LAPORAN AKHIR
PROGRAM REVITALISASI BIDANG ILMU
PENYUSUNAN STANDAR PENDIDIKAN, KURIKULUM,
DAN CAPAIAN PEMBELAJARAN (LEARNING OUTCOMES)
PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK
Bagian 1: Laporan Pelaksanaan Kegiatan
IKATAN ARSITEK INDONESIA
2015
ii
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Kegiatan ... 3
1.3. Luaran Kegiatan ... 3
2. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 4
2.1. Workshop Penyusunan Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes) ... 4
2.2. Workshop Penyusunan Kurikulum ... 5
2.3. Workshop Penyusunan Standar Pendidikan ... 7
2.4. Seminar Sosialisasi I ... 8
2.5. Seminar Sosialisasi II ... 11
2.6. Workshop Finalisasi ... 13
3. PENUTUP ... 15
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan arsitektur pada saat ini mengalami perubahan-perubahan yang menuntut model
pembelajaran yang lebih dinamis, multidisiplin dan fokus dalam menghasilkan lulusan yang
memenuhi standar kompetensi yang diakui secara nasional dan internasional. Selain itu,
lulusan yang dihasilkan pun diharapkan mampu merespon isu-isu kiwari seperti mengenai
lingkungan dan keberlanjutan, sosial-politik dan kemasyarakatan sebagai bagian dari
tuntutan zaman, selain juga tantangan globalisasi yang menuntut lulusan pendidikan
arsitektur untuk semakin tajam mengasah diri dalam bersaing dengan Arsitek asing.
Tantangan di tingkat regional ditandai salah satunya dengan diberlakukannya Pasar Bebas
ASEAN Tahun 2015. Dalam hal ini, berlaku standar praktek untuk Arsitek negara-negara
anggota ASEAN yang memungkinkan Arsitek-Arsitek tersebut berpraktek di negara-negara
anggota ASEAN lainnya. Dalam hal ini, pada tahun 2007 yang lalu pemerintah Indonesia
ikut menandatangani keikutsertaan Indonesia dalam ASEAN Mutual Recognition
Arrangement (MRA) for Architectural Services. Sebagai syarat untuk menjadi ASEAN
Architect, maka lulusan perguruan tinggi di Indonesia mesti menempuh pendidikan arsitektur
minimum 5 tahun di luar pemagangan (hal ini juga sesuai syarat yang diminta oleh UIA).
Dalam kenyataannya, pada saat ini pendidikan arsitektur di Indonesia diselenggarakan
melalui pendidikan pada jenjang sarjana (S1) yang menghasilkan lulusan Sarjana Arsitektur
dengan masa pendidikan empat tahun sehingga terdapat kekurangan satu tahun untuk
memenuhi persyaratan internasional. Sejak tahun 2009, organisasi profesi (dalam hal ini
Ikatan Arsitek Indonesia – IAI) yang juga didukung oleh asosiasi perguruan tinggi (dalam hal
ini Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur di Indonesia - APTARI) telah menetapkan Program
Pendidikan Profesi Arsitek (baik yang merupakan kelanjutan 1 tahun sesudah menempuh
pendidikan S1 4 tahun, maupun yang dicangkokkan dalam program Magister 2 tahun)
sebagai alur resmi untuk menjadi Arsitek profesional di Indonesia.
Untuk saat ini, menurut data Indonesia Monitoring Committee (IMC) MRA for Architectural
Services kurang lebih baru 84 orang arsitek Indonesia yang mendapat sertifikasi sebagai
ASEAN Architect dari k.l. 2100 orang Arsitek yang sudah memperoleh Sertifikat Keahlian
Arsitek (SKA) di tingkat nasional dan dari total kurang lebih 11.000 arsitek yang terdaftar di
Organisasi Profesi IAI.
Tantangan di tingkat nasional sementara itu menuntut lulusan perguruan tinggi yang mampu
bersaing, tidak hanya dengan arsitek asing, tapi justru dengan sesama lulusan perguruan
tinggi di dalam negeri. Sebagai catatan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Arsitek saat ini
sedang dalam proses legislasi untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang oleh DPR. Jika
nanti RUU ini disetujui menjadi UU, maka profesi Arsitek menjadi salah satu profesi yang
mempunyai tanggungjawab hukum dalam melakukan praktek konsultansi perancangan.
Sehingga terdapat kejelasan dan kepastian hukum mengenai persyaratan untuk menjadi
Arsitek profesional di tingkat nasional. Oleh sebab itu, pendidikan tinggi arsitektur juga perlu
2
memenuhi syarat kompetensi yang baku (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi tahun 2008) melalui penyelenggaran
pendidikan arsitektur yang memenuhi standar pendidikan tinggi yang diakui di tingkat
nasional (UU no. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi).
Berdasarkan data PDDIKTI (2015), jumlah perguruan tinggi penyelenggara program S1
Arsitektur saat ini adalah sejumlah 164 perguruan tinggi dan 159 yang aktif.
1Dari jumlah ini,
ada 16 perguruan tinggi penyelenggara program Magister, dan 7 perguruan tinggi
penyelenggara program Doktor Arsitektur Jumlah ini merupakan yang terbesar di negara
ASEAN (bandingkan dengan Filipina: 83 PT, Vietnam: 22 PT dan Thailand: 20 PT). Jumlah
ini merupakan kekuatan dan peluang bagi Perguruan Tinggi di Indonesia untuk menguasai
pasar tenaga kerja di ASEAN.
Di antara 159 Perguruan tinggi yang membuka program S1 tersebut, tercatat hanya 14
perguruan tinggi yang sudah melakukan kerjasama dengan organisasi profesi (Ikatan
Arsitek Indonesia - IAI) untuk membuka Program PPAr (Pendidikan Profesi Arsitektur) yaitu
Universitas Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Institut Teknologi
Bandung, Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Diponegoro, Universitas Katolik
Soegijapranata, Universitas Gadjah Mada, Universitas Kristen Petra, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Universitas Islam Indonesia, Universitas Bung Hatta, Universitas Katolik
Atma Jaya Yogyakarta dan Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Dari 14 perguruan
tinggi ini, baru 1 perguruan tinggi saja penyelenggara PPAr yang tercatat dalam basis data
Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), yaitu Universitas Indonesia. Hal ini merupakan
tantangan bagi Perguruan Tinggi di Indonesia, dikarenakan belum ada syarat kompetensi
yang baku, rujukan kurikulum yang jelas dan ketiadaan standar pendidikan tinggi bidang
arsitektur yang berkekuatan hukum. Bisa dibayangkan, jika kita ambil perumpamaan bahwa
tiap 2000 penduduk membutuhkan 1 arsitek per tahun, itu artinya dengan 200 juta penduduk
Indonesia, k.l diperlukan 100.000 arsitek. Oleh karena itu, dengan hanya 14 prodi PPAr saja
yang baru menyelenggarakan pendidikan arsitektur 5 tahun, maka diperlukan lebih banyak
lagi perguruan tinggi yang menghasilkan lulusan pendidikan tinggi arsitektur 5 tahun.
Selain itu, berdasarkan data APTARI (2013)
2, terdapat disparitas (perbedaan) kualitas yang
cukup besar antara pendidikan arsitektur di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa. Pulau Jawa
masih menempati jumlah tertinggi program studi Arsitektur yaitu sebanyak 37%, lalu disusul
oleh Sulawesi, yaitu sebanyak 19% dan Sumatra sebanyak 19%. Berdasarkan data
akreditasi BAN-PT, dari 103 program studi S1 Arsitektur di Jawa dan Sumatra, terdapat 19%
yang terakreditasi A, 48% yang terakreditasi B, dan 33% yang terakreditasi C. Sedangkan
dari 38 program studi S1 Arsitektur di luar Jawa dan Sumatera, terdapat 5% yang
terakreditasi A dan 34% yang terakreditasi B, sementara 61% lainnya terakreditasi C.
31
Dari 164 data di PDDIKTI terdapat program studi yang dalam proses penghapusan, non aktif maupun alih bentuk.
2
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia (APTARI) Periode 2010 - 2013
3
3
program pendidikan tinggi arsitektur di Indonesia untuk menghadapi dinamika perubahan
dan tantangan-tantangan keilmuan di tingkat global, regional maupun nasional. Oleh karena
itu, Ikatan Arsitek Indonesia yang juga bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, dalam hal ini
Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur di Indonesia (APTARI), melaksanakan Program
Revitalisasi Bidang Ilmu untuk Penyusunan Capaian Pembelajaran, Kurikulum, dan Standar
Pendidikan Profesi Arsitek pada tahun 2015. Program ini merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan tinggi arsitektur di Indonesia secara umum dan
pendidikan profesi arsitektur secara khusus. Program ini meliputi penyusunan capaian
pembelajaran (learning outcomes), kurikulum, dan standar pendidikan.
1.2. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut.
a)
Merumuskan standar pendidikan, kurikulum dan capaian pembelajaran/learning
outcomes pada Pendidikan Profesi Arsitek yang akan menjadi acuan secara nasional.
b)
Mensosialisasikan hasil rumusan standar pendidikan, kurikulum dan capaian
pembelajaran/learning outcomes kepada institusi penyelenggara pendidikan arsitektur.
c)
Mendorong komitmen institusi penyelenggara pendidikan arsitektur untuk membuka
Program Pendidikan Profesi Arsitek dengan mengacu pada rumusan standar
pendidikan, kurikulum dan capaian pembelajaran/learning outcomes.
