• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

9

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Sedarmayanti (2009:p12) tantangan terhadap pembangunan sumber daya manusia di indonesia adalah masalah penyebaran penduduk yang tidak merata dengan kepadatan penduduk di satu pulau dan penduduk yang amat jarang di pulau lainnya.

Karena itu pemerintah sulit untuk menghindari kewajiban memindahkan bagian terbesar penduduk melalui program nasional transmigrasi baik transmigrasi umum maupun yang bersifat suakarsa.

Menurut Sikula (1981:p45) dalam buku Mangkunegara (2013:p4) menyatakan bahwa perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanannya berintegrasi dengan rencana organisasi.

Sementara menurut Wibowo (2014:p365) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah menjadi kewajiban manajer maupun pemimpin untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi. Upaya pengembangan kemampuan ini mengandung konsekuensi waktu dan biaya yang harus disediakan manajer, pemimpin dan organisasi. Namun, hal tersebut diharapkan akan memberikan manfaat berupa peningkatan kinerja sumber daya manusia yang berdampak pada peningkatan kinerja organisasi pula.

Talizudhu Ndraha (2012:p5), Teori SDM menyediakan bermacam-macam tools yang dapat digunakan untuk, antara lain:

1. Mengidentifikasi masalah SDM

2. Menerangkan gejala SDM

3. Meramalkan hal-hal yang dapat atau akan terjadi di bidang SDM

4. Memberikan masalah solusi terhadap masalah SDM

(2)

Dalam buku Bangun (2012:p201) menyatakan bagi karyawan itu sendiri, dapat meningkatkan keterampilan atau pengetahuan akan pekerjanya. Pengembangan sumber daya manusia merupakan dasar bagi seseorang untuk menduduki suatu jabatan yang tinggi di perusahaan (promosi) atau dipindah tugaskan ke pekerjaan lain (mutasi). Oleh karena itu pengembangan merupakan suatu kebutuhan bahkan suatu yang diharapkan oleh setiap orang dalam perusahaan.

Jadi, menurut pengertian-pengertian diatas maka dapat dijelaskan bahwa sumber daya manusia di dalam suatu organisasi membutuhkan perencanaan yang cukup matang untuk dikelola agar pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh sumber daya manusia sesuai dengan rencana dan tujuan dari organisasi. Apabila perencanaan dari sumber daya manusia sudah tepat maka sumber daya manusia dapat digunakan secara efektif oleh organisasi.

2.2 Pengertian Pelatihan

Dalam buku Bangun (2012:p201) menyatakan bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan. Untuk karyawan lama, pelatihan digunakan sebagai dasar peningkatan dan perpindahan pekerjaan. Biasanya, pekerjaan yang lebih tinggi akan menuntut tanggung jawab yang lebih besar, sehingga mengharuskan karyawan megikuti pelatihan.

Chan (2010) didalam buku Priansa (2014:p175) menyatakan bahwa pelatihan merupakan pembelajaran yang disediakan dalam rangka meningkatkan kinerja terkait dengan pekerjaan saat ini. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan tersebut bahwa pelatihan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di masa depan tetapi juga untuk dimanfaatkan dengan segera untuk meningkatkan kinerja.

Menurut pendapat Wexley dan Yukl dalam buku Mangkunegara (2013:p43), memperjelas mengenai penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pelatihan adalah suatu proses yang dilakukan organisasi atau pimpinan dalam organisasi untuk menambah

(3)

pengetahuan karyawannya atau memperbaiki keterampilan kerja karyawannya mengenai pekerjaan yang akan dilakukannya.

2.2.1 Tujuan Pelatihan

Program pelatihan yang dilakukan oleh suatu organisasi memiliki tujuan dan manfaat yang akan diperoleh. Menurut Sikula (2001) dalam buku Priansa (2014:p176) tujuan pelatihan kerja adalah:

1. Produktivitas (Productivity)

Dengan pelatihan akan meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan perubahan tingkah laku. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas organisasi.

2. Kualitas (Quality)

Penyelenggaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kualitas pegawai namun diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam bekerja. Dengan demikian kualitas dari output yang dihasilkan akan tetap terjaga bahkan meningkat.

3. Perencanaan Tenaga Kerja (Human Resource Planning)

Pelatihan akan memudahkan pegawai utnuk mengisi kekosongan jabatan dalam suatu organisasi, sehingga perencanaan pegawai dapat dilakukan sebaik-baiknya.

