• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMA PERTUMBUHAN DAN SEXUAL DIMORPHISM PADA IKAN LELE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERFORMA PERTUMBUHAN DAN SEXUAL DIMORPHISM PADA IKAN LELE"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA PERTUMBUHAN DAN SEXUAL DIMORPHISM PADA IKAN

LELE

Ade Sunarma1,∗, Odang Carman2, dan Ratu Siti Aliah3 1Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

Jalan Selabintana 37 Sukabumi

2Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

3

Pusat Teknologi Produksi Pertanian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ∗

e-Mail: juraganindoor@yahoo.co.id; Tel: (0266) 225211 Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) merupakan ikan introduksi yang dimanfaatkan untuk kegiatan akuakultur di Indone-sia. Sejak pertama kali introduksi, tahun 1985, setidaknya telah terdapat lima populasi ikan lele, merujuk pada negara asal atau negara tempat berkembang budidaya sebelumnya, yaitu: populasi lele Sangkuriang, populasi lele Mesir, populasi lele Kenya, populasi lele Belanda dan populasi lele Thailand. Perbedaan performa pertumbuhan yang diakibatkan perbedaan populasi ikan yang digunakan pada kegiatan akuakultur lazim terjadi. Selain itu, perbedaan pertumbuhan juga dapat terjadi akibat adanya perbedaan gender (sexual dimorphism). Perbedaan tersebut dapat mendorong terjadinya variasi ukuran ikan yang dipelihara yang berakibat penurunan harga jual ikan, terutama pada ikan lele. Namun demikian, sejauh ini, belum ditemukan adanya laporan baik mengenai perbedaan pertumbuhan antara kelima populasi yang ada maupun akibat perbedaan gender pada ikan lele. Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan antar populasi ikan lele dan sexual dimorphism ikan lele pada tahap pembesaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi lele Belanda lebih cepat diban-dingkan dengan populasi lainnya secara signifikan dengan koefisien variasi yang paling rendah. Bobot akhir paling tinggi mencapai 142.02 ± 47.81 gram/ekor pada populasi lele Belanda sedangkan paling rendah 76.39 ± 35.69 gram/ekor pada pop-ulasi lele Mesir. Pertumbuhan ikan lele dipengaruhi baik oleh poppop-ulasi maupun gender namun tidak terdapat interaksi pada kedua parameter tersebut. Ikan lele jantan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan lele betina. Perbedaan pertumbuhan lele jantan dibandingkan lele betina paling tinggi mencapai 25.55% pada populasi lele Belanda sedangkan paling rendah 4.22% pada populasi lele Mesir.

Kata Kunci: Pertumbuhan, sexual dimorphism, ikan lele.

I.

PENDAHULUAN

Ikan lele memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan produksi perikanan budidaya. Pada rentang tahun 2007 - 2011, peningkatan rata-rata produksi lele hampir mencapai 40% per tahun dan pada tahun 2011 produksinya mencapai 340 ribu ton.[1] Seba-gian besar produksi lele tersebut adalah berbasis rumah tangga, yang dicirikan dengan ukuran wadah yang di-gunakan relatif kecil tapi kepadatan penebaran yang re-latif tinggi, menggunakan sumberdaya lahan dan air yang marjinal, menyebar di berbagai daerah dan modal yang terbatas. Dengan berbagai keunggulan kompara-tif tersebut, usaha budidaya lele masih menghadapi be-berapa kendala, diantaranya benih yang digunakan dan pakan. Akibat dari penggunaan benih yang berkuali-tas buruk adalah adanya keterlambatan waktu panen

karena benih susah tumbuh dan adanya variasi ukuran pada saat pemanenan hasil. Waktu pemeliharaan yang panjang berakibat pada semakin tingginya biaya opera-sional yang dikeluarkan sedangkan variasi ukuran ikan berakibat pada penurunan harga jual. Sebagai contoh dari variasi ukuran adalah bila di suatu daerah dike-hendaki ukuran konsumsi 8 - 10 ekor/kg, maka uku-ran yang lebih besar, misalnya 6 - 8 ekor/kg, akan di-hargai 10 - 15% lebih murah dari harga normal. Pada sisi lain, adanya variasi ukuran merupakan hal alamiah yang dapat terjadi pada berbagai jenis ikan yang dipeli-hara, diantaranya akibat adanya perbedaan tingkat per-tumbuhan yang dipengaruhi oleh gender (sexual di-morphism). Perbedaan pertumbuhan tersebut berkai-tan dengan perkembangan gonad[2]dan kompetesi

