• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia menurut Noe, et.al (2014:5), mengacu pada kebijakan-kebijakan, praktik-praktik, serta sistem-sistem yang memengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja karyawan.

Menurut Werther dan Davis dalam Hanggraeni (2012: 4), manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas yang mencoba memfasilitasi orang-orang di dalam organisasi untuk berkontribusi dalam pencapaian rencana strategis organisasi.

Menurut Dessler (2011: 5), manajemen sumber daya manusia adalah suatu kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang yang menjalankan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, memberi penghargaan, dan penilaian.

Menurut Mangkunegara (2011: 2), manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menurut Mondy (2008: 4), manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengelola hubungan dan peranan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi secara maksimal.

(2)

2.1.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mondy (2008: 4), terdapat lima area fungsional yang dikaitkan dengan manajemen sumber daya manusia yang efektif diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan Staf

Penyediaan staf (staffing) merupakan proses yang menjamin suatu organisasi untuk selalu memiliki jumlah karyawan yang tepat dengan keahlian-keahlian yang memadai dalam pekerjaan-pekerjaan yang tepat, pada waktu yang tepat, untuk mencapai tujuan organisasi. Penyediaan staf mencakup analisis pekerjaan, perencanaan sumber daya manusia, perekrutan, dan seleksi.

2. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia adalah fungsi manajemen sumber daya manusia utama yang tidak hanya terdiri atas pelatihan dan pengembangan namun juga aktivitas-aktivitas perencanaan dan pengembangan karir individu, pengembangan organisasi, serta manajemen, dan penilaian kinerja.

3. Kompensasi

Suatu sistem kompensasi yang terencana matang memberi para karyawan imbalan-imbalan yang layak dan adil atas kontribusi mereka dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Istilah kompensasi mencakup semua imbalan total yang diberikan kepada karyawan sebagai timbal balik untuk jasa mereka. Imbalan tersebut berupa salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut ini:

a. Kompensasi Finansial Langsung

Yaitu bayaran yang diterima seseorang dalam bentuk upah, gaji, komisi, dan bonus.

b. Kompensasi Finansial Tidak Langsung (Tunjangan)

Yaitu semua imbalan finansial yang tidak termasuk dalam kompensasi langsung seperti cuti dibayar, absen karena sakit, liburan, dan asuransi pengobatan.

(3)

c. Kompensasi Nonfinansial

Yaitu kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja.

4. Keselamatan dan Kesehatan

Keselamatan adalah perlindungan bagi para karyawan dari luka-luka yang disebabkan kecelakaan-kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah bebasnya para karyawan dari sakit secara fisik atau emosi. Aspek-aspek dari pekerjaan tersebut penting karena para karyawan yang bekerja dalam lingkungan yang aman dan menikmati kesehatan yang baik akan cenderung lebih produktif dan memberikan manfaat jangka panjang bagi organisasi.

5. Hubungan Kekaryawanan dan Perburuhan

Suatu perusahaan dituntut oleh hukum untuk mengakui serikat pekerja dan berunding dengannya dengan itikad baik jika para karyawan perusahaan yang bersangkutan menginginkan serikat pekerja mewakili mereka. Ketika suatu serikat pekerja mewakili para karyawan perusahaan, aktivitas sumber daya manusia seringkali disebut sebagai hubungan industrial, yang menangani pekerjaan untuk melakukan perundingan kolektif.

2.1.1.3 Faktor – Faktor yang memengaruhi Sumber Daya Manusia

Menurut Mondy (2008: 7), faktor-faktor di luar batas-batas suatu organisasi yang memengaruhi pengaturan sumber daya manusia perusahaan disebut dengan lingkungan eksternal yang meliputi:

1. Pasar tenaga kerja

Para karyawan potensial yang berada dalam area geografis perekrutan tercakup dalam pasar tenaga kerja. Kapabilitas para karyawan perusahaan pada lingkup yang lebih luas menentukan seberapa baik suatu organisasi menjalankan misinya. Karena para karyawan baru ditarik dari luar perusahaan, pasar tenaga kerja pun dianggap faktor lingkungan eksternal. Pasar tenaga kerja selalu berubah, dan pergeseran tersebut tentunya menyebabkan perubahan-perubahan armada tenaga kerja suatu organisasi.

