• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sampah dan Jenis Sampah

Sampah selalu menimbulkan masalah baik secara sosial ekonomi maupun lingkungan. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, melalui proses pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya. Sampah ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran air dan udara. Apriadji (1998), mendefinisikan sampah sebagai zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik sebagai sisa proses industri. Menurut Syahrul dan Ollich (1985) sampah diartikan sebagai benda buangan yang berasal dari masyarakat dan dari alam sendiri yang tidak berfungsi lagi. Sementara itu menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007) sampah merupakan limbah yang bersifat padat, terdiri atas zat atau bahan organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat lagi dan harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan. Slamet (1996) menambahkan sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Ciri-ciri dari sampah menurut Hadiwiyoto (1983) adalah (1) merupakan bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah tidak diambil bagian utamanya, (2) merupakan bahan yang sudah tidak ada harganya, (3) bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan.

Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia memproduksi sejumlah sampah dalam bentuk padatan dengan volume antara 3 – 5 liter atau sekitar 1 – 3 kg sampah perhari, baik sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan) maupun sampah anorganik (kertas, plastik, kaca, logam, dan lain sebagainya). Rasio bahan organik dengan bahan anorganik sampah adalah antara 1 : 3. Jumlah tersebut tidak termasuk cairan (urin dan cairan sanitasi) yang dapat mencapai 50 – 350 liter per hari (Kastaman dan Kramadibrata, 2007).

(2)

Sampah dapat digolongkan kedalam beberapa kategori. Menurut jenis bahannya, sampah dapat dibagi menjadi: sampah organik seperti daun dan sisa tanaman lainnya, bangkai hewan, sampah kertas serta kayu dan sampah anorganik seperti sampah plastik, kaca dan kelompok logam (Soekarman, 1983). Sampah organik seperti dedaunan dan bangkai binatang pada umumnya mudah dihancurkan dan dibusukkan oleh mikroorganisme di dalam tanah, sedangkan sampah anorganik seperti plastik, logam (termasuk kaleng) dan kaca tidak mudah hancur sehingga dapat menurunkan kualitas tanah4. Berdasarkan bentuknya, sampah dibagi menjadi tiga macam : (1) sampah berbentuk padatan, seperti daun, kertas, karton, kaleng, dan plastik; (2) sampah berbentuk cairan, seperti bekas air pencuci, bahan cairan yang tumpah; (3) sampah berbentuk gas, seperti karbondioksida, ammonia dan gas-gas lainnya (Hadiwiyoto, 1983).

Berdasarkan cara pengelolaan dan pemanfaatannya, jenis sampah menurut data Dinas Pekerjaan Umum (1996) dapat dibagi menjadi tiga jenis : (1) sampah basah, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah seperti sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dedaunan, dan lain sebagainya; (2) sampah kering, yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk seperti kaleng, logam, kertas, kaca, kayu, botol, kain bekas, dan lain sebagainya; (3) sampah lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah berterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan mata seperti debu dan abu. Apriadji (1998) menggolongkan sampah ke dalam empat kelompok, yaitu meliputi: (1) Human Excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (feces) dan air kencing (urine); (2) Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga; (3)

Refuse, merupakan bahan sisa proses produksi atau hasil sampingan kegiatan

rumah tangga; (4) Industrial Waste, merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri. Sementara itu, menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007) sampah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain : (1) kegiatan rumah

4

http://hend-learning.blogspot.com/2009/03/pencemaran-lingkungan_22.html. diakses tanggal 16 April 2009

(3)

tangga seperti buangan dari dapur, taman, alat-alat rumah tangga, dan lain sebagainya; (2) daerah komersial seperti pertokoan, restoran, pasar, perkantoran, hotel, dan lainnya; (3) institusi seperti sekolahan, rumah sakit, dan pusat pemerintahan; (4) sisa-sisa konstruksi bangunan seperti sisa-sisa pembangunan bangunan, perbaikan jalan, pembongkaran jalan, jembatan, dan lainnya; (5) fasilitas umum seperti taman umum, pantai, tempat rekreasi, dan lainnya; (6) sampah dari industri atau pabrik; dan (7) sampah dari sisa-sisa pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan lagi.