(2)

yang lebih cepat dibandingkan ikan jantan ditemukan pada ikan mas, Cyprinus carpio[4] dan ikan rainbow

trout, Oncorhynchus mykiss[5]sedangkan fenomena

se-baliknya, yaitu jantan lebih cepat tumbuh ditemukan pada ikan nila Oreochromis niloticus[6, 7]dan ikan

chan-nel catfish, Ictalurus puntatus.[8]Sejauh ini, belum

dite-mukan adanya publikasi mengenai perbedaan pertum-buhan antar populasi dan pertumpertum-buhan yang dipenga-ruhi oleh gender pada ikan lele.

II.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan pene-rapan teknik selective breeding pada ikan lele. Ikan yang digunakan merupakan ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) yang telah diintroduksi dan dibudidayakan di Indonesia. Induk yang digunakan untuk mem-produksi benih ikan terdiri atas lima populasi, yaitu: 1) Populasi lele Sangkuriang (AS) yang telah dilepas pada tahun 2004 sebagai hasil perbaikan mutu genetik melalui silang-balik dari lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia melalui Taiwan pada tahun 1985,[9]2)

Pop-ulasi lele Mesir (AM) yang diintroduksi pada tahun 2007, 3) Populasi lele Kenya (AK) yang diintroduksi pada tahun 2011, 4) Populasi lele Belanda (AB) meru-pakan lele Afrika yang sudah dibudidayakan di Be-landa dan diintroduksi pada tahun 2011 dan 5) Popu-lasi lele Thailand (AT) merupakan lele Afrika yang di-introduksi pada tahun 2003. Pemijahan induk dilaku-kan secara buatan pada waktu yang bersamaan. Cairan sperma dari empat induk jantan dan telur dari em-pat induk betina dicampurkan dalam satu wadah un-tuk setiap populasi. Penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan yang dipasang dalam bak fiberglass. Pemeliharaan benih dilakukan dalam wadah akuar-ium selama delapan minggu. Sortasi benih dilaku-kan dalam dua tahap, yaitu setelah pemeliharaan dua minggu dan lima minggu. Hanya benih yang berada pada kisaran rata-rata populasi yang dipelihara lebih lanjut. Benih umur 60 hari dipilih secara acak se-banyak 300 ekor/populasi yang dibagi ke dalam tiga wadah pemeliharaan sebagai ulangan. Tahap pembe-saran dilakukan dalam hapa ukuran 1,0 x 1,5 m yang dipasang di dalam kolam dengan kedalaman air 0,8 m. Pemeliharaan ikan pada tahap pembesaran dila-kukan selama delapan minggu. Pada akhir periode pemeliharaan, ikan dipisahkan berdasarkan jenis ke-lamin dan dihitung untuk menentukan tingkat kelang-sungan hidup. Karena tidak semua ikan sudah menun-jukkan ciri kelamin yang jelas, hanya ikan yang sudah dapat dibedakan jantan dan betina yang ditimbang un-tuk menghitung pertumbuhannya. Data proporsi jan-tan dan betina dihitung dari setiap populasi total se-dangkan data kelangsungan hidup dihitung dari rata-rata populasi dan keduanya dianalisis dengan meng-gunakan uji-t. Data pertumbuhan dianalisis dengan

pendekatan model campuran untuk menghitung sig-nifikansi antara populasi, jenis kelamin dan interaksi keduanya. Analisis data pertumbuhan menggunakan software QTModel[10].

