• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

6

2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Berdasarkan pendapat Veithzal Rivai, (2004,p1) manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan dilihat dari susunan katanya, manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka sebagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang sumber daya manusia dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya me-manage (mengelola) sumber daya manusia.

Sedangkan sumber daya manusia ,semula merupakan terjemahan dari ”human resources”. Namun ada pula ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan ”manpower” (tenaga kerja). Bahkan sebagian orang menyetarakan pengertian sumber daya manusia dengan ”personnel” (personalia,kepegawaian dan sebagainya)

Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W. Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan sumber daya manusia dalam era tersebut adalah :

• Sumber daya manusia sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih produktif seperti mesin;

(2)

• Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan; • Yang tidak produktif harus diganti/dibuang;

• Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan

Dalam bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat pekerja. Gerakan human relation (dengan pendekatan paternalis), era ini ditandai dengan adanya pemikiran tentang peran sumber daya manusia terhadap kemajuan organisasi.

Pandangan-pandangan yang muncul adalah :

• Sumber daya manusia harus dilindungi dan disayangi, tidak hanya dianggap sebagai faktor produksi belaka tapi juga sebagai pemilik perusahaan;

• Mulai disediakannya berbagai fasilitas pemenuhan kebutuhan karyawan, seperti tempat ibadah, tempat istirahat, jaminan kesehatan, kantin, perumahan, dan sebagainya sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap tingkat kesejahteraan karyawan. Gerakan kontemporer (dengan pendekatan sistem sosial), di era ini pemikiran tentang pentingnya peran sumber daya manusia dan perlunya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan serta kepastian dalam bekerja semakin berkembang.

Pandangan-pandangan yang muncul bahwa :

• Pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari kontribusi sumber daya manusia; • Munculnya teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow (1940-an) sebagai landasan

motivasi individu menjadi pendorong adanya pemikiran tentang perlunya memotivasi sumber daya manusia dengan melihat tingkat kebutuhan yang dimilikinya;

• Adanya kecenderungan baru yang berdampak positif terhadap perkembangan efektivitas organisasi, yaitu :

(3)

b. Adanya perubahan arah pengawasan dan kebijakan secara sentral, dan pelaksanaan yang terdesentralisasi;

c. Meningkatnya otomatisasi dan pengembangan sistem informasi sumber daya manusia;

d. Munculnya program MSDM yang terintegrasi;

e. Adanya perubahan menuju sistem merit dan akuntabilitas; f. Meningkatnya perhatian terhadap perilaku kerja karyawan; g. Meningkatnya perhatian terhadap budaya dan nilai organisasi; h. Adanya perluasan program peningkatan produktivitas.

Sejalan dengan adanya pemikiran tentang semakin pentingnya peran sumber daya manusia dalam organisasi, maka posisi MSDM dalam organisasi adalah mengelola sumber daya manusia yang ada di seluruh bagian organisasi.

2.2. Training (pelatihan) 2.2.1. Pengertian Training

Untuk mengetahui istilah yang tepat yang dipergunakan dalam pelatihan, maka terlebih dahulu perlu diketahui beberapa definisi dari pelatihan tersebut yang dikutip dari beberapa ahli.

• Menurut chris landauer pelatihan adalah sesuatu yang kita harap dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pola pikir setiap manajer.

• Menurut Mathis, Robert dan Jackson (2006, p301) pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional.

• Menurut Veithzal rivai (2004, p226) pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.

(4)

• Dessler (2004, p216) pelatihan merupakan proses mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaannya.

Menurut sastradipoera (2006, p121) pengembangan dan pelatihan dapat dianggap sebagai suatu proses penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan sikap dan kepribadian para pekerja atau calon pekerja yang dilaksanakan dengan cara terbimbing dan sistematis, dan dengan menggunakan metodik dan didaktik yang relevan untuk keduanya.

Jika pemahaman tentang pendidikan itu dipusatkan pada pengertian pelatihan (training), maka ada beberapa definisi mengenai pelatihan sebagai berikut :

1. Pelatihan adalah salah satu jenis pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pengembangan sumber daya manusia yang berlaku dalam berapa waktu singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. 2. Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur

yang sistematik dan terorganisasi yang dengan prosedur itu personalia non manajerial belajar pengetahuan dan pengetahuan teknis untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang berhubungan dengan upaya pengubahan tingkah laku sumber daya manusia agar tingkah laku itu sesuai dan memadai untuk kebutuhan dan tujuan tertentu.