(4)

2. Pertimbangan-pertimbangan legal

Kekuatan eksternal signifikan lain yang memengaruhi manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan legislasi federal, Negara bagian, dan lokal serta banyak keputusan pengadilan yang menafsirkannya. Di samping itu, instruksi eksekutif presidensial telah berdampak besar pada manajemen sumber daya manusia. Pertimbangan-pertimbangan legal tersebut secara mendasar memengaruhi seluruh kebijakan-kebijakan sumber daya manusia.

3. Masyarakat

Masyarakat juga bisa memberikan tekanan pada manajemen sumber daya manusia. Masyarakat tidak selamanya bersedia menerima tindakan-tindakan dari pelaku bisnis tanpa pertanyaan. Hal ini muncul karena adanya tindakan-tindakan yang tidak benar dari perusahaan-perusahaan besar. Oleh sebab itu agar tetap dapat diterima oleh masyarakat umum, sebuah perusahaan harus mencapai tujuannya sembari mematuhi norma-norma kemasyarakatan.

4. Serikat pekerja

Suatu serikat pekerja terdiri dari para karyawan yang bergabung dengan tujuan bernegoisasi dengan majikan mereka. Serikat pekerja diperlakukan sebagai faktor lingkungan karena pada dasarnya, mereka menjadi pihak ketiga ketika bernegoisasi dengan perusahaan.

5. Pemegang saham

Para pemegang saham memberi pengaruh yang semakin meningkat dan manajemen bisa dipaksa untuk memberi alasan yang tepat atas suatu program tertentu dalam hal bagaimana program itu akan mempengaruhi proyek-proyek masa depan, biaya-biaya, pendapatan, keuntungan, dan bahkan manfaat-manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

6. Persaingan

Perusahaan-perusahaan dapat menghadapi persaingan yang intensif baik dalam produk atau jasa maupun dalam pasar tenaga kerja. Tugas utama suatu perusahaan adalah memastikan bahwa perusahaan mendapatkan dan memelihara jumlah karyawan yang memadai dalam berbagai lapangan karir yang memungkinkannya bersaing secara efektif.

(5)

7. Pelanggan

Orang-orang yang secara aktual menggunakan barang dan jasa perusahaan merupakan bagian dari lingkungan eksternal. Karena penjualan penting bagi kelangsungan perusahaan, manajemen memiliki tugas untuk memastikan bahwa praktik-praktik kepegawaiannya tidak berlawanan dengan para pelanggan yang dilayaninya. Para pelanggan terus menerus meminta produk-produk yang bermutu tinggi dan layanan pasca pembelian. Dengan demikian, tenaga kerja suatu perusahaan harus mampu memberikan barang dan jasa dengan kualitas terbaik yang tentunya hal tersebut berkaitan dengan keahlian, kualifikasi, dan motivasi dari para karyawan perusahaan.

8. Teknologi

Perkembangan teknologi sumber daya manusia telah menciptakan peran baru bagi para professional SDM, namun juga memberikan tekanan-tekanan tambahan pada mereka untuk selalu mengikuti teknologi. 9. Ekonomi

Perekonomian suatu negara, secara keseluruhan dan dalam berbagai segmennya, adalah faktor lingkungan utama yang memengaruhi manajemen sumber daya manusia. Pada umumnya, ketika perekonomian melonjak, lebih sulit merekrut pekerja-pekerja yang berkualitas. Di sisi lain, ketika krisis terjadi, biasanya lebih banyak pelamar yang tersedia. Situasi bisa jauh lebih rumit ketika satu segmen dari suatu negara mengalami krisis, sementara lainnya mengalami pemulihan yang lambat, dan yang lainnya lagi mengalami lonjakan.