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proporsi kelamin jantan dan betina pada semua pop-ulasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (GAMBAR1). Pada populasi lele Sangkuriang, betina lebih banyak dibanding jantan sedangkan pada pop-ulasi lele Mesir, Kenya, Belanda dan Thailand seba-liknya. Lele Afrika memiliki sistem determinasi ke-lamin XX jantan dan XY betina[11, 12]sehingga

turunan-nya akan memiliki proporsi kelamin 50% jantan dan 50% betina. Hal yang sama juga ditunjukkan pada ikan lain, misalnya ikan lele saluran, Ictalurus punctatus[8]

dan ikan nila, Oreochromis niloticus.[7, 13] Adanya

va-riasi proporsi jantan dan betina pada penelitian ini dipe-ngaruhi oleh umur ikan (sekitar 16 minggu) yang baru memasuki masa pubertas sehingga ciri kelamin sekun-dernya masih sulit ditentukan. Pada umur demikian, fase pubertas ikan lele baru memasuki tahap pemben-tukan spermatid sedangkan pada umur yang lebih tua, yaitu 22-24 minggu, sudah memasuki tahap pemben-tukan spermatozoa.[14]

Pertumbuhan populasi lele Belanda berbeda nyata dibandingkan dengan populasi lainnya dengan keser-agaman ukuran yang lebih tinggi (TABEL1 sedangkan tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antar populasi (GAMBAR2. Pertumbuhan antar populasi lele Sangkuriang, Mesir, Kenya dan Thailand tidak berbeda nyata namun pada keseragaman ukuran populasi lele Sangkuriang masih lebih rendah sedangkan populasi lele Thailand memiliki ukuran yang paling bervariasi.

Populasi lele Belanda sudah diintroduksi dari Afrika sejak tahun 1970-an dan sudah mengalami seleksi un-tuk karakter pertumbuhan[15] sehingga memiliki

per-forma yang lebih tinggi dibandingkan dengan

(3)

TABEL1: Bobot tubuh ikan lele

Populasi Bobot akhir (g/ekor) CV (%)

AS 89.24±32.91b 36.8

AM 76.39±35.69b 46.7

AK 79.50±30.36b 38.1

AB 142.02±47.81 33.6

AT 92.31±47.03b 50.9

lasi lainnya. Populasi lele Sangkuriang juga sudah mengalami perbaikan mutu genetik terutama untuk pertumbuhan dan keseragaman ukuran sejak Tahun 2000 namun proses tersebut masih relatif singkat di-bandingkan dengan populasi lele Belanda. Populasi lele Mesir dan lele Thailand tidak diketahui asal-usul budidayanya. Meskipun populasi lele Mesir yang di-introduksi ke Indonesia berasal dari hasil budidaya di lembaga pemerintah, namun nampaknya kegiatan bu-didaya lele di Mesir masih relatif terbatas karena pro-duksi lele lebih banyak berasal dari kegiatan penangka-pan di Sungai Nil.[16] Demikian juga dengan lele

Thai-land, meskipun produksi budidaya sudah ada namun belum ditemukan adanya publikasi mengenai program pemuliaan ikan lele yang kontinyu bahkan sudah dila-porkan adanya penurunan mutu genetik.[17] Sementara

itu, populasi lele Kenya merupakan tipe-liar yang ber-asal dari hasil penangkapan di daerah Sagana, Kenya, sehingga dapat dipastikan populasi tersebut belum mengalami proses domestikasi budidaya dan seleksi. Koefisien variasi yang diperoleh pada penelitian ini ber-kisar antara 33-50%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien variasi pada lele Afrika di Mesir, yaitu 28%.[18] Koefisien variasi yang lebar juga ditemukan

pada ikan lain, misalnya pada ikan mas, dari 22%[4]

hingga 39-74%[19] dan ikan nila 49-95%.[13] Perbedaan

tersebut dapat dipengaruhi oleh umur ikan dan sistem

GAMBAR2: Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele

pemeliharaan yang digunakan, seperti yang ditemukan pada ikan mas.[20]

Meskipun terdapat perbedaan yang nyata pada per-tumbuhan baik antara jantan dan betina maupun antar populasi ikan lele namun tidak terdapat interaksi yang nyata antara gender dan populasi (GAMBAR3). Dengan kata lain, ikan jantan tumbuh lebih cepat dibanding-kan betina dan tidak bergantung pada jenis populasi ikannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ter-dapat perbedaan pertumbuhan antara lele betina de-ngan lele jantan dari yang terendah 4.22% pada popu-lasi lele Mesir sampai yang tertinggi 25.55% pada pop-ulasi lele Belanda. Pada ukuran yang lebih besar, 200 - 300 gram/ekor, jantan lebih berat sekitar 12 - 20% di-bandingkan betina (data dari BBPBAT Sukabumi, tidak dipublikasikan). Fenomena yang sama juga ditemukan pada beberapa ikan kultur lainnya, misalnya ikan nila jantan lebih cepat tumbuh sekitar 16% dibandingkan betina[6] bahkan sampai 59%,[7] pada ikan lele saluran