Dalam perencaan sumber daya manusia salah satu diantaranya mengenai kualitas dan kuantitas dari pegawai yang direncanakan, untuk memperoleh pegawai dengan kualitas yang sesuai dengan yang diarahkan

4. Moral (Morale)

Diharapkan dengan adanya pelatihan akan dapat meningkatkan prestasi kerja dari pegawai sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan upah pegawai. Hal tersebut akan dapat meningkatkan moril kerja pegawai untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya.

5. Kompensasi Tidak Langsung (Indirect Compensation)

Pemberian kesempatan pada pegawai untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa atas prestasi yang telah dicapai pada waktu yang lalu, dimana dengan mengikuti program tersebut pegawai yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk lebih dapat mengembangkan diri.

6. Keselamatan dan Kesehatan (Health and Safety)

(4)

Merupakan langkah terbaik dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dalam suatu organisasi sehingga akan menciptakan suasana kerja yang tenang, aman dan adanya stabilitas pada sikap mental mereka.

7. Pencegahan Kadaluarsa (Obsolescence Prevention)

Pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreatifitas pegawai, langkah ini diharapkan akan dapat mencegah pegawai dari sifat kadaluarsa. Artinya kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.

8. Perkembangan Pribadi (Personal Growth)

Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pegawai termasuk meningkatkan perkembangan pribadinya.

Menurut Mangkunegara (2013:p45) tujuan pelatihan dan pengembangan adalah:

a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.

b. Meningkatkan produktivitas kerja.

c. Meningkatkan kualitas kerja.

d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.

e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.

f. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.

g. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

h. Menghindarkan keusangan (obsolescence).

i. Meningkatkan perkembangan pegawai.

Jadi, kesimpulannya tujuan dari pelatihan kerja adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan sikap seorang karyawan didalam suatu perusahaan atau organisasi. Selain itu sering kali karyawan yang direkrut belum memahami dengan baik bagaimana melakukan suatu pekerjaan.

2.2.2 Metode Pelatihan

Pelatihan kerja karyawan akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan kerja karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Dalam melaksanakan pelatihan kerja bagi karyawan dibutuhkan metode – metode pendukungnya. Dalam buku Bangun (2012:p210) menyatakan terdapat beberapa

(5)

metode-metode pelatiahan kerja, antara lain metode on the job training dan off the job training.

1. Metode On-The-Job Training

Metode on the job training merupakan metode yang paling banyak digunakan perusahaan dalam melatih tenaga kerjanya. Para karyawan mempelajari pekerjaannya sambil mengerjakannya secara langsung. Kebanyakan perusahaan menggunakan orang dalam perusahaan yang melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusianya,biasanya dilakukan oleh atasan langsung. Dengan menggunakan metode ini lebih efektif dan efisien pelaksanaan latihan karena disaping biaya pelatihan yang lebih murah, tenaga kerja yang dilatih lebih mengenal dengan baik pelatihannya.

Adapun empat metode yang digunakan antara lain, rotasi pekerjaan, penugasan yang direncanakan, pembimbingan, dan pelatihan posisi.

a. Rotasi pekerjaan (Job rotation), merupakan pemindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dalam organisasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman kerja.

b. Penugasan yang direncanakan, menugaskan tenaga kerja untuk mengembangkan kemampuan dan pengalamannya tentang pekerjaanya.

c. Pembimbingan, pelatihan tenaga kerja langsung oleh atasannya. Metode ini sangat efektif dilakukan karena atasan langsung sangat mengetahui bagaimana keterampilan bawahannya, sehingga lebih tahu menerapkan metode yang digunakan.

d. Pelatihan posisi, tenaga kerja yang dilatih untuk dapat menduduki suatu posisi tertentu. Pelatihan seperti ini diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami perpindahan pekerjaan. Sebelum dipindahkan ke pekerjaan baru terlebih dahulu diberikan pelatihan agar mereka dapat mengenal lebih dalam tentang pekerjaannya.

2. Metode Off-The-Job Training

Dalam metode off the job training pelatihan dilaksanakan dimana karyawan dalam keadaan tidak bekerja dengan tujuan agar terpusat pada kegiatan pelatihan saja. Pelatih didatangkan dari luar organisasi atau peserta mengikuti pelatihan di luar organisasi.

