• Tidak ada hasil yang ditemukan

WRAP UP SKENARIO 1 DIABETES MELITUS TIPE 2.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WRAP UP SKENARIO 1 DIABETES MELITUS TIPE 2.docx"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

WRAP UP SKENARIO 1

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

“PENGLIHAT

“PENGLIHATAN

AN TERGANGGU”

TERGANGGU”

KELOMPOK B-11 KELOMPOK B-11

KETUA

KETUA : : Muhamad Muhamad Eko Eko Prastia Prastia (1102012168(1102012168)) SEKRETARIS

SEKRETARIS : : Muhammad Muhammad Azmi Azmi Hakim Hakim (1102012170))(1102012170 ANGGOTA

ANGGOTA : : Muchammad Muchammad Adiguna Adiguna Said Said (1102010174(1102010174)) Muhammad

Muhammad Faisal Faisal Alim Alim (1102012171(1102012171)) Muhammad

Muhammad Fajrin Fajrin (1102012173(1102012173)) Rannissa

Rannissa Puspita Puspita Jayanti Jayanti (1102012225(1102012225)) Ratna

Ratna Kurnianingsih Kurnianingsih (1102012228(1102012228))

Ratnasari (1102012229)

Ratnasari (1102012229)

Raysilva

Raysilva Chuneva Chuneva Alros Alros (1102012230(1102012230)) Razky

Razky Noormansyah Noormansyah (1102012231(1102012231))

FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI UNIVERSITAS YARSI

Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574 Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574

(2)

SKENARIO 1 SKENARIO 1

Tn A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Tn A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. saat ini tel

tipe 2 sejak 5 tahun. saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.apak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm, dan indeks massa Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm, dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m

tubuh (IMT) 29,4 kg/m22, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terjadi penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terjadi penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan pendarahan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan pendarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl, dan protein urin postif

345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl, dan protein urin postif 3.3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan kronik mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan  pemberiaan insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek s

 pemberiaan insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek s amping yang dapat terjadi akibatamping yang dapat terjadi akibat  pemberian obat.

(3)

SKENARIO 1 SKENARIO 1

Tn A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Tn A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. saat ini tel

tipe 2 sejak 5 tahun. saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.apak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm, dan indeks massa Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm, dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m

tubuh (IMT) 29,4 kg/m22, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terjadi penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terjadi penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan pendarahan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan pendarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl, dan protein urin postif

345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl, dan protein urin postif 3.3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan kronik mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan  pemberiaan insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek s

 pemberiaan insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek s amping yang dapat terjadi akibatamping yang dapat terjadi akibat  pemberian obat.

(4)

KATA-KATA SULIT KATA-KATA SULIT

1.

1. Diabetes Diabetes mellitus mellitus tipe tipe 2 2 : : intoleransi intoleransi karbohidrat, karbohidrat, ditandai ditandai dengandengan resistensi

resistensi

insulin, kelebihan produksi glukosa hepar, dan insulin, kelebihan produksi glukosa hepar, dan hiperglikemia

hiperglikemia 2.

2. Ankle Ankle brachial brachial index index : : pengukuran pengukuran tekanan tekanan darah darah di di arteri arteri dorsalisdorsalis  pedis

 pedis dan di arteri brachialisdan di arteri brachialis 3.

3. Monofilament Monofilament Semmes Semmes Weinstein Weinstein : : tes tes untuk untuk melihat melihat adanya adanya diabetic diabetic peripheralperipheral neuropathy, dengan cara

neuropathy, dengan cara menyentuhkanmenyentuhkan

monofilament ke 10 titik permukaan kulit, yaitu monofilament ke 10 titik permukaan kulit, yaitu  plantar

 plantar jari jari 1, 1, 3, 3, 5; 5; plantar plantar metatarsal metatarsal 1, 1, 3, 3, 5;5;  plantar

 plantar jari jari tengah tengah medial medial lateral; lateral; plantar plantar tumittumit dan dorsal sela jari kaki

dan dorsal sela jari kaki 1,21,2 4.

4. Funduskopi Funduskopi : : pemeriksaan pemeriksaan untuk untuk melihat melihat dan dan menilai menilai kelainankelainan dan keadaan pada fundus oculi

dan keadaan pada fundus oculi 5.