2.2. Dampak Sampah bagi Lingkungan

Sampah secara umum dapat menimbulkan pencemaran baik udara, air maupun tanah. Pencemaran pada tanah terutama adalah pencemaran terhadap air permukaan dan air dalam tanah yang sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Disamping itu, pencemaran bahan kimia dapat menimbulkan kerusakan tanah sehingga mempengaruhi kegunaan sumber daya tersebut (Miner dkk, 2000). Menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007) sejak era tahun 70-an, sampah telah menjadi masalah yang serius seiring dengan bertambahnya jumlah sampah secara signifikan sesuai dengan pertambahan penduduk dan perubahan gaya hidup terutama di perkotaan. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel. et. al., 1985).

Hasil penelitian sampah yang dilakukan oleh Widiatmaka dkk (2004) di Propinsi DKI menunjukkan permasalahan sampah di Propinsi DKI Jakarta merupakan akibat dari berbagai faktor diantaranya adalah besarnya volume sampah, baik sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga maupun industri, dan sulitnya mencari lokasi TPA sampah. Menurut Hadiwiyoto (1983), beberapa gangguan keseimbangan lingkungan, kesehatan, keamanan, dan pencemaran yang ditimbulkan sampah adalah sebagai berikut : (a) sampah dapat menimbulkan

(4)

pencemaran berupa udara yang kotor karena mengandung gas-gas yang terjadi dari perombakan sampah dan bau yang tidak sedap, (b) sampah bertumpuk-tumpuk dapat menimbulkan kondisi physicochemis yang tidak sesuai dengan lingkungan yang normal seperti kenaikan suhu dan perubahan pH menjadi terlalu asam atau terlalu basa, (c) kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah, (d) gas-gas yang dihasilkan selama degradasi sampah dapat membahayakan kesehatan dan bahkan kadang-kadang beracun serta dapat mematikan, (e) sampah dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, (f) secara estetika, sampah tidak dapat digolongkan sebagai pemandangan yang nyaman untuk dinikmati.

Tanah merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan makhluk hidup lainnya termasuk manusia. Kualitas tanah dapat berkurang karena proses erosi oleh air yang mengalir sehingga kesuburannya akan berkurang. Selain itu, menurunnya kualitas tanah juga dapat disebabkan limbah padat atau sampah yang mencemari tanah5.

Timbunan sampah yang berasal dari limbah domestik dapat mengganggu atau mencemari karena lindi (air sampah), bau dan estetika. Timbunan sampah juga menutupi permukaan tanah sehingga tanah tidak bisa dimanfaatkan. Adanya zat mercury, chrom dan arsen pada timbunan sampah bisa timbulkan pencemaran tanah atau gangguan terhadap biota tanah, tumbuhan, merusak struktur permukaan dan tekstur tanah. Limbah lainnya adalah oksida logam, baik yang terlarut maupun tidak terlarut yang dapat menjadi racun di permukaan tanah6.

2.3. Teknologi dan Alternatif Solusi Pengelolaan Sampah Lainnya

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan (Wikipedia Indonesia, 2009). Model pengelolaan sampah padat di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah

5

http://hend-learning.blogspot.com/2009/03/pencemaran-lingkungan_22.html. diakses tanggal 16 April 2009

6

(5)

dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman di bawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umum dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang kedua lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate) dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Aplikasinya ada yang terbatas pada tumpukan saja atau tumpukan yang dilengkapi saluran air buangan, jarang yang membangun unit pengolah air buangan. Meskipun demikian, ada suatu daerah yang mengelolanya dengan kreatif (Sudradjat, 2007). Pada umumnya proses pengelolaan sampah di perkotaan terdiri atas beberapa tahapan proses, antara lain: (1) pewadahan di tempat timbulan, (2) pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke tempat pemindahan (tempat pembuangan sementara), (3) pemindahan dari wadahnya di alat pengangkut, (4) pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan, (5) pengolahan sampah untuk dimanfaatkan, dan (6) pembuangan akhir (Kastaman dan Kramadibrata, 2007).