Keuntungan dengan metode ini, para peserta latihan tidak merasa jenuh dilatih oleh atasannya langsung. Metode yang diajarkan pelatih berbeda sehingga memperluas pengetahuan. Kelemahannya adalah biaya yang dikeluarkan relatif besar,dan pelatih

(6)

belum mengenal secara lebih mendalam para peserta latihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelatihan. Metode ini dilakukan dengan beberapa teknik antara lain

a. Business Games, peserta dilatih dengan memecahkan suatu masalah, sehingga para peserta dapat belajar dari masalah yang sudah pernah terjadi pada suattu perusahaan tertentu. Metode ini bertujuan agar para peserta latihan dapat dengan lebih baik dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasional perusahaan dengan baik.

b. Vestibule School, tenaga kerja dilatih dengan menggunakan peralatan yang sebenarnya dan sistem pengaturan sesuai dengan yang sebenarnya tetapi dilaksanakan di luar perusahaan. Tujuan nya untuk menghindari tekanan dan pengaruh kondisi dalam perusahaan.

c. Case Study, di mana peserta dilatih untuk mencari penyebab timbulnya suatu masalah, kemudian dapat memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah dapat dilakukan secara indvidual atau kelompok atas masalah-masalah yang ditentukan.

Sedangkan menurut Dessler (2011:p297) terdapat beberapa metode pelatihan salah satu nya on the job training yang menurutnya meliputi rotasi pekerjaan, pendekatan belajar sambil di bimbing dan action learning (belajar bertindak).

a. Rotasi Pekerjaan, rotasi pekerjaan berarti memindahkan calon manajemen (management trainee) dari departemen satu ke departemen lain untuk memperluas pemahaman mereka dan menguji kemampuan mereka. Orang yang dilatih biasanya lulusan baru dari perguruan tinggi dapat menghabiskan beberapa bulan dalam setiap departemen.

b. Pendekatan Belajar Sambil Dibimbing, disini orang yang dilatih bekerja secara langsung dengan seorang manajer senior atau dengan orang yang akan digantikannya.

Orang yang akan digantikan ini bertanggung jawab untuk membimbing orang yang dilatih itu.

c. Belajar Bertindak, Program belajar bertindak memberi kebebasan kepada para manajer dan yang lain untuk bekerja penuh pada proyek-proyek, menganalis, dan memecahkan permasalahan di departemen selain departemennya sendiri.

Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa dalam melakukan suatu pelatihan dibutuhkan metode-metode pelatihan yang digunakan untuk menunjang terlaksananya sisem pelatihan yang efektif dan efisien. Terdapat metode yang dapat

(7)

digunakan menurut pernyataan diatas yaitu metode on the job training dan off the job training.

2.2.3 Manfaat Pelatihan

Menurut Davis dan Werther (1996) seperti yang dikutip oleh Maarif dan Kartika (2014:p15) terdapat beberapa manfaat dari pelatihan antara lain manfaat bagi perusahaan, manfaat bagi individu, manfaat bagi personal, hubungan manusia dan pelaksanaan kebijakan.

A. Manfaat bagi perusahaan:

1. Membantu peningkatan produktivitas dan kualitas kinerja.

2. Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat di perusahaan.

3. Membantu dalam memahami dan melaksanakan kebijakan perusahaan.

4. Memperbaiki hubungan antara pekerja dan manajemen.

5. Menciptakan iklim yang sehat untuk pertumbuhan dan komunikasi.

6. Membantu menciptakan pencitraan perusahaan yang baik.

B. Manfaat bagi individu:

1. Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan serta kepercayaan diri 2. Membantu seseorang dalam mengalami stress, kekecewaan, dan konflik.

3. Meningkatkan pemberian pengakuan dan perasaan kepuasan kerja.

4. Mengembangkan minat untuk terus belajar.

5. Membantu mengurangi rasa takut atau khawair dalam mencoba melakukan tugas atau pekerjaan yang baru.

C. Manfaat bagi personal, hubungan manusia, dan pelaksanaan kebijakan 1. Memperbaiki komunikasi antara kelompok dan individu.

2. Membantu dalam orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan pekerjaan baru melalui promosi.

3. Menyediakan informasi mengenai kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati.

4. Membuat kebijakan, aturan, dan regulasi perusahaan yang dapat dilaksanakan.

5. Memperbaiki moral.

(8)

Sedangkan menurut Rivai (20011:p217) manfaat pelatihan adalah sebagai berikut:

A. Manfaat Untuk Karyawan

1. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif.

2. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinernalisasi dan dilaksanakan.

3. Membantu mendorong karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi, dan konflik.

4. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap.

5. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan

6. Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi.

7. Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih.

8. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan.

9. Membangun rasa perumbuhan dalam pelatihan.

10. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan.

11. Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru.