Pelatihan dalam perusahaan sangat penting artinya dalam rangka memajukan perusahaan

Pelatihan dalam perusahaan sangat penting artinya dalam rangka memajukan perusahaan yang bersangkuatan apabila pengetahuan dan persaingan semakin berkembang pesat. Dengan adanya proses pelatihan ini, perbaikkan efektivitas dan efisiensi karja karyawan dapat dicapai dengan meningkatkan pengetahuan karyawan, keterampilan dan sikap karyawan terhadap tugasnya. Pelatihan merupakan kegiatan yang bermaksud memperbaiki dan mengembangkan sikap, prilaku, keterampilan, dan pengetahuan para

(5)

karaywan sesuai dengan keinginan perusahaan. Berkat adanya pelatihan tersebut kepercayaan diri dan semangat kerja dapat ditingkatkan.

2.2.2 Faktor-faktor yang berperan dalam pelatihan

Menurut Veithzal rivai (2004,p240) Dalam melaksanakan pelatihan ini ada beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi (bahan), metode , tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode pelatihan terbaik tergantung dari beberapa faktor. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan :

1. Cost-efectiveness (efektivitas biaya) 2. Materi program yang dibutuhkan 3. prinsip-prinsip pembelajaran 4. ketepatan dan kesesuaian fasilitas

5. kemampuan dan prefrensi peserta pelatihan 6. kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan

2.2.3. Manfaat pelatihan

Manfaat pelatihan menurut veithzal rivai (2004, p231) 1. Manfaat bagi karyawan

• Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik • Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan

• Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru

• Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif

(6)

• Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri

2. Manfaat bagi perusahaan

• Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaan • Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan

• Membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stres dan tekanan kerja

• Memperbaiki moral SDM

• Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan • Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif

terhadap orientasi profit

2.2.4 Tujuan pelatihan

Tujuan dari pelatihan menurut veithzal rivai (2004, p229) • Untuk meningkatkan kuantitas output

• Untuk meningkatkan kualitas output

• Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan

• Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan

• Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan kerja

• Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan

2.2.5. Pelatihan strategis

Menurut Mathis, Robert dan Jackson (2006, P307) perusahan perlu mengadakan pelatihan strategis kepada karyawan , dengan tujuan menambah nilai pada organisasi dengan menghubungkan strategi pelatihan pada tujuan dan strategi bisnis organisasional.

(7)

Kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pelatihan strategi mengandung 4 (empat) tingkatan pokok.

1. Mengatur strategi

Manajer-manajer sumber daya manusia dan pelatihan harus lebih dahulu bekerja sama dengan manajemen untuk menentukan bagaimana pelatihan akan terhubung secara strategis pada rencana bisnis strategis, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasional.

2. Merencanakan

Perencanaan harus terjadi dengan tujuan untuk menghadirkan pelatihan yang akan membawa hasil-hasil positif untuk organisasi dan karyawannya. Sebagai bagian dari perencanaan, tujuan dan harapan dari pelatihan harus diidentifikasi serta diciptakan agar tujuan pembelajaran dapat diukur dan spesifik untuk melacak efektivitas pelatihan. 3. Mengorganisasi

Pelatihan harus diorganisasi dengan memutuskan bagaimana pelatihan akan dilakukan, mendapat sumber-sumber daya yang dibutuhkan, dan mengembangkan intervensi-intervensi pelatihan.

4. Memberi Pembenaran

Mengukur dan mengevaluasi pada tingkat mana pelatihan memenuhi tujuan akan mengesahkan usaha-usahan pelatihan. Kesalahan-kesalahan di masa lalu dalam pelatihan dapat secara eksplisit diidentifikasi dalam tahap ini. Belajar dari berbagai kesalahan selama masa pelatihan akan menghasilkan cara efektif untuk meningkatkan pelatihan di masa depan.

(8)

2.2.6. Langkah-langkah dalam proses pelatihan

Dessler (2003, p217) mengatakan proses pelatihan terdiri dari 5 (lima) langkah. 1. Langkah analisis kebutuhan

Untuk mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih, dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi.