Departemen Kehutanan (2007) juga mengemukakan bahwa terdapat berbagai cara dalam mengelola sampah, yakni dengan :

a. Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya. Pada tahap ini dilakukan pemilahan sampah dan pembuatan tempat sampah khusus organik dan anorganik.

b. Pemanfaatan kembali, yaitu: (1) pemanfaatan sampah organik, seperti

composting (pengomposan). Sampah yang mudah membusuk dapat diubah

menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata. (2) pemanfaatan sampah anorganik, dengan cara dijual

(6)

langsung seperti botol plastik atau diolah terlebih dahulu menjadi kerajinan seperti ukiran kayu.

c. Tempat pembuangan sampah akhir

Solusi serupa dikemukakan oleh Krisnandar (2007), yakni diperlukan penyelesaian masalah yang dilakukan secara sistematik dan terintegrasi dalam menangani masalah sampah di Indonesia, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dalam hal ini kita tidak hanya berpangku tangan pada pemerintah. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:

1. Mengurangi timbunan sampah dengan konsep 3 R (reduce/mengurangi jumlah sampah, reuse/menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan, recycle/mendaur ulang sampah agar bisa dimanfaatkan kembali).

2. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha.

3. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah seperti regionalisasi pengelolaan sampah khususnya kota-kota besar.

4. Pengembangan teknologi baru dan tepat guna yang masih terjangkau oleh masyarakat dan dunia usaha.

5. Perbaikan struktur kelembagaan dan peningkatan profesionalisme pengelola sampah.

6. Peningkatan kampanye hidup bersih dan sehat.

Peningkatan peran masyarakat dalam menangani sampah menurut Djajadiningrat (1997), dapat dilaksanakan melalui jalur sektor formal dan informal. Pada sektor formal peran serta masyarakat tidak terlampau sulit. Peran serta masyarakat pada jalur formal dapat berbentuk :

1. Penyediaan sarana: institusi pemerintah dan swasta dapat diikutsertakan dalam penyediaan sarana, seperti tempat sampah dan lainnya.

2. Pemilihan limbah rumah tangga: limbah dipisah berdasarkan kelompoknya.

3. Gerakan masyarakat peduli lingkungan: melakukan berbagai gerakan peduli lingkungan seperti gerakan konsumen hijau, kerja bakti membersihkan lingkungan dan lainnya.

(7)

4. Gerakan lingkungan melalui RT/RW: pengembangan upaya kebersihan lingkungan yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat.

5. Sistem insentif untuk gerakan kebersihan: agar gairah berpartisipasi meningkat perlu dikembangkan insentif. Pemerintah dapat bekerja sama dengan ORMAS (KADIN, Asosiasi, Lembaga Masyarakat peduli lingkungan, dan Karang Taruna) untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perkotaan.

Nezar (2007) juga mengajukan pendekatan 3R dalam menangani sampah dengan konsep zero waste, yang artinya sampah dikurangi hingga jumlah yang seminimal mungkin. Konsep ini juga menuntut adanya peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah.