1.3. Luaran Kegiatan
Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terdiri dari:
a)
Standar Pendidikan Profesi Arsitek berbasis pada 8 standar Pendidikan Tinggi
b)
Kurikulum berbasis pada KKNI
c)
Rincian capaian pembelajaran/kompetensi/learning outcomes
Melalui kegiatan ini juga diharapkan dapat diperoleh komitmen dari sejumlah perguruan
tinggi untuk membuka program profesi arsitek dalam rangka memenuhi pendidikan selama
lima tahun untuk menjadi arsitek. Dengan mengacu pada ketiga output di atas, diharapkan
bahwa perguruan tinggi yang telah dan akan membuka program pendidikan profesi arsitek
dapat menghasilkan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) untuk diimplementasikan pada
program studi masing-masing.
4
2. PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan penyusunan standar pendidikan, kurikulum dan capaian pembelajaran/learning
outcomes pada Pendidikan Profesi Arsitek dilaksanakan dengan pembentukan tim Pokja
terdiri dari pakar dalam pendidikan dan keprofesian arsitek. Tim Pokja merumuskan standar
pendidikan, kurikulum, dan capaian pembelajaran berdasarkan masukan dari pemangku
kepentingan. Kegiatan dilaksanakan melalui 6 (enam) langkah kegiatan sebagai berikut.
a) Workshop penyusunan capaian pembelajaran (learning outcomes)
b) Workshop penyusunan kurikulum
c) Workshop penyusunan standar pendidikan
d) Seminar sosialisasi I
e) Seminar sosialisasi II
f) Workshop finalisasi
Berikut ini adalah laporan singkat pelaksanaan kegiatan dalam setiap tahapan tersebut.
2.1. Workshop Penyusunan Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes)
Kegiatan workshop ini bertujuan untuk merumuskan capaian pembelajaran (learning
outcomes) pada pendidikan profesi arsitek yang akan menjadi acuan bagi seluruh institusi
pendidikan tinggi penyelenggaraan program profesi arsitek. Perumusan capaian
pembelajaran dilakukan dengan berdasarkan pada acuan kompetensi profesi arsitek
nasional dan internasional serta KKNI. Kegiatan ini telah dilaksanakan di Jakarta pada
tanggal 30 Juli 2015 dengan melibatkan Tim Pokja yang terdiri dari 10 (sepuluh) orang dan
mengundang narasumber atau pakar yang terkait dengan learning outcomes Program
Pendidikan Profesi Arsitek sebanyak 12 (duabelas) orang. Workshop ini kemudian
ditindaklanjuti dengan rapat Tim Pokja pada tanggal 6 Agustus 2015 untuk membahas lebih
lanjut dan merumuskan hasil-hasil workshop.
Dalam kegiatan pertama ini ini telah dibahas berbagai isu-isu terkait urgensi perumusan
learning outcomes bagi Pendidikan Profesi Arsitek, identifikasi berbagai konsekuensi dari
pemberlakukan kewajiban Pendidikan Profesi Arsitek terhadap praktik keprofesian arsitek di
Indonesia, serta pentingnya penentuan alur pendidikan arsitektur untuk memposisikan
Pendidikan Profesi Arsitek di dalam jenjang pendidikan dan keprofesian. Dalam kegiatan ini
juga telah dilakukan penelaahan berbagai materi yang telah dirumuskan oleh berbagai pihak
selama ini, terdiri dari Pedoman Pendidikan Profesi Arsitek yang telah dirumuskan oleh IAI
pada tahun 2007, draf capaian pembelajaran serta pemetaan kompetensi pendidikan
arsitektur menurut KKNI dan UIA yang telah dirumuskan oleh APTARI. Bahan-bahan
tersebut menjadi dasar dalam penyusunan learning outcomes bagi Pendidikan Profesi
Arsitek.
5
a) Kajian urgensi dan implikasi pemberlakukan Pendidikan Profesi Arsitek dalam
kaitannya dengan keprofesian arsitek di Indonesia.
b) Draf rekomendasi alur pendidikan untuk menjadi arsitek professional.
c) Draf rekomendasi capaian pembelajaran Pendidikan Profesi Arsitek.
d) Pemetaan butir-butir kompetensi mengacu pada UIA dan KKNI.
Gambar 2.1. Kegiatan workshop penyusunan capaian pembelajaran dihadiri oleh Tim Pokja
dan narasumber/pakar profesi dan pendidikan arsitektur
2.2. Workshop Penyusunan Kurikulum
Kegiatan workshop ini bertujuan untuk merumuskan kurikulum pada pendidikan profesi
arsitek yang akan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum, silabus dan Rencana
Pembelajaran Semester (RPS) bagi seluruh institusi pendidikan tinggi penyelenggaraan
program profesi arsitek. Kegiatan workshop telah dilaksanakan di Institut Teknologi Bandung
pada tanggal 12 September 2015. Peserta workshop terdiri dari Tim Pokja, narasumber dari
Direktorat Belmawa Dikti dan Ketua Umum IAI, serta perwakilan dari 15 perguruan tinggi
yang pada saat ini telah menyelenggarakan pendidikan profesi arsitek atau pendidikan
magister arsitektur yang mengandung muatan profesi.
Pada kegiatan kedua ini telah dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai alur pendidikan
untuk menjadi arsitek, khususnya untuk memperoleh titik temu mengenai kesesuaian
pendidikan profesi yang dilaksanakan di perguruan tinggi dengan persyaratan yang
diberlakukan di IAI sebagai asosiasi profesi yang memberikan sertifikasi bagi arsitek. Dalam
kegiatan ini juga dilakukan pemetaan lebih lanjut terhadap learning outcomes untuk program
pendidikna profesi arsitek dengan mengacu pada kompetensi yang ditetapkan oleh IAI dan
UIA, serta dengan memperhatikan ketentuan magang profesi yang diberlakukan oleh IAI.
Selanjutnya perumusan kurikulum dilakukan dengan berdasarkan pada acuan capaian
pembelajaran yang telah dirumuskan dalam kegiatan workshop sebelumnya dan mengacu
6
dengan mempertimbangkan kurikulum yang selama ini telah diimplementasikan pada
program profesi yang telah berjalan. Pembahasan tentang kurikulum menghasilkan
pokok-pokok bahan kajian untuk pendidikan profesi arsitek, yang akan menjadi dasar bagi
perguruan tinggi penyelenggara dalam merumuskan kurikulumnya masing-masing.
Kegiatan ini telah menghasilkan luaran yang terdiri dari:
a) Penyempurnaan rekomendasi alur pendidikan untuk menjadi arsitek professional
b) Rekomendasi profil lulusan Pendidikan Profesi Arsitek
c) Rekomendasi capaian pembelajaran (learning outcomes) Pendidikan Profesi Arsitek.
d) Rekomendasi bahan kajian untuk kurikulum Pendidikan Profesi Arsitek.
Gambar 2.2. Kegiatan workshop penyusunan kurikulum dibuka oleh Dekan SAPPK ITB
7
Gambar 2.4. Pembahasan kaitan PPAr dengan sertifikasi arsitek
2.3. Workshop Penyusunan Standar Pendidikan
Kegiatan workshop ini bertujuan untuk merumuskan standar pendidikan profesi arsitek yang
akan menjadi acuan bagi seluruh institusi pendidikan tinggi penyelenggaraan program
profesi arsitek. Kegiatan workshop dilaksanakan di Jakarta Design Center pada tanggal 28
September 2015. Workshop dihadiri oleh Tim Pokja dengan narasumber Direktur
Pembelajaran Direktorat Jenderal Belmawa, serta Ketua Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Workshop ini merupakan kegiatan pertama yang dilaksanakan setelah
pergantian Pengurus Nasional IAI, sehingga dihadiri oleh Ketua IAI yang baru terpilih serta
Dewan Pendidikan Arsitektur (DPA) IAI dan Dewan Keprofesian Arsitek (DKA) IAI yang baru
terbentuk.
Dalam kegiatan ini dilakukan pembahasan terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dalam
kegiatan workshop sebelumnya, untuk memperoleh masukan dan pandangan dari anggota
DPA dan DKA IAI yang baru. Selanjutnya perumusan standar pendidikan profesi arsitek
terdiri dari 8 (delapan) standar yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi,
terdiri dari standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian,
standar pendidik, standar sarana dan prasarana, serta standar pembiayaan. Standar
disusun dengan mempertimbangkan arahan dari BSNP, dengan mengacu pada berbagai
peraturan yang ada dan selama ini telah berlaku baik dalam lingkungan perguruan tinggi
maupuan di lingkungan asosiasi profesi IAI.
8
a) Penyempurnaan draf rekomendasi profil lulusan Pendidikan Profesi Arsitek
b) Penyempurnaan draf rekomendasi capaian pembelajaran (learning outcomes)
Pendidikan Profesi Arsitek.
c) Penyempurnaan draf rekomendasi bahan kajian untuk kurikulum Pendidikan Profesi
Arsitek.
d) Matriks perumusan standar pendidikan profesi arsitek dengan mengacu pada
berbagai ketentuan yang telah ada.
Gambar 2.5. Workshop penyusunan standar dihadiri oleh narasumber Ketua BSNP
2.4. Seminar Sosialisasi I
Kegiatan seminar ini bertujuan untuk mensosialisasikan hasil-hasil dari ketiga workshop
sebelumnya mengenai capaian pembelajaran, kurikulum dan standar pendidikan profesi
arsitek. Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan perwakilan berbagai perguruan tinggi
penyelenggara program sarjana arsitektur yang diharapkan dapat didorong untuk segera
membuka program profesi arsitek. Melalui kegiatan sosialisasi ini, diharapkan perwakilan
perguruan tinggi dapat memperoleh gambaran untuk penyusunan capaian pembelajaran,
kurikulum dan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) untuk diimplementasikan dalam
program studi masing-masing. Seminar ini juga sekaligus merupakan forum dialog untuk
memperoleh masukan dari perguruan tinggi bagi penyempurnaan rumusan capaian
pembelajaran, kurikulum dan standar pendidikan profesi arsitek.
