• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradoks Iklim Intelektual Universitas J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Paradoks Iklim Intelektual Universitas J"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Paradoks Iklim Intelektual Universitas Jember: Kritik Terhadap Iklim Intelektual Civitas Academica Univeristas Jember

Mungkin terlalu jauh memandang bahwa Universitas Jember dapat menjadi salah satu universitas yang membawa arah peradaban intelektual seperti Oxford dan University of Göttingen, serta dari dalam negeri ITB, UI dan UGM. Seperti yang dikutip oleh Budiman Sujadmiko dalam Anak-anak Revolusi Jilid 2, bahwa saat perang dunia ke-2, antara Inggris dan Jerman memiliki suatu kesepakatan dalam perang diantara kedua negara tersebut, yaitu tidak boleh mendekati dan memborbardir kedua wilayah yang terdapat Universitas didalamnya. Sedang di Indonesia, pergerakan intelektual muncul dari ITB dan UI serta UGM yang banyak dari sarjananya mengisi iklim intelektual di negeri ini.

Jember yang memiliki potensi dan memiliki lembaga pendidikan yang cukup tua – kurang lebih setengah abad – harusnya mampu menjadi pengemban ilmu bagi kesejahteraan masyarakat Jember pada khususnya dan Indonesia pada umumnya – dapat juga dalam skala internasional. Tapi, jauh dari pada itu dampak iklim intelektual di Jember masih tergolong minim. Secara sederhana dapat dilihat dari lingkungan disekitar universitas, hampir tidak ada toko buku dan aktivitas akademiki dalam ruang sivitas akademika yang kurang mewarnai dalam arah intelektual. Jika dipandang terlalu apriori pandangan ini, maka dengan jelas dapat dikatakan benar. Seperti yang didengungkan universitas, bahwa Jember telah menemukan beberapa alternatif makanan bagi masyarakatnya dan temuan teknologi transportasi dengan tenaga listrik dan lain sebagainya. Tentu itu diakui sebagai temuan yang besar, tapi jika dilihat lebih dalam lagi sebagai Civitas (Baca Sivitas) Akademika. Arti idiomatisnya, civitas berarti kelompok atau komunitas atau warga negara, dalam bahasa Inggris civitas berarti “a body of people constituting an organized community; city-state”. Dalam sejarah istilah civitas muncul dari Romawi kuno, diambil dari bahasa latin disaat kekuasaan Cicero, yang diartikan sebagai bagian tubuh dari masyarakat dari cives, atau warga negara yang bersatu berdasarkan hukum (concilium coetusque hominum jure sociati). Tapi Civitas bukan hanya diartikan sebagai bagian tubuh dari warga negara, sinonim civitas sendiri bearti ‘public entity’ jadi tidak dapat secara umum dipandang sebagai warga negara, lebih umum dipandang sebagai entitas kelompok pada suatu aktivitas tertentu. Jika disatukan secara generik dapat dipahami bahwa istilah civitas academica berarti setiap entitas dalam kelompok yang memiliki aktivitas akademik. Jika dipandang secara

pragmatis maka dipandang bahwa entitas tersebut terdiri dari pengajar, peserta didik, peneliti dan lain sebagainya – namun secara umum ketiga entitas itu. Kembali secara pragmatis maka

(2)

Pertanyaan lebih sederhana adalah, apakah Universitas Jember sudah menjadi pembawa peradaban intelektual yang membedakanya dengan universitas lain? Tentu jika dipandang dari sudut apriori1 yang membedakan adalah iklim dinamis-intelektualitas entitas akademika. Seperti

UGM yang menjadi citra besar bagi kota pendidikan yaitu Daerah Istimewa (DI) Jogjakarta, Oxford – dari luar negeri – yang menjadi pembawa ilmu pengetahuan di Eropa pra, saat dan pasca Perang Dunia II. Perjuangan Racial di Amerika, antara Kulit Hitam dengan Putih, dalam film The Great Debaters, saat kulit hitam berusaha memperjuangkan hak pendidikanya melalui kesetaraan dalam pendidikan muncul dari penggambaran civitas academica Wiley College – film itu adalah Based on the true story. Semuai itu muncul dari ‘kondisi’ atau keadaan yang mengitari kehidupan masyarakat termasuk dalam lingkungan civitas academica.