B. Manfaat untuk perusahaan

1. Mengarahkan unuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit.

2. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan.

3. Memperbaiki moral SDM.

4. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan.

5. Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik.

6. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan.

7. Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan.

8. Membantu pengembangan perusahaan.

9. Belajar dari peserta.

10. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaan.

11. Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan.

(9)

12. Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif.

13. Membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktivitas dan kualitas kerja.

14. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi, SDM, administrasi.

15. Meningkatkan hubungan antar buruh dengan manajemen.

16. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsultan internal.

17. Mendorong mengurangi perilaku merugikan.

18. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan.

19. Membantu meningkatkan komunikasi organisasi.

20. Membantu Karywan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.

21. Membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stress dan tekanan kerja.

C. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antara grup dan pelaksanaan kebijakan.

1. Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.

2. Membantu dalam orientasi bagi karyawan baru dan karyawan transfer atau promosi.

3. Memberikan informasi tentang keamanan kesempatan dan aksi afirmatif.

4. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan internasional.

5. Meningkatkan keterampilan interpersonal.

6. Membuat kebijakan perusahaan, aturan dan regulasi.

7. Meningkatkan kualitas moral.

8. Membangun kohesivitas dalam kelompok.

9. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, perumbuhan dan koordinasi.

10. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup.

Manfaat dari pelatihan adalah dapat meningkatkan rasa puas pada karyawan, memperbaiki sistem kerja yang diterapkan, meningkatkan produktivitas karyawan, meningkatkan penghasilan perusahaan atau organisasi, meningkatkan pengetahuan kepada karyawan dan meningkakan moral karyawan. Manfaat pelatihan kerja apabila dengan baik dan benar dilaksanakan akan mempengaruhi karyawan dan organisasi itu sendiri. Pengaruh yang dirasakan akan berdampak positif dan memberikan kepuasan terhadap karyawan maupun perusahaan.

(10)

2.2.4 Dimensi Pelatihan

Menurut Mangkunegara (2013:p44) dimensi dari pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur.

2. Para pelatih (trainers) harus ahlinya yang berkualifikasi memadai (profesional).

3. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

4. Metode pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta.

5. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Sedangkan menurut Rivai (20011:p225) dimensi dari pelatihan adalah sebagai berikut:

1. Cost – effectiveness (efektivitas biaya) 2. Materi program yang dibutuhkan.

3. Prinsip – prinsip pembelajaran.

4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas.

5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan.

6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa agar pelatihan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan adalah dibutuhkannya komponen-komponen yang membuat pelatihan dapat dilaksanakan terarah dan sesuai dengan rencana. Dengan tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan yang jelas, para pelatih yang memadai, metode pelatihan yang disesuaikan dengan kemampuan karyawan, materi pelatihan yang sesuai, serta peserta yang memenuhi syarat.

2.3 Pengertian Komitmen Organisasi

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2010) dalam buku Priansa (2014:p233) menyatakan bahwa komitmen organisasional melibatkan tiga sikap, yaitu: identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, serta perasaan loyalitas terhadap organisasi.

(11)

Menurut Wibowo (2014:p428) menyatakan, bahwa komitmen organisasional merupakan ukuran tentang keinginan pekerja untuk tetap dalam perusahaan di masa depan. Komitmen berhubungan dengan kuat dan terikat dengan organisasi di tingkat emosional. Sering mencerminkan keyakinan pekerja dalam misi dan tujuan perusahaan, keingingan mengembangkan usaha dalam penyelesaian, dan intensi melanjutkan bekerja di sana. Komitmen organisasional adalah perasaan, sikap, dan perilaku individu mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi, terlibat dalam proses kegiatan organisasi dan loyal terhadap organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari beberapa pendapat ahli diatas bahwa komitmen organisasi sangat dibutuhkan di dalam suatu organisasi guna mempertahankan karywan agar loyal dan dapat berusaha keras dalam bekerja sesuai dengan tujuan perusahaan. Apabila komitmen organisasi antara karyawan dengan organisasi baik akan memberikan dampak positif bagi karyawan dan perusahaan karena karyawan akan berusaha keras untuk mencapai tujuan organisasi..

2.3.1 Dimensi Komitmen Organisasi

Meyer, Allen, dan smith dalam buku Sopiah (2008:p157) mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen organisasional, yaitu:

1. Affecive commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena keterkaitan emosional.

2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukkan.

Wibowo menyatakan dalam bukunya (2014:p431) bahwa komitmen organisasional terdiri dari komponen affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Masing-masing komponen akan dipengaruhi oleh dimensi yang berbeda.