Seminar sosialisasi yang pertama dilaksanakan di Hotel Grand City, Makassar pada tanggal
6-7 November 2015. Seminar dihadiri oleh Tim Pokja, Wakil Ketua IAI Nasional, Perwakilan
IAI Daerah, serta perwakilan dari sekitar 27 perguruan tinggi penyelenggara program
pendidikan arsitektur yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, Maluku dan Papua.
Dalam seminar ini Tim Pokja menyampaikan hasil-hasil rumusan yang telah dicapai sampai
saat ini, serta menampung masukan dan aspirasi dari peserta seminar.
9
Hasil yang dicapai dari kegiatan ini terdiri dari:
a) Membangun komitmen bersama untuk mendukung terlaksananya Pendidikan
Profesi Arsitek
b) Memperoleh masukan dari perguruan tinggi mengenai Pendidikan Profesi Arsitek
Gambar 2.6. Seminar Sosialisasi dihadiri oleh Wakil Ketua IAI Nasional
Gambar 2.7. Peserta seminar berasal dari berbagai perguruan tinggi
di Indonesia Bagian Tengah dan Timur
10
Gambar 2.8. Tim Pokja menyampaikan hasil-hasil yang telah dicapai
Mengenai Pendidikan Profesi Arsitek
11
2.5. Seminar Sosialisasi II
Sebagai kelanjutan dari seminar sosialisasi pertama di Makassar, seminar sosialisasi yang
kedua dilaksanakan di Hotel Santika, Depok pada tanggal 12-13 November 2015. Seminar
dihadiri oleh Tim Pokja, narasumber dari Direktorat Penjaminan Mutu Direktorat Jenderal
Belmawa, Wakil Ketua IAI Nasional, Pengurus IAI Nasional, serta perwakilan dari sekitar 50
perguruan tinggi penyelenggara program pendidikan arsitektur yang berasal dari jawa dan
Sumatra. Dalam seminar ini Tim Pokja menyampaikan hasil-hasil rumusan yang telah
dicapai sampai saat ini, serta menampung masukan dan aspirasi dari peserta seminar.
Gambar 2.10. Peserta seminar berasal dari berbagai perguruan tinggi
di Indonesia Bagian Barat
12
a) Membangun komitmen bersama untuk mendukung terlaksananya Pendidikan
Profesi Arsitek
b) Memperoleh masukan dari perguruan tinggi mengenai Pendidikan Profesi Arsitek
Gambar 2.12. Tim Pokja menyampaikan hasil-hasil yang telah dicapai
mengenai Pendidikan Profesi Arsitek
13
2.6. Workshop Finalisasi
Kegiatan workshop ini bertujuan untuk memfinalisasi hasil perumusan capaian pembelajaran
(learning outcomes), kurikulum dan standar pendidikan profesi arsitek yang telah dihasilkan
pada ketiga kegiatan workshop, serta dengan mempertimbangkan berbagai masukan yang
diperoleh dari perguruan tinggi peserta seminar sosialisasi I dan II. Rumusan final dari
capaian pembelajaran (learning outcomes), kurikulum dan standar pendidikan profesi arsitek
akan menjadi acuan bagi seluruh institusi pendidikan tinggi yang telah dan akan
menyelenggarakan program profesi arsitek.
Kegiatan workshop dilaksanakan di Hotel Fave, Bogor, 4-5 Desember 2015. Workshop
dihadiri oleh narasumber Direktur Pembelajaran Direktorat Jenderal Belmawa, dengan
peserta terdiri dari berbagai pihak yang akan terlibat dalam implementasi rumusan yang
dihasilkan program ini. Peserta kegiatan workshop adalah Tim Pokja, Pengurus IAI Nasional
yang terdiri dari Badan Pendidikan, Badan Keprofesian, Dewan Pendidikan Arsitek dan
Dewan Keprofesian Arsitek, serta Pengurus APTARI dan perwakilan dari ARCASIA. Dalam
kegiatan ini dilakukan pembahasan terhadap semua rumusan yang telah dihasilkan dari
kegiatan-kegiatan selanjutnya. Kegiatan ini juga berupaya mencapai beberapa kesepakatan
pokok antara IAI dan APTARI mengenai Pendidikan Profesi Arsitek, yang selanjutnya akan
ditindaklanjuti bersama.
Kegiatan ini telah menghasilkan luaran yang terdiri dari:
a) Draf final rekomendasi alur pendidikan, profil lulusan, capaian pembelajaran
(learning outcomes), bahan kajian untuk kurikulum dan standar pendidikan
b) Draf final rekomendasi prosedur pendirian dan penyelenggaraan PPAr
c) Pokok-pokok kesepakatan antara IAI dan APTARI mengenai PPAr
Gambar 2.14. Workshop dipimpin oleh Ketua Umum IAI dan dihadiri oleh narasumber
Direktur Pembelajaran
14
Gambar 2.15. Peserta workshop finalisasi terdiri dari perwakilan IAI dan APTARI
15
3. PENUTUP
Program Revitalisasi Bidang Ilmu yang dilaksanakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
bersama dengan Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia (APTARI) telah
terlaksanan melalui enam tahap kegiatan dan menghasilkan luaran yang terdiri dari:
a) Rekomendasi alur pendidikan professional arsitektur
b) Rekomendasi profil lulusan
c) Rekomendasi capaian pembelajaran (learning outcomes)
d) Rekomendasi bahan kajian untuk kurikulum
e) Rekomendasi standar pendidikan
f) Rekomendasi prosedur pendirian dan penyelenggaraan PPAr
Rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan ini terdapat dalam Buku 2 yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Akhir ini. Rekomendasi ini akan ditindaklanjuti
untuk menjadi peraturan yang akan menjadi landasan dalam pendirian dan
penyelenggaraan Program Studi Profesi Arsitek secara nasional.
16
LAMPIRAN
1. Notulen Workshop Penyusunan Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes)
2. Notulen Workshop Penyusunan Kurikulum
3. Notulen Workshop Penyusunan Standar Pendidikan
4. Notulen Seminar Sosialisasi !
5. Notulen Seminar Sosialisasi II
6. Notulen Workshop Finalisasi
Program Revitalisasi Bidang Ilmu
Penyusunan Standar Pendidikan, Kurikulum, dan Capaian Pembelajaran
(Learning Outcomes) Program Profesi Arsitek Tahun 2015
Kegiatan 1: Workshop Penyusunan Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes)
Tanggal : 10 Juli 2015
Tempat : Ruang Orchid I Jakarta Design Center Lt. 6
Jl. Gatot Subroto Kav. 53, Slipi, Jakarta Pusat 10260
Peserta :
No Nama Peserta Hadir
1. Yandi Andri Yatmo √
2. A. Adib Abadi √
3. Kemas Ridwan Kurniawan √
4. Paramita Atmodiwirjo √
5. Ilya F. Maharika, IAI √
6. Tavip Kurniadi Mustafa, IAI √
7. Yuswadi Saliya, IAI √
8. Marwan Massinai, IAI √
9. Susinety Prakoso -
10. Himasari Hanan √
11. Munichy B. Edrees, IAI, AA -
12. Sandi Siregar, IAI √
13. Ronald L. Tambun, IAI, AA -
14. Putu Rumawan Salain, IAI -
13. Achmad D. Tardiyana √
15. Endy Subiono, IAI., AA -
16. Didi Haryadi, IAI √
17. Budi Sukada, IAI -
18. Tateng K. Djajasudarma, IAI, AA -
19. Eko Alvares, IAI √
20. Bambang Soemardiono √
21. Ahmad Djuhara, IAI √
22. Timmy Setiawan T., IAI., AA √
23. Bambang Eryudhawan, IAI -
Agenda:
1. Pembahasan Pendidikan Profesi Arsitek
Pembahasan
1. Sesi 1
Pembukaan
Pengantar oleh penanggung jawab kegiatan (Ketua I IAI)
Pengantar oleh Ketua APTARI
Paparan Sejarah Pendidikan Arsitektur dan PPAr di Indonesia oleh Prof. Kemas Ridwan Kurniawan
Diskusi/pandangan umum mengenai Pendidikan Profesi Arsitek di Indonesia
dengan moderator Tavip Kurniadi Mustafa, IAI A. UMUM
1. Agar dilakukan penyempurnaan kronologis Pendidikan Arsitektur di Indonesia. 2. Harus ditelusuri kembali terbentuknya DPA
B. PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK 1. Sandi Siregar
a. Sekilas tentang PPAr.
i. Tahun 90an PPAr dicetuskan karena pemerintah menetapkan pendidikan S1 berubah dari 160 sks dengan masa studi 5 tahun menjadi 144sks dengan masa studi 4 tahun. Akibat pengurangan sks tersebut dirasakan lulusan S1 tidak siap pakai. Antisipasi yang dilakukan adalah menciptakan penataran strata bagi lulusan S1 yang mengajukan sertifikat profesional.
ii. UIA menetapkan pendidikan arsitektur 5 tahun sehingga untuk mensejajarkan pendidikan Arsitektur Indonesia secara internasional maka digagaslah Pendidikan Profesi Arsitek (PPAr) selama 1 tahun. Dan UIA telah menyetujui pola pendidikan Arsitektur di Indonesia adalah 4 tahun S1 + 1 tahun PPAr.
iii. DPA dibentuk dalam rangka mewujudkan PPAr.
iv. DPA telah menyusun panduan PPAr tahun 2005 dan dicetak menjadi buku merah oleh IAI DKI pada tahun 2007.
v. Prinsip panduan PPAr tidak terlalu mengintervensi program studi.