2. Langkah merancang instruksi

Untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku-buku kerja, latihan, dan aktivitas.

3. Langkah validasi

Program pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa pemirsa yang bisa memiliki.

4. Langkah penerapan program

Pada langkah keempat, perusahaan melatih karyawan ditargetkan. 5. Langkah evaluasi

Manajemen perusahaan menilai keberhasilan atau kegagalan pelatihan.

2.2.7. Teknik-teknik pelatihan

Menurut Davis, sebagaimana dikutip Fathoni (2006, p31) ada 2 (dua) teknik pelatihan, yaitu pelatihan ditempat kerja (on the job training), dan pelatihan di luar tempat kerja (off the job training).

1. Pelatihan ditempat kerja (on the job training) adalah metode yang bertujuan untuk memberikan kecakapan kepada karyawan baru tersebut setelah pelatihan berakhir. Dalam pelatihan ini, pengawasan dan instruksi langsung diberikan kepada peserta pelatihan ditempat kerjanya dan dengan demikian karyawan akan lebih mudah dalam menguasai pekerjaanya.

(9)

Beberapa teknik yang bisa digunakan meliputi : job instruction training, job rotation, apprenticeship, dan coaching. Job instuction training proses belajar yang mencermikan langkah urutan pekerjaan dimana petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung dimana bantuan-bantuan instruktur biasanya digunakan untuk melatih karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan saat ini.

Job rotation, teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari suatu jabatan atau pekerjaan kejabatan atau ke pekerjaan lainnya secara periodik untuk menambah keahlian dan kecakapan karyawan pada setiap jabatan atau pekerjaan tertentu. Dengan demikian maka karyawan dapat mengetahui dan melaksanakan pekerjaannya pada tiap bagian yang berbeda.

Apprenticeship, proses belajar dari seseorang yang lebih berpengalaman dan biasanya dikenal dengan istilah magang.

Coaching, teknik pelatihan dimana atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam melaksanakan pekerjaan rutin mereka.

2. Pelatihan di luar tempat kerja (off the job training) adalah pelatihan yang menggunakan situasi diluar pekerjaan. teknik ini banyak digunakan bila banyak pekerjaan yang harus dilatih dengan cepat , seperti halnya bila perusahaan melakukan perluasan usaha dan bila pelatihan langsung pada pekerjaan tidak dapat dilakukan karena biaya sangat mahal. Beberapa teknik yang bisa digunakan meliputi : lecture, vestibule training, role playing, and behavior modeling, case study, simulation, self study, programmed learning, dan laboratory training.

Lecture, merupakan metode pelatihan yang memberikan kuliah dan kelemahan yang dimilikinya yaitu pelatihan partisipasi dan pasif.

Video presentation, metode itu biasanya dilakukan dengan presentasi melalui media televisi, film, slide, dan sejenisnya, dimana bentuknya sama dengam metode lecture.

(10)

Vestibule training, merupakan metode pelatihan yang dilakukan pada suatu ruangan latihan yang khusus dan terpisah dari tempat kerja biasa dimana disediakan jenis peralatan yang sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

Role playing and behavior modeling , merupakan pelatihan dengan cara permainan peran dengan maksud menciptakan situasi realistis.

Case study, dalam pelatihan para peserta dihadapkan pada beberapa kasus tertulis dan memecahkan masalah-masalah tersebut.

Simulation, merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya, tetapi hanya merupakan tiruan saja dan peserta harus memberikan respon seperti dalam kejadian yang sebenarnya.

Simulasi ini adalah suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari apa yang dijumpai.

Self study, merupakan teknik yang menggunakan model tertulis, kaset dan video tape rekaman dan para pesertanya hanya mempelajari sendiri.

Programmed learning, pelatihan dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan dan jawaban yang tersusun ada didalam materi pelatihan.

Laboratory training, merupakan jenis kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah sensitivitas, dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Pelatihan ini juga berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku serta tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.