5. Mikronaneurisma Mikronaneurisma : : pembengkpembengkakan akan pembuluh pembuluh darah darah berukuranberukuran mikro

mikro dan dan dapat dapat dilihat dilihat sebagai sebagai titik-titik titik-titik kemerahankemerahan  pada retina

 pada retina 6.

6. Makroangiopati Makroangiopati : : penyakit penyakit pembuluh pembuluh darah darah yang yang terjadi terjadi karenakarena lemak dan bekuan darah terbentuk di pembuluh lemak dan bekuan darah terbentuk di pembuluh darah besar, menempel pada dinding pembuluh darah besar, menempel pada dinding pembuluh dan menghambat aliran darah

dan menghambat aliran darah 7.

7. Mikroangiopati Mikroangiopati : : dinding dinding pembuluh pembuluh darah darah kecil kecil menebal menebal dandan melemah sehingga berdarah, membocorkan melemah sehingga berdarah, membocorkan  protein dan memperlambat aliran darah  protein dan memperlambat aliran darah 8.

8.  Neuropati  Neuropati : : masalah masalah pada pada saraf saraf yang yang menyebabkan menyebabkan nyeri,nyeri, mati rasa, kesemutan, pembengkakan, atau

mati rasa, kesemutan, pembengkakan, atau kelemahan otot pada bagian tubuh yang berbeda kelemahan otot pada bagian tubuh yang berbeda 9.

9. Insulin Insulin :: hormon peptida yang disekresikan oleh sel βhormon peptida yang disekresikan oleh sel β  pancreas

 pancreas 10.

10. HbA1c HbA1c : : untuk untuk mengukur mengukur rata-rata rata-rata konsentrasi konsentrasi glukosaglukosa darah dalam waktu 1 sampai 3 bulan darah dalam waktu 1 sampai 3 bulan sebelumnya

(5)

PERTANYAAN PERTANYAAN

1.

1. Apa hubungan antara diabetes mellitus Apa hubungan antara diabetes mellitus dengan penglihatan yang terganggu?dengan penglihatan yang terganggu? 2.

2. Apa penyebab dari proteinuria?Apa penyebab dari proteinuria? 3.

3. Mengapa telapak kaki terasa nyeri dan kesemutan bila berjalan?Mengapa telapak kaki terasa nyeri dan kesemutan bila berjalan? 4.

4. Mengapa terjadi kulit kering?Mengapa terjadi kulit kering? 5.

5. Mengapa terjadi pendarahan pada retina?Mengapa terjadi pendarahan pada retina? 6.

6. Apa hubungan antara pre-hipertensi dengan diabetes mellitus?Apa hubungan antara pre-hipertensi dengan diabetes mellitus? 7.

7. Apa hubungan antara indeks massa tubuh dengan diabetes mellitus?Apa hubungan antara indeks massa tubuh dengan diabetes mellitus? 8.

8. Makanana apa saja Makanana apa saja yang mengandung kalori 1900?yang mengandung kalori 1900? 9.

9. Apa tujuan dilakukan ankle brachial index? Berapa nilai normalnya?Apa tujuan dilakukan ankle brachial index? Berapa nilai normalnya? 10.

10. Berapa nilai normal glukosa darah puasa, gula darah 2 jam post-prandial, gula darah sewaktu,Berapa nilai normal glukosa darah puasa, gula darah 2 jam post-prandial, gula darah sewaktu, dan HbA1c?

dan HbA1c? 11.

11. Apa saja efek samping insulin?Apa saja efek samping insulin? 12.

12. Bagaimana pemberian insulin?Bagaimana pemberian insulin? 13.

13. Apa saja jenis olahraga untuk penderita diabetes mellitus tipe 2?Apa saja jenis olahraga untuk penderita diabetes mellitus tipe 2? 14.

14. Apa perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2?Apa perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2? 15.

15. Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan monofilament Semmes Weinstein?Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan monofilament Semmes Weinstein? 16.

16. Apa ada hubungan antara usia, jenis kelamin, dan genetik dengan diabetes mellitus?Apa ada hubungan antara usia, jenis kelamin, dan genetik dengan diabetes mellitus? 17.

17. Apa kriteria makan yang halal dan thayyiban?Apa kriteria makan yang halal dan thayyiban?

JAWABAN JAWABAN

1.