vi. Studio PPAr berkisar 8-10sks dengan total sks studio dari awal pendidikan minimal 48 sks.
vii. Program PPAr dirancang 2 semester dengan 24 sks.
viii. Program PPAr pertama sekali diselenggarakan di USU (2006).
ix. Sudah ada 12 PT yang menjalankan program PPAr, 11 PT mencangkokan program PPAr di program Magister dan hanya 1 yang menjadi program studi secara mandiri yaitu UI, sehingga hanya UI yang dicatat di Dikti sebagai Program Pendidikan Profesi.
b. Masukan:
i. Agar IAI menegas pengakuan terhadap lulusan program PPAr yang belum terdaftar di Dikti.
ii. Agar dilakukan penyempurnaan Panduan PPAr dari 24sks menjadi 36 sks sesuai dengan UU no 12 tahun 2012.
iii. IAI harus memperjuangkan agar PPAr mendapat dukungan legal. 2. Yuswadi Salya
a. Sekilas tentang pendidikan arsitektur
i. Awalnya arsitektur dianggap ilmu lapangan (tidak ilmiah) sehingga ada konflik bagaimana mengilmiahkan ilmu lapangan.
ii. Dasar ilmu arsitektur adalah etika, lingkungan dan ketrampilan. b. Masukan
i. IAI agar memetakan tuntutan IAI terhadap lulusan pendidikan arsitektur (profil lulusan PPAr).
ii. Agar dilakukan pemetaan ilmu sesuai nomenklatur ilmu yang diakui secara internasional (Unesco,1970).
iii. Agar dirumuskan standar penerimaan mahasiswa.
iv. Learning Outcomes harus mengacu kepada spektrum keilmuan yang ada. v. Harus dirumuskan tentang keinsinyuran lulusan S1 arsitektur (sebagai engineer). 3. Bambang Sumardiono
a. Pelaksanaan PPAr
i. Panduan PPAr dijalankan berbeda antara satu dengan lainnya.
ii. Penyelenggaraan PPAr tergantung terhadap pengakuan dan pemanfaatan arsitek dalam kegiatan konstruksi. Hal ini berdampak kepada minat peserta PPAr yang terkait langsung terhadap kelangsungan program PPAr.
iii. LPJK menetapkan standar yang lebih rendah untuk sebutan ahli muda yaitu minimal pendidikan D3 yang menyebabkan PPAr sepi peminat.
iv. Mata kuliah dengan judul yang sama dapat berisi materi yang berbeda-beda antar PT.
b. Masukan
i. Dibutuhkan panduan PPAr yang lebih operasional.
ii. Harus dilakukan pemetaan varian pendidikan arsitektur di daerah. iii. IAI harus mendorong pemanfaatan arsitek melalui lisensi didaerah.
iv. Penyelenggaraan PPAr butuh dukungan legal. IAI harus berjuang untuk merubah tersebut.
v. Penertiban judul matakuliah yang diterjemahkan berbeda-beda antar PT. vi. Eko Alvares: PPAr butuh panduan kelembagaan yang jelas.
1. Persyaratan PT penyelenggara 2. Kesepakatan PT dengan IAI 3. Pengakuan terhadap lulusan
4. Persyaratan pengajar, proporsi antara pengajar akademis dan pengajar profesi
c. Masalah
i. Ilya: Dalam proses kelembagaan PPAr seharusnya dinilai oleh orang-orang yang mempunyai kompetensi juga. Harus ditetapkan kualifikasi dan persyaratannya. ii. Eko Alvares: Ada konflik dimana dosen tidak boleh merangkap menjadi
profesional, karena dosen dipandang sebagai sebuah profesi. Butuh dukungan legal melalui UUAr, dalam hal ini dapat melihat kepada dunia kedokteran.
C. WORKSHOP SKKNI PU, dilaporkan oleh Timmi Setiawan (IAI)
Bersamaan dengan kegiatan ini dilaksanakan juga workshop penyusunan SKKNI yang diselenggarakan oleh Departemen PUPera.
1. Laporan
a. Workshop SKKNI PU membahas skema 101 dan 201.
b. Terjadi persepsi yang salah tentang arsitek yang menempatkan arsitek sebagai jabatan kerja.
c. 13 butir kompetensi sudah diterima didalam forum.
d. Workshop dilaksanakan karena memperhatikan permintaan Depnaker dan Dikti.
e. Ada usaha untuk mengakomedasi pejabat PU dapat melaksanakan pekerjaan perencanaan secara swa kelola.
f. Didalam worshop diakomodasi keberadaan asosiasi profesi lain selain IAI dan PU sebagai peserta.
2. Masukan
a. Tidak ada masukan yang spesifik.
D. RUU ARSITEK, dilaporkan oleh Achmad Juhara (pokja RUU Arsitek IAI) 1. Laporan
a. Pokja membangun hubungan yang kuat antara IAI dan DPR.
b. Masih terjadi tarik menarik tentang definisi arsitek sebagai perancang dan arsitek sebagai insinyur.
c. Terdapat perbedaan pemahaman tentang RUU Ars antar daerah. Termasuk kegunaan dan pemanfaatnya.
d. Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) akan diakomodasi didalam tugas Dewan Arsitek. 2. Masukan
a. Adib: UU Ars sangat ditunggu sebagai konsideran Kepmen Dikti tentang Pendidikan PPAr. b. Himasari: UUArs butuh dukungan dari pressure group yang harus dilakukan oleh IAI
dengan melibatkan stakeholder.
c. Eko Alvares: Dalam kunjungan DPR ke daerah terlihat bahwa terdapat distorsi pemahaman terhadap UU yang berbeda satu dengan yang lain. UU Ars harus didorong penerapannya di daerah melalui Perda Bangunan Gedung dan peraturan Lisensi Arsitek/SIBP.
E. LAIN-LAIN
1. Yandi: Dibutuhkan bagan alur pendidikan arsitek menjadi Arsitek.
2. Eko: Dibutuh status pendidikan D3 Arsitek (pendidikan vokasi) dan skema peningkatan menjadi arsitek (profesi).
2. Sesi 2
Pembahasan mengenai capaian pembelajaran (learning outcomes) Pendidikan Profesi Arsitek dengan
moderator APTARI
Nama Uraian
Ilya F. Maharika Menjelaskan mengenai gambaran capaian profesi
arsitek dan apa yang disajikan sudah dapat dilihat komparasinya dengan program S-1 dan S-2
Dalam konteks standard, kita bisa merumuskan model
matrikulasi untuk program arsitektur hasil interpretasi undang-undang. Ini menjadi dokumen legal yang akan di-Kepmen-kan
Apakah pendidikan profesi arsitektur di Indonesia bisa
dibedakan, menjadi professional education atau
architectural engineering
Nama Uraian
dan universitas
Perumusan LO akan menjadi bahan kajian (unit-unit
pengetahuan dan skill) yang diperlukan
Pada program sarjana, studio dilakukan on-campus. Di
PPAr, studio bisa dilakukan off-campus
Perbedaan program PPAr dan program magang adalah,
program magang dijalani untuk mendapat pengetahuan tertentu dari kantor sedangkan program ini adalah
learning process
Exit exam tidak selalu digabung dengan lisensi untuk praktik mandiri dan perlu digabung dengan 2 tahun magang. Jadi pengetahuan bisa didapat di PPAr dan kemampuan untuk melakukannya didapatkan di magang
Yandi Andri Yatmo Apakah empat kuadran CP ada relevansi dengan domain
design, knowledge, dan skill dalam UIA
Kemampuan mahasiswa mengenai gambar kerja tidak
akan jadi sangat fasih di program profesi, tetapi dia mengalami
Himasari Hanan Dalam KKNI Level 7, permasalahan dilakukan melalui
pendekatan monodisipliner. Apakah tepat untuk PPAr dimana justru diharapkan multidisiplin dengan bidang lain?
Apabila PPAr mengikuti system Dikti, terjadi pindah jalur
sehingga aka nada dua jalur yang berbeda dengan system pendidikan yang berbeda. Apa bisa berdiri sendiri?
Pendidikan arsitektur 5 tahun seharusnya utuh, tidak
ada matrikulasi di antaranya. Kompetensi standard antara daerah dengan ibu kota masuk dalam kompetensi yang harus dipikirkan
Program profesi bisa mengkhususkan untuk
menghasilkan project architect
Apakah lulusan IAI harus siap praktik mandiri?
Eko Alvares KKNI sudah memiliki dasar hukum pada tahun 2014
dalam Permendikbud : Penerapan KKNI dalam Pendidikan Perguruan Tinggi
Sarjana dan Diploma-4 disamakan, cara
menyetarakannya adalah dengan level-level undang-undang
Uji kompetensinya akan seperti apa?
Didi Haryadi Pada lima tahun terakhir, LPJK punya dua sisi, baru
tahun ini dijadikan satu. Dalam menyatukan ini, kelihatannya memang ada beberapa hal yang perlu direkonstruksi lagi. Ada pepres pendidikan, tapi ada peraturan Menteri PU yang harus disamakan (Permen PU No. 09/PRT/M/2013)
Apa bisa dengan ilmu yang tidak didapatkan di S-1 lalu
memenuhi standard profesi?
Program magang adalah untuk membentuk sikap.
Apabila di PPAr sikap tidak diajarkan maka dapat mengikuti program magang
Nama Uraian
Bambang Soemardiono Ada kesempatan untuk menginterpretasi
peraturan-peraturan dengan program arsitektur
Kemas Ridwan Kurniawan KKNI tidak memiliki alasan untuk perbedaan standard
tiap daerah. Kurikulum inti berbeda, tetapi bisa menjadi
standard nasional apabila mengikuti standard learning
outcomes
Yuswadi Saliya Sebaiknya dibuat model yang memudahkan prodi untuk
menentukan mata kuliah
Ahmad Djuhara Sebagai praktisi, apa bedanya mengikuti program PPAr
dan program magang?