(11)

2.3. Kompensasi

2.3.1. Pengertian kompensasi

Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa barupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi/ perusahaan tempat ia bekerja. (http://organisasi.org)

Menurut Veithzal rivai (2004, p357) kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi upah dan kebijakan kompensasi adalah : A) pasar tenaga kerja

Pasar tenaga kerja mempengaruhi desain kompensasi dalam dua cara. Pertama, tingkat persaingan tenaga kerja sebagian menentukan batas rendah atau floor tingkat pembayaran. Jika tingkat pembayaran suatu perusahaan terlalu rendah, tenaga kerja yang memenuhi syarat tidak akan bersedia bekerja di perusahaan itu. Kedua, pada saat yang sama, mereka menekan pengusaha untuk mencari alternatif, seperti penyediaan tenaga kerja asing, yang harganya mungkin lebih rendah, atau teknologi yang mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja.

B) Kondisi ekonomi

Salah satu aspek yang juga mempengaruhi kompensasi sebagai salah satu faktor eksternal adalah kondisi-kondisi ekonomi industri, terutama derajat tingkat persaingan, yang mempengaruhi kesanggupan untuk membayar perusahaan itu dengan gaji tinggi. Semakin kompetitif situasinya, semakin rendah kemampuan perusahaan untuk membayar gaji lebih tinggi.

C) Peraturan pemerintah

Pemernitah secara langsung mempengaruhi tingkat kompensasi melalui pengendalian upah dan petunjuk yang melarang peningkatan dalam kompensasi

(12)

untuk para pekerja tetentu pada waktu tertentu, dan hukum yang menetepkan tingkat tarif upah minimum, gaji, pengaturan jam kerja, dan mencegah diskriminasi. Pemerintah juga melarang perusahaan memperkerjakan pekerja anak-anak dibawah umur ( yang telah ditetapkan).

D) Serikat pekerja

Pengaruh eksternal penting lain pada suatu program kompensasi kerja adalah serikat kerja. Kehadiran serikat pekerja diperusahaan sektor swasta diperkirakan meningkatkan upah 10 sampai 15 persen dan menaikkan tunjangan sekitar 20 sampai 30 persen. Serikat pekerja sudah cenderung untuk menjadi penentu upah, manfaat, dan meningkatkan kondisi kerja.

2.3.2. Jenis-jenis kompensasi

Menurut Mathis dan Jackson (2006, p419-420) Ada dua jenis umum komponen nyata dari sebuah program kompensasi.

Tabel 2.1

Faktor – Faktor Kompensasi

Kompensasi

Langsung Tidak langsung

• Upah • Gaji • insentif • asuransi kesehatan/jiwa • cuti berbayar • dana pensiun

Dengan kompensasi langsung, pemberi kerja menukar penghargaan moneter dengan kerja yang diselesaikan. Para pemberi kerja memberikan kompensasi tidak langsung – seperti asuransi kesehatan – untuk setiap orang hanya berdasarkan pada keanggotaan dalam organisasi tersebut. Gaji pokok dan penghasilan tidak tetap merupakan bentuk paling umum

(13)

dari kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri atas tunjangan karyawan.

2.3.2.1. Gaji

Menurut Veithzal rivai (2004, p379) Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. Atau, dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari keanggotaannya dalam sebuah perusahaan.

2.3.2.2. Gaji Berbasis kompentensi

Rancangan dari sebagian besar program kompensasi memberikan penghargaan kepada para karyawan karena telah menjalankan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab mereka. Syarat-syarat pekerjaan menentukan karyawan memiliki tarif dasar yang lebih tinggi. Karyawan menerima lebih banyak karena melakukan pekerjaan yang membutuhkan variasi tugas yang lebih banyak, lebih banyak pengetahuan dan keterampilan, usaha fisik yang lebih besar, atau kondisi bekerja yang lebih menuntut

Akan tetapi, beberapa organisasi lebih menekankan kompetensi daripada tugas. Beberapa organisasi membayar para karyawan lebih karena kompetensi yang mereka tunjukkan daripada tugas tertentu yang dilakukan. Memberi imbalan kerja atas kompetensi memberikan penghargaan kepada karyawan yang menampilkan kepandaian dalam banyak hal yang lebih banyak dan terus mengembangkan kompetensi