1. Karena kebanyakan glukosa di dalam darah, dengan tiba-tiba menjadi fruktosa. FruktosaKarena kebanyakan glukosa di dalam darah, dengan tiba-tiba menjadi fruktosa. Fruktosa mudah teroksidasi menjadi sorbitol yang menyebabkan pembuluh darah mata menjadi ruptur mudah teroksidasi menjadi sorbitol yang menyebabkan pembuluh darah mata menjadi ruptur sehingga menimbukan lingkaran gelap dalam penglihatah

sehingga menimbukan lingkaran gelap dalam penglihatah 2.

2. Karena terjadi kerusakan membran basalis glomerulus, endotel, dan podosit disebabkanKarena terjadi kerusakan membran basalis glomerulus, endotel, dan podosit disebabkan deposit AGE, yang menyebabkan neutrofil menginfiltrasi glomerulus sehingga terjadi deposit AGE, yang menyebabkan neutrofil menginfiltrasi glomerulus sehingga terjadi kebocoran

kebocoran 3.

3. Karena neuron yang memiliki sedikit energi, sehingga tidak melaksanakan fungsiKarena neuron yang memiliki sedikit energi, sehingga tidak melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya

sebagaimana mestinya 4.

4. Karena penderita diabetes mellitus mengalami polyuria, sehingga mengalami dehidrasiKarena penderita diabetes mellitus mengalami polyuria, sehingga mengalami dehidrasi menyebabkan kulit menjadi kering

menyebabkan kulit menjadi kering 5.

5. Karena terjadi neovaskularisasi sehingga terbentuk pembuluh darah kecil yang lebih rapuh,Karena terjadi neovaskularisasi sehingga terbentuk pembuluh darah kecil yang lebih rapuh, maka terjadi pendarahan

maka terjadi pendarahan 6.

6. Karena darah menjadi kental yang menyebabkan jantung memompa lebih kerasKarena darah menjadi kental yang menyebabkan jantung memompa lebih keras 7.

7. Obesitas disebabkan pola hidup yang tidak sehatObesitas disebabkan pola hidup yang tidak sehat 8.

8. Secara prinsip, asupan karbohidrat Secara prinsip, asupan karbohidrat yang dikurangiyang dikurangi 9.

9. Untuk mendeteksi adanya penyakit arteri perifer. Nilai normal : 0,91-1,3Untuk mendeteksi adanya penyakit arteri perifer. Nilai normal : 0,91-1,3 10.

10. Glukosa darah puasa: <140 mg/dl. Glukosa darah sewaktu:Glukosa darah puasa: <140 mg/dl. Glukosa darah sewaktu:  200  200 mg/dl. mg/dl. HbA1c: <6HbA1c: <6,5 g/dl.,5 g/dl. Glukosa 2 jam pos-prandial: <200 mg/dl (setelah diberi 75 gram glukosa)

Glukosa 2 jam pos-prandial: <200 mg/dl (setelah diberi 75 gram glukosa) 11.

11. Hipoglikemia, resistensi insulin, menyebabkan alergi insulinHipoglikemia, resistensi insulin, menyebabkan alergi insulin 12.

12. Dengan cara injeksi di region abdomen, subkutanDengan cara injeksi di region abdomen, subkutan 13.

13. Olahraga ringan, seperti joggingOlahraga ringan, seperti jogging 14.

14. DM DM tipe tipe 1: 1: defisiensi defisiensi insulin, insulin, sel sel β β mengalami mengalami defek defek karena karena autoimunautoimun DM tipe 2: resistensi insulin; adanya gangguan reseptor insulin

DM tipe 2: resistensi insulin; adanya gangguan reseptor insulin 15.

15. Untuk mendeteksi adanya neuropati distal/periferUntuk mendeteksi adanya neuropati distal/perifer 16.

16. Ada hubungan, karena ggenetik merupakan salah satu faktor pemicu diabetes mellitus tipe 2Ada hubungan, karena ggenetik merupakan salah satu faktor pemicu diabetes mellitus tipe 2 17.