10. Peristiwa tidak terduga

Peristiwa-peristiwa tidak terduga adalah kejadian-kejadian dalam lingkungan eksternal yang tidak dapat diramalkan.

2.1.2 Keadilan Organisasi

2.1.2.1 Pengertian Keadilan Organisasi

Keadilan Organisasi menurut Griffin dan Moorhead (2011: 372), adalah persepsi individu tentang perlakuan adil yang diberikan organisasi kepada para karyawan. Keadilan organisasi merupakan fenomena penting yang baru-baru ini

(6)

telah diperkenalkan ke dalam studi organisasi. Keadilan dapat dibahas dari berbagai perspektif, termasuk motivasi, kepemimpinan, dan dinamika kelompok.

Menurut Robbins dan Judge (2008: 185), keadilan organisasi merupakan keseluruhan persepsi tentang apa yang adil ditempat kerja, yang terdiri dari keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional. Karyawan memandang organisasi mereka hanya ketika mereka percaya hasil yang mereka terima atau cara di mana hasil yang diterima itu adil. Kunci utama dari elemen keadilan organisasi adalah persepsi individu tentang keadilan. Persepsi merupakan suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan manafsirkan kesan-kesan sensori mereka untuk memberi arti bagi lingkungan mereka.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasi adalah persepsi yang dirasakan oleh karyawan terhadap perlakuan organisasi yang mereka terima dalam hal upaya yang adil untuk mendapatkan suatu hasil.

2.1.2.2 Dimensi Keadilan Organisasi

Menurut Griffin dan Moorhead (2011: 372), ada 4 bentuk keadilan organisasi yaitu:

1. Keadilan Distributif

Keadilan distributif mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan dengan imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam organisasi. Persepsi keadilan distributif memengaruhi kepuasan individu dengan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas kerja, pengakuan, dan kesempatan untuk kemajuan. 2. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural adalah persepsi individu dari keadilan yang digunakan untuk menentukan berbagai hasil. Misalnya kinerja karyawan dievaluasi oleh seseorang yang sangat akrab dengan pekerjaan yang sedang dilakukan.

Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan, mengikuti aturan, dan menganggap hasil yang relevan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa ketidakadilan prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan untuk berpartisipasi, untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan menganggap hasil yang relevan adalah tidak adil.

(7)

3. Keadilan Interpersonal

Keadilan interpersonal terkait dengan tingkat keadilan orang melihat bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain dalam organisasi mereka. Misalnya, seorang karyawan diperlakukan oleh pimpinan dengan bermartabat dan hormat. Pemimpin juga menyediakan informasi secara tepat waktu, dan selalu terbuka dan jujur dalam hubungannya dengan bawahan. Bawahan akan mengekspresikan keadilan interpersonal yang tinggi. Tetapi jika pemimpin memperlakukan bawahannya dengan kurangnya hormat, dan menahan informasi penting, sering ambigu atau tidak jujur dalam hubungannya dengan bawahan, ia akan mengalami ketidakadilan interpersonal.

Jika karyawan mengalami keadilan interpersonal, karyawan cenderung untuk membalas dengan memperlakukan orang lain dengan hormat dan keterbukaan. Tetapi jika karyawan mengalami ketidakadilan interpersonal, karyawan mungkin akan berlaku kurang hormat, dan cenderung kurang mengikuti arahan dari pemimpin.

4. Keadilan Informasional

Keadilan informasional, mengacu pada keadilan yang dirasakan dari informasi yang digunakan untuk sampai pada keputusan. Jika seseorang merasa bahwa manajer membuat keputusan berdasarkan informasi yang relatif lengkap dan akurat, dan informasi itu tepat diproses dan dipertimbangkan, orang tersebut kemungkinan akan mengalami keadilan informasi. Tetapi jika orang merasa bahwa keputusan itu didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan tidak akurat dan atau informasi penting diabaikan, individu akan mengalami kurangnya keadilan informasi.