Paramita Atmodiwirjo Acuan UIA adalah kemampuan pada tiga tingkat
kompetensi didapat oleh mahasiswa selama 5 tahun ditambah magang. Ada poin yang tidak diberikan di perguruan tinggi, tapi diberikan di magang
Program multi-disiplin adalah penguasaan individu,
terdapat di poin capaian pembelajaran terakhir no.4
3. Penutupan oleh Ketua Tim
Tindak lanjut dari kegiatan rapat ini akan diteruskan oleh Tim Pokja.
Rangkuman dibuat oleh : Tavip Kurniadi Mustafa Gadisha Amelia
Program Revitalisasi Bidang Ilmu
Penyusunan Standar Pendidikan, Kurikulum, dan Capaian Pembelajaran
(Learning Outcomes) Pendidikan Profesi Arsitek Tahun 2015
Kegiatan 2: Workshop Penyusunan Kurikulum
Tanggal : 12 September 2015
Tempat : Ruang Sidang Gedung SAPPK ITB
Peserta :
No Nama Peserta Institusi/Lembaga Hadir
1. Yandi Andri Yatmo Tim Pokja √
2. A. Adib Abadi Tim Pokja √
3. Kemas Ridwan Kurniawan Tim Pokja √
4. Paramita Atmodiwirjo Tim Pokja √
5. Ilya F. Maharika, IAI Tim Pokja √
6. Tavip Kurniadi Mustafa, IAI Tim Pokja √
7. Susinety Prakoso Tim Pokja √
8. Himasari Hanan Tim Pokja √
9. Munichy B. Edrees, IAI, AA Ketua Umum IAI √
10. Didi Haryadi, IAI Dewan Keprofesian √
11. Tateng K. Djajasudarma, IAI, AA IAI √
12. Eko Alvares, IAI Universitas Bung Hatta √
13. Bambang Soemardiono IAI √
14. Ahmad Djuhara, IAI IAI √
13. Timmy Setiawan T., IAI., AA Badan Keprofesian √
15. Bambang Eryudhawan, IAI IAI √
16. Hanson Endra Kusuma ITB √
17. Eko Purwono ITB √
18. Widjaja Martokusumo ITB √
19. Basuki Dwisusanto Universitas Parahyangan √
20. Rahadian Prajudi Herwindo Universitas Parahyangan √
21. Rony Gunawan Sunaryo Universitas Kristen Petra √
22. VG Sri Rejeki Universitas Katolik
Soegijapranata
√
23. Krisprantono Universitas Katolik
Soegijapranata √
24. Ahmad Sarwadi UGM √
25. Baharuddin Universitas Hasanuddin √
26. Nani Widayati Universitas Tarumanegara √
27. Nina Carina Universitas Tarumanegara √
28. Maria Veronica Universitas Tarumanegara √
29. Gregorius Sri Wuryanto Universitas Kristen Duta
Wacana √
30. Freddy M. Nainggolan Universitas Kristen Duta
No Nama Peserta Institusi/Lembaga Hadir
31. Arif Kusumawanto UGM √
32. Labdo Pranowo UGM √
33. Jarwa Prasetyo Universitas Islam Indonesia √
34. Triandriani Mustikawati Universitas Brawijaya √
35. Bambang Susetyarto Universitas Trisakti √
36. SP. Mursid DIKTI √
37. Wayan Wiryawan Universitas Udayana √
38. Nikolaus Nino Ardhiansyah Universitas Atmajaya √
Agenda:
1. Pembahasan alur pendidikan, profil lulusan, capaian pembelajaran 2. Pembahasan kurikulum pendidikan profesi
Pembukaan
Moderator : A. Adib Abadi
Sambutan penanggung jawab program oleh A. Adib Abadi
Pengantar oleh Yandi Andri Yatmo
Acara ini didanai oleh Dikti dan IAI bertanggung jawab sebagai penyelenggaranya dan kemudian
bergandengan dengan APTARI agar pihak profesi dan pendidikan dapat sejalan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memudahkan pendirian dari prodi profesi. Yang diundang pada workshop kali ini adalah universitas-universitas yang dapat mendirikan Prodi Profesi lebih dahulu.
Kegiatan yang sudah dilakukan adalah melihat hubungan antara UIA, kompetensi di IAI, dll.
Diperlukan masukan untuk alur/capaian yang seperti itu. Juga apakah ada ruang fleksibilitas
untuk Prodi ini di daerah-daerah lain.
Paparan narasumber Dikti oleh SP Mursid
Di Indonesia dikenal tiga istilah dalam pendidikan yaitu jenis, jalur, dan jenjang. Jalur yaitu
formal dan non formal. UU No. 2 Tahun 1990 hanya berbicara mengenai 2 jenis pendidikan yaitu akademik dan profesional. Profesional kemudian dipecah menjadi yaitu pendidikan vokasi dan profesi. Vokasi sendiri adalah sesuatu yang tidak dikenal di dunia. Apabila ditelaah lagi vokasi adalah kejuruan. Untuk profesi, mestinya bukan pendidikan. Profesi adalah istilah untuk
melakukan fungsi-fungsi profesional. Saat ini di UU No. 20 kita mengenal pendidikan akademik, vokasi, dan profesi. Profesi adalah pendidikan setelah S-1. Di UU, sebenarnya profesi adalah kegiatan untuk kedinasan. Dibutuhkan pengakuan terhadap profesi, kemudian dibuat pendidikan satu tahun di atas S-1 (profesi). Berkaitan dengan sertifikasi profesi dan kompetensi, pengakuan terhadap lulusan profesi itu adalah sertifikat profesi. Seorang yang mengikuti pendidikan profesi, selain dengan ijazah juga diakui dengan sertifikat profesi.
Permendikbud No. 83 disepakati untuk menyelenggarakan pendidikan profesi dan pengakuan
terhadap keprofesian, pendidikan profesi harus diselenggarakan dengan asosisi profesinya. Jadi yang terpenting adalah bahwa lulusannya nanti harus diakui oleh masyarakat/asosiasi profesinya.
Apabila berkaitan dengan jenis, pendidikan profesi itu adalah kelanjutan dari kevokasian.
Pendidikan profesi di arsitektur adalah kelanjutan dari S-1. Yang tidak bisa dicocokkan adalah
academic value. Kaidahnya, profesi sejajar pada tingkat yang tidak sepenuhnya sama. S-1 bisa melanjutkan S-2 atau S-1 bisa melanjutkan profesi.
Pengakuan untuk arsitek adalah sertifikat dan lisensi. Dalam dunia pendidikan adalah sertifikat
sehingga prosesinya adalah sertifikasi. Sertifikasi profesi sebaiknya diselenggarakran oleh asosiasi profesi. Institusi pendidikan melahirkan lulusan yang siap terjun ke dunia profesional, tetapi untuk diakui memiliki fungsi profesionalnya itu dapat diakui oleh asosiasi profesi.
Bagaimana kalau pendidikan profesi diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi? Sertifikasi
tidak bisa disamakan dengan memiliki ijazah. Tetapi dalam keprofesian adalah dia bisa melakukan tugasnya atau tidak.
Pada keperawatan, pendidikan profesi menjadi kesatuan dengan pendidikannya. Tidak semua
pendidikan sudah ada asosiasi keprofesian.
Paparan oleh Munichy B. Edrees
RUU Arsitek sudah masuk di Badan Legislatif. Pemerintah perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai
apa sebetulnya tugas arsitek dan bahayanya apabila arsitek melakukan mal-praktik. Dijelaskan bahwa proses desain adalah proses ilmiah. Banyak kekhawatiran mengenai RUU Arsitek untuk diterapkan di kota-kota di berbagai daerah karena kurang paham akan ilmu arsitektur. Hasil sosialisasi di ITB adalah banyak mahasiswa arsitektur yang tidak mengaplikasikan
pengetahuannya di dunia arsitektur dan bekerja di bidang lain. Timbul pertanyaan, apakah sebetulnya yang butuh UU Arsitek adalah pengguna arsitektur?
Di FGD maupun rapat dengar pendapat, pendidikan arsitek membutuhkan waktu yang lama yaitu
idealnya 5-7 tahun. Bagaimana tim kurikulum bisa mengolah hal tersebut. Saat ini lulusan arsitektur adalah sarjana arsitektur, tetapi belum bisa prodi melanjutkan pendidikan tersebut (keprofesian).
UU Dikti No. 12 Tahun 12, program PPAr adalah program terpisah dari program akademik yang
wajib hukumnya, diselenggarakan oleh PTN atau PTS yang memiliki program arsitektur. Di Indonesia ada 13 yang buka program PPAr dan yang sudah legal adalah di UI. Ijazah yang dikeluarkan beragam. Sebaiknya dalam forum ini dapat disepakati bagaimana pendapat yang bermacam-macam tersebut dapat disamakan.
o Pendidikan profesi arsitek dibutuhkan 5+2 tahun (magang). Untuk dapat lisensi ditambah 2-3 tahun.
Pembahasan
1. Sesi 1: Pembahasan alur pendidikan, profil lulusan, capaian pembelajaran
Moderator : A. Adib Abadi Paparan Tim Pokja terkait :
1. Draft alur pendidikan 2. Draft profil lulusan
3. Draft capaian pembelajaran
Alur Pendidikan
Alur menjadi sangat penting untuk mengarahkan sekolah-sekolah dalam proses pengembangan.