(14)

mereka. Dalam sistem imbalan kerja berbasis pengetahuan (knowledge-based pay- KBP) atau imbalan kerja berbasis keterampilan (skill-(knowledge-based pay-SBP), karyawan mulai dari tingkat imbalan kerja dasar dan menerima kenaikkan ketika mereka belajar untuk melakukan pekerjaan lain atau memperoleh keterampilan lain dan oleh karenanya menjadi lebih berharga bagi pemberi kerja. Ketika organisasi bergerak menuju sistem berbasis kompetensi, dibutuhkan banyak waktu yang harus dihabiskan untuk menyebutkan kompetensi yang dibutuhkan untuk berbagai pekerjaan. Kemudian, setiap blok kompetensi harus dihargai dengan menggunakan berbagai data. Kemajuan karyawan harus dimungkinkan, dan mereka harus dibayar dengan pantas atas semua kompetensi mereka. Karena rencana kompetensi berfokus pada pertumbuhan dan pengembangan kompetensi karyawan, para karyawan yang terus mengembangkan kompetensi mereka juga diuntungkan dengan menerima kenaikkan gaji.

2.3.2.3. Upah

Menurut Veithzal rivai (2004, p375) Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah tergantung pada keluaran yang dihasilkan. Penggolongan upah:

a) Upah sistem waktu

Dalam sistem waktu, besarnya upah ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, hari, minggu, atau bulan. Besarnya upah sistem

(15)

waktu hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan dengan prestasi kerjanya.

b) Upah sistem hasil (output)

Dalam sistem hasil, besarnya upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter dan kilogram. Besarnya upah yang dibayar selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. c) Upah sistem borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

2.3.2.4. Insentif

Menurut Veithzal Rivai (2004,p384) Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif merupakan bentuk lain dari upah langsung diluar upah dan gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang biasa disebut kompensasi berdasarkan kinerja (pay for perfomance plan).

Menurut Gary Dessler (2005,p412) Insentif finansial adalah ganjaran finansial yang diberikan kepada karyawan yang produksi nya melampaui standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Heidjraman dan Suad Husnan (2002,p161) Mereka mengemumakan bahwa : Pengupahan insentif dimaksudkan untuk memberikan upah atau gaji yang berbeda karena memang perbedaan

(16)

prestasi kerja, guna meningkatkan produktifitas karyawan yang berbeda-beda prestasinya untuk berada dalam perusahaan.

Menurut Drs. Malayu S.P. Hasisbuan (1997,p133) Upah insentif merupakan tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli dalam manajemen maka dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan suatu alat yang dapat mendorong seorang karyawan agar dapat bekerja lebih giat sehingga menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik.

2.3.2.4.1. Tujuan pemberian insentif

T. Hani Handoko (2001,p156) menjelaskan tujuan insentif adalah:

Memperoleh personalia yang berkualitas, mempertahankan karyawan yang ada sekarang, menjamin keadilan, menghargai perilaku yang diinginkan, dan mengendalikan biaya-biaya.

Selain dari itu, tujuan pemberian insentif yaitu memotivasi kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Budaya perusahaan untuk memberikan insentif membangkitkan minat dan ketertarikan karyawan terhadap tujuan perusahaan.

Dari beberapa pernyataan diatas, maka disimpulkan bahwa tujuan pemberian insentif hendaknya dapat memuaskan semua pihak baik masyarakat, organisasi maupun karyawan yang akan menambah semangat kerja karyawan untuk berprestasi, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas karyawan.

(17)

2.3.2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian insentif

Menurut Heidjrachman dan Suad Husnan (2002,139), tinggi rendahnya tingkat insentif yang diberikan kepada karyawan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja

Meskipun hukum ekonomi tidaklah bisa ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga kerja, tetapi tidak bisa diingkari bahwa hukum penawaran dan permintaan tetap mempengaruhi. Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan (skill) tinggi dan jumlah tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi. 2. Organisasi buruh

Ada tidaknya organisasi buruh serta lemah kuatnya organisasi buruh akan ikut mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. 3. Kemampuan untuk membayar

Meskipun mungkin serikat buruh menuntut upah buruh yang tinggi, tetapi akhirnya realisasi pemberian upah akan tergantung pula pada kemampuan membayar dari perusahaan. Dalam perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi. Tingkat upahnya menyebabkan naiknya biaya produksi sehingga mengurangi keuntungan.

4. Produktivitas

Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi karyawan. Semakin tinggi prestasi karyawan seharusnya semakin besar pula upah yang akan diterima. Prestasi demikian biasanya sebagai produktivitas.