2.1.3 Kepuasan Kerja

2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dan Coulter (2014: 476), kepuasan kerja mengacu pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. sementara seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014: 169), kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.

(8)

Definisi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah sebuah konsep kesatuan. Namun seseorang bisa merasa cukup puas dengan salah satu aspek pekerjaannya dan merasa kurang puas dengan satu atau beberapa aspek lainnya.

Menurut Slocum dan Hellriegel (2011: 88), kepuasan kerja mencerminkan sejauh mana individu menemukan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Kepuasan kerja rendah dapat mengakibatkan absensi, keterlambatan, dan kesehatan mental.

Kepuasan kerja menurut Robbins dan Judge (2008: 73), merupakan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang dihasilkan dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memegang perasaan positif tentang pekerjaan, sementara orang yang tidak puas memegang perasaan negatif tentang pekerjaan.

Menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia A. Seifert, Paul D. Umbach (2008), kepuasan kerja mengacu sebagai orientasi afektif secara keseluruhan pada bagian dari individu terhadap peran kerja mereka yang berlangsung saat ini.

Menurut Luthans (2006: 243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.

Jadi berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap atau perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap pekerjaannya, dimana seseorang yang memiliki sikap atau perasaan positif terhadap pekerjaannya cenderung merasakan kepuasan kerja, sedangkan seseorang yang memiliki sikap atau perasaan negatif terhadap pekerjaannya cenderung tidak merasakan kepuasan kerja yang pada akhirnya dapat mengakibatkan absensi, keterlambatan, dan kesehatan mental.

2.1.3.2 Faktor - Faktor yang memengaruhi Kepuasan Kerja

Luthans (2006: 243), menyatakan beberapa faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja diantara adalah:

1. Pekerjaan itu sendiri

Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan ini dapat memengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawannya. Pekerjaan yang menuntut kecakapan yang lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh karyawan tersebut, atau

(9)

adanya tuntutan pribadi yang tidak dapat dipenuhi, maka hal tersebut akan menimbulkan frustasi dan akhirnya akan mengakibatkan ketidakpuasan kerja.

2. Gaji atau upah

Menurut beberapa penelitian, faktor uang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawannya. Uang memang memiliki arti yang berbeda-beda bagi semua orang. Disamping memenuhi kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang dapat menjadi simbol dari pencapaian keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan.

3. Atasan

Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Hubungan antara supervisor dengan karyawan bisa disebut dengan functional attraction yang menjelaskan sejauh mana karyawan merasa atasannya membantu mereka untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.

4. Rekan kerja

Kelompok kerja memiliki dampak dalam kepuasan kerja, persahabatan kerjasama dengan rekan kerja merupakan sumber-sumber utama dari kepuasan kerja secara individu. Kelompok kerja memberikan sumber-sumber kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. Sebaliknya jika kondisi bahwa karyawan sangat sulit untuk bergaul, maka faktor ini merupakan dampak dalam kepuasan kerja. Selain itu juga jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.

5. Kesempatan promosi

Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

(10)

2.1.3.3 Respon Karyawan terhadap Ketidakpuasan Kerja

Menurut Robbins dan Judge (2008: 83-84), ketidakpuasan kerja dapat diungkapkan dengan empat respon yang berbeda satu sama lain yang di antaranya yaitu:

1. Keluar (Exit)

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku yang ditunjukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi (Voice)

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (Loyalty)

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”.

4. Pengabaian (Neglect)

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka

kesalahan.