Sampah memerlukan pengelolaan yang hati-hati dan baik agar mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan. Menurut Syahrul dan Ollich (1985), penanggulangan sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) pembuangan terbuka (open land dumping) merupakan cara yang paling sederhana, sampah-sampah yang ada seperti sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah industri, dan lain-lain dikumpulkan dan diangkut ke suatu tempat yang sudah ditentukan. Sampah yang dibuang dibiarkan begitu saja pada lapangan terbuka. (2) penimbunan saniter, sampah yang akan dimusnahkan dimasukkan ke dalam galian, kemudian dipadatkan. (3) sistem kompos, merupakan proses degradasi biokimia dari fraksi organik di dalam sampah dengan bantuan oksigen yang menghasilkan substansi berbentuk humus yang dapat digunakan sebagai pupuk pertanian maupun pupuk untuk kolam ikan. (4) sistem fermentasi, salah satu usaha penanggulangan dan sekaligus pemanfaatan sampah, proses fermentasi yaitu perombakan bahan-bahan organik oleh bakteri perombak tanpa oksigen (proses anaerobik). (5) pembakaran, saat ini telah dikembangkan suatu sistem pembakaran dengan menggunakan alat yang dinamakan insenerator. Berbagai model insenerator diantaranya sistem conveyor (travelling-grate), sistem drum berputar (rotating drum), dan sistem reciprocating.

Pembuangan sistem open dumping dapat menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anaerobik

(8)

dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik. et. al., 1985).

Menurut Outerbridge (1991), limbah organik yang cocok untuk pengomposan meliputi kotoran hewan yang mudah busuk, limbah manusia dan buah, sampai batang berkayu yang kaku dan agak tahan terhadap pembusukkan. Dalam pengomposan perlu dipisahkan antara bahan yang tidak dapat dikompos seperti gelas, logam, dan plastik dan bahan yang mudah dikompos. Hal ini untuk mencegah agar bahan-bahan yang tidak dapat dikompos dapat di daur ulang kembali secara terpisah sehingga bahan hasil daur ulang tidak mencemari tanah pertanian.

Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan/kawasan permukiman), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1988). Oleh Karenanya model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh salah satunya adalah meliputi penghapusan model TPA secara bertahap. Disamping itu identifikasi sebaran lokasi TPS juga perlu dipetakan agar proses dan jalur koleksi lebih efisien.

Selain penyediaan lahan untuk TPA sampah, juga perlu adanya pengelolaan sampah padat rumah tangga yang berkelanjutan sehingga akan mengurangi jumlah volume sampah di DKI Jakarta yang semakin hari semakin bertambah. Pengolahan sampah di DKI Jakarta masih terbatas sehingga belum dapat mengurangi timbulan sampah yang ada di DKI Jakarta. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan, pemahaman yang salah tentang sampah, dan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah DKI Jakarta. Beberapa jenis sampah dapat diolah kembali dan dijadikan barang komersil untuk menambah pendapatan masyarakat, seperti sampah organik yang dapat dijadikan pupuk untuk tanaman, botol plastik yang dapat dijual kembali dan

(9)

sampah plastik untuk kerajinan rumah tangga, contoh: tas, hiasan bingkai foto, dan lain-lain. Akan tetapi, pengelolaan sampah plastik untuk kerajinan rumah tangga di DKI Jakarta belum berkembang luas. Hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya proses daur ulang sampah dan pendidikan lingkungan untuk meminimalisasi atau mengurangi timbulan sampah. Contoh dari pengelolaan sampah plastik yang ada di DKI Jakarta berada di Kecamatan Cempaka Putih dengan memanfaatkan sampah plastik tersebut menjadi tas, keranjang, tempat pensil, payung, dan lainnya.

2.4. Pemanfaatan Sampah

Sampah selain merupakan limbah, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, diantaranya sampah dapat digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah dapat digunakan untuk biogas, yang dibuat dari sampah hasil peternakan, berasal dari sisa kotoran hewan dan makanan ternak. Hasil biogas ini dapat digunakan sebagai sumber energi disamping untuk pembuatan alkohol dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga.