jantan lebih besar 11-15%[8] dan pada ikan mas betina

lebih besar 8%.[4] Secara keseluruhan, hasil penelitian

ini dapat menjadi dasar perlunya proses seleksi pada karakter pertumbuhan ikan sehingga diharapkan ke-seragaman ukuran atau koefisien variasi yang rendah pada proses pembesaran ikan dapat diperoleh. De-ngan ketersediaan populasi lele Belanda yang pakan hasil seleksi dan populasi lele Kenya yang meru-pakan tipe liar (wild type), dapat menjadi bahan untuk membuat populasi dasar sintetik yang dilanjutkan de-ngan proses seleksi. Selain itu, budidaya dede-ngan meng-gunakan tunggal-kelamin jantan juga perlu dilakukan.

GAMBAR 3: Diskrimisasi Pertumbuhan antar Gender pada

(4)

IV.

KESIMPULAN

Pertumbuhan ikan lele pada tahap pembesaran me-nunjukkan perbedaan yang nyata baik antar populasi maupun gender yang berbeda namun tidak ada inter-aksi diantara kedua parameter tersebut. Populasi lele Belanda memiliki pertumbuhan yang paling tinggi se-dangkan populasi lele Mesir paling rendah. Ikan lele jantan menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat di-bandingkan lele betina.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan, (2011), Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2011, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, 100 halaman.

[2] Bhatta, S., Iwai, T., Miura, C., .Higuchi, M., Sonoko Shimizu-Yamaguchi, S., Fukada, H., Miura, T., (2012), Gonads Directly Regu-late Growth in Teleosts, PNAS Early Edition www.pnas.org/content/early/2012/06/20/ 1118704109.full.pdf

[3] Dunham, R.A., (2004), Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic Approaches, Cabi Publish-ing, 372 halaman.

[4] Kocour, M., Mauger, S., Rodina, M., Gela, D., Lin-hart, O., Vandeputte, M., (2007), Heritability Esti-mates for Processing and Quality Traits in Com-mon Carp (Cyprinus Carpio L.) Using A Molecular Pedigree, Aquaculture, 270:43-50

[5] Kause, A., Ritola, O., Paananen, T., Mantysaari, E., Eskelinen, U., (2003), Selection Against Early Maturity in Large Rainbow Trout Oncorhynchus mykiss: The Quantitative Genetics of Sexual Di-morphism and genotype-by-Environment Interac-tions, Aquaculture, 228:5368.

[6] Ponzoni, R.W., Hamzah, A., Tan, S., Kamaruzza-man, N., (2005), Genetic Parameters and Response to Selection for Live Weight in The GIFT Strain of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus), Aquaculture, 247:203-210.

[7] Lozano, C., Gjerde, B., Bentsen, H.B., Dionisio, E.E., Rye, M., (2011), Estimates of Strain Additive Genetic, Heterosis and Reciprocal Effects for Male Proportion in Nile Tilapia, Oreochromis niloticus L., Aquaculture 312:32-42.

[8] Davis, K.B., (2011), Producing Monosex Male Pop-ulations for Catfish Culture, Aquaculture America 2011, Producing Monosex Male Populations for Catfish Culture, Aquaculture America 2011, https://www.was.org/WasMeetings/meetings/ ShowAbstract.aspx?Id=21210.

[9] Sunarma, A., Nurhidayat, M.A., Maskur, (2005), Genetic Improvement of African Catfish Clarias gariepinus Using Backcross Strategy in Indonesia. Makalah dipresentasikan pada World Aquaculture

2005?, World Aquaculture Society Meeting, Bali. 09-13 Mei 2005.

[10] Yang, J., Cheng, J., Zou, Y., Xia, Z., Zhu, J., (2007), QTModel User Manual: Software for Quantitative Trait and Statistical Analysis of Experimental Data, Zhejiang University, China, 15 halaman.