(6)

HIPOTESIS

Pola hidup yang tidak sehat ditambah dengan faktor pemicu dan faktor risiko dapat menyebabkan gangguan reseptor insulin sehingga glukosa darah meningkat, maka timbul manifestasi klinis seperti  poliuria, dehidrasi, kulit kering, neuropati perifer, gangguan penglihatan. Dilakukan penegakkan diagnosis dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dengan diagnosis diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki kemungkinan komplikasi, sehingga diperlukan tatalaksana untuk penderita diabetes mellitus tipe 2.

(7)

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pancreas LO 1.1. Makroskopik

LO 1.2. Mikroskopik

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Pancreas LO 2.1. Insulin

LO 2.2. Glukagon

LI 3. Memahami dan Menjelaskna Diabetes Melitus Tipe 2 LO 3.1. Definisi dan klasifikasi

LO 3.2. Etiologi LO 3.3. Epidemiologi

LO 3.4. Patogenesis dan patofisiologi LO 3.5. Manifestasi klinis

LO 3.6. Diagnosis (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis) LO 3.7. Diagnosis banding

LO 3.8. Komplikasi LO 3.9. Pencegahan LO 3.10. Prognosis

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2 LO 4.1. Farmakologi

LO 4.2. Non-farmakologi

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetikum LO 5.1. Definisi dan klasifikasi

LO 5.2. Etiologi LO 5.3. Epidemiologi

LO 5.4. Patogenesis dan patofisiologi LO 5.5. Manifestasi klinis

LO 5.6. Diagnosis (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis) LO 5.7. Diagnosis banding

LO 5.8. Penatalaksanaan LO 5.9. Komplikasi LO 5.10. Pencegahan LO 5.11. Prognosis

(8)

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pancreas LO 1.1. Makroskopik

(Netter, 2006)

Pancreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal +2,5 cm (pada manusia). Pancreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan  biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.

1. Bagian Pancreas

Pancreas dapat dibagi ke dalam:

a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.

 b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.

c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.

d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

2. Hubungan

a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum,  bursa omentalis, dan gaster.

(9)

 b. Keposterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.

(Netter, 2006) 3. Vaskularisasi

a. Arteria

1. A.Pancreaticoduodenalis superior (cabang a.gastroduodenalis), A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)

2. A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang arteri lienalis  b. Vena

Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

4. Aliran Limfatik

Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi lymphatici coeliacus mesenterica superiores.

(10)

5. Inervasi

Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) danparasimpatis (vagus) 6. Ductus Pancreaticus

a. Ductus Pancreaticus Major (Wirsungi)

Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar  pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni major Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.

 b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)

Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudianbermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus padapapilla duodeni minor.

c. Ductus Choledochus et Ductus Pancreaticus

Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla.

(Richard S. Snell, 2000)

LO 1.2. Mikroskopik

(Cui, D. 2011)

Komponen endokrin pankreas tersebar di seluruh organ berupa pulau sel endokrin yang disebut insula pancreatica (pulau langerhans). Insula pancreatica menghasilkan dua hormon utama yang mengatur kadar glukosa dan metabolisme glukosa.

Sel α  (Endocrinocytus A) di insula pancreatica menghasilkan hormon glukagon. Yang dibebaskan sebagai respon terhadap kadar glukosa darah yang rendah. Glukagon

(11)

meningkatkan kadar glukosa darah dengan mempercepat pertumbuhan glikogen, asam amino, dan asam lemak di hepatosit menjadi glukosa.

- 20% populasi sel

- Bentuk Besar, mencolok, terutama di perifer

Sel β (endocrinocytus B) di insula pancreatica menghasilkan hormon insulin, yang  pembebasannya dirangsang oleh kadar glukosa darah yang meningkat setelah makan. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan transport membran glukosa ke dalam hepatosit, otot, dan sel adiposa. Insulin juga mempercepat konversi glukosa menjadi glikogen di hepatosit. Efek insulin terhadap kadar glukosa darah berlawanan dengan efek glukagon.

- 75% dari populasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah - Granula lebih kecil (200μm)

Sel δ (endocrinocytus D) mengeluarkan hormon somatostatin. Hormon ini menurunkan dan menghambat aktivitas sekretorik sel alfa (penghasil glukagon) dan sel beta (penghasil insulin) melalui pengaruh lokal di dalam incisura pancreatica

- Sel paling besar, 5% dari populasi

- Granula mirip sel alfa, tapi kurang padat

Sel Polipeptida Pankreas (endocrinocytus PP) menghasilkan hormon polipeptida pankreas yang menghambat pembentukan enzim pankreas dan sekresi alkali.

- Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan sel beta, dengan atau tanpa sedikit granula

- Fungsi fisiologis tak diketahui.

(Atlas Histologi difiore Edisi 11. 2008)

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Pancreas LO 2.1. Insulin

Struktur

Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19. Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.

(12)

Struktur Primer rantai insulin :

1. Rantai A (21 residu asam amino): 2. Rantai B (30 residu asam amino):  Struktur Sekunder rantai insulin :

1. Rantai A  –  tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag α- helix (A2 Ile - A8 Thr dan A13 Leu - A19 Tyr)

2. Rantai B  –  mengandung bag α- helix yg lebih besar (B9 Ser- B19 Cys) dan residu Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya melipat dan membentuk huruf V

Struktur tersier

Struktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada struktur insulin terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2 antara rantai A dan B (antara A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A (A6&A11).

Proses Sintesis dan Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin ( precursor  hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung ( secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,  proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk

disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanisme di atas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai  bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan

tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter  (GLUT) adalah

(13)

senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai ―kendaraan‖ pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter  2 (GLUT 2)  yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam  proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel  pada membran sel. Penutupan ini  berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel . Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.( Gambar 1 )

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak  pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

Dinamika Sekresi Insulin

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel  beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis. Glucose signaling Glucose GLUT-2 Glucose Glucose-6-phosphate ATP Depolarization of membrane K+ channel shut Ca2+ Channel Opens Insulin + C peptide Cleavage enzymes Proinsulin preproinsulin Insulin Synthesis B. cell K+  

Gambar Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi Glukosa (Kramer, 95)

Insulin Release

Exocytosis secretory

(14)

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial ( postprandial  spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 ( sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini (Gb. 2) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di  jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan demikian

tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak  glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.

(15)

Aksi Insulin

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu  jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 ( glucose

transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di  jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan  pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut  berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal  pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara  berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah

kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

Insulin Secretion Intravenous glucose stimulation First-Phase Second Phase IGT Normal DM Tipe 2 Basal 0 5 10 15 20 25 30 ( minute )

Gambar Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta (Ward, 84)

(16)

1. binding  ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4. disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.

Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer (Girard, 1995)

(repository.unand.ac.id) Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Insulin

FAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI INSULIN

FAKTOR YANG

MENURUNKAN SEKRESI INSULIN

Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa

Peningkatan asam amino Somatostatin

Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory product (GIP)

Aktivitas alfa adrenergic

Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol Leptin Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta

adrenergik

Keadaan resistensi insulin: obesitas Obat-obatan: sulfonilurea

(17)

Kaskade Sekresi Insulin

LO 2.2. Glukagon

Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin, tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek insulin. Glukagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Efek pada karbohidrat

Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat timbul akibat peningkatan  pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.

Kaskade Pemecahan glikogen hati (glikogenolisis)

Efek pada lemak

Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme lemak dengan mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesis trigliderida. Glukagon meningkatkan  pembentukan keton (ketogenesis) di hati dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi  badan keton. Dengan demikian, di bawah pengaruh glukagon kadar asam lemak dan badan

keton dalam darah meningkat.

glukagon

adenil siklase (di membran hepatosit) siklik adenosin monofosfat protein pengatur protein kinase protein kinase fosforilase b kinase mengubah fosforilase b fosforilase a meningkatkan pemecahan glikogen glukosa-1-fosfat defosforilasi glukosa dilepaskan dari sel-sel hati ↑Hormon pencernaan Asupan makanan ↑Konsentrasi glukosa darah Sel-sel β pulau Langerhans Sekresi Insulin Stimulasi parasimpatis

↓ Glukosa darah, ↓ Asam lemak darah, ↓ Asam amino darah, ↑ Sintesis protein, ↑ Penyimpanan bahan bakar

Stimulasi simpatis (dan epinefrin) Kontrol utama

↑Konsentrasi asam amino darah

(18)

Efek pada protein

Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik glukagon pada metrabolisme  protein di hati. Walaupun meningkatkan katabolisme protein di hati, glukagon tidak memiliki efek bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak mempengaruhi protein otot, simpanan protein yang utama di tubuh.

