpenyangga plastik

Akan tetapi pada preparasi fotokatalis film dengan pelapisan sol TiO2 pada support plastik,

diduga terjadi gangguan karena adanya disturbansi oleh radikal-radikal seperti karbonil (-C=O), peroksil (-C-O-O), dll terhadap ikatan H-O-H yang terbentuk antara TiO(NO3)2.H2O

dengan PEG. Radikal itu timbul karena proses pemaparan plastik terhadap sinar UV-C. Kestabilan struktur ikatan yang terbentuk antara TiO(NO3)2.H2O dengan PEG akan sangat

menentukan proses transformasi kristal TiO2 (Liu et al., 2000). Akibatnya sifat hidrofilisitas

plastik yang dilapisi dengan sol TiO2 (yang masih dalam bentuk TiO(NO3)2.H2O) tidak sebaik

plastik yang dilapisis serbuk TiO2 kristalin.

Telah diungkapkan bahwa metode pelapisan dari fotokatalis serbuk memberikan hidrofilisitas yang lebih baik. Akan tetapi salah satu permasalahan baru yang timbul adalah, plastik yang dilapisi tersebut tidak memberikan transparansi yang baik terutama pada konsentrasi yang cukup tinggi misalnya pada 0,1 M. Oleh sebab itu dilakukan variasi konsentrasi larutan yang dilapisi pada permukaan plastik baik untuk melihat sifat hidrofilik maupun transparansi dari plastik yang dihasilkan. Hasil pengukuran sudut kontak tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

(8)

0 10 20 30 40 50 60 0 2 4 6 8 10 12 Waktu (menit) θ(O) P25 0,1 M P25 0,0125 M PEG 2000 0,1 M* PEG 2000 0,0125 M

Gambar 7. Hasil uji sifat hidrofilik (kiri) dan transparansi (kanan) plastik berlapis TiO2 (serbuk) dari Degussa P25 dan TiCl4(PEG-2000)

Terdapat dua support yang menunjukkan tranparansi yang baik dengan nilai yang hampir mendekati plastik yang tidak dilapisi dengan TiO2. Kedua support tersebut adalah (a) support

yang dilapisi dengan sol TiO2 0,1 M, (b) support yang dilapisi dengan serbuk TiO2 dengan

konsentrasi 0,0125 M. Plastik yang dilapisi oleh serbuk TiO2 yang dipreparasi sendiri (dari

TiCl4) menghasilkan nilai transparansi yang lebih baik dibandingkan dengan TiO2 Degussa

P25. Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel serbuk yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan katalis komersial P25.

Kristal yang terbentuk pada preparasi serbuk TiO2 dari TiCl4 terbentuk dengan sempurna

karena tidak ada gangguan radikal. Oleh sebab itu, pelapisan katalis tersebut pada konsentrasi optimal 0,0125 M dengan pelarut etanol dapat menghasilkan plastik yang mempunyai sifat hidrofilik yang baik dan bersifat transparan.

3.5. Pengujian Sifat Swa-Bersih dan Anti Kabut

Uji self-cleaning dilakukan pada keramik berlapis TiO2 dengan menggunakan pengotor

lumpur (debu yang dilarutkan ke dalam air), yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5.28 dan Gambar 8. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa material berlapis katalis TiO2

menunjukkan sifat self-cleaning yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran sudut kontak yang menunjukkan bahwa material tersebut memiliki sifat hidrofilik yang baik, yang ditunjukkan oleh sudut kontak yang rendah.

Setelah disiram air Sebelum disiram air

( X: tanpa film TiO2,

: dilapisi film TiO2 )

Gambar 8. Hasil uji swa-bersih pada keramik dengan pengotor lumpur

0.898 0.516 0.827 0.661 0.887 0.888 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 Transmitansi 1 Sampel Transparansi P-25 0,1 M P-25 0,0125 M TiCl4 PEG 2000 0,1 M* TiCl4 PEG 2000 0,0125 M* TiCl4 PEG 2000

(9)

Pengujian anti fogging dilakukan dengan cara membuat steam pada permukaan plastik yang diletakkan di atas kertas bertulis, yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 9. Untuk plastik yang dilapisi dengan serbuk TiCl4 dengan konsentrasi 0,0125 M, sifat hidrofilik dan

transparansi yang ditunjukkan cukup bagus sehingga tulisan dapat terbaca dengan jelas.