[11] Galbusera, P., Volckaert, F.A.M., Ollevier, F., (2000), Gynogenesis in The African Catfish Clarias gariepinus (Burchell, 1822): III. Induction of En-domitosis and The Presence of Residual Genetic Variation, Aquaculture 185: 2542

[12] Kovacs, B., Egedi, S., Bartfai, R., Orban, L., (2001), Male-specific DNA markers from African catfish (Clarias gariepinus), Genetica, 110:267276.

[13] Rezk, M.A., Ponzoni, R.W., Khaw, H.L., Kamel, E., Dawood, T., John, G., (2009), Selective Breeding for Increased Body Weight in a Synthetic Breed of Egyptian Nile Tilapia, Oreochromis niloticus: Re-sponse to Selection and Genetic Parameters, Aqua-culture, 293:187194.

[14] Schultz, R.W., Goost, H.J.Th., (1999), Puberty in Male Fish: Concepts and Recent Developments with Special Reference to The African Catfish (Clarias gariepinus), Aquaculture, 177:5-12. [15] Anene, N.S., Tianxiang, G., (2007), Is the Dutch

Do-mesticated Strain of Clarias gariepinus (Burchell, 1822) a Hybrid?, African Journal of Biotechnology, 6:1072-1076.

[16] El-Naggar, G., (2008), The African Catfish Clar-ias gariepinus: A Perspective on its Role and Po-tential in Egyptian Aquaculture, Dalam Ponzoni, R.W., Nguyen, N.H., Proceedings of a Workshop on the Development of a Genetic Improvement Program for African Catfish Clarias gariepinus, Accra, Ghana, 5-9 November 2007, The Worldfish Center, halaman 15-22.

[17] Wachirachaikarn, A., Rungsin, W., Srisapoome, P., Na-nakorn, U., (2009), Crossing of African Catfish, Clarias gariepinus (Burchell, 1822), Strains Based on Strain Selection using Genetic Diversity Data, Aquaculture, 290:53-60.

[18] Rezk, M.A., (2008), Genetic Improvement of Clar-ias gariepinus at The Worldfish Center, Abbassa, Egypt, Dalam Ponzoni, R.W., Nguyen, N.H., Pro-ceedings of a Workshop on the Development of a Genetic Improvement Program for African Catfish Clarias gariepinus, Accra, Ghana, 5-9 November 2007, The Worldfish Center, halaman 96-103. [19] Ninh, N.H., Ponzoni, R.W., Nguyen, N.H.,

Wool-liams, J.A., Taggart, J.B., McAndrew, B.J., Penman, D.J., (2011), A Comparison of Communal and Sep-arate Rearing of Families in Selective Breeding of Common Carp (Cyprinus carpio): Estimation of Genetic Parameters, Aquaculture, 322-323:39-46. [20] Wang, C., Li, W., Xiang, S., Wang, J., Liu, Z., Pang,

(5)

Z., Duan, J., Xu, Z., (2006), Genetic parameter es-timates for growth-related traits in Oujiang color common carp (Cyprinus carpio var. color), Aqua-culture, 259:103-107.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan pada pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.. Pengaturan frekuensi

Pemberian rekombinan hormon pertumbuhan melalui metode perendaman pada ikan lele sangkuriang dengan lama waktu 30 menit dapat meningkatkan pertumbuhan bobot

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa subtitusi parsial tepung ikan dengan tepung tulang untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang yang terbaik yaitu pakan

Mengingat perlu adanya sebuah informasi tentang padat penebaran yang baik untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang tersebut, maka Penulis tertarik untuk

Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian dilakukan pengamatan mengenai pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih lele sangkuriang (Clarias gariepinus) yang

Pemberian enzim bromelin dengan dosis berbeda berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian , efisiensi pakan, dan sintasan ikan lele dimana laju pertumbuhan

Hasil analisa laju pertumbuhan ikan lele (Clarias sp.) hasil silangan Sangkuriang, Masamo dan Phyton menunjukkan bahwa semua perlakuan pada awal pemeliharaan memiliki

Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian dilakukan pengamatan mengenai pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih lele sangkuriang ( Clarias gariepinus ) yang