Pemanfaatan sampah untuk alkohol dikarenakan sampah banyak mengandung selulosa yang berarti merupakan sumber karbon, hidrogen, dan oksigen. Melalui pembakaran sampah akan dihasilkan gas-gas antara lain karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen, uap air, dan metana. Gas karbon monoksida dan gas hidrogen selanjutnya dapat dipisahkan kemudian dikonversikan menjadi methanol. Methanol merupakan senyawa yang tergolong alkohol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Kompos adalah hasil proses pengomposan, yaitu suatu cara untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang telah dirombak lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba, semacam perombakan yang terjadi pada bahan organik dalam tanah oleh bakteria tanah. Pemanfaatan lainnya dari sampah antara lain dapat pula digunakan untuk makanan ternak (babi) dan beberapa macam bahan bangunan misalnya batu tiruan, papan atau bahan-bahan pengisi, terutama untuk jenis-jenis sampah

(10)

tertentu yang biasanya merupakan sampah hasil pertanian atau agroindustri seperti sekam, batang jagung, jerami, bagasse, dan sebagainya (Hadiwiyoto, 1983).

Pemanfaatan sampah organik pada pembuatan kompos dapat dijadikan jalan keluar dalam mencegah timbulnya kembali tumpukan sampah seberat ribuan ton yang telah menyebabkan longsor dan korban jiwa. Jika saja sebelumnya sampah tersebut dapat diolah menjadi kompos, maka musibah longsor dan korban jiwa dapat dihindarkan. Pengelolaan sampah (waste management) dengan pembuatan kompos secara nyata telah menjadikan sampah sebagai sebuah aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Banjir yang terjadi akibat tumpukan sampah di sungai harus dijadikan dasar pertimbangan untuk melakukan pengomposan sampah secara profesional. Peluang ekonomis sampah ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik, tentunya dengan dukungan para penentu kebijakan, para ahli lingkungan, dan masyarakat secara umum7. Semua sampah organik yang berasal dari pasar, restoran atau hotel dan rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi ternak kambing dan sapi potong. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu (Rohendi, 2005).

Selain itu, pemanfaatan sampah dapat dilakukan dengan mendaur ulang sampah. Manfaat dari mendaur ulang sampah terhadap lingkungan secara umum adalah : (a) dapat menekan lebih dari 3 kg gas-gas yang menghasilkan efek rumah kaca seperti CO2 yang berdampak pada efek pemanasan global, (b) menghemat

penggunaan energi yang diperlukan untuk proses industri, karena tidak menggunakan bahan baku secara mentah tapi cukup dengan bahan daur ulang yang sudah ada, sehingga menekan biaya produksi (menghemat biaya), (c) penghematan penggunaan bahan baku, khususnya yang masih diimpor sehingga dapat menghemat devisa, (d) sampah organik dapat didaur ulang menjadi pupuk organik (kompos) yang sangat dibutuhkan sebagai unsur hara tanah penting dan penyubur tanah. Beberapa manfaat penting dari upaya meminimumkan sampah adalah: (1) melindungi sumberdaya yang dimiliki, seperti mineral, energi, kawasan hutan, minyak bumi, dan lahan; (2) mengurangi sampah dapat menghemat uang dalam berbagai cara seperti sedikit membuang sampah

7

http://journal-iptek.blogspot.com/2007/04/pemanfaatan-sampah-organik.html. diakses tanggal 26 Maret 2010

(11)

mengurangi kemungkinan membelanjakan uang dan membuang sesuatu yang bisa menjadi sampah; (3) mengurangi dampak buruk bagi lingkungan (Kastaman dan Kramadibrata, 2007).

Menurut Apriadji (1998), dalam menangani sampah, banyak cara yang dapat dilakukan, seperti berikut :

1. Penimbunan tanah (land fill), sampah yang terkumpul dari rumah tangga dan pasar yang dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah, kemudian diratakan dan dipadatkan hingga ketinggian yang diinginkan. Cara ini yang masih dominan dilakukan di kota-kota Indonesia.

2. Penimbunan tanah secara sehat (sanitary land fill), sampah diperlakukan seperti cara land fill, namun setelah mencapai ketinggi yang diinginkan, permukaan atasnya segera ditimbun tanah minimal setebal 60 cm. Dibandingkan dengan teknik land fill, teknik ini dapat mengurangi dampak dari timbunan sampah seperti bau tak sedap.

3. Pembakaran sampah (incineration), teknik ini memerlukan pengawasan lebih, agar sampah yang dibakar tidak bersisa dan minim asap.