(18)

5. Biaya hidup

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan juga adalah biaya hidup. Di kota-kota besar dimana biaya hidup tinggi upah juga cenderung tinggi.

6. Pemerintah

Pemerintah dengan peraturan-peraturannya juga mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah minimum merupakan batas bawah dari tingkat upah yang akan dibayarkan.

2.3.2.5. Kompensasi tidak langsung (fringe Benefit)

Fringe Benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Contohnya, berupa fasilitas-fasilitas, seperti : asuransi-asuransi, tunjangan-tunjangan, uang pensiun, dan lain-lain.

2.4. Turnover karyawan

2.4.1. Pengertian turnover

Arti turnover adalah berhentinya seorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela (Zeffane, 2003, p24-25).

Pengertian turnover tradisional mengasumsikan bahwa orang meninggalkan organisasi karena alasan yang sukarela dan yang tidak menurut Abelson (2000). Dalam penelitian voluntary turnover yang menggunakan variabel tingkat perputaran sesungguhnya yang dihadapi perusahaan, maka jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dengan sama akan mengalami kelemahan metodologi. Dengan

(19)

menggunakan taksonomi turnover yang membedakan perilaku berpindah kerja suka rela (voluntary turnover) dalam dua kelompok, yang dapat dihindari (Avoidable) dan yang tidak dapat dihindari (unavoidable) perusahaan, maka studi tersebut akan lebih berguna bagi pengembangan teori turnover. Menurut Abelson (2000) antara karyawan yang meninggalkan organisasi secara suka rela tetapi tidak dapat dihindari dan karyawan yang tetap tinggal pada organisasi (stayers) tidak dapat dibedakan karakteristik tingkat kepuasan dan komitmennya. Akibatnya hasil studi yang menggunakan angka voluntary turnover yang tidak membedakan kedua kelompok ini cenderung lemah hubungan antar variabelnya dalam Suwandi & Indriartono (2003, p4-7).

Tindakan penarikan diri menurut Abelson (2000) dalam Suwandi & Indriartono (2003, p4-9) terdiri dari beberapa komponen yang secara simultan muncul dalam individu berupa adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi.

2.4.2. Faktor-faktor turnover

Menurut Zeffane (2003, p27-31) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja, faktor institusi yakni kondisi ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja.

Pasar tenaga kerja adalah interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja pada perekonomian tertutup dilakukan oleh rumah tangga, sedangkan pada perekonomian terbuka penawaran tenaga kerja dapat berasal dari asing/luar negeri. Permintaan tenaga kerja asalnya dari sektor pemerintah dan sektor

(20)

perusahaan (http://organisasi.org/tiga-macam-jenis-pasar-utama-perekonomian-barang-jasa-tenaga-kerja-dan-uang-modal).

Perpindahan kerja suka rela yang dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan upah yang lebih baik di tempat lain, kondisi kerja yang lebih baik di organisasi lain, masalah dengan kepemimpinan / administrasi yang ada, serta adanya organisasi lain yang lebih baik. Sedangkan perpindahan kerja suka rela yang tidak dapat dihindari disebabkan oleh alasan-alasan: Pindah ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan arah karir individu, harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan / anak, dan kehamilan dalam Suwandi & Indriartono (2003, p4-9).

Banyak faktor yang mempengaruhi turnover diantaranya adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan alternatif kerja (Maertz & Campion) dalam Mitchell, dkk (2001, p1102) (.http://209.85.175.132/search?q=cache:PG8lkj39wEQJ:eprints.ums.ac.id/196/1/JTI-0402-04-OK.pdf+turnover&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=id).

Menurut Mobley (2000) dalam Muchinsky (2002, p85-89) tentang turnover karyawan, terdapat hubungan antara kepuasan dan berhenti kerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru, berkeinginan untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti bekerja. Menurut Mobley, perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru. Namun model Mobley yang membahas mengenai turnover ini harus memperhatikan setting ekonomi yang sedang terjadi. Jika perekonomian dalam kondisi baik sehingga pengangguran rendah, maka karyawan akan lebih mempermasalahkan kepuasan kerja dibanding jika perekonomian buruk dan pengangguran melimpah.