Sudah waktunya kita sepakat dalam konteks alur ini. Skema yang ditunjukkan adalah bentuk yang ideal sehingga mahasiswa memiliki pandangan secara umum sehingga saat menjalani pendidikan formal kembali di kampus akan membawa pengalaman tersebut dalam diskusi. Ideal juga bahwa di antara PPAr dan Magister karena memang jenis yang berbeda maka dibedakan.
Yang kami coba rumuskan adalah minimum requirement yang confront dengan berbagai macam
hal. Untuk mahasiswa yang memiliki track record pendidikan 5 tahun sudah dapat memiliki
kesetaraan dengan mahasiswa di Singapura/negara lainnya.
Tidak semua institusi mampu mendirikan magister karena requirement cukup tinggi. Untuk PPAr,
doesn biasa dan ditambah dengan pengalam profesi sudah cukup untuk menjadi dosen program
profesi. Untuk bisa menyajikan pendidikan keprofesian di universitas, requirement ini lebih
mudah dicapai. Apbila sebuah universitas akan memasukkan program profesi, itu akan menjadi opsi dalam level universitas. Posisi-posisi tersebut yang perlu dirumuskan bersama. Sertifikasi yang setara dengan proses matrikulasi bisa dibuat.
Profil lulusan
IAI belum berhasil mengeluarkan profil lulusan, tetapi terdapat acuan berupa 13 kompetensi
IAI untuk memperoleh SKA.
Tim Pokja melakukan analisis aturan-aturan dari kompetensi-kompetensi yang ada berupa
tabel hubungan antara UIA, IAI, dan Aptari.
4 tahun di setiap universitas berbeda-beda, di 1 tahun apakah nanti akan disamakan. Perlu
dibicarakan sejauh mana fleksibilitasnya. Ada beberapa pengetahun yang hilang, jadi sangat sulit untuk 4 tahun kemudian dapat memenuhi standard UIA yang 7 tahun.
35 butir kompetensi UIA adalah untuk pendidikan arsitektur 5 tahun. Untuk pendidikan
arsitektur 4 tahun ditambah PPAr 1 tahun, semestinya dapat memenuhi 35 butir kompetensi yang diminta UIA, tetapi untuk saat ini belum cukup materi yang diberikan. Ada beberapa skill yang diminta UIA tetapi tidak muncul dalam list kompetensi Aptari dan IAI.
Yang diharapkan dari IAI adalah kemunculan profil karena dapat memberi arahan.
Tanggapan Didi Haryadi
Penjelasan mengenai tabel kompetensi SKKNI. Ilya F. Maharika
Kedudukan dokumen SKKNI adalah alat uji bahwa seorang lulusan PPAr dapat melakukan ini
karena kemungkinan menjadi uji kompetensinya. Ini adalah ujian untuk mendapatkan sertifikat. Selayaknya diskusi yang dilakukan bermuara ke tabel ini (ditayangkan di layar).
Cakupan PPAr adalah tiga profil tersebut sehingga proses kurikulumnya akan diarahkan ke
sana. Dokumen yang disampaikan Bu Susi memperlihatkan adanya kesenjangan antar dokumen. Yang pertama adalah dokumen UIA. Kemudian terdapat perbedaan dengan dokumen dari Aptari yang merupakan revisi dari KKNI. Yang perlu dilihat adalah apakah capaian pembelajaran yang berdasarkan KKNI masih terlalu jauh dari UIA. Contohnya, PPAr intinya profilnya adalah ketiga itu. Kemudian capaian pembelajaran di PPAr dapat dipetakan berdasarkan dua dokumen yaitu KKNI dan UIA. Dalam penegasan PPAr ini sangat mungkin
untuk hanya melihat minimum requirement saja. Kita bisa membuat prinsip semua sudah
disentuh di PPAr, tetapi untuk mencapai ability dapat diterima di program magang. 13
kompetensi dapat dipakai. Apabila yang bisa dihandle adalah 3 project, minimum
requirement adalah 3 projek. Yandi Andri Yatmo
Ilya F. Maharika
Intinya mempunya cukup bekal untuk memenuhi 13 kompetensi. Dokumen-dokumen yang sudah ada dapat digabungkan. Dalam proses magang akan ada proses-proses pemahiran.
Didi Haryadi
Lupakan jumlah proyek, kita harus melihat butir-butir yang tadi. A. Adib Abadi
Sekolah arsitektur di Indonesia memiliki situasi beragam dan kita dituntut untuk menghasilkan kurikulum yang dapat dipakai oleh semuanya.
Capaian Pembelajaran
Di aturan Dikti level 7. Terdapat hal-hal yang berkaitan dengan sikap, keterampilan umum,
mampu bekerja di bidang keahlian, keterampilan khusus. Sebagian ditetapkan di S-1, tetapi ada juga yang di profesi.
Sesi Diskusi
1. Hanson Endra Kusuma (Kaprodi Magister dan Doktor Arsitektur)
Terkait dengan pendidikan 5 tahun. Dilihat di UIA, consideration, objective, dan prasyarat,
memang prasyarat pendidikan arsitektur adalah 5 tahun. Bagaimana kita menyelenggarakan 5 tahun tsb?
Kalau melihat alur, 5 tahun itu tidak ada pilihan lain kecuali PPAr, apakah memang seperti itu?
Kita mengacu 5 tahun karena itu adalah dari UIA. KAAB menyelenggarakan 5 tahun tersebut yaitu 4 tahun di S1 dan 2 tahun S2. Di Jepang dan Amerika juga seperti itu. Kekhawatirannya adalah apakah lulusan kita nanti tidak dipertanyakan?
Untuk memiliki lisensi arsitek tidak hanya dari PPAr tapi dari Magister juga bisa. Ada UU yang
menyebutkan pendidikan profesi merupakan kelanjutan dari vokasi, tapi mungkin ada beberapa pilihan untuk menjadi arsitek berlisensi.
Tanggapan SP Mursid
Level pendidikan tinggi kita memiliki pendidikan yang lebih ke akademik atau lebih ke profesi. Di Indonesia banyak sekali jenis perguruan tinggi. Institut teknologi dimasukkan ke program akademik. Dulu kita berpikir bahwa diploma sampai ke sub spsesialis ada di area sekolah tinggi akademik. Pendidikan profesi berada di level 7. Pada saat membicarakan profesi ada di area akademik komunitas.
Yandi Andri Yatmo
Di UU dinyatakan ada 3 jenis pendidikan, akademik, profesi, dan vokasi. Pasal 24 ayat 1, program profesi merupakan pendidikan keahlian khusus yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat untuk mengembangkan bakat dan kemampuan memperoleh kecakapan yang diperlukan dalam dunia kerja. Di UIA tidak dikatakan secara spesifik 5 tahun langsung, tetapi merupakan pilihan. Untuk aturan yang sekarang, akan memudahkan apabila 4 + 1 jadi minimum. Apakah artinya pendidikan akdemik dan profesi satu-satu atau termasuk semuanya?
5 tahun diselenggarakan dalam bentuk yang seperti apa? Dalam jenjang seperti apa? Dalam website KAAB mereka mengatakan yang diakreditasi ada 34. 23 dari 19 adalah master program. PPAr jalan itu oke, tetapi alur yang tadi hanya 1 pilihan sedangkan di UIA yang dikatakan adalah pendidikan arsitek 5 tahun, bukan 4+1 tahun PPAr. Ada kemungkinan alumni-alumni kita bekerja di luar negeri, apa nanti tidak dipertanyakan? Seperti yang Pak Ilya katakan tadi kita harus fleksibel. Barangkali alur tadi bisa sedikit revisi, pendidikan arsitektur 5 tahun bisa disimpan.
2. Sarwadi (UGM)
Muncul 3 profil dari SKKNI, apakah benar akan seperti itu? Perancangan kota juga keluar,
tetapi asosiasinya juga berbeda. Apakah untuk keahlian memang akan ketiga itu? Mungkin tidak muatan sks kita bisa membekali untuk seperti itu? Di dalam dokumen sertifikasi IAI sendiri nilai urban design kecil. Apakah kita akan ubah sertifikasi tersebut? Atau kita fokuskan pada perancangan bangunan? Di UIA tidak pernah disebut perancang kota tetapi berwawasan mengenai perancangan kota. Kedodoran di UGM mengenai lulusan adalah teknikal, jadi kalau ada profesi dapat memfokuskan pada gambar DED itu.
Berkaitan dengan itu mengenai profil lulusan, mungkin perlu dibuat peta kurikulum
tersambungnya di mana, jadi nanti dapat diketahui mana jatah di PPAr. Di tiap perguruan tinggi bisa berbeda. Karena kalau berbeda tidak bisa masuk ke PPAr yang lain. Terutama karena situasi pendidikan arsitektur kita berbeda.
3. Pak Baharuddin (Unhas)
Pasal 12 sudah bertentangan, apakah kita mau ikuti atau tidak? 5 tahun saya sepakat
bahwa adalah waktu pendidikan di sekolah. Yang tadi digambarkan ada internship yang diluar pendidikan. 35 kompetensi di UIA memang tidak bisa dicocokkan dengan Aptari karena Aptari hanya sekolah. Apa yang diurus di sekolah seharusnya berbeda dengan yang diurus di profesi. Core pendidikan arsitektur tetap diikuti, tetapi kegiatan pendidikan sendiri di Unhas sangat berbeda dengan di Jawa. Tidak boleh hanya lanjutan-lanjutan saja. Padahal kalau sudah dipelajari di S-1 kenapa harus dilanjutkan? Barangkali bisa ditambah dengan kompetensi yang belum didapatkan di S-1?
Mengenai alur pendidikan, magang setelah PPAr. Sebaiknya PPAr adalah bagian dari
sarjana. Pendidikan kita system S-1nya adalah 4 tahun, kalau kita ubah S-1 3 tahun akan lebih baik, tetapi harus diakui oleh pemerintah. Jadi magang dilakukan setelah PPAr, yaitu setelah sekolah. Registrasi arsitek adalah arsitek yang teregistrasi, bagaimana dengan lisensi?