4. Penghancuran (pulverisation), sampah yang dihancurleburkan menjadi potongan kecil sehingga lebih ringkas dan dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah serta di buang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran.

5. Pengomposan (composting), sampah kelompok rubbish disisihkan dan

garbage di hancurleburkan sampah lumat agar proses pembusukan sampah

(decomposition) oleh mikroorganisme berlangsung baik, ditimbun seecara teratur dalam hamparan hingga membusuk sempurna, dikeringkan, kemudian digiling dan siap digunakan.

6. Makanan ternak (hogfeeding) memanfaatkan garbage. 7. Pemanfaatan ulang (recycling), untuk jenis sampah rubbish.

8. Pembuatan briket arang sampah dengan memanfaatkan samapah jenis

(12)

2.5. Sebaran Penggunaan Lahan dan Alokasi Ruang untuk Lokasi Tempat Pembuangan Sampah

Alokasi ruang untuk TPA ataupun TPS harus memperhatikan kriteria spasial yakni pengembangan wilayah, rencana tata ruang, kondisi geologi, topografi dan geohidrologi. Keharusan untuk memperhatikan kriteria tersebut, bertujuan untuk mendapatkan lokasi TPA yang ramah lingkungan dan mampu mendukung kebutuhan masyarakat sehingga akan dapat dicapai Sustainable Urban Development8.

Penataan ruang yang serasi dan selaras dengan kapasitas lingkungan mulai dirasakan sejak meningkatnya pertumbuhan penduduk perkotaan, masalah permukiman, penggunaan lahan untuk lokasi pembuangan samapah dan sebagainya. Oleh sebab itu zoning diperlukan untuk menciptakan keserasian alokasi ruang sehingga masing-masing lahan berfungsi sesuai peruntukannya. Peruntukan lahan yang sesuai fungsinya dapat menciptakan suatu kawasan (perkotaan) berkembang tanpa tekanan yang kemudian memperkecil dampak eksternalitas perkotaan. Dalam suatu kawasan perkotaan, pembagian zoning mutlak diperlukan. Misalnya pembagian zoning untuk kawasan perdagangan dan bisnis, kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan perkantoran dan pemerintahan, kawasan rekreasi, dan kawasan pembuangan atau pengelolaan sampah perkotaan. Bila kawasan tersebut tidak ditentukan dalam tata ruang perkotaan yang jelas dan tegas, maka pertumbuhan kota akan mengalami tekanan sosial yang sangat berat karena estetika dan nilai kenyamanan kota sulit dicapai. Dari semua pembagian zona, maka zona mengenai lokasi sampah khususnya pada TPA ataupun TPS, dinilai sangat rumit karena terkait dengan kenyamanan tepat tinggal atau dampak eksternalitas pada penduduk didekat TPA atau TPS (Kamaluddin, 2008).

Disamping itu pemilihan lokasi TPA atau TPS dalam membuat zoning, harus memperhatikan strutktur tanah, karena dalam teori lokasi, istilah tanah tersimpul pula keadaan topografi, struktur tanah dan cuaca yang terdapat ditempat tertentu; kesemuanya ini mempengaruhi pemilihan lokasi TPA atau TPS.

8

(13)

Topografi tanah adalah keadaan tanah seperti terungkap dalam permukaannya, seperti bukit, jurang dan sungai. Topografi tanah yang menunjukan tanah yang berbukit pada umumnya cocok digunakan untuk lokasi pembuangan sampah (TPA atau TPS). Lokasi sampah kurang cocok diletakkan pada kawasan berlereng atau kawasan yang tergenang (rawan banjir) karena dengan gampang menularkan bakteri dan penyakit. Tetapi lokasi TPA atau TPS yang berada di perbukitan, akan memakan biaya yang tidak sedikit untuk mempersiapkan pembuatan jalan dan jembatan menuju lokasi TPA atau TPS bersangkutan. Masalah lokasi TPA atau TPS di perbukitan lebih dominan pada sistem transportasinya, sehingga untuk kasus yang satu ini (kasus TPA atau TPS di perbukitan) harus secara cermat memperhitungkan jalur-jalur transportasi yang dipandang efisien dan cepat (Kamaluddin, 2008).