Jika ongkos atau pengorbanan yang harus dibayar terlalu tinggi sementara alternatif pekerjaan yang ada memiliki prospek yang lebih baik, maka akan timbul keinginan untuk berhenti bekerja dan hal ini diaktualisasikan dalam bentuk perilaku atau tindakan berhenti

(21)

atau berpindah di pekerjaan lain. Jika alternatif pekerjaan yang tersedia tidak terlalu baik atau menjanjikan, situasi tersebut akan menstimulasi individu untuk tetap bertahan.

Model Mobley dapat dipakai untuk menunjukkan bahwa kognisi dan perilaku dapat menjembatani kepuasan akan pekerjaan dan tindakan berhenti bekerja. Kepuasan adalah determinan dari turnover, namun konteks ekonomi harus diperhatikan. Kepuasan akan menjadi prediktor bagi turnover, jika kondisi ekonomi dalam keadan baik. Jika kondisi perekonomian kurang menguntungkan, akan berpengaruh terhadap jumlah pengangguran yang melimpah. Kondisi semacam ini akan memaksa individu untuk tetap bertahan di pekerjaan atau organisasinya, meski ia merasa tidak puas dengan kondisi yang ada.

Perusahaan yang memiliki angka turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja di perusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering melakukan rekrutmen yang biayanya sangat tinggi, pelatihan dan menguras tenaga serta biaya dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang menyenangkan. Selain itu, adanya turnover menurut Dalton & Todor (2000) dalam Feinstein & Harrah (2002, p4-5) dapat mengganggu proses komunikasi, produktivitas serta menurunkan kepuasan kerja bagi karyawan yang masih bertahan (www.emeraldinsight.com).

Ketidakpuasan bekerja bagi karyawan akan menimbulkan keinginan (intentions) untuk berpindah bekerja. Menurut Haminda (1999,p27) Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002,p2) menyatakan turnover intentions adalah kadar atau intensitas dan keinginan untukkeluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.

(22)

2.4.3. Menekan(mengurangi) tingkat turnover

Organisasi selalu berusaha mencari cara menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama dysfunctional turnover yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang harus dikorbankan, serta biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terutama terdiri dari karyawan dengan tingkat kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan kerja karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru (Hollenbeck & Williams, 2001) dalam Suwandi dan Indriartono (2003, p3-6).

Robbins (2008) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung memgurangi turnover. Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai utama sebuah organisasi atau perusahaan sangat dipegang teguh dan teratanam pada seluruh karyawannya. Semakin banyak karyawan yang menerima nilai-nilai tersebut dan semakin besar komitmen terhadapnya maka semakin kuat budaya perusahaan itu.

Budaya yang kuat ini akan membentuk kohesivitas, kesetiaan, dan komitmen terhadap perusahaan pada para karyawannya, yang akan mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau perusahaan.

(23)

2.5. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran

Training Instruktur Peserta Materi (bahan) Metode Tujuan Penelitian Lingkungan yang Menunjang Kompensasi Kompensasi Langsung Kompensasi Tidak Langsung Turnover Karyawan Pasar tenaga kerja Faktor institusi Karakteristik personal dari karyawan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Training Instruktur Peserta Materi (bahan) Metode Tujuan Penelitian Lingkungan yang Menunjang KompensasiKompensasi Langsung Kompensasi  Tidak Langsung  Turnover  Karyawan  Pasar tenaga kerja  Faktor institusi Karakteristik per

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah tentang toleransi,

Dengan demikian, akun tersebut telah berhasil berfungsi sebagai perantara dalam menghubungkan kedua server ketika sebuah panggilan terjadi. Kemudian, akun VoIP

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Thawing Terhadap Kandungan Protein, Lemak, Kadar Air dan pH Daging Halus Ikan Patin

Visi UPT Perpustakaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta adalah mewujudkan perpustakaan sebagai penyedia informasi bidang seni dan budaya yang lengkap dan

Hasil uji statistik menggunakan chi square didapatkan hasil yang tidak bermakna yang menjelaskan hubungan antara riwayat berobat pada fasiliti yang dikunjungi

Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa, yang dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra [1].. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan

Setiap tahun dilakukan kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) dengan mengambil sejumlah sampel balita di tiap-tiap wilayah Puskesmas untuk mengetahui proporsi status gizi

aina