4. Gregorius Sri Wuryanto
alur pendidikan di Indonesia ada prasyarat sebelum PPAr harus magang 1 tahun. Setelah
lulus PPAr magang lagi 1 tahun. Lulus PPAr sudah dapat gelar Ar, sudah arsitek pratama. Berarti PPAr belum tuntas. PPAr 1 tahun, kemudian dapat sertifikasi, dan lisensi.
Pokja ini atas nama siapa dan posisinya apa. Apakah ini punya hak dan badan hukum
yang legal? Tanggapan
Yandi Andri Yatmo
Di FGD di Demokrat sudah ditanyakan, selama ini yang kita kerjakan terkait dengan rancang bangun. Lingkup kerja arsitek dapat dilihat pada UU yang akan keluar 3 bulan kemudian. 2 tahun datangnya dari mana? UIA dan RUU Arsitek. Disebutkan di UIA dia harus memiliki 5 tahun belajar ditambah 2 tahun
magang yang tidak perlu berurutan. Di UIA disebutkan 5 dan 2, 2 dapat didefinisikan sesuai kebijakan seberapa Negara ini mau mendapatkan arsiteknya. Tim Pokja berusaha mengikuti aturan yang ada sehingga menghasilkan alur yang ada.
Gregorius Sri Wuryanto
Kenapa tidak membuat sendiri? Bolehkah kita keluar dari alur-alur UU Pendidikan Tinggi? Yandi Andri Yatmo
Kami sudah mencoba melihat kemungkinan tersebut. Kesannya 5 + 2 = 7, tapi prior tidak melulu harus
setelah tetapi bisa akumulasi. Mengenai legitimasi Tim Pokja, IAI diberikan mandat oleh Dikti untuk mengerjakan ini dan semestinya akan menjadi produk Permen. Di tahap kedua, kami akan menjaring lagi akan apa yang dibutuhkan karena ada kekhawatiran tahap 1 UU Arsitek lebih Jakarta-oriented. RUU Arsitek mengatakan terus-menerus dan akan sulit dan merugikan.
Gregorius Sri Wuryanto
Bagaimana agar tidak keluar dari koridoor UU?
5. Sri Rejeki Soegijapranata
Bagaimana bisa menjadi pertimbangan magang 2 tahun? Kita ada KP agar mahasiswa
betul-betul paham dan S-1 bisa diambil untuk itu? Bagaimana dengan 5 tahun bisa digabung magang? Memungkinkan atau tidak apabila ada yang S-1 + PPAr atau ada S-1 + magister, bisa tidak bersinergi?
Kita ada balai pembinaan tenaga konstruksi. Di dalam bali tersebut ada penelitian untuk
lisensi arsitek, yang punya pengalaman 1-2 tahun dilatih dalam 50 jam kemudian diuji di LPJK, langsung punya sertifikat untuk arsitek muda. SKKNI tadi yang digunakan untuk menilai. Apakah kita hanya di tataran Indonesia itu sepakat, tetapi harus ada keputusan untuk strategi gerak cepat.
6. Bambang Susetyarto (Kajur Arsitektur Trisakti)
Betul bahwa yang akan kita sepakati adalah kesepakatan requirement minimal. Kepada
IAI perlu dipahami bahwa KKNI adalah rezim kebebasan. Kurikulum disebut sebagai kurikulum perguruan tinggi, jadi yang akan mempertaruhkan adalah perguruan tinggi masing-masing. Jadi tidak perlu kita mencapai keseragaman, tetapi minimal seragam. Pada skema yang diberikan, letak PPAr terlalu jauh ke dalam program pendidikan profesi.
Mengenai jam belajar dan bekerja, saya tetap mengatakan magang adalah working hour
dan 5 tahun adalah learning hour. Dia menjalani proses yang bekerja yang berbeda antara kedua hal tersebut. harus kita disiplinkan kalau sekolah arsitek adalah sekolah sehat. Pada saat kita meletakkan pendidikan profesi yaitu bekerja dan menerapkan kedua, sedangkan akademik adalah eksploratif. Bagaimana PPAr masuk dalam kelompok akademik tetapi tidak bereksplorasi?
Saya mengusulkan kalau mau membuka PPAr, harus melatih orang untuk mempelajari
pedoman, dsb. Kalau mau mencuri start, di dalam substance-nya dapat membelah. 5,6,7 nya dapat melatih untuk berterapan dan berkesplorasi.
Tanggapan A. Adib Abadi
Revisi draft SNPT. Tertulis bahwa pendidikan profesi adalah program lanjutan yang tidak terpisah dari program sarjana.
Perubahan Permendikbud No. 49. Maksimal masa studi 7 tahun. Belum tahu kapan
diberlakukan. SP Mursid
Sepakati bagian minimal yang dapat dibantu oleh profil. Desain UU kita memang
berantakan, semestinya rekan-rekan juga memiliki rencana untuk arsitektur sendiri mau seperti apa. Tetap ikuti tetapi jangan ragu-ragu bahwa ada rancangan sendiri yang dapat dilakukan. Yang diharapkan Dikti adalah, boleh saja masing-masing memiliki keunggulan tetapi harus ada profil dasar yang diajukan.
Kita mempercayakan pada otonomi dari pt masing-masing. Kurikulum itu nanti di bagian
kajiannya, rekan-rekan boleh mengambil dari SKKNI dan bagaimana menyelenggarakan PPAr bahwa ada jenjang sendiri. Sejauh rekan-rekan bisa memberikan alasan konkrit. Termasuk menjawab pertanyaan mengenai eksploratif dan aplikatif, tidak bisa semuanya mau.
Didi Haryadi
Mengenai istilah registered architect dan licensed architect. Yang dimaksud lisensi
sebenarnya, lisensi yang mengeluarkan adalah pemerintah daerah. Magang sebaiknya
sebelum registered. Kita hanya sampai register saja, urusan lisensi urusan daerah saja.
Yandi Andri Yatmo
Kalau memang seperti itu akan lebih lama untuk mendapatkan lisensinya. Registernya dimana?
Saya agak bingung dengan istilah licensed, registered, dan sertifikasi. Di UIA menggunakan garis
miring, kalau kita jadi tiga. Himasari Hanan
Untuk pendidikan profesi gelarnya apa? Setiap kesetaraan ijazah itu yang akan dilihat karena di situlah PPAr bermasalah. Pendidikan arsitek itu profesional.
SP Mursid
Indonesia memiliki lebih dari 4000 pt dan lebih dari 22000 prodi. Pada akhirnya ada
aturan-aturan yang generic, perlu dibuat nomenklatur dan pengaturan gelar. Kalau itu memang tidak fit, tapi bagus apabila dituliskan dalam naskah akademik yang
berdasarkan fakta-fakta dan riset. Mungkin rekan-rekan nanti menyepakati berbagai
model, tidak one fit for all berkaitan dengan prodi. Walaupun nanti ada beberapa model
yang disepakati, sebaiknya diketahui oleh semuanya sehingga kalau diskusi sistematis
dan tidak campur aduk. License setahu saya punya jangka waktu, sedangkan sertifikat
berlaku seumur hidup.
Mungkinkah semua prodi yang memiliki arsitektur memiliki program yang sama atau bisa
berdiri sendiri karena tuntutannya lain?
Berkaitan dengan gelar, rekan-rekan bisa menyampaikan opininya.
Himasari Hanan
SP Mursid
Ada persetujuan dari negara-negara Fredy Nainggolan
Ibu bertanya mengenai gelar PPAr, sementara kita tahu Pak Munichy sudah bercerita bahwa mereka sudah menandatangani lulusan PPAr jadi bagaimana dengan lulusan perguruan tinggi dari program ini?
A. Adib Abadi
Nanti pendidikan profesi arsitek diformalkan. Saat ini baru UI, tetapi pt lain belum ada jadi UI yang berhak mengeluarkan gelar. Dikti berharap seperti itu, yang sudah terlanjur tidak masalah tetapi ke depannya ada keinginan Dikti untuk memisahkan itu.
Yandi Andri Yatmo
Gelar diberikan sesuai dengan UU RI No. 12 Th. 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Paramita Atmodiwirjo
Kalaupun institusi menggabungkan S-2 dengan PPAr yang akan terjadi adalah ini sangat tergantung dengan kurikulum S-2 nya. Atau memang institusi beranggapan ini merupakan pendidikan yang terpisah. Kalau sudah seperti ini, dapat dilihat bahwa terjadi fleksibel. Termasuk untuk pt-pt yang belum dan dalam waktu dekat tidak akan membuka S-2, dia dapat langsung membuat profesi.
Himasari Hanan
Di UU pendidikan dia adalah prodi sendiri
2. Sesi 2: Pembahasan Kurikulum PPAr Sharing pengalaman membuka program PPAr
Kemas Ridwan Kurniawan (UI)
Magister bidang arsitektur ada bermacam-macam, di luar itu tidak dimasukkan dalam alur ini.
Sebenarnya tidak ada masalah dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Sekarang kita sepakat untuk standard minimum supaya dapat diikuti berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ini momentum yang baik untuk kita sama-sama menyempurnakan dari model lama ke model baru.
Ronny Gunawan (Petra Surabaya)
Praktek di kami mahasiswanya hanya 1, 2, hanya berlangsung 2 periode. Di Petra sedang proses membuka S-2, tidak tahu apakah akan membuka PPAr atau tidak. Lalu ada 10 orang mahasiswa kami yang minta membuka PPAr. Untuk sementara memilih S-1 yang extended atau bersama dengan S-2. Apakah ada dari tim pokja IAI yang bisa membantu menjelaskan karena saat ini terjadi perbedaan pendapat mengenai kepentingan PPAr.