2.1.3.4 Dimensi Kepuasan Kerja

Kalleberg (1977) dalam Tricia A. Seifert dan Paul D. Umbach (2008), menggunakan dua dimensi dari kepuasan kerja dalam penelitiannya. Yaitu dimensi intrinsik yang mengacu pada pekerjaan itu sendiri dan ekstrinsik yang mewakili aspek pekerjaan eksternal untuk tugas itu sendiri. Dua dimensi itu didefinisikan sebagai berikut:

1. Dimensi Intrinsik

a. Sejauh mana pekerjaan itu menarik b. Sejauh mana pekerjaan itu mandiri c. Hasil pekerjaan yang jelas

(11)

2. Dimensi Ekstrinsik a. Keuangan (Financial)

Mengacu pada item seperti gaji dan tunjangan b. Karir (Carrer)

Peluang pekerjaan yang disediakan untuk kemajuan karir c. Kenyamanan (Convenience)

Dimensi kenyamanan berfokus pada kenyamanan dari pekerjaan (yaitu kebebasan dari tuntutan yang saling bertentangan, tidak ada jumlah pekerjaan yang berlebihan dan waktu untuk melakukan pekerjaan.

d. Hubungan dengan rekan kerja (Relationships with co-workers)

Hubungan dengan rekan kerja dan termasuk kesempatan untuk berteman dengan orang-orang ditempat kerja .

e. Kecukupan sumber daya (Adequancy of resources)

Tingkat dimana sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik tersedia untuk pekerja.

2.1.4 Komitmen Organisasi

2.1.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Kreitner dan Kinicki (2014: 165), mendefinsikan komitmen organisasi sebagai tingkatan dimana seseorang mengenali sebuah organisasi dan terikat pada tujuan-tujuannya. Ini adalah sikap kerja yang penting karena orang-orang yang memiliki komitmen diharapkan bisa menunjukkan kesedian untuk bekerja lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja disuatu perusahaan.

Menurut Robbins dan Coulter (2014: 478), komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan mengidentifikasi tujuan dengan organisasi tertentu dan keinginan untuk mempertahankan dirinya dalam organisasi itu.

Menurut Slocum dan Hellriegel (2011: 91), komitmen organisasi adalah kekuatan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang tinggal dengan organisasi mereka untuk jangka waktu yang panjang cenderung lebih berkomitmen untuk organisasi daripada mereka yang bekerja untuk jangka waktu yang lebih singkat.

(12)

Menurut Sopiah (2008: 157), komitmen organisasi merupakan suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

Menurut Mathis dan Jackson (2006: 122), komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang relatif puas terhadap pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu bentuk identifikasi, kepercayaan dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan serta tingkat sampai mana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi, tujuan, dan keinginan karyawan tersebut untuk mempertahankan dirinya dalam organisasi.

2.1.4.2 Faktor - Faktor yang memengaruhi Komitmen Organisasi

Menurut David dalam Sopiah (2008: 163), terdapat empat faktor yang memengaruhi komitmen organisasi yaitu:

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan dan tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja

Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

(13)

2.1.4.3 Komponen Komitmen Organisasi

Kreitner dan Kinicki (2014: 165) komitmen organisasi terdiri atas tiga komponen terpisah yang saling berhubungan yang meliputi komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen berkelanjutan. Jhon Meyer dan Natalie Allen, sepasang ahli komitmen, mengartikan komponen-komponen tersebut sebegai berikut. 1. Komitmen afektif yang berarti pelekatan emosi karyawan pada identifikasi karyawan dan keterlibatan karyawan dalam perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja untuk perusahaan karena mereka menginginkannya.

2. Komitmen normatif yang mencerminkan rasa tanggung jawab untuk terus bekerja. Karyawan yang memiliki tingkat komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka harus tetap berada diperusahaan.

3. Komitmen berkelanjutan adalah kesadaran akan kerugian karena meninggalkan perusahaan. Karyawan yang hubungan dasarnya dengan perusahaan didasarkan pada komitmen berkelanjutan tetap bekerja karena mereka harus bekerja.

2.1.4.4 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Minner (1997) dalam Sopiah (2008: 161) secara rinci menjelaskan proses terjadinya komitmen organisasional, yaitu sebagai berikut:

1. Pada fase awal (Initial Commitment), faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah:

a. Karakteristik individu

b. Harapan-harapan karyawan pada organisasi c. Karakteristik pekerjaan

2. Fase kedua disebut sebagai commitment during early employment. Pada fase ini karyawan sudah bekerja beberapa tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah pengalaman kerja yang ia rasakan pada tahap awal dia bekerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana sistem penggajiannya, bagaiamana gaya supervisinya, bagaimana hubungan karyawan dengan teman sejawat atau hubungan karyawan dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada

(14)

organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada awal memasuki dunia kerja.