1. Affecive commitment dipengaruhi berbagai karakteristik personal seperti kepribadian dan locus of control, pengalaman kerja sebelumnya dan kesesuaian nilai.

(12)

2. Continuance commitment mencerminkan rasio antara biaya dan manfaat yang berkaitan dengan meninggalkan organisasi, maka dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi biaya dan manfaat, seperti kurangnya alternatif pekerjaan dan jumlah investasi yang telah dilakukan orang dalam organisasi atau komunitas tertentu.

Continuance commitment akan tinggi apabila individu tidak mempunyai alternatif pekerjaan.

3. Normative commitment dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang dinamakan psychological contract. Personal contract merupakan persepsi individu tentang persyaratan perjanjian dan pertukaran dengan pihak lain. Psychological contract mencerminkan keyakinan pekerjaan tentang apa yang seharusnya diterima sebagai imbalan atas apa yang mereka berikan pada organisasi.

Sedangkan menurut Priansa (2014:p239) komitmen afektif (Affective commitment) didefinisikan sebagai keinginan pegawai untuk tetap menjadi bagian dari organisasi dengan pertimbangan bahwa jika ia keluar, maka ia akan menghadapi resiko kerugian. Komitmen normatif (Normative commitment) merupakan komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri pegawai, berisi keyakinan pegawai akan tanggung jawabnya terhadap organisasi. Pegawai merasa harus bertahan karena loyalitas.

Komitmen normatif merupakan kewajiban yang dirasakan oleh pegawai, bahwa idealnya ia tidak berpindah pekerjaan ke organisasi lain. Sedangkan komitmen kontinu (Continuance commitment) merupakan komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan

2.4 Pengertian Kepuasan Kerja

Bangun (2014:p327) menyatakan dengan kepuasan kerja dapat merasakan pekerjaannya apakah menyenangkan dikerjakan atau tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan bagi pemangkunya.

Menurut Hasibuan (2013:p202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.

(13)

Wibowo (2014:p414) menyatakan dalam bukunya, pekerjaanmemerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang sering kurang ideal dan semacamnya. Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Kepuasan kerja merupakan variabel tergantung utama karena dua alasan, yaitu: (1) menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja dan (2) merupakan preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah dimana seorang karyawan yang bekerja di suatu organisasi merasakan pekerjaan yang dilakukannya menyenangkan atau tidak menyenangkan, puas atau tidak puas. Kepuasan kerja juga memiliki faktor-faktor di dalamnya.

2.4.1 Dimensi Kepuasan Kerja

Herzberg menyatakan dalam buku Priansa (2014:p304) bahwa Dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja terbagi menjadi 2 dimensi utama yaitu:

1. Ekstrinsik.

Yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara ekstrinsik adalah:

a. Gaji atau upah.

Gaji yang memadai akan meningkatkan pendapatan pegawai untuk meningkatkan sosial ekonominya.

b. Keamanan Kerja.

Kebutuhan rasa aman menjadi hal yang penting dengan terpenuhinya sarana dan prasarana alat keselamatan diri.

c. Kondisi Kerja.

Pegawai akan bekerja dengan nyaman apabila tercipta suasana yang kondusif, kerja sama yang baik dan harmonis dengan teman sekerja.

d. Status.

Status (kedudukan) yang meningkat akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai.

e. Kebijakan Organisasi.

Tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perilaku pegawai.

f. Mutu Teknik Pengawasan.

(14)

Standar operasional prosedur (SOP) yang dijalankan dengan tepat serta pengawasan yang baik akan meningkatkan kinerja pegawai.

g. Interaksi antar pegawai.

Dibedakan menjadi interaksi antar sesamanya, interaksi antar pegawai yang lebih rendah dengan pimpinannya.

2. Intrinsik.

Yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara intrinsik adalah:

a. Pengakuan (Recognition).

Penghargaan, pengakuan merupakan perangsang yang kuat, yang akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi.

b. Tanggung Jawab (Responsibility)

Adanya rasa ikut memiliki (Sense of Belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.

c. Prestasi (Achievment).

Pegawai yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya mencapai sasaran.

d. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self).

Pekerjaan yang disenangi akan menjadi motivasi untuk dilaksanakan dengan baik.

e. Kemungkinan untuk berkembang (The Possibility of Growth).