Sekresi glukagon

Glukagon mendorong katabolisme simpanan zat gizi antara waktu makan untuk mempertahankan kadar zat-zat gizi tersebut dalam darah, terutama glukosa darah.Efek hiperglikemik hormon ini cenderung memuilhkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan konsentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal.Dengan demikian, terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara kosentrasi glukosa darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek glukosa darah pada sel beta. Dengan kata lain, peningkatan kadar glukosa darah menghambat sekresi glukagon tetapi merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan glukosa darah menyebabkan peningkata sekresi glukagon dan penurunan sekresi insulin.

Karena glukagon meningkatkan glukosa darah dan insulin menurunkan glukosa darah,  perubahan sekresi hormon-hormon pankreas sebagai respon terhadap penyimpangan glukosa ini bekerja sama secara homeostasis untuk mengukur kadar glukosa darah ke normal. Demikian juga, penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung merangsang  pengeluaran glukagon dan menghambat pengeluaran insulin oleh pankreas, keduanya merupakan mekanisme kontrol umpan balik negatif untuk memulihkan kadar asam lemak darah ke normal.

Efek-efek yang berlawanan dari konsentrasi glukosa dan asam lemak darah pada sel alfa dan beta pankreas tersebut sesuai untuk mengatur kadan molekul-molekul nutrient tersebut sesuai untuk mengatur kadar molekul-molekul nutrient tersebut dalam sirkulasi darah, karena efek insulin dan glukagon pada metabolisme karbohidrat dan lemak saling  berlawanan. Efek konsentrasi asam amino darah pada sekresi kedua hormon ini adalah cerita yang lain. penigkatan konsentrasi asam amino darah merangsang sekresi glukagon dan insulin.

Efek peningkatan kadar asam amino darah yang sama pada sekresi glukagon dna insulin akan masuk akal bila anda meneliti efek kedua hormon ini pada kadar glukosa drah. Apabila selama penyerapan makanan kaya protein penginaktan asam amino darah hanya merangsang sekresi insulin, dapat terjadi hipoglikemia. Karena setelah mengkonsumsi makanan kaya protein hanya terdapat sedikir karbohidrat untuk diserap, peningkatan sekresi insulin yang dipicu oleh asam amino akan menyebabkan sebagaian besar glukosa masuk ke dalam sel, sehingga, terjadi penurunan mendadak kadar glukosa darah yang tidak sesuai

 Namun, peningkatan sekresi glukagon yang terjadi secara bersamaan karena dirangsang oleh peningkatan kadar asam amino darah akan meningkatkan pembentukan glukosa oleh hati. Karena efek hiperglikemik glukagon melawan efek hipoglikemik insulin, hasil akhir setelah kita mengkonsumsi makanan kaya protein tetapi rendah karbohidrat adalah kestabilan kadar glukosa darah (dan pencegahan hipoglikemia sel-sel otak).

LI 3. Memahami dan Menjelaskna Diabetes Melitus Tipe 2 LO 3.1. Definisi dan klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

(19)

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin, sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Secara klinik Diabetes mellitus adalah sindroma yang merupakan gabungan kumpulan gejala-gejala klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, serta hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya.

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).

(Corwin,2001)

Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:

Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes ― Juvenile onset ‖ atau ― Insulin dependent ‖ atau ― Ketosis prone‖, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah ― juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi  pada akhir usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi  pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang  glutamic-acid decarboxylase  (GAD) di sel beta  pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta  pankreas yang ‗menyerupai‘ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi

insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

(20)

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras t ertentu Afrika dan Asia.

Diabetes Melitus tipe 2

Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini  bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai

yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta  pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di

otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis .

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

Penjelasan Diabetes Melitus tipe I dan II

Karakteristik Diabetes tipe I Diabetes tipe II

Kadar Sekresi Insulin Tidak ada/hampir ada Mungkin normal atau di atas normal

Usia Awitan Tipikal Anak Dewasa

Persentase Pengidap 10%-20% 80%-90%

Defek Mendasar Kerusakan sel β Berkurangnya kepekaan sel sasaran insulin

Terapi Penyuntikan insulin,

 pengaturan diet, olahraga

Kontrol diet dan penurunan  berat, olahraga, kadang obat

hipoglikemik oral

(Sherwood, 2011)

LO 3.2. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi gli kosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun  pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pancreas

mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carie r) DM tipe 2 Beberapa faktor resiko yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain:

(21)

A. Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

B. Usia

Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.