3. Fase yang ketiga yang diberi nama commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan sosial yang tercipta di organisasi dan pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.

2.1.4.5 Cara Membangun Komitmen Organisasi

Dessler (1999) dalam Sopiah (2008: 159) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi yaitu:

1. Make it charismatic. Jadikan visi misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berprilaku, bersikap dan bertindak.

2. Build the tradition. Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.

3. Have comprehensive grievance procedures. Bila ada keluhan atau complain dari pihak luar ataupun internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.

4. Provide extensive two-way communications. Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

5. Create a sense of community. Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community, di mana didalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dan lain-lain.

6. Build value-based homogeneity. Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi.

7. Share and share alike. Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara karyawan level bawah sampai paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dan lain-lain.

(15)

8. Emphasize barnraising, cross-utilization, and teamwork. Organisasi sebagai suatu community harus berkerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya perlu adanya rotasi sehingga orang yang bekerja di “tempat basah” perlu juga ditempatkan di “tempat yang kering”. Semua anggota organisasi merupakan suatu tim kerja. Semuanya harus memberikan kontribusi yang maksimal demi keberhasilan organisasi tersebut.

9. Get together. Adakah acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin. Misalnya, sekali-kali produksi dihentikan dan semua karyawan terlibat dalam event rekreasi bersama keluarga, pertandingan olah raga, seni, dan lain-lain yang dilakukan oleh semua anggota organisasi dan keluarganya.

10.Support employee development. Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.

11.Commit to Actualizing. Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing.

12.Provide first-year job challenge. Karyawan masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya serta kebutuhannya. Berikan bantuan yang konkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap awal karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi maka karyawan akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.

13.Enrich and empower. Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan. Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan. Misalnya dengan rotasi kerja, memberikan tantangan dengan memberikan tugas, kewajiban dan otoritas tambahan, dan lain-lain.

(16)

14.Promote from within. Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan.

15. Provide development activities. Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya, juga jabatannya.

16. The question of employee security. Bila karyawan merasa aman, baik fisik maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. Misalnya, karyawan merasa aman karena perusahaan membuat kebijakan memberikan kesempatan karyawan bekerja selama usia produktif. Dia akan merasa aman dan tidak takut akan ada pemutusan hubungan kerja. Dia merasa aman karena keselamatan kerja diperhatikan perusahaan. 17. Commit to people-first values. Membangun komitmen karyawan pada

organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi. Dengan demikian karyawan akan mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi.

18. Put it in writin. Data - data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi, dan lain-lain. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar bahasa lisan.

19. Hire “Right-Kind” managers. Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dan lain-lain pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.

20. Walk the talk. Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.

2.1.4.6 Indikator Komitmen Organisasi

Menurut Mowday dalam Sopiah (2008 : 165), indikator komitmen organisasi dibagi manjadi 3 yaitu:

(17)

2. Keinginan untuk bekerja keras.

3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelusuran lebih lanjut dari penelitian terdahulu yang relavan dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut ini adalah penelitian terdahulu:

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Crow dan Lee 2012 (2012), yang berjudul “Organizational Justice and Organizational Commitment among South Korea Police officers, an investigation of job satisfaction as a mediator”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa komitmen organisasi seorang karyawan dipengaruhi oleh persepsi mengenai keadilan organisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohamed E. Ibrahim dan Ann O. Perez (2014) yang berjudul “Effect of Organizational Justice, Employee Satisfaction, and Gender on Employees’ Commitment: Evidence from the UAE”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan karyawan memiliki pengaruh langsung pada komitmen. Namun, persepsi dari tiga komponen keadilan organisasi (keadilan distributif, prosedural, dan keadilan interaksional) tidak memiliki pengaruh langsung terhadap komitmen karyawan tetapi berpengaruh terhadap kepuasan karyawan. Selain itu, jenis kelamin karyawan, tidak mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ziad Luthfi Altahayneh (2014) yang berjudul “Relationship between Organizational Justice and Job Satisfaction as Perceived by Jordanian Physical Education Teacher”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa keadilan organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan, dan menunjukan hubungan yang signifikan antara semua dimensi keadilan organisasi (distributif, prosedural dan interaksional) terhadap kepuasan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Muhammad Ehsan Malik (2011) yang berjudul