Kesempatan untuk mengembangkan diri memacu pegawai untuk berlomba-lomba meraih sukses.

f. Kemajuan (Advancement).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi motivasi bagi pegawai untuk meningkatkan pendidikannya.

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2014:p415) terdapat lima dimensi yang memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut.

a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

(15)

b. Disprepancies (perbedaan)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan.

Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat atas harapan.

c. Value attainment (pencapaian nilai)

Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

d. Equity (keadilan)

Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan ditempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relative lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keseluaran dan masuknya pekerjaan lainnya.

e. Dispositional/genetic components (komponen genetic)

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puasn terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Pada penelitian ini kepuasan kerja karyawan diukur dari perasaan puas karyawan seperti yang telah diungkapkan oleh Herzberg, yaitu faktor ekstrinsik dan instrinsik.

Dari faktor-faktor yang telah diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi atau perusahaan harus dapat memperhatikan kebutuhan karyawannya agar kepuasan para karyawan dapat meningkat. Terdapat beberapa upaya atau cara dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

2.4.2 Meningkatkan Kepuasan Kerja

Pegawai merupakan aset penting bagi perusahaan. Karena itu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan perlu dilakukan agar karyawan bertahan di dalam organisasi. Upaya dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan menurut Priansa (2014:p311) dapat dilakukan dalam hal berikut:

(16)

1. Perubahan Struktur Kerja.

Melakukan perubahan struktur kerja, misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan perluasan pekerjaan (job enlargment), atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktik untuk para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar anggota dari organisasi.

2. Melakukan Perubahan Sruktur Pembayaran.

Perubahan sistem pembayaran bagi pegawai yang didasarkan pada teknik sebagai berikut:

a. Pembayaran berdasarkan keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya daripada posisinya dalam organisasi;

b. Pembayaran berdasarkan jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan kinerjanya, pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri;

c. Pembayaran berdasarkan keberhasilan kelompok (gain sharing), dimana keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok.

3. Pemberian Jadwal Kerja Fleksibel.

Pemberian jadwal kerja yang fleksibel namun taat terhadap aturan organisasi juga merupakan salah satu solusi untuk mendorong kepuasan kerja pegawai. Pegawai diberikan kesempatan untuk memadatkan pekerjaannya pada waktu tertentu.

Misalnya bekerja penuh di hari senin sampai jumat, dan libur untuk hari sabtu.

Namun juga pada kondisi tertentu, pegawai tersebut dapat pulang lebih cepat di hari kerja, namun bekerja di akhir minggu. Ini memberikan fleksibilitas waktu bagi pegawai untuk mengatur pekerjaannya sendiri.

4. Program Pendukung.

Organisasi menyediakan program pendukung yang dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai seperti pusat kesehatan dan kebugaran, rekreasi, penghasilan tambahan, beasiswa bagi anak-anak pegawai dan berbagai program pendukung lainnya.

(17)

Greenberg dan Baron (2003:p159) yang dikutip dalam buku Wibowo (2014:p425) menyatakan memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan, dengan cara sebagai berikut:

a. Membuat pekerjaan menyenangkan

Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.

b. Orang dibayar dengan jujur.

Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, mereka merasa dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, kepuasan kerjanya cenderung naik.

c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.

Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil di tempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan counselling individu kepada pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan.

d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang.

Kebanyakan orang cenedrung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Sesuai dengan two-factor theory, orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara melakukan sesuatu.

2.4.3 Teori Kepuasan Kerja

Menurut Wibowo (2014:p414) mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah two-factor theory dan value theory.

1. Two-Factor Theory.

Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar

(18)

pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators.

2. Value Theory

Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas.

Value theory memfokuskan pada hasil mana pun yang menilai orang tanpa memerhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.

2.4.4 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja

Menurut Robbins dan Judge (2003, p.32) yang dikutip Wibowo (2014:p424) ketidakpuasan kerja karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Keluar (Exit): Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku yang diarahkan pada meninggalkan organisas,termasuk mencari posisi baru ataupun mengundurkan diri.

b. Suara (Voice): Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.

c. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi di hadapan kritik eksternal dan memercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

d. Pengabaian (Neglect): Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

(19)

2.5 Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Bangun (2012:p230) menyatakan, peningkatan kinerja merupakan hal yang diinginkan baik dari pihak pemberi kerja maupun para pekerja. Pemberi kerja menginginkan kinerja karyawannya baik untuk kepentingan peningkatan hasil kerja dan keuntungan perusahaan. Di sisi lain, para pekerja berkepentingan untuk mengembangkan diri dan promosi pekerjaan.