Peradaban jika dikaji lebih jauh lagi dapat muncul dari beberapa aspek, dalam tulisan ini akan mengabil pendapat Ibnu Khaldun, bahwa peradaban muncul dari seorang kedalam masyarakat tersebut dan/atau muncul dari kelompok terhadap perubahan sosial. Sedang intelektual – meskipun masih terdapat kontradiksi didalamnya – istilah ini muncul dari Drefusiyan hingga Gramsci dan sampai muncul di Indonesia melalui Kyai Haji Agus Salim, Moh. Hatta, Syahrir dan lain sebagainya yang merujuk pada aktivitas seorang atau kelompok dalam ilmu

pengetahuan dengan tujuan mensejakterakan masyarakatnya.

Hingga hari ini peradaban intelektual, dalam skala kecil, dalam aktivitas intelektual entitas akademika tidak terlihat secara nyata. Seakan suara-suara MH Ainun Najib dalam kunjunganya di Universitas Jember memberikan sentilan yang cukup fulgar, bahwa Universitas Jember sudah cukup lama berdiri dan mampu menunjukan perkembanganya tapi permasalahan yang masih umum adalah politiknya yang cukup elit. Sudah menjadi kesadaran setiap entitas akademika – kembali apriori – secara tendensius menghembuskan nafas yang pargmatis bahwa semua demi konsekuensi yang praktis, nilai, materi dan lain sebagainya.

Sebagai penutup, kutipan dari Margaret Thatcher, “Watch your thoughts, for they become words. Watch your words, for they become actions. Watch your actions, for they become habits. Watch your habits, for they become your character. And watch your character, for it becomes your destiny. What we think, we become”. Kebudayaan muncul dari setiap entitas yang memikirkan sesuatu, muncul dari kesadaran akan apa yang ‘mestinya’ dipikirkan, maka jadilah suatu tatanan peradaban itu dalam nilai-nilai dinamis-dealektis yaitu peradaban intelektual. Sesuai pendapat Gie, bahwa tugas seorang sarjana adalah berpikir dan bertindak demi keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya. Tugas civitas academica adalah activities oriented untuk menjadi camp bagi para

(3)

civitas academica2, hingga lahir para sarjana yang sujana. Maka sebagai Ibu Kesayangan3,

Universitas Jember menjadi Rahim yang membentuk entitas akademikanya dalam bentuk yang sesuai dengan peradaban intelektualnya. Paradoks yang muncul adalah, jika peradabannya buruk maka yang lahir adalah keburukan, dan sebaliknya. Tentu makan intelektual telah berkembang menjadi term yang positif, jadi diharapkan yang lahir dari rahim Universitas Jember baik pula.

2 Istilah campus muncul dari perpaduan dua kata yaitu ‘camp’ dan ‘us’, hingga menjadi ‘campus’

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Pemohon mendalilkan, konsekuensi dari berlakunya Pasal 176 ayat (1), (2) dan (3) UU 10/2016 yang mengatur mekanisme pengisian jabatan apabila Gubernur, Bupati, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar matematika materi skala dapat diupayakan melalui model (STAD) siswa kelas 5 SD Kristen 04 Eben Haezer Salatiga

japonicum dengan pupuk organik memberikan hasil tidak nyata terhadap bobot kering biji per tanaman karena adanya pengaruh faktor lingkungan seperti suhu,

Hasil identifikasi bakteri asam laktat menunjukkan asinan rebung bambu ampel yang difermentasi selama 4 hari menghasilkan 22 isolat bakteri asam laktat dan sesuai

Hal tersebut dapat terjadi diduga selama penelitian ini proses kultivasi mikroalga faktor lingkungan seperti cahaya, salinitas, dan suhu dipertahankan kondisinya pada keadaan

untuk tidak ikut memperkeruh suasana terutama menjelang pemilihan presiden danuntuk tetap menjauhi ujaran kebencian dikomunikasikan tidak hanya melalui pertemuan

PERCEPATAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT MISKIN/PEDESAAN (PMP) PTAI SWASTA PENGEMBANGAN SOSIAL KEMASYARAKATAN (PSK) PTAI NEGERI. PERCEPATAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT MISKIN/PEDESAAN (PMP)

Hasil penelitian ini mengungkapkan beberapa temuan yaitu: (1) Strategi yang diterapkan kepala madrasah MTs Negeri 2 Rantauprapat sudah cukup baik, (2) Bentuk strategi