(18)

“Role of Perceived Organizational Justice in Job Satisfaction: Evidence from Higher Education Institutions of Pakistan” Hasil penelitian ini menyatakan bahwa keadilan distributif dan keadilan interaksional berpengaruh secara positif terhadap kepuasan kerja, sedangkan keadilan prosedural ditemukan tidak berpengaruh pada kepuasan kerja.

5. Adanya pengaruh antara keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Majid Nili, Mahmood Hendijani dan Ahmadreza Shekarchizadeh (2012) yang berjudul “Measuring The Impact Of Perceived Justice On Organizational Commitment In Isfahan Municipality”. Di mana keadilan organisasi sangat berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Terbukti di dalam jurnal tersebut mengatakan bahwa tingkat efektivitas yang dirasakan dari keadilan prosedural, distributif, interaksional dan informasional terhadap komitmen organisasi karyawan adalah lebih dari tingkat rata-rata, ini menunjukkan bahwa keadilan organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi.

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar berikut ini menunjukkan kerangka pemikiran penelitian yang digunakan sebagai dasar pemikiran dalam penelitian ini.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2015

Keterangan :

: Secara Langsung : Secara Tidak Langsung KEADILAN ORGANISASI (X) KEPUASAN KERJA (Y) KOMITMEN ORGANISASI (Z)

(19)

2.4 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2006: 103), hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Berdasarkan kerangka berpikir penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan yaitu sebagai berikut :

T – 1 : Untuk mengetahui pengaruh keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja pada PT Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja pada PT Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Ha : Ada pengaruh yang signifikan keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

T – 2 : Untuk mengetahui pengaruh keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi pada PT Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Ha : Ada pengaruh yang signifikan keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

T – 3 : Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi pada PT Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

(20)

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Ha : Ada pengaruh yang signifikan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

T – 4 : Untuk mengetahui pengaruh keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi pada PT Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung,

Ha : Ada pengaruh yang signifikan keadilan organisasi terhadap komitmen organisasi dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung.

Gambar

Gambar  berikut  ini  menunjukkan  kerangka  pemikiran  penelitian  yang  digunakan sebagai dasar pemikiran dalam penelitian ini

Referensi

Dokumen terkait

Komitmen organisasi adalah sikap yang dimiliki oleh seorang karyawan dalam mempertahankan keberadaannya di dalam organisasi atau perusahaan dan mengikuti nilai yang berlaku

berhubungan denganmudah tidaknya seorang mengalami stres. b) Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja,

Fokusnya ada pada perbaikan kinerja yang secara langsung terkait dengan kegiatan harian perorangan di dalam organisasi (pengembangan kemampuan yang berhubungan dengan tugas karyawan

Dalam Jurnal “ perceived organizational justice and work –related attitude” , (2012), Keadilan distibutif merujuk pada persepsi yang diungkapkan karyawan sehubungan

perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang

Pinangan atau lamaran seorang laki-laki kepada seorang perempuan baik dengan ucapan langsung maupun secara tertulis, meminang perempuan sebaiknya dengan sindiran dalam

Rivianto dalam Sinungan (2009), produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga maupun faktor – faktor lain seperti:

Keadilan organisasional memiliki pengaruh terhadap PKO karena ketika persepsi karyawan terhadap tingkat keadilan organisasi baik, maka akan mendorong karyawan memiliki