Menurut Priansa (2014:p269) kinerja bukan merupakan karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Kinerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam bentuk karya nyata. Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari organisasi.

Dalam buku Mangkunegara (2013:p67) menyatakan pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan dengan seberapa baik kualitas hasil pekerjaan yang diselesaikannya, ataupun keberhasilan dan ketidak berhasilan seorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi.

2.5.1 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Sinambela (2012:p62) menyatakan bahwa informasi penilaian kinerja memberikan juga dasar perencanaan, pelatihan, dan pengembangan. Bidang bidang kelemahan seperti dalam kemampuan teknis, keterampilan komunikasi, dan teknik pemecahan persoalan dapat diidentifikasi dan di analisis.

Sedangkan menurut Dessler (2011:p322) menyatakan bahwa hampir seluruh perusahaan melakukan tindakan informal ataupun formal dalam menilai kinerja karyawan mereka. Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya.

Menurut Priansa (2014:p274) tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Evaluasi.

Hasil-hasil penilaian kinerja pegawai berfungsi sebagai dasar evaluasi rutin terhadap kinerja pegawai.

(20)

a. Penilaian Kinerja dan Kompensasi Tambahan.

Penilaian kinerja pegawai akan memberikan masukan bagi keputusan kompensasi dan pendapatan lainnya yang diperoleh pegawai dan organisasi.

b. Penilaian Kinerja dan kesempatan promosi.

Penilaian kinerja pegawai akan memberikan masukan bagi penyusunan tahapan kenaikan jabatan atau kedudukan, pemindahan, bahkan pemberian sanksi bagi pegawai.

2. Tujuan Pengembangan.

Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja pegawai dapat dimanfaatkan unuk memudahkan pengembangan pegawai.

a. Mengukuhkan dan Menunjang Kinerja.

Menggunakan penilaian kinerja pegawai sebagai instrumen dasar bagi pengembangan pegawai dengan menempatkan manajer dalam peran pengukuh dan penunjang kinerja.

b. Meningkatkan Kinerja.

Penilaian kinerja pegawai bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai saat ini serta mencakup pemberian pedoman kepada pegawai untuk meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.

c. Menentukan Tujuan Progresi Karier.

Penilaian kinerja pegawai memberikan kesempatan kepada manajer dan pegawai untuk membahas rencana karier jangka panjang bagi pegawai

d. Menentukan Kebutuhan Pelatihan.

Hasil penilaian kinerja pegawai dapat dipergunakan untuk kepentingan analisis kebutuhan pelatihan bagi pegawai.

e. Proses Terkoordinasi.

Penilaian kinerja pegawai tidak boleh menjadi proses yang berdiri sendiri, harus terkait dengan aktivitas kepegawaian lainnya yang ada di sekolah agar menjadi efektif dan efisien.

2.5.2 Dimensi Pengukuran Kinerja

Menurut Mondy, Noe, Premeaux (1999) yang dikutip Priansa (2014:p271) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi:

(21)

1. Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work).

Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu.

2. Kualitas Pekerjaan (Quality of Work).

Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan di dalam menangani tugas-tugas yang ada di organisasi.

3. Kemandirian (Dependability).

Kemandirian berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisir bantuan orang lain. Kemandirian juga menggambarkan kedalaman komitmen yang dimiliki oleh pegawai.

4. Inisiatif (Inisiative).

Inisiatif berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas, berfikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab.

5. Adaptabilitas (Adaptability).

Adaptabilitas berkenaan dengan kemampuan untuk beradaptasi, mempertimbangkan kemampuan untuk beraksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisi-kondisi.

6. Kerjasama (Cooperation).

Kerjasama berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk berkerjasama, dan dengan, orang lain. Apakah assignment, mencakup lembur dengan sepenuh hati.

Sedangkan menurut Bangun (2012:p234) menyatakan bahwa suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu.

1. Jumlah Pekerjaan.

Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai.

2. Kualitas Pekerjaan.

Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.

(22)

3. Ketepatan Waktu.

Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan.

4. Kehadiran.

Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari unuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.

5. Kemampuan Kerja Sama.

Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertenu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuanya bekerjasama dengan rekan sekerja lainnya.

(23)

2.6. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Pengarang Judul Objek Hasil

1 Sultana,Afsh an.(2012).

Impact of Training On Employee

Performance: A Study of Telecommunication Sector In Pakistan

Training On Employee Performance

Hasil penelitian ini menyatakan pelatihan merupakan elemen kunci untuk meningkatkan kinerja dan dapat meningkatkan tingkat kompetensi individu dan organisasi

2 Hussain Khan, Alamdar ; Musarrat Nawaz, Muhammad ; Aleem, Muhammad ; Hamed, Wasim.

(2012).