C. Gaya hidup stress

Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.

D. Pola makan yang salah

Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-danupanggi-5294-3-bab2.pdf )

(Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC)

LO 3.3. Epidemiologi

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi atau kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Estimasi prevalensi diabetes mellitus (DM) pada dewasa (usia 20-79 tahun) sebanyak 6,4% atau 285  juta orang pada tahun 2010 dan akan meningkat menjadi 7,7% atau 439 juta orang pada 2030 (Shaw

et al., 2010). Prevalensi DM tipe 2 terus meningkat. Pada tahun 2020, jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan akan mencapai 250 orang di seluruh dunia (Shulman, 2000). Indonesia sendiri menempati urutan ke-9 dalam estimasi epidemiologi DM dunia pada tahun 2010 dengan 7 juta kasus dan akan terus naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030 dengan 20 juta kasus (Shaw et al., 2009). Penyakit ini jelas memberikan dampak ekonomi pada penderitanya. Data pada tahun 2005 di Amerika Serikat menyebutkan bahwa diabetes membutuhkan biaya hingga 130 miliar USD, yaitu 92 miliar USD adalah biaya medis langsung dan 40 miliar USD adalah kerugian tidak langsung seperti kecacatan, kehilangan pekerjaan dan kematian (Cheng, 2005)

(http://aulanni.lecture.ub.ac.id/) LO 3.4. Patogenesis dan patofisiologi

Patogenesis

Patogenesis DM berpangkal pada dua dasar. Interdependensi gambaran DM adalah  peningkatan KG plasma dan penurunan glukosa sebagai substrat produksi energi yang luas.

Akibatnya terjadi paradoks starvasi seluler yang efektif dalam suatu kolam cairan ekstraseluler yang kelebihan glukosa.

(22)

Sel yang starvasi untuk produksi energi beralih ke substrat yang kurang optimal,  protein, asam amino, dan asam lemak, sebagai sumber glukoneogenesis. Substrat ini kurang efektif untuk  produksi energi, tetapi masih berguna, terutama untuk proses anabolisme —  bukan untuk

katabolisme.

Luaran spesifik dalam utilisasi asama lemak, dan sedikit banyak dari asam amino, untuk

 pembentukan energi dengan dampak produksi bends keton, B-hidroksibutirat, asam asetoasetat dan aseton. Benda-benda keton ini menyebabkan asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap.

(elisa.ugm.ac.id) Patofisiologi

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan  progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat

ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

(23)

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia  parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul glukosuria.

Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih ( poliuria) dan timbul rasa haus ( polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori negative sehingga menimbulkan rasa lapar ( polifagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah.

 Hipergikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya infeksi d an terjadi gangren atau ulkus.

Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurun sehingga supliai makanan dan oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan mata. Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga menjadi nefropati.  Diabetes mempengaruhi saraf-saraf  perifer , system  saraf otonom dan system saraf pusat sehingga

(24)

LO 3.5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut Riyadi (2007 : 80) yaitu:

1. Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)

2. Polidipsia (Peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormon) dan menimbulkan rasa haus.

3. Rasa lelah dan Kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gkukosa sebagai sumber energi .

(25)

5. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,  peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan

aliran darah pada penderita diabetes kronik. 6. Kelainan kulit : gatal –  gatal , bisul

Kelaianan kulit berupa gatal –  gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

7. Kelaianan ginekologis : Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida. 8. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.

Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel  persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan

9. Kelemahan tubuh

Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secar optimal.

10. Luka/bisul yang tidak sembuh-sembuh

Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh yg juga dapat disebabkan oleh  pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus.

11. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi

Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.

12. Mata kabur

Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

Gejala diabetes dapat dikelompokkan berdasarkan onset menjadi dua,yaitu : a. Gejala Akut

Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:  Banyak makan (polifagia)

Banyak minum (polidipsi)Banyak kencing (poliuria)

Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena  pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi.

Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya:

nafsu makan berkurang banyak minum

 banyak kencing

 berat badan turun dengan cepatmudah lelah

Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (koma diabetik).