Gambar 9. Pengujian sifat anti fogging pada plastik: (a) tanpa TiO2, (b) berlapis P25, (c) berlapis serbuk TiO2 (0,0125 M)

4. Kesimpulan

Plastik yang telah disinari UV-C menunjukkan perubahan kepolaran yang baik sehingga permukaan plastik menjadi memungkinkan untuk dilapisi sol TiO2. Waktu penyinaran yang

terbaik sekitar 3 jam, yang ditandai dengan sudut kontak akhir yang terkecil. Hasil XRD menunjukkan bahwa kristal anatase dan rutile dari TiO2 teridentifikasi, meski suhu

pemanasan hanya 100 oC. Hasil XRD dan UV-Vis DRS menunjukkan bahwa variasi kondisi

pemanasan vakum dapat mengubah ukuran kristal dan band gap. Diduga penambahan PEG dengan berat molekul yang lebih besar menyebabkan transformasi ke TiO2 kristalin lebih

baik, sehingga plastik lebih bersifat hidrofilik. Rekayasa plastik dengan sifat hidrofilik dan transparansi yang baik diperoleh dari pelapisan TiO2 serbuk dengan konsentrasi optimalnya

0,0125 M dalam pelarut etanol. Plastik dengan sifat superhidrofilik (sudut kontak < 5o) secara efektif dapat digunakan sebagai material anti kabut dan swa-bersih.

5. Ucapan Terimakasih

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DRPM-UI yang telah memberikan bantuan dana atas penelitian ini, melalui Proyek Penelitian RUUI 2007/2008.

6. Referensi

Dumitriu D. (2000). Photocatalytic Degradation of Phenol by TiO2 Thin Films Prepared by

Sputtering. Appl. Catal. B: Environ., 25, 83-92.

Bideau M., Claudel B., Dubien C., Faure L. and Kazouan H. (1995). On the immobilization of titanium dioxide in photocatalytic oxidation spent waters. J. Photochem. Photobiol. A: Chemistry, 91, 137-144.

Toyoda A., Zhang L., Kanki T. and Sano N. (2000). Degradation of Phenol in Aqueous Solution by TiO2 Photocatalyst Coated Rotating Drum Reactor. J. Chem. Eng. Japan, 33,

188-191.

Lee K., Lee N.H., Shin S.H., Lee H.G. and Kim S.J. (2006). Hydrothermal Synthesis and Photocatalytic Characterizations of Transition Metals Doped Nano TiO2 Sols. Mat. Sci. Eng.

B, Solid-state Mat. for Adv. Technol., 129(1-3), 109-115.

(10)

Yu J., Zhao X., Zhao Q. and Wang G. (2001). Preparation and characterization of super-hydrophilic porous TiO2 coating film. Mat. Chem. and Phys. , 68(1-3), 253-259.

Dorai R. and Kushner M. J. (2002). Atmospheric Pressure Plasma Processing. Urbana. http://uigelz.ece.uiuc.edu (7 April 2007).

Liu X., Yang J., Wang L., Yang X., Lu L. and Wang X. (2000). An Improvement on Sol-gel Method for Preparing Ultafine and Crystallized Titania Powder. Mat. Sci. Eng. A, Structural materials: properties, microstructure and processing, 289(1-2), 241-245.

Su C., Hong B-Y. and Tseng C.M.. (2004). Sol-gel Preparation and Photocatalysis of Titanium Dioxide. Catal. Today, 96, 119-126

Gambar

Tabel 1. Hasil Karakterisasi XRD  Kondisi Pemanasan  Ukuran
Gambar 2. Hasil FTIR dengan variasi kondisi pemanasan  0369 121518212427 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 Panjang Gelombang (nm)
Gambar 4. Treatment plastik dengan UV-C
Gambar 6 menunjukkan bahwa jenis (berat molekul) PEG yang ditambahkan ternyata  mempengaruhi sifat hidrofilik dari plastic yang dilapisi TiO 2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian retrospektif ini dilakukan dengan tujuan mengevaluasi gambaran umum kelainan sistemis dan laboratoris yang terjadi pada pasien reaksi tipe 2 (ENL) di

Jika mengutip dari website yang tidak diketahui nama penulisnya, judul lengkap website dapat ditulis dalam kalimat, atau 1 atau beberapa kata, dari judul awal website dalam

KOLEJ SASTERA DAN SAINS (UUM CAS) 1.0 PUSAT PENGAJIAN SAINS KUANTITATIF 1.1 Ijazah Sarjana Muda Sains dengan Kepujian (Sains Pemutusan) .... 30 1.3 Ijazah Sarjana Muda

Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan dapat di- identifi kasi kendala faktor pembatas yang diidentifi kasi pada kelas kesesuai an N (tidak sesuai) adalah lereng dan

Dari kelima aspek tersebut dapat disimpulkan sebagi berikut: Siswa setuju akan adanya bahan ajar keunggulan iklim di Indonesia yang dikembangkan untuk membantu

Berikut ini akan dipaparkan karakteristik responden secara umum berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, serta pendapatan rata-rata per bulan dalam

1. Penyedia barang/jasa memasukkan Dokumen Penawaran dalam jangka waktu dan sesuai persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan. Dokumen Penawaran yang disampaikan

Perusahaan yang kegiatan Perusahaan yang kegiatan pokok usahanya pokok usahanya membeli barang dan membeli barang dan kemudianmenjualny kemudianmenjualnyaa kembali