2.6. Pemanfaatan Citra ALOS dan Sistem Informasi Geografis untuk Mengidentifikasi Penutupan Lahan dan Analisis Penataan Ruang Wilayah

ALOS singkatan dari Advanced Land Observing Satellite adalah satelit milik Jepang yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. ALOS dilengkapi dengan 3 instrumen penginderaan jauh : yaitu Panchromatic Remote-sensing Instrument for

Stereo Mapping (PRISM) yang dirancang untuk dapat memperoleh data Digital Terrain Model (DTM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2

(AVNIR-2) untuk pemantauan penutup lahan, dan Phased-Array type L-band

Synthetic Aperture Radar (PALSAR) untuk memantau permukaan bumi dan

cuaca pada siang dan malam hari9. Pada penelitian ini citra ALOS digunakan untuk identifikasi penutupan lahan di wilayah DKI Jakarta. Dengan bantuan teknologi sistem informasi geografis citra tersebut ditumpangsusunkan (overlay) dengan data RTRW untuk mengetahui kesesuaian alokasi ruang dengan penutupan lahan di wilayah Jakarta Pusat.

Pengelolaan sampah sebagai salah satu contoh pengelolaan lingkungan memanfaatkan berbagai teknologi baik dalam penyediaan, penyimpanan,

9

(14)

pengolahan, atau penyajian data. Pemanfaatan teknologi ini dimaksudkan untuk peningkatan akurasi dan efektivitas sistem pengelolaan itu sendiri. Teknologi yang banyak digunakan dalam hal ini adalah teknologi yang terkait dengan sistem informasi geografis (Budiyanto, 2002).

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi yang mencakup pemasukan, manajemen data (penyimpanan data dan pemanggilan kembali), manipulasi data dan analisis serta pengembangan produk dan percetakan (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Secara umum daya tarik dari SIG yang membuat SIG dapat dimanfaatkan oleh berbagai instansi yaitu : (a) kemudahan memperbaharui dan memperbaiki peta, (b) kemampuan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keperluan pemesan, (c) kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai data termasuk data digital dan data penginderaan jauh, (d) potensi untuk pemetaan perubahan melalui program pemantauan, dan (e) kemampuan mengintegrasikan pemodelan (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Referensi

Dokumen terkait

VISUALISASI, anda menggeser kedua telapak tangan ke samping, menggesek pinggang. Hembuskan napas cepat sembari VISUALISASIKAN kedua tangan diarahkan lurus ke samping. Tarik

UNESCO yang bekerja di negara Indonesia telah menunjukan upayanya dalam memberikan bantuan sebagai fungsinya yaitu fungsi informasi dan fungsi pembuat aturan

Data genom sapi Bali yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 48 sampel, berasal dari DNA hasil isolasi dari darah 48 ekor sapi Bali yang dibudidayakan di BPTU Denpasar..

Demikian juga halnya dengan radiofarmaka 99"'Tc_ L,L-EC, harus mempunyai karakteristik yang ideal untuk diagnosis ginjal yaitu mempunyai kemumian radiokimia yang tinggi

Peninjauan pemilihan lokasi layak TPA sampah berdasarkan tata guna lahan ialah menetapkan lokasi-lokasi yang tidak boleh digunakan sebagai lokasi TPA sampah karena alasan tata

Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yakni: (1) Desa Adat Penglipuran merupakan salah satu Desa Bali Aga yang memiliki keunikan baik dari

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah model sistem komputasi yang dapat bekerja seperti sistem syaraf biologis pada saat berhubungan dengan ‘dunia luar’, nama jaringan

Mereka yang bertanggung jawab atas tata kelola, memberikan persetujuan atas strategi rumah sakit dan program yang terkait dengan pendidikan para profesional kesehatan