Basuki Dwisusanto (Unpar)
Untuk swasta membuka prodi PPAr cukup berat, salah satunya untuk penyediaan 6 dosen, dsb. Mata kuliah PPAr dapat elektif dan transferable ke magister. PPAr tidak sepenuhnya aplikatif, tapi per tahun
bisa 6-7 orang. Terutama untuk penyediaan dosen, tidak boleh dosen S-1, S-2, S-3, berat sekali. Tapi saya melihat peluang pada pendidikan arsitek 5 tahun untuk yang jadi arsitek.
Jarwa Prasetyo (UII)
Kami menunggu adanya kepastian alur, pembelajaran dan metode yang seperti apa. Terutama karena kami dari swasta, pertanyaan mahasiswa adalah kalau ikut program ini apa yang dilakukan. Kami termasuk yang setuju bahwa setelah S-1 selesai mahasiswa perlu mengikuti PPAr. Mengenai jalur, dari
kami mengusulkan PPAr sebagai kelanjutan dari S-1. Apakah 5 tahun 100% learning hour, ini terkait
dengan kesan lama sekali. Timmy Setiawan (IAI)
Sampai sekarang belum timbul rasa ideal kalau mendesain pakai nama kita, apalagi sekarang
masih bisa dipinjam dan bisa pakai nama orang lain. Mahasiswa harus diberikan pemahaman bahwa harus bangga kalau namanya ditulis di sana. Kemudian, kita harus sangat menginginkan sebanyak mungkin arsitek punya SKA, terutama Pratama muda sehingga bisa berlanjut ke Madya dan Utama.
Kelemahan para arsitek adalah 2 hal. Gengsi, sok sibuk untuk apply ska. Kedua adalah portfolio.
Kelemahan arsitek adalah tidak pernah mendokumentasikan karyanya, jadi apabila bukti, datanya sudah tidak ada. 2 poin itu sebaiknya kita tanamkan pada mahasiswa.
Di Jakarta pernah ada usaha SKA kolektif, tapi tidak terlalu banyak yg datang.
Eko Alvares (Universitas Bung Hatta)
Dari pendapat Pak Basuki, harus sekolah profesi. Apabila itu tidak mungkin kita pakai 4+1 yang
diselenggarakan di pendidikan sarjana level 6. Kalau UU kita lihat, semestinya kita bikin program profesi. Lalu mengenai penyelenggaraan dosen, boleh atau tidak para profesional masuk dalam program
pendidikan tersebut?
Di tempat saya sudah buka magister, sudah tahun ketujuh. Edukasi mengenai pentingnya PPAr harus dilakukan sejak S-1.
Himasari Hanan
Justru Pokja harus membalikkan itu, bahwa pendidikan arsitektur tidak sama dengan pendidikan profesi yang digambarkan UU. Kita tidak bisa mengikuti kaitan UU harus bikin prodi sendiri dan itu dipaksakan pada masing-masing universitas mau ikut S-2 atau kelanjutan S-1. Jadi kita ikut jenjang 7 dsb, tapi sebagai institusi bisa tidak Pokja mengusulkan kelanjutan S-1 atau ikut S-2 agar di setiap universitas dapat serupa. Bisa tidak kita membuat alternative lain supaya tidak perlu membuat prodi baru lagi. Bisa diterima tidak untuk Dikti bahwa PPAr ikut S-1 atau S-2?
A. Adib Abadi
Usulan Bu Hima bukan tidak mungkin. Pak Mursid menjelaskan bagaimana itu dimungkinkan kalau kita tidak memiliki alasan-alasan.
Didi Haryadi
Dari UU harus 4 tahun itu minimum atau bagaimana? Mungkin kesepakatan di Pokja bisa 5 tahun. Kita minta 5 tahun karena UIA adalah karena ada penyetaraan.
Saya tertarik usulan Bu Hima. Kita kembangkan yang lebih bijak. Substansi adalah sesuatu yang lebih penting dari bisnisnya. Kalau mau PPAr (scholar) kita latih dia untuk menuju itu. Tidak mudah membuat mahasiswa tunduk pada () kalau di swasta akan sulit, dapat kita merger. Itu salah satu cara untuk terobosan. Teman-teman pt negeri boleh mengajar di pt swasta. Itu yang saya minta terobosannya di peraturan.
Nina Carina (Untar)
S-1 4 tahun tapi bisa lanjut 5 tahun, ini punya konsekuensi untuk kampus-kampus yang mahasiswanya besar yang mau melanjutkan ke 5 tahun berapa orang, ini ada di pengaturan dosen. Peraturan PPAr menjadi potensi apabila ada universitas yang tidak bisa membuka program magister, dsb. KKAB tidak membolehkan program PPAr dari kampus lain. Yang dijalankan Untar tetap menjalankan 4 tahun untuk S-1, 2 tahun dari magister di mana terintegrasi dari PPAr.
Ilya F. Maharika
Eksistensi PPAr ada dan sudah mulai disetujui. Karena UU seperti itu, yang paling ideal adalah
dalam bentuk prodi sendiri. Dosen profesional bisa masuk dapat diajukan sebagai Permen. Opsinya bisa dilihat pada skema. Eksistensi alur non design ada, tapi sekarang mengacu ke alur design semua. Apabila di luar negeri ada architectural engineering, ini dapat jadi peluang universitas untuk membuat prodi baru architectural engineering yang belajarnya sub-sistem bangunan.
Sarjana arsitektur yang alur design lantas memiliki 2 opsi. Alur design dengan M.Ars, lalu ada
profesi arsitek yang gelarnya adalah Ar. Apa keuntungan masuk PPAr? Track recordnya jadi lebih pendek. Ini salah satu masukan yang dapat memiliki berbagai variasi di dalamnya.
Dari Pak Mursid, apakah kita akan meng-endorse doctoral terapan dari arsitektur. Di Negara kita
belum diperlukan, tapi dari diploma bisa masuk ke PPAr kemudian tersertifikasi.
Himasari Hanan
Setelah pendidikan seharusnya tidak ada sertifikasi Ilya F. Maharika
Kembali ke definisi sarjana arsitektur itu apa, yaitu siap dikembangkan menjadi perancang bangunan gedung/ sub-sistem bangunan gedung. Kemudian di PPAr, adalah perancang bangunan gedung bersertifikat. Kalau profil yang seperti ini disepakati oleh IAI, instrument pendidikan arsitek dapat didiskusikan. Seperti 13 kompetensi yang diminta IAI dapat dipenuhi.
Hanson Endra Kusuma
Apabila setelah mengikuti pendidikan langsung bersertifikat, apabila lembaga pendidikannya bersertifikasi atau tidak, dapat dijadikan acuan juga. Sertifikasi seharusnya ujian. Di Jepang, sertifikasi dan lisensi satu paket. Dia harus uji kompetensi tertentu yang bukan dilangsungkan oleh lembaga pendidikan tetapi oleh lembaga mandiri yang berada di bawah pemerintah.
Yandi Andri Yatmo
Bedanya kita mengambil magister dan profesi. Kalau kita mengambil profesi, menurut uu kita boleh mendapat benefit untuk memberi gelar profesi. Sedangkan magister karena jalurnya akademik maka tidak boleh memberikan gelar profesi.
Himasari Hanan
Gelar profesi itu apa? Maknanya gelar profesi itu apa? Yandi Andri Yatmo
Ar.
Ilya F. Maharika
Titik kritisnya ada di situ. Ketika kita memberikan gelar Ar., harus sudah ada pengakuan dari IAI, Pratama misalnya, sehingga jenjang karirnya menjadi jelas. Mengenai proses uji tadi, saya sepakat bahwa uji tadi dilakukan oleh pihak lain. Justru di sinilah keunikan dari PPAr, karena akan
mengintegrasikan proses-proses itu menjadi satu bagiannya. Secara real mahasiswa dapat menjadi agen-agen pembangun yang bertanggung jawab.
Himasari Hanan
Apabila kita menyepakati gelar profesi harus diakui oleh IAI dan punya makna. Hanson Endra Kusuma
Apabila kita mengikuti skema tersebut, jadi arsitek profesional bisa keduanya, tetapi yang penting 5 tahunnya itu.
Ilya F. Maharika
Di SNPT 4-5 tahun dan maksimum masa studi 5 tahun. Yandi Andri Yatmo
Yang kita permasalahkan yang magister. Bagaimana kalau nanti ada yang ini?
Ilya F. Maharika
Skema sudah jelas dan tidak menjadi soal. Soal kita adalah di arsitek tersertifikasi. Hanson Endra Kusuma
Berarti M.Ars. dapat juga menjadi arsitek bersertifikasi Yandi Andri Yatmo
RUU Arsitek Pasal 6 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan program pendidikan arsitektur 5 tahun adalah capaian pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi yang memenuhi beban belajar setara dengan masa studi 5 tahun yang mencakup pendidikan akademik dan pendidikan profesi arsitek. Pendidikan kita harus mengikuti UUPT. Untuk masuk ke profesi, dia harus setelah sarjana.
Eko Alvares
Bisa tidak kita seperti kedokteran, khusus pasal yang ini tidak seperti Himasari Hanan
IAI tidak berkepentingan, asal IAI sudah menerima tadi apapun kalau 5 tahun kalau itu desain dan di uji kompetensi lulus, dia bisa menjadi arsitek. Setelah magang 2 tahun dia dikasih arsitek kelas 2. Untuk lokasinya terserah proyeknya, sudah saya masukkan di RUU. Kalau sudah berapa ribu meter persegi dia magang lagi, bisa atau tidak di IAI seperti itu.