(26)

Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:

Kesemutan

Kulit terasa panasTerasa tebal dikulitKram

Lelah

Mudah mengantukMata kabur

Gatal disekitar kemaluan

Gigi mudah goyah dan mudah lepasKemampuan seksual menurun

Bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.

LO 3.6. Diagnosis (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis) Anamnesis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti:

Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi  pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang

Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah (hipertensi), lingkar pinggang (perempuan >80, pria>90)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m)  pangkat 2, atau lebih jelasnya:IMT=BB/(TBxTB)

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroidPemeriksaan jantung

(27)

Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskopPemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan  pemeriksaan neurologis.

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan  pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi  pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka  pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2  jam setelah beban antara 140 –  199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 –  125 mg/dL (5.6 –  6.9 mmol/L).

Kriteria diagnosis DM:

(28)

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan ti dak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.

Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi

(29)

mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain,  pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang  bisa memberikan hasil negatif palsu.

Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.

Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini le bih tinggi dari metode HPLC. Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun non-glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan  pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

(30)

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C  bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat:  pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.

 Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C  penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan

HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Reduksi Urine

Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian daripemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat darihasil  pemeriksaan reduksi urine adalah 5 Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining,  bukan untuk menegakkan diagnosis

1.  Nilai (+) sampai (++++)

2. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan lainnya

3. Reduksi (++)  kemungkinan KGD: 200 –  300 mg% 4. Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 –  400 mg% 5. Reduksi (++++) kemungkinan KGD:  400 mg% 6. Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan

7. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman Mikroalbuminuria

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.

Ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.

LO 3.7. Diagnosis banding a. Cystic fibrosis

 b. Diabetes mellitus type l c. Diabetic ketoacidosis

d. Drug-induced glucose intolerance e. Gestational diabetes

f. Glucose intolerance

Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini :

(31)

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada  pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah  puasa normal.

2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)

Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT  jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau  berkisar 100-125 mg/dL.

g. Pancreatitis

LO 3.8. Komplikasi

DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada  berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan saraf. Dengan  penanganan yang baik, berupa kerjasama yang erat antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM dapat dicegah, setidaknya dihambat perkembangannya (Waspadji,1996)

Komplikasi DM terbagi dua yaitu komplikasi metabolic akut dan komplikasi vascular jangka  panjang. Komplikasi metabolic akut disebabkan perubahan yang relative akut dari konsentrasi

glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic (DKA). Komplikasi akut yang lain adalah hiperglikemia hyperosmolar koma non‐ ketotik(HHNK), dan hipoglikemia (Price dan Wilson,2006)

Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi  pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan

mengalami hal berikut: • Hiperglikemia • Hiperketonemia • Asidosis metabolik 

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan  peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,

hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik :

1. Dehidrasi 8. Poliuria

2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung 3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan

Gambar

Gambar Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi Glukosa (Kramer, 95)
Gambar Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta (Ward, 84)
Gambar Mekanisme Sulfonylurase bekerja di dalam tubuh 2. Glinid
Gambar Mekanisme Metformin bekerja di dalam tubuh

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemimpin harus mampu menyeleksi kembali pelatihan yang diberikan kepada para pegawainnya karena menurut penelitian banyak pegawai yang

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang

Βολτέρος Η εσκεµµένη ασπλαχνία εναντίον των ανυπεράσπιστων και όµορφων µικρών αδελφών µας αποτελεί σίγουρα ένα από τα πλέον κακεντρεχή και

Gerakan melingkar yang lebar, melibatkan penggunaan seluruh telapak tangan dengan penekanan yang utamanya berasal dari tumit tangan – dengan ditopang oleh

Solusi dari permasalahan diatas perlu dilakukan pengawasan yang lebih baik lagi terhadap sistem informasi rumah sakit umum Kota Prabumulih dan juga perlu ditambah lagi

Kerajaan Negeri dalam usaha menyediakan kemudahan asas untuk golongan berpendapatan rendah, antara lain telah membina banyak rumah pangsa dan rumah awam kerajaan di seluruh

Komp. Multatuli Indah Blok FF No. PANCAKE.. Sun Plaza

Adapun dengan pertimbangan biaya produksi, biaya operasional, serta besarnya RAP yang dapat di recycle maka variasi Bitumen Murni Ex-RAP 30% + Bitumen Fresh 70% + Additive