Impact of job satisfaction on

employee performance:

An empirical study of autonomous Medical Institutions

of Pakistan

Job satisfation, employee performance.

Hasil yang dapat disimpulkan dari

penelitian ini adalah pada aspek kepuasan kerja seperti gaji, promosi, keselamatan kerja dan keamanan, bekerja kondisi, otonomi pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja, hubungan dengan atasan, dan sifat

secara signifikan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja

3 Ali, Mehwish;

Hayat, Khansa;

Qureshi, Javeria

Impact of Job Satisfaction and Organizational Commitment on

Employee Performance, Evidence from Pakistan

Job Satisfaction and Organizational Commitment on Employee Performance,

Hasil penelitian ini mengatakan Kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara signifikan berpengaruh pada kinerja karyawan

(24)

Ashfaq;

Sarwat, Nosheen.(201 1).

4 Nayati Utami,Hamid ah;

Rudhaliawan, Very

Mahmudithy a; Soe’oed Hakam, Moehammad.

(2013).

Pengaruh Pelatihan Terhadap Kemampuan Kerja Dan Kinerja Karyawan(Studi Pada Karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk

Kandatel Malang).

Pelatihan,

kemampuan kerja, dan kinerja karyawan.

Hasil penelitian ini menunjukan Karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk Kandatel merasa sangat antusias dan sering dalam mengikuti pelatihan yang diberikan oleh perusahaan dan memberikan pengaruh pada kemampuan kerja dan kinerja kerja karyawan.

5 Sheng,Xiaoqi (2014)

The Empirical Inquiry between Organizational Commitment and Employee Performance - with X Company as an Example

Organisational and employee

performance.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi karyawan memiliki dampak tertentu pada kinerja karyawan. Dalam lingkungan ekonomi yang semakin kompetitif, analisis tentang bagaimana meningkatkan

komitmen organisasi staf, sehingga dapat

meningkatkan kinerja karyawan.

(25)

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis (2015)

Hubungan antara Pelatihan kerja, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja dalam diri karyawan terhadap kinerja karyawan. Kerangka pemikiran teoritis diatas menyajikan suatu pengembangan pengaruh dari model variabel pelatihan, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja yang berdampak pada variabel kinerja karyawan.

Pelatihan Kerja ( X1 )

Kinerja ( Y )

Komitmen Organisasi ( X2 )

Kepuasan Kerja

(X3)

(26)

2.8 Hipotesis

Hipotesis 1 (T-1)

Ho Tidak ada pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT.

Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Ha Ada pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT. Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Hipotesis 2 (T-2)

Ho Tidak ada pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT. Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Ha Ada pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT.

Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Hipotesis 3 (T-3)

Ho Tidak ada pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT.

Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Ha Ada pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT.

Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Hipotesis 4 (T-4)

Ho Tidak ada pengaruh pelatihan kerja, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja, terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT. Telkom unit customer care Jakarta Barat.

Ha Ada pengaruh pelatihan kerja, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada karyawan PT. Telkom unit customer care Jakarta Barat.

(27)
(28)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Sumber: Penulis (2015)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mendapatkan hasil dan simpulan yang baik, penulis juga membandingkannya antar literatur dan hasilnya adalah penjelasan perbandingan efikasi (kemanjuran) antara golongan

Relief order ketiga dikenal %uga sebagai bentuk bentuk yang bersifat menghancurkan "0estructional forms#, hal ini disebabkan karena relief ini dibentuk oleh

Pada rancangan tampilan ini pengguna aplikasi dapat melihat lirik dan notasi dari lagu daerah yang dipilih, dilengkapi dengan alert dialog yang menenanyakan pengguna apakah

Pengertian ini sejalan dengan pendapat Doney dan Cannon (1997, p. 36) yang menyatakan bahwa rasa percaya timbul sebagai hasil dari kehandalan dan integritas mitra yang

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan: Untuk menganalisis berapa besar pengaruh tingkat pengangguran, ketimpangan

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai perbandingan perkembangan dan tingkat efisiensi Unit PKBL dari waktu ke waktu maka diperlukan format Laporan

[r]

2) Berdasarkan analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa potensi dan kondisi yang mempengaruhi daya saing kepariwisataan Kabupaten Situbondo menunjukkan faktor- faktor