• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PRAKTIKUM PERAWATAN KARDIOVASKULER 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL PRAKTIKUM PERAWATAN KARDIOVASKULER 2"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PRAKTIKUM

PERAWATAN KARDIOVASKULER 2

Dr. Hariyono, SKep., Ns., M. Kep

(2)

2

MODUL PRAKTIKUM

PERAWATAN KARDIOVASKULER 2

Penulis : Hariyono ISBN : Editor :

Leo Yosdimyati Romli

Desai Sampul dan Tata Letak : M. Sholeh

Penerbit : ICME PRESS Redaksi :

Jl. Kemuning 57A Jombang Telp. 0321.8294886

Email. stikes.icme@yahoo.com Cetakan Pertama, Pebruari 2020 Hak Cipta di Lindungi undang – undang

Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara apapuntanpa ijin tertulis dari penerbit

(3)

3

KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil „alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan pembuatan buku panduan praktikum keperawatan Sistem kardiovaskuler. Tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai buku acuan bagi dosen dan mahasiswa STIKES Insan Cendekia Medika Jombang agar dapat menyamakan persepsi dalam menerapkan ketrampilan keperawatan pada Sistem kardiovaskuler.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak. Untuk itu selutuh anggota tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ketua STIKES ICME Jombang dan seluruh staf pengajar STIKES Insan Cendekia Medika Jombang Jombang.

Buku Panduan Praktikum ini jauh dari sempurna, untuk itu diperlukan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan yang akan datang.

Wassalamu‟alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Jombang, Pebruari 2020 Penyusun

(4)

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

CARA PENGGUNAAN BUKU ... 5

DAFTAR TOPIK SKILLS LAB TIAP MINGGU ... 6

PENUNTUN SKILLS LAB ... 8

MENGUKUR JVP DAN CVP ... 9

PERAWATAN PACE MAKER ... 13

MONITORING HEMODINAMIK INVASIF ... 15

MONITORING TEKANAN DARAH ARTERI ... 15

MONITORING TEKANAN VENA SENTRAL ... 23

MONITORING TEKANAN ARTERI PULMONAL ... 28

Pengukuran Wedge (Pwp) Dengan Cara Pengembangan Balon ... 37

(5)

5

CARA PENGGUNAAN BUKU

Untuk mahasiswa

Bacalah penuntun skills lab ini sebelum proses pembelajaran dimulai. Hal ini akan membantu saudara lebih cepat memahami materi skills lab yang akan dipelajari dan memperbanyak waktu untuk latihan dibawah pengawasan instruktur masing-masing.

Bacalah juga bahan /materi pembelajaran yang terkait dengan keterampilan yang akan dipelajari seperti: Anatomi, fisiologi, biokimia, dan ilmu lainnya. Hal ini akan membantu saudara untuk lebih memahami ilmu-ilmu tersebut dan menemukan keterkaitannya dengan skills lab yang sedang dipelajari.

Saudara juga diwajibkan untuk menyisihkan waktu diluar jadwal untuk belajar / latihan mandiri.

Selamat belajar dan berlatih ...

Terima kasih Tim Penyusun

(6)

6

DAFTAR TOPIK SKILLS LAB TIAP MINGGU

Minggu Ke Bentuk keterampilan topik Tempat

I Monitoring Hemodinamik Pemeriksaan CVP II Keterampilan JVP dan CVP III Ujian Laboratorium Keperawatan medikal Bedah

IV Perawatan Pace Maker dan

monitoring hemodinamik invasif

V Keterampilan prosedural

VI Ujian

Nilai akhir skills lab: Nilai = PF+ P

2

Keterangan:

PF = Keterampilan pemeriksaan fisik minggu 1-3 P = Keterampilan prosedural minggu 4-6

Ketentuan :

1. Mahasiswa yang akan mengikuti ujian tulis/skills lab/praktikum harus mengikuti per-syaratan berikut :

(7)

7

b. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi pleno 90% c. Minimal kehadiran dalam kegiatan skills lab 100% d. Minimal kehadiran dalam kegiatan praktikum 100%

2. Apabila tidak lulus dalam ujian tulis, mahasiswa mendapat kesempatan untuk ujian re-medial satu kali pada akhir tahun akademik yang bersangkutan. Jika masih gagal, ma-hasiswa yang bersangkutan harus mengulang blok.

3. Batas minimal nilai kelulusan skills lab adalah 81 untuk kesemua keterampilan

4. Apabila tidak lulus ujian skills lab, mahasiswa mendapat kesempatan untuk ujian re-medial satu kali di akhir blok. Jika masih gagal, mahasiswa yang bersangkutan harus mengulang blok

(8)

PENUNTUN SKILLS LAB

SERI KETRAMPILAN PEMERIKSAAN DAN PENGUKURAN CVP DAN MONITORING HEMODINAMIK INVASIF

(9)

Ketrampilan 1

MENGUKUR JVP DAN CVP A. MENGUKUR JVP

Merupakan gambaran ttg tekanan atrium kanan dan tekanan diastolik ventrikel kanan,Pola pulsasi vena jugularis dpt menyatakan abnormalitas konduksi dan abnormalitas fungsi katup trikuspid ( Braunwald dan Perloft,2001).

Tujuan pengukuran JVP

1. Memperkirakan fungsi jantung kanan. 2. Memperkirakan tekanan vena sentral.

3. Mencerminkan tekanan akhir diastolik atrium kanan atau ventrikel kanan. Tekanan vena Jugularis yang meninggi biasanya didapatkan pada pasien: 1. Gagal jantung kongestif

2. Tamponade jantung

3. Obstruksi aliran darah vena cava superior 4. Embolisme paru masif akut

Cara pemeriksaan:

1. Mulai dgn posisi psn supine,kepala dinaikkan setinggi 15-30 derajat pd tempat tidur. 2. Kepala psn dipalingkan menjauhi sisi leher yg akan diperiksa.

3. Cari Vena jugularis eksterna

4. Cari denyut vena jugularis interna(Bedakan denyutan ini dgn denyutan arteri karotis interna).

5. Tentukan titik tertinggi dimana denyutan vena jugularis interna msh terlihat. 6. Dengan mgunakan penggaris,ukur jarak vertikal antara titik ini dgn sudut sterna. 7. Carilah jarak dlm centimeter dan tentukan sudut kemiringan psn berbaring(misalnya

(10)

A. MENGUKUR CVP

CVP (Central Venous Pressure) adalah pemeriksaan yang menggambarkan tekanan di atrium kanan atau vena cava.

Tujuan pemasangan CVP

1. Sebagai pemandu pemberian cairan pada pasien sakit serius dan sebagai pengukur volume efektif darah yang beredar.

2. Untuk mengetahui status klinis pasien yang ditujukan untuk mengetahui kecukupan volume darah vena dan perubahan fungsi kardiovaskuler.

3. Untuk mencerminkan fungsi ventrikel kanan, karena kebanyakan gagal ventrikel kanan adalah akibat dari kegagalan ventrikel kiri.

Indikasi pemasangan CVP

1. Operasi jantung, operasi lain yang banyak perdarahan.

2. Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi perenteral, atau jika vena perifer tidak adekuat.

3. Trauma mayor.

4. Pengambilan sampel darah vena yang sering. 5. Pemberian cairan IV secara cepat.

Komplikasi CVP - Bakteriemi - Emboli udara - Hematoma local - Pneumotoraks - Sepsis - Disritmia - Tamponade perikard. Prinsip pemasangan CVP :

1. Pasien dipersiapkan dengan pencukuran dan dibersihkan dengan larutan antiseptic.

2. Anestesi lokal digunakan.

3. Kateter CVP dimasukkan melalui vena jugularis eksterna, antekubital, atau femoral ke vena cava tepat di atas atau dalam atrium kanan.

4. Bila kateter sudah dimasukkan, oleskan salep antiseptik dan tutup dengan kassa steril kering.

(11)

5. Balutan, cairan intravena, manometer, dan pipa diganti sesuai kebijaksanaan dan protokol rumah sakit.

6. Interval penggantian komponen yang umum: larutan intravena setiap 24 jam, pipa infus setiap 24-48 jam dan balutan pada tempat masuk kateter setiap 24-72 jam.

Cara pengukuran CVP

1. Dengan Transducer (mmHg) 2. Dengan Manometer (cmH2O) Nilai normal CVP:

Dalam mmHg : 3 – 8 mmHg 3 – 11 mmHg Dalam cmH2O : 4 – 11 cmH2O 4 – 15 cmH2O Meningkat : tanda kelebihan cairan Menurun : tanda kekurangan cairan Peranan Ners:

1. Sebelum pemasangan :

a. Mempersiapkan alat-alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan. b. Mempersipkan klien yaitu memberikan penjelasan mengenai prosedur dan

tujuan pemantauan serta mengatur posisi klien sesuai dengan daerah pemasangan kateter.

2. Saat pemasangan :

a. Memelihara alat-alat yang digunakan selalu dalam keadaan steril.

b. Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat pemasangan seperti gangguan irama jantung dan perdarahan.

c. Membuat klien merasa aman dan nyaman selama prosedur dilakukan. 3. Setelah pemasangan :

a. Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:

- Melakukan Zero Balance, menentukan letak atrium atau titik nol pasien dengan cara membuat garis pertemuan antara garis yang dibuat dari sela iga

(12)

keempat dengan pertengahan axilla. Titik nol tersebut kemudian disejajarkan dengan transducer.

- Zero balance dikerjakan setiap pergantian dinas atau jika nilai gelombang yang terlihat pada monitor tidak sesuai dengan keadaan klinis klien dan setiap ada perubahan posisi klien.

- Melakukan kalibrasi, tujuan kalibrasi adalah untuk mengetahui fungsi alat seperti monitor atau transducer. Kalibrasi dilakukan sebelum alat pantau di pasang, setiap pergantian dinas dan jika ada keraguan pada nilai atau gelombang yang terlihat pada monitor.

b. Mengekspolasi nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien. c. Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik. d. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.

e. Mencegah terjadinya komplikasi dan mengetahui gejala dan tanda komplikasi. f. Memberikan rasa nyaman dan aman pada pasien.

g. Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat dengan cara memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP, Swans gans).

(13)

Ketrampilan 2

PERAWATAN PACE MAKER

Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. Alat ini memulai dan mempertahankan frekuensi jantung ketika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya.

Tujuan pemasangan pacemaker

1. Untuk pasien yang mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung

2. Sebagai terapi tambahan untuk menyokong pasien yang mengalami penyekat jantung akibat infark miokard atau setelah pembedahan jantung terbuka

3. Untuk mengontrol takikardi disritmia yang tidak berespons terhadap terapi pengobatan.

Jenis-jenis pacemaker

1. Pacemaker Demand (sinkronus, nonkompetitif)

2. Pacemaker Fixed Rate (asinkronus, kompetitif)

3. Sistem pacemaker sementara

4. Sistem pacemaker permanent

5. Pacemaker Atrioventrikel (cetusan fisiologis)

6. Pacemaker respons aktivitas.

Komplikasi pacemaker

- Infeksi lokal (sepsis atau pembentukan hematoma) dapat terjadi di tempat pemotongan vena atau pada penempatan pacemaker di bawah kulit

- Disritmia, aktivitas ektopik ventrikel dapat terjadi akibat iritasi dinding ventrikel oleh elektroda

- Dapat terjadi perforasi miokardium atau ventrikel kanan oleh kateter - Cetusan hilang secara mendadak akibat tingginya ambang ventrikel. Prinsip perawatan pacemaker

1. Pengkajian

a. Setelah pemasangan pacemaker sementara atau permanen, frekuensi dan irama jantung pasien harus dipantau dengan EKG

b. Pengaturan pacemaker harus dicatat, frekuensi jantung klien dapat bervariasi sampai 5denyut di atas atau di bawah frekuensi yang telah diatur pada pacemaker

c. Bila timbul atau terjadi peningkatan frekuensi disritmia, maka gejala ini harus diamati dan dilaporkan pada dokter

(14)

d. Periksa adanya perdarahan, pembentukan hematoma, atau infeksi pada luka insisi tempat pembangkit pulsa dipasang (atau tempat masuk elektroda cetusan bila pacemaker bersifat sementara)

e. Perawat harus memeriksa akan adanya potensial bahaya dari sumber listrik. Tidak boleh ada bagian terminal atau kabel pacemaker yang muncul keluar f. Semua logam telanjang harus ditutup rapat dengan bahan non konduktif untuk

mencegah kecelakaan fibrilasi ventrikel dari arus luar

g. Insinyur biomedis, tukang listrik, atau orang yang ahli dibidang tersebut harus memastikan bahwa pasien berada dalam lingkungan yang bebas listrik.

2. Tujuan perawatan pacemaker a. Tidak adanya infeksi

b. Kepatuhan terhadap program perawatan diri c. Pemeliharaan fungsi pacemaker.

3. Intervensi keperawatan pacemaker

a. Mencegah infeksi

- Tempat luka harus diperiksa secara teratur akan adanya kemerahan, edema, nyeri, atau perdarahan tak normal

- Dokter melakukan penggantian balutan pertama dan perawat memeriksa dan mengganti balutan tiap hari setelahnya

- Setiap perubahan pada luka harus harus dilaporkan pada dokter. b. Penyuluhan pasien dan pemeliharaan fungsi pacemaker

1. Melapor kepada dokter/ klinik pacemaker secara berkala sesuai ketentuan, sehingga frekuensi pacemaker dan fungsinya dapat dipantau, khususnya selama bulan pertama setlah pemasangan

- Mematuhi jadwal pemantauan mingguan selama bulan pertama setelah pemasangan - Periksa denyut nadi tiap hari. Laporkan segera jika terjadi percepatan atau perlambatan

mendadak denyut nadi. Hal tersebut menunjukkan malfungsi pacemaker

- Lakukan pemantauan perminggu saat baterai diperkirakan hampi habis (waktu pemasangan kembali tergantung pada tipe baterai yang digunakan).

2. Gunakan pakaian yang longgar di daerah pacemaker

- Mampu menjelaskan adanya sedikit penonjolan pada daerah pemasangan implan

- Beritahukan dokter bila di daerah tersebut mengalami kemerahan atau nyeri

- Hindari cedera pada daerah pembangkit pacemaker. 3. Pelajari petunjuk dari pabrik

4. Mengetahui bahwa biasanya aktivitas fisik tidak perlu dikurangi kecuali olahraga kontak

5. Memakai kartu/ gelang identitas yang menunjukkan nama dokter, nomer tipe dan model pacemaker, nama pabrik, frekuensi pacemaker, dan rumah sakit di mana pacemaker dipasang

6. Hindari paparan jarak dekat terhadap microwave, MRI, dan segala sumber medan magnet

7. Tunjukkan kartu identitas dan minta scanning genggam bila melewati gerbang pengamanan, misalnya: di bandara, gedung pemerintah, dll

8. Selalu ingat bahwa perawatan di rumah sakit secara berkala diperlukan untuk mengganti baterai/ mengangkat unit pacemaker

(15)

Ketrampilan 3

MONITORING HEMODINAMIK INVASIF

Monitoring hemodinamik menjadi komponen yang sangat penting dalam perawatan pasca operasi atau keadaan kritis pada pasien paska operasi jantung. Fungsi jantung dalam kondisi ini sering abnormal karena kemampuan ventrikel menurun, disfungsi sekunder akut pada prosedur operasi dan penggunaan cardiopulmonary bypass atau kombinasi keduanya.

Tekanan yang selalu diukur pada pasien pasca operasi jantung meliputi : tekanan darah arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal. Demikian juga dengan cardiac output dan cardiac index. Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter intravaskuler, tranducer tekanan dan sistem monitoring. Adapun tujuan monitoring hemodinamik secara invasif adalah :

1. Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal jantung dan tamponade.

2. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-obatan dan dukungan mekanik.

3. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index. Sebelum dan selama pemantauan hemodinamik secara invasif dilakukan kalibrasi. Kalibrasi merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui fungsi alat seperti monitor dan tranducer dalam keadaan baik. Adapun tahapan untuk kalibrasi adalah sebagai berikut:

1. Tentukan titik nol pada pasien yang didapat dari intercostal 4 sejajar sternum mid axila ditarik garis lurus sejajar 3 way stopcock dari system flushing.

2. Menutup 3 way ke arah pasien dan membuka 3 way ke arah udara. 3. Mengeluarkan cairan ke udara.

4. Menekan tombol kalibrasi sampai pada layar monitor terlihat angka nol. 5. Membuka 3 way ke arah pasien dan menutup 3 way ke arah udara. 6. Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik MONITORING TEKANAN DARAH ARTERI

A. Pengertian

Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel kiri ke aorta dan ke sistemik arteri (Debra et al, 2001).

Tekanan arteri sistemik terdiri dari:

1. Tekanan sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari ventrikel kiri. Range normal berkisar 100-130 mmHg

(16)

2. Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi, tekanan diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dihadapi oleh jantung. Range normal berkisar 60-90 mmHg

3. Mean Arterial Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus jantung. MAP dapat diformulasikan dengan rumus :

Sistolik + 2. Diastolik x 1/3. MAP menggambarkan perfusi aliran darah ke jaringan

Pengukuran tekanan darah arteri secara invasif dilakukan dengan memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah arteri dan disambungkan ke sistem transducer. Tekanan intra arteri melalui kateter akan dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh tranducer lalu disebar dan diteruskan pada osciloskope, kemudian diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang tertera pada layar monitor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri :

 Curah jantung  Volume darah  Umur  Resistensi perifer  Viskositas darah  Aktivitas  Elastisitas pembuluh

arteri  Berat badan  Emosi B. Indikasi pemantauan tekanan darah arteri secara invasif

1. Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi kritis atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor sehingga apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat secepatnya dideteksi dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari terapi obat-obat yang telah diberikan

a) prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah saraf, bedah laparotomy, bedah vascular

b) pasien dengan status hemodinamik tidak stabil

c) pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator d) pasien yang terpasang IABP

e) pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat

f) pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta 2. Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah

a) pasien dengan gagal napas

b) pasien yang terpasang ventilasi mekanik

c) pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)

d) pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri secara rutin Kontra indikasi relatif pada pemantauan tekanan darah arteri secara invasif 1. Pasien dengan perifer vascular disease

2. Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik

3. Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah terjadi infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau pada area yang sebelumnya pernah dilakukan bedah vascular

C. Persiapan alat untuk pemantauan hemodinamik secara invasif 1. Sistem flushing yang terdiri dari :

(17)

Cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI (perbandingan NaCl 0,9% dengan heparin 1:1), masukkan dalam pressure bag dan diberi tekanan 300 mmHg.

2. Monitoring kit (single, double, triple lumen) 3. 3 way buntut

4. Manometer line 5. 3 way

6. Monitor

7. Tranducer/ pressure cable 8. Abocath no. 22 – 18 9. Sarung tangan steril 10. Alcohol 11. Betadhine 12. Kassa 13. Lidocain 14. Spuit 1 cc 15. Souit 10 cc

16. Basic Element (tranducer holder) D. Lokasi pemasangan kateter arteri

Lokasi penempatan kateter intraarteri meliputi arteri radialis, brachialis, femoralis, dorsalis pedis, dan arteri axilaris (Scheer et al,2002)

(18)

Pertimbangan penting pada penyeleksian lokasi insersi kateter meliputi, adanya sirkulasi darah kolateral yang adekuat, kenyamanan pasien, dan menghindari area yang beresiko tinggi mudah terjadi infeksi.

Lokasi

penempatan Keuntungan Kerugian

Art. Radialis  Art. Radialis terletak dipermukaan sehingga mudah untuk dilakukan kanulasi

 Lokasinya tidak mengganggu kelancaran padasemua jenis operasi bedah

 Adanya supply sirkulasi ganda/sirkulasi kolateral kedaerah tangan sehingga

resikoterjadinyainsuffisie nsi aliran darah kedaerah distal lebih kecil

 Kenyamanan pasien ter-jaga

 Lokasi penempatan katheter mudah untuk diimobilisasikan

 Resiko terjadinya pembentukan trombus pada penggunaan jangka panjang

 Kemungkinan terjadi hematoma atau trauma pada lokasi insersi  Ukuran lumen pembuluh darah

yang relatif kecil sehingga dibutuhkan ukuran katheter yg kecil sehingga mudah terjadi artefak,mudah terjadi oklusi dan trombus pada catheter

Art.Brachialis  Ukuran lumen lebih besar dibanding art. Radialis sehingga lebih mudah dilakukan kanulasi

 Adanya aliran darah

 Sulituntukdiimmobilisasikan, restriksi pada siku membuat pasien tidak nyaman

 Kemungkinan terjadi injuri pada nervus median, hematom,atau trauma pada area penusukan

(19)

kolateral sehingga mengurangi

kemungkinan terjadi insuffisiensi vaskular

 Mengurangi kenyamanan pasien melakukan aktivitas

 Mudah terjadi pembentukan trombus

Art.Femoralis  Lokasi penempatan bermanfaat pada situasi pasien dengan shock ketika pulsasi perifer sulit dipalpasi

 Cocok untuk ukuran katheter yang besar sehingga minim untuk terjadi artefak

 Plak atheroskerosis mudah terlepas sehingga bisa terjadi emboli

 Kemungkinan terjadi pemben-tukan hematoma retroperitoneal  Lokasi penempatan sulit untuk

diimmobilisasikan terutama pada pasien yang gelisah/agitasi Art.Axilaris  Bermanfaat pada pasien

dengan penyakit Raynaud (peripher vascular disease)

 Memberikan morfologi gelombang yang hampir serupa dengan arkus aorta

 Bermanfaat digunakan pada kondisi pasien shock ketika pulsasi perifer yang lainnya sulit untuk dipalpasi

 Kemungkinan terjadi emboli cerebral ketika melakukan flushing sesudah mengambil sampel darah (micro bulble)  Kemungkinan terjadi injuri pada

nervus,hematoma

 Memiliki kesulitan tinggi dalam tehnik pemasangan

 Pasien merasa tidak nyaman

karena lengan

harusdalamposisiekstensidan hiperabduksi dari bahu Art.Dorsalipedis  Bermanfaat pada situasi

ketika arteri pada ekstremitas atas tidak tersedia seperti trauma atau yang lainnya

 Adanya sirkulasi kolateral meminimalkan resiko terjadi insuffisiensi vaskular

 Tidak nyaman untuk pasien  Ukuran pembuluh darah yang

relatif lebih kecil sehingga mu-dah terjadi oklusi trombus  MAP kurang akurat pada pasien

dengan defisit flow regional

E. Interpretasi gelombang tekanan darah arteri

Gelombang tekanan arteri dihasilkan dari mulainya usaha untuk membuka katup aorta, kemudian diikuti dengan peningkatan tekanan arteri sampai tekanan puncak (maksimum ejeksi ventrikel) tercapai.

Tekanan di ventrikel turun secara cepat sehingga tekanan aorta menjadi lebih tinggi dari tekanan ventrikel kiri. Perbedaan tekanan tersebut mengakibatkan katup aorta tertutup, penutupan katup aorta menghasilkan “dicrotic notch” pada gelombang tekanan arteri

(20)

Gelombang tekanan arteri sistolik digambarkan naik turun, hal ini menyatakan dimulainya usaha pembukaan katup aorta diikuti ejeksi cepat darah dari ventrikel, kemudian gambaran menurun ke bawah, karena adanya penurunan tekanan sehingga katup aorta tertutup sehingga terbentuk “dicrotic notch”. Periode diastolik yaitu saat jantung relaksasi digambarkan dengan penurunan untuk kemudian dimulai periode awal sistolik.

F. Teknik pengukuran 1. Cuci tangan

2. Yakinkan kateter arteri tidak tertekuk 3. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien 4. Lakukan kalibrasi

5. Membaca nilai yang tertera di layar monitor, pastikan morfologi gelombang tidak underdamped atau overdamped

6. Mengkorelasi nilai yang tertera pada monitor dengan kondisi klinis pasien

7. Dokumentasikan nilai tekanan dan laporkan bila ada trend perubahan hemodinamik

G. Komplikasi 1. Hematoma 2. Perdarahan

3. Gangguan neurovaskuler

4. Iskemik atau nekrosis pada bagian distal dari pemasangan kateter 5. Emboli

6. Insuffisiensi vaskuler 7. Infeksi

H. Troubleshooting monitoring tekanan arteri

Tidak selamanya gelombang yang tertangkap di monitor adalah gelombang yang sempurna. Kelainan bentuk gelombang tekanan darah arteri dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain letak insersi kateter arteri, cairan dan sistem flushing bag. Beberapa bentuk gelombang yang sering dijumpai adalah :

Dicrotic notch sistolik diastolik Sistolik pressure MAP Diastolik pressure 115 mmHg 85

(21)

Trouble shooting pada gelombang overdamped

Langkah-langkah Rasional

1) Cuci tangan

2) Identifikasi gelombang overdamped

 Mengurangi tranmisi dari mikroor-ganisme

 Identifikasi masalah yang terjadi 3) Periksa kondisi klinis pasien  Adanya episode hipotensi yang

men-dadak dapat terlihat seperti gelom-bang overdamped

4) Periksa tekanan inflasi pada pressure bag sekitar 300 mmHg

 Hipoinflasi atau hiperinflasi pada pressure bag dapat mengubah bentuk gelombang

5) Melakukan tes respon dinamik jika gelombang arteri terlihat overdamped

 Overdamping harus secepatnya dikaji untuk memastikan keakuratan gelombang dan mencegah clotting pada catheter

6) Apabila gelombang arteri masih terlihat overdamped, ikuti langkah-langkah berikut ini:

a) Periksa penempatan insersi arteri line untuk mengecek posisi katheter

b) Periksa adanya buble udara, bila terdapat adanya buble udara segera dikeluarkan c) Periksa sistem tubing untuk

mencegah adanya kebocoran atau diskoneksi dari sambungan

d) Coba diaspirasi dan flush sambungan katheter, hati-hati adanya mikro buble

 Pada penempatan di arteri radialis, adanya pergerakan pergelangan tangandapat membuat katheter kinking sehingga dapat terjadi gelombang overdamped

 Buble udara dapat membuat gelombang tekanan arteri menjadi overdamped, selain itu juga menyebabkan emboli

 Untuk memastikan semua sambungan selang rapat, tidak ada kebocoran

 Dengan diaspirasi membantu mengeluarkan buble udara pada tubing atau adanya klotting pada katheter

Gambar :

A. Gambaran system arteri line damping B. Overdamp arteri line

(22)

Trouble shooting pada gelombang underdamped

Langkah-langkah Rasional

1. Identifikasi gelombang

under-damped  Identifikasi masalah yang terjadi 2. Cuci tangan  Mengurangi transmisi mikro or-ganisme, sebagai standar pre-caution

3. Periksa adanya buble udara, bila terdapat adanya buble udara segera dikeluarkan

 Buble udara dapat menyebabkan gelombang underdamped, selain itu dapat menyebabkan emboli

4. Periksa panjang dari sistem tubing dan tekanan pressure bag

 Pastikan panjang tubing minimize untuk mencegah terjadi underdamped

(23)

Ketrampilan 4

MONITORING TEKANAN VENA SENTRAL A. Definisi

Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang menggambarkan aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic, 2002).

Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan darah di atrium kanan atau vena kava (Carolyn, M. Hudak, et.al, 1998). Pada umumnya jika venous return turun, CVP turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat.

B. Indikasi pemantauan tekanan vena sentral 1. Mengetahui fungsi jantung

Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan (RA) dan tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan susunan jantung dan paru normal, CVP juga berhubungan dengan tekanan end diastolic ventrikel kiri.

2. Mengetahui fungsi ventrikel kanan

CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik akhir ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup tricuspid terbuka yang memungkinkan komunikasi terbuka antara serambi dengan bilik jantung. Apabila tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi pada gambaran tekanan ventrikel kanan, CVP dapat menggambarkan hubungan antara volume intravascular, tonus vena, dan fungsi ventrikel kiri.

3. Menentukan fungsi ventrikel kiri

Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP berhubungan dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan merupakan sarana untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.

4. Menentukan dan mengukur status volume intravascular.

Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur status volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini berhubungan dengan volume venous return.

5. Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral

Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui vena perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif lambat dan sebagai akibatnya penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi, aliran darah pada vena besar cepat dan mengencerkan segera cairan IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP dapat digunakan untuk memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit berkonsentrasi tinggi.

6. Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker sementara.

Kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral Adapun kontraindikasi termasuk adanya :

1. infeksi pada tempat insersi,

(24)

3. large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang). C. Persiapan alat untuk pemasangan kateter vena sentral

1. Sistem flushing : cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI (perbandingan cairan dengan heparin 1:1), masukkan dalam pressure bag dan beri tekanan 300 mmHg.

2. Monitoring kit 3. Manometer line 4. Tranduser 5. Monitor 6. 3 way

7. Instrumen CVP set (pinset anatomi dan cirurghis, naufooder, duk lubang, gunting)

8. Benang Mersilk 338 9. Bisturi

10. CVP set (1 – 5 lumen) 11. Sarung tangan steril 12. Gaun steril 13. Kassa 14. Betadhin 15. Alcohol 16. Lidokain 17. Spuit 5 cc 18. Spuit 10 cc 19. Tutup kepala 20. Masker

D. Penempatan kateter vena sentral

Penempatann kateter vena sentral melalui vena jugularis interna, vena subklavia, vena jugularis eksternal, dan vena femoralis. Pada umumnya pemantauan dilakukan melalui vena subklavia.

E. INTERPRETASI GELOMBANG CVP

Gelombang atrial biasanya beramplitudo rendah sesuai dengan tekanan rendah yang dihasilkan atrium. Rata rata RAP berkisar 0 sampai 10 mmHg, dan LAP kira kira 3 sampai 15mmHg. Tekanan jantung kiri biasanya melampaui tekanan jantung kanan karena terdapat perbedaan resistensi antara sirkulasi sistemik dengan sirkulasi paru. Pengukuran secara langsung tekanan atrium kiri biasanya hanya dilakukan di icu setelah operasi jantung.

Gelombang CVP Normal

Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan refleksi dari setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan variasi tekanan yang terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai bentuk gelombang yang karakteristik. Pada grlombang CVP terdapat tiga gelombang positif (a, c, dan v) yang berkaitan dengan tiga peristiwa dalam siklus mekanis yang meningkatkan tekanan atrium dan dua gelombang (x dan y) yang dihubungkan

(25)

dengan berbagai fase yang berbeda dari siklus jantung dan sesuai dengan gambaran EKG normal.

1) Gelombang a : diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada saat kontraksi atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada EKG 2) Gelombang c : timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke dalam

atrium pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik. Dikorelasikan dengan akhir gelombang QRS segmen pada EKG

3) Gelombang x descent : gelombang ini mungkin disebabkan gerakan ke bawah ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum timbulnya gelom-bang T pada EKG

4) Gelombang v : gelombang v timbul akibat pengisisan atrium selama injeksi ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap tertutup) digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG

5) Gelombang y descendent : diakibatkan oleh terbukanya tricuspid valve saat diastol disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan. Terjadi sebelum gelombang P pada EKG.

(26)

Gelombang Status Cardiac Gelombang a tidak ada Atrial fibrillation, sinus tachycardia Gelombang flutter Atrial flutter

Gelombang a prominen AV Block derajat I

Gelombang a yang besar Stnosis tricuspid, miksoma atrium kanan, hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal

Cannon a waves Diassosiasi atrioventrikuler, VT

Gelombang x descent tidak ada Regurgitasi trikuspid

Gelombang x descent prominen Kondisi karena gelombang a yang besar gelombang cv yang besar Regurgitasi tricuspid, perikarditis konstriktif Gelombang y descent yang pelan Stenosis tricuspid, myxoma atrium kanan Gelombang y descent yang cepat Perikarditis konstriktif, gagal jantung kanan severe Gelombang y tidak ada tamponade

F. Teknik pengukuran tekanan vena sentral 1. Cuci tangan

2. Yakinkan kateter tidak tertekuk/ jika ada cairan yang mengalir, stop sementara 3. Atur posisi tidur yang nyaman bagi pasien (supine – semi fowler tinggi) 4. Lakukan kalibrasi

5. Perhatikan pada monitor morfologi gelombang hingga nilai tekanan vena sentral keluar.

6. Perhatikan klinis, nilai tekanan sebelumnya, dan nilai yang ada saat itu 7. Dokumentasikan nilai tekanan vena sentral

8. Cuci tangan G. Komplikasi

1. Perdarahan

2. Erosi (pengikisan) vaskuler. Cirinya terjadi 1 sampai 7 hari setelah insersi kateter. Cairan iv atau darah terakumulasi di mediastinum atau rongga pleura 3. Aritmia ventrikel atau supraventrikel

(27)

4. Infeksi local atau sistemik. Biasanya kebanyakan kontaminasi mkrooorganisme seperti s. avirus, s. epidermidis, gram negative –positif basil, dan intrococcus. 5. Overload cairan.

6. Pneumothoraks

H. Trouble shooting monitoring tekanan CVP

Gelombang Status Cardiac

Gelombang a tidak ada Atrial fibrillation, sinus tachycardia Gelombang flutter Atrial flutter

Gelombang a prominen AV Block derajat I

Gelombang a yang besar Stnosis tricuspid, miksoma atrium kanan, hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal Cannon a waves Diassosiasi atrioventrikuler, VT

Gelombang x descent tidak ada Regurgitasi trikuspid

Gelombang x descent prominen Kondisi karena gelombang a yang besar gelombang cv yang besar Regurgitasi tricuspid, perikarditis konstriktif Gelombang y descent yang pelan Stenosis tricuspid, myxoma atrium kanan

Gelombang y descent yang cepat Perikarditis konstriktif, gagal jantung kanan severe Gelombang y tidak ada tamponade

(28)

Ketrampilan 5

MONITORING TEKANAN ARTERI PULMONAL Definisi

Pemantauan hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena dengan menggunakan sistem tranduser tekanan yang digunakan untuk mengetahui tekanan di arteri pulmonal. Tujuan

Memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah pulmonal dan ventrikel kiri. Pemantauan hemodinamik menggunakan kateter arteri pulmonal diperkenalkan oleh Swans dan Ganz tahun 1970, sejak menggunakan dobel lumen, balon/ tipped, sampai lima lumen ditambah dengan kawat pacu jantung dan optikal kateter arteri pulmonal yang sekarang dikenal sebagai kateter arteri pulmonal Swan Ganz, yang dapat dikerjakandi tempat tidu r pasien tanpa bantuan fluoroskopi. Dengan kateter ini dimungkinkan dapat memonitor secara intermiten curah jantung, menentukan RVEV dan EDV, secara kontinyu dapat memonitor RAV, saturasi oksigen vena campuran, pacing atrium dan ventrikel, juga dapat digunakan mengkalkulasi SVR, PVR, oksigen transport dan konsumsi, perbedaan arterio-venous oksigen dan fraksi shunt intra pulmonal.

Kateter arteri pulmonal yang tersedia untuk pediatric dan dewasa ukuran 60 -110 cm panjangnya, kaliber 4.0 – 8.0 Fr, volume balon dari 0.5 – 1.5 ml, diameter balon dari 8 -13 mm setiap 10 cm panjang kateter ditandai dengan garis hitam kecil, yang membantu lokasi ujung kateter yang dimasukkan melalui sirkulasi sentral.

Macam kateter arteri pulmonal

1. Double lumen kateter arteri pulmonal

Bentuk sederhana ukuran 5 Fr, terdiri dari dua lumen, satu untuk transmisi tekanan dari ujung kateter dalam arteri pulmonal ke sistem tranduser tekanan, yang lainnya untuk pengembangan balon.

2. Kateter termodilusi empat lumen

Yang paling sering digunakan untuk dewasa tersedia ukuran 5 dan 7 Fr a) Lumen distal :

Terletak pada ujung kateter : untuk mengukur PAP dan PWP, juga untuk pengambilan sampel vena campuran, obat dan cairan hiperosmotik tidak boleh diberikan melalui lumen ini, karena infuse yang pekat ke dalam segmen arteri pulmonal yang kecil dapat mengakibatkan reaksi lokal vaskuler atau jaringan. b) Balon

Terletak kurang dari 1 cm dari ujung kateter Inflasi balon dengan volume balon 0.5 – 1 cc dan deflasi secara pasif.

c) Lumen proximal (RA)

Terletak pada 30cm dari ujung kateter . Lumen ini di RA bila ujung arteri terletak pada ujung arteri pulmonal dapat digunan untuk monitoring tekanan RA, pemberian cairan intravena, atau elektrolit atau obat-obatan, sampel darah RA dan menerima cairan injeksi pada pengukuran curah jantung. Seharusnya tidak boleh untuk infus atau obat obat inotropik jika pengukuran curah jantung sering

(29)

dilakukan. d) Termistor

Terletak kira kira 4 – 6 cm dari ujung kateter. Merupakan kawat yang sensitif terhadap suhu, termistor yang dihubungkan dengan kabel curah jantung akan menentukan “spot”. Pengukuran curah jantung mengikuti injeksi dari cairan indikator dingin oleh pengukuran besarnya suhu tubuh yang berubah setiap saat. 3. Fiber Optik Termodilusi Kateter arteri Pulmonal

Seperti standar kateter termodilusi, hanya ada tambahan dua lumen fiber optik. Berfungsi untuk memantau SVO2 secara terus menerus.

4. Pace maker termodilusi kateter arteri pulmonal

Kateter termodilusi ini memiliki lima elektroda : 2 elektrode intra ventrikuler yang terletak 18.5 dan 19.5 cm dari ujung kateter dan 3 elektroda intra arterial yang terletak 28,5 - 31 dan 33,5 cm dari ujung kateter, kateter ini dapat digunakan untuk pacing atrial, ventricular dan atrio-ventrikular sequential. Indikasi untuk kateter arteri pulmonal pacing ini meliputi: Blok jantung derajat 2 dan 3, Blok bivasikuler atau trivasikular, tosixitas digitalis, bradikardia berat, ECG untuk diagnosis aritmia komplek dan over drive takiaritmia.

(30)

Gambar 1. Kateter pulmonal dan lintasan pemasangan kateter pulmonal. B. Indikasi pemasangan kateter arteri pulmonal

1. Pasien dalam resiko tinggi: EF rendah, gagal jantung akut, hipertensi pulmonal dan instabilitas hemodinamik.

2. Paska operasi bedah jantug secara konservatif. Kontraindikasi

1. Tidak ada kontraindikasi absolute

2. Kontraindikasi realtif misalnya dengan gangguan koagulasi, prostetik jantung kanan, pace maker endokardial, penyakit vaskuler berat.

C. Lokasi kateter

1. Pemasangan kateter dilakukan dengan kanulasi secara perkutan melalui vena subklavia, batas bila melalui vena subklavia kanan RA 10 cm, RV 20 cm, PA 35 cm, PWP 40 cm. Sedangkan melalui vena subklavia kiri, batas RA 15 cm RV 25 cm, PA 45 cm, PWP 50 cm.

2. Pemasangan melalui vena julgularis interna kanan batas RA 15 cm, RV 25 cm, Pa 40 cm, PWP 45 cm. Bila lokasi pemasangn di vena julgularis interna kiri batas RA 20 cm, RV 30 cm, PA 45 cm, PWP 50 cm.

3. Lokasi pemasangan kateter bisa melalui vena basilica atau vena brachialis dilakukan secara cutdown.

(31)

D. Saat kateter PA berada di PA dan pengukuran wedge

E. Interpretasi gelombang arteri pulmonal (PA)

Terdiri dari sistolik, diastolik dan nilai rata rata. Seiring usia, tekanan arteri pulmonal meningkat. Usia lebih dari 60 tahun, nilai rata rata tekanan arteri pulmonal (PA) = 16 ± 3

(32)

mmHg. Usia kurang dari 60 tahun nilai rata rata PA = 12 ± 2 mmHg. (Davidson & Fec, 1990). Sistolik PA menggambarkan aliran darah dari ventrikel kanan (RV) ke PA dan selama diastole katup mitral terbuka diikuti darah yang dari PA masuk ke LA dan LV. Gelombang tekanan arteri pulmonal digunakan untuk diagnosa berbagai kondisi jantung yang abnormal.

Peran dan tanggung jawab perawatan saat pemasangan kateter arteri pulmonal 1. Menyiapkan peralatan

2. Membantu selama insersi

a. Tentukan integritas balon dengan inflasi balon, cek pengembangannya, pengembangan balon harus simetris dan menutupi ujung kateter.

b. Hubungkan pressure tubing ke lumen proximal dan distal flush system. c. Hubungkan tranduser lumen distal ke monitor

d. Inflasi balon sesuai order dokter (umumnya setelah kateter mencapai atrium kanan).

e. Monitor karakteristik perubahan bentuk gelombang dan adanya ektopik.

f. Catat bentuk gelombang dan tekanan saat kateter memasuki atrium kanan sampai posisi PAWP

g. Deflasi balon, begitu didapatkan bentuk gelombang PAWP dan catat kembali karakteristik bentuk gelombang PA.

h. Kunci kateter dan catat jarak masuknya. i. Tutup tempat insersi dengan kasa steril, plester.

j. Dapatkan x-ray dada untuk informasi penempatan( kateter di bawah atrium kiri 3 cm di bawah karina atau ICS 5-6, panjang tidak boleh lebih 1/3 lapangan paru. F. Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal

Prinsip yang harus diperhatikan saat melakukan pengukuran tekanan arteri pulmonal yaitu Pengukuran dan pencatatan gelombang PA sebaiknya dilakukan pada waktu akhir ekspirasi, dikarenakan pada waktu akhir ekspirasi tekanan mitral polmunal dialveolar adalah 0. Sama dengan tekanan atsmosfir ( 750 mmHg ).

Pengukuran pada inspirasi dipengaruhi oleh venus return karena saat inspirasi sebagai pompa. Membantu darah kembali masuk kejantung. Pada waktu ekspirasi, darah lebih banyak dalam pembuluh dikarenakan tidak ada yang membantu memompa darah ke jantung.

Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal : 1. Cuci tangan

2. Atur posisi yang nyaman saat pengukuran. Posisi sampai dengan posisi tidur lebih tinggi 600. (Bridges, 2000). Pengukuran pada posisi duduk tidak dianjurkan. Pada posisi tidur miring 300 - 900 dapat dilakukan selama prinsip sudut yang terbentuk dengan posisi miring tersebut diperhatikan.

3. Yakinkan bahwa kateter yang terpasang tidak ada yangterlipat, cairan yang masuk, berada pada posisi yang tepat.

4. Lakukan kalibrasi

5. Perhatikan nilai yang ada pada monitor dan dikorelasikan dengan morfologi gelombang yang tampak pada monitor dengan klinis pasien.

6. Dokumentasikan data yang ada 7. Cuci tangan

(33)

G. Komplikasi

1. Kateter arteri pulmonal yang terpasang merupakan wadah yang baik untuk mikroorganisme. Prinsip close sistem dan perawatan area tusukan serta steril harus diperhatikan.

2. Kerusakan pembuluh darah oleh kateter yang keras. Pemasangan lama 3. Aritmia : VES atau SVT, migrasi secara spontan

4. Perdarahan saat pemasangan kateter

5. Tromboemboli oleh bekuan darah pada sebagaian atau seluruh kateterdan bermigrasi ke tempat lain

H. TROUBLE SHOOTING KATHETER PA DAN MASALAH PENGUKURAN

Clinical problem IMPLIKASI KEMUNGKINAN

PENYEBAB INTERVENSI

Overdamped

Pressure Tracing Pembacaan low sistolik yang salah pembacaan distolik yang salah

 Bubble udara pada pressure tubing atau tranduser.

 Lebih dari tiga stopkok antara kateter dan transunder.  Sambungan

le-pas.

 Darah pada tubing atau di dalam sekitar tranduser.  Kateter kingking di

dalam atau pada tempat pemasangan.  Kateter wedge dinding pembuluh darah.  Tubing yang terlalu panjang (≥4kaki ).

 Klot atau fibrin pada ujung kateter.  Flush semua udara dari sistem (termasuk mikrobubble ).  Kencangkan semua sambun-gan.  Flush semua darah dari tubing (jika tidak bias bersih ganti tranduser tubing set ).  Pertahankan tekanan pada infusion bag 300mmHg.  Aspirasi darah

dari kateter jika diduga clot, (jangan diflush).  Jika kateter PA kingking, beritahu dokter untuk reposisi.  Jika fibrin menyumbat kateter mungkin perlu untuk dicabut.  Gunakan tubing

(34)

non compliance/ berlubang lebar. Underdamped

pressure tracing Overestimasi tekanan sistolik. Underestimasi tekanan diastolik  Gelombang udara pada tubing, stopkok atau tranduser.

 Tubing yang terla-lu panjang.

 Jumlah stopkok yang berlebihan

 Buang semua buble dari sis-tem  Batasi tubing maksimum 4 ka-ki.  Jika semua usaha untuk memecahkan masalah tidak berhasil, pertimbangkan peralatan damping didalam line. Kateter melambai-lambai/artifak Overestimasitekanan sistolik. Underestimasi tekanan diastolic.  Letak ujung kateter PA distal dekat katup pulmonal.  Hiperdinamik jan-tung.  Kaji karateristik respon dinamik ( sistem trouble-shoot ).  Beritahu dokter atau RN yang berkualifikasi Sukar menginterpretasikan gelombang  Kateter PA mengikal ke RV  Gangguan external sistem kateter PA  Untuk reposisi kateter PA.  Jika gagal gunakan mean pressure. Tak adanya PA

wedge tracing Potensial emboli atau darah yang bocor dari port balon  Boloon ruptur.  Posisi kateter PA yang salah  Jika balon dikembangkan tanpa kembalinya udara ke dalam spuit pada deflasi pasif, tanda-tanda emboli udara (jika ada posisikan pada trendelenburg pada lateral decubitus kiri, obati gejala, beritahu dokter).  Jika stabil beri

label pada port balon ”jangan

(35)

wedge“.

 Beritahu dokter jika perlu untuk melepas kateter.  Jika balon dikembangkan sampai 1,5 ml, tanpa perubahan gelombang PA ke pola PAW, beritahu dokter atau RN yang berkualifikasi untuk reposisi kateter.  Begitu kateter reposisi, kaji jumlah udara yang diperlukan untuk wedge (volume ideal 1,25-1,5 ml). Migrasi kateter

kedalaman RV Adanya aritmia RV menurunya tekenan diastolic (sama dengan RAP)

Kateter tertarik secara spontan atau accidental ke dalam RV  Inflasi balon penuh-penuh sampai meliputi ujung kateter dan mengurangi ektopi.  Beritahu dokter atau RN yang diakui, reposisi kateter PA.  Jika berbahaya dengan aritmia, yakinkan balon deflasi dan tarik kateter kedalam RA (15-20cm ). Overwedging Overwedging (inflasi

balon eksentrik atau inflasi pada pembuluh darah kecil ) adalah potensial resiko untuk perforasi dan ruptur PA.

 Migrasi kateter.  Posisi balon pada

pembuluh darah pulmonal yang kecil.  Pelan-pelan inflasi balon sambil secara konstan observasi gelombang.  Jika pola overwedge terobservasi,

(36)

segera stop inflasi dan secara pasif kempeskan balon.  Beritahu dokter atau RN yang diakui, reposisi kateter.

Spontan wedge Potensial kehilangan suplai ke cabang pembuluh darah pulmonal dan resiko infark PA Migrasi kateter. (Gerakan pasien, warming up kateter setelah penempatan)  Balik posisi pasien ke posisi yang berlawanan dengan penempatan kateter.  Luruskan lengan pasien atau putar kepala untuk mencabut kateter.  Minta pasien untuk batuk dengan hati-hati.  Beritahu dokter atau RN untuk reposisi kateter.

(37)

Ketrampilan 6

Pengukuran Wedge (Pwp) Dengan Cara Pengembangan Balon Pengertian

PWP sering disebut juga PAW atau PCW atau pulmonary arteri occlusion pressure. Adalah pengukuran tekanan wedge dengan mengembangkan balon pada distal kateter arter pulmonal secara invasif.

Fisiologi dan morfologi

PAWP diperoleh dengan inflasi balon kateter PA, ketika kateter terletak pada cabang kecil arteri pulmonal, karteter akan mengapung ke arah depan untuk menyumbat segmen PA. Penyumbatan kateter menciptakan kolom statis darah melalui vaskuler pulmonal.

Ketika balon yang dikembangkan menyangkut di dalam segmen arteri pulmonal yang sedikit lebih kecil daripada balon yang dikembangkan, tidak ada aliran darah distal ke segmen oklusi balon dari sirkulasi pulmonal. Ini akan menciptakan kolom darah yang tidak bergerak atau statis di dalam bagian kecil sirkulasi pulmonal.

Yang merupakan perpanjangan kolom cairan statis didalam kateter arteri pulmonal / sistim tranduser tekanan. Darah pada bagian yang tidak terokulasi dari sirkulasi polmunal,

Berlanjut mengalir ke dalam vena pulmonal dan jantung kiri. Kateter sensing tip mencatat tekanan pada junction pertama,

Dimana pembuluh darah dari bagian teroklusi dan tidak teroklusi dari sirkulasi pulmonal bergabung. Poin ini adalah vena pulmonal.

Dengan kata lain, aktivitas hemodinamik dari vena pulmonal ( yang merupakan bagian aktif sirkulasi pulmonal ) akan disense oleh ujung arteri pulmonal. Aktivitas hemodinamik di vena pulmonal juga merefleksikan aktivitas atrium kiri. Wedge, ujung kateter tip memberikan perkiraan aktifitas atrium kiri kerena bagaimanapun, paru-paru terletak antara ujung kateter tip dan LA, dengan demikian gelombang wedge menggambarkan aktivitas LA, yang bentuk gelombangnya mirip dengan gelombang RA, sebab tekanan diproduksi oleh kejadian fisiologis yang sama. Pada akhir diastol, tekanan menyamakan antara atrium kiri dan ventrikel kiri, demikian PAWP digunakan sebagai pengukuran tidak langsung tekanan LV.

(38)

Ketrampilan 7

MONITORING CURAH JANTUNG (CARDIAC OUTPUT) A. Pengertian

1. Sejumlah darah yang dipompakan oleh jantung (ventrikel) tiap menit 2. Normal curah jantung 4 – 8 L/menit

3. Curah jantung sangat bervariasi dimana factor tingkat metabolisme tubuh yang dipengaruhi oleh usia, ukuran tubuh, dll.

4. Curah jantung individu yang sudah dibagi luas permukaan tubuh disebut cardiac in-dex

5. Curah jantung didapat dari jumlah denyut nadi per menit dikalikan isi sekuncup 6. Isi sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan jantung tiap denyutan 7. Isi sekuncup dipengaruhi oleh beban awal, beban akhir, serta kontraktilitas.

 Beban awal adalah daya regang miokard pada akhir diastole atau sejumlah darah yang ada di ventrikel pada akhir diastole

 Indicator beban awal kanan = ventrikel kanan = tekanan vena sentral

 Indicator beban awal kiri = ventrikel kiri = tekanan wedge/ tekanan atrium kiri  Hukum Frank starling sangat berlaku pada beban awal berhubungan dengan

daya regang maksimal fisiologis dengan kekuatan kontraksi.

 Beban akhir = resistensi/ tahanan yang dihadapi saat darah dikeluarkan dari ventrikel

 Beban akhir pada ventrikel kiri (SVR= Sistemic Vascular Resistance). Normal = 800 – 1200 dynes/ detik/ cm2

 Beban akhir pada ventrikel kanan (PVR = Pulmonary Vascular Resistance)  Kontraktilitas

Kemampuan serat otot miokard memendek dan berkontraksi. Banyak factor yang mempengaruhi kontraksi miokard dan yang paling penting adalah efek dari syaraf simpatis.

(39)

Gambar : Skema Curah jantung B. Pengukuran curah jantung dilakukan dengan cara

1. Termodilusi Cardiac Output

 Ditemukan tahun 1954 dan mulai diterima awal tahun 70-an

 Mengukur perubahan suhu aliran darah di arteri pulmonal yang dideteksi oleh termistor Swan Ganz

 Menggunakan cairan normal salin atau D5W dalam suhu ruangan/ dingin untuk injeksi dengan volume 5 – 10 mL (umumnya 10 mL) yang diinjeksi di bagian proximal Swan Ganz di area atrium kanan

 Dilakukan 2 – 3 X injeksi

 Waktu injeksi harus memperhatikan siklus pernapasan (optimal saat akhir ekspirasi)

 Teknik injeksi cepat kurang dari 4,5 detik Instrument untuk mengukur curah jantung

 Kateter Swan Ganz  Monitor

 Cairan normal salin/ D5W  Tranducer Cardiac Output  Spuit 10 cc

 3 way  Pack T-Piece  Infuse set

2. Continous Cardiac Output

Menggunakan kateter arteri pulmonal standar dengan sensor suhu 10 cm dan termal coil yang letaknya di arteri pulmonal (7,5 cm dari kateter tip). Sistem ini mengevaluasi sejumlah energi yang diterima untuk mempertahankan suhu coil 10 C di atas suhu darah. Sehingga gradient suhu konstan dalam pengukuran curah jantung.

(40)

3. Minimal invasive monitoring cardiac output  PiCCO

Satu kali bolus cairan normal salin atau D5W dingin sebanyak 10 -15 mL, di bolus di vena sentral

Termistor kateter arteri dapat di pasang di arteri femora, brachial, atau axial.  APCO (Arterial Pressure Cardiac Output)

Menggunakan monitor ditambah sirkuit khusus yang dihubungkan dari sistem flushing ke sistem monitoring. Tekanan arteri dengan cara pulse pressure. Perbedaan tekanan arteri sistolik dan diastolic diubah menjadi pulse pressure.

PERANAN PERAWAT DALAM MONITORING HEMODINAMIK SECARA INVASIF

1. Lakukan kalibrasi sebelum dan selama pemantauan seperti pergantian shift, perubahan posisi tubuh, adanya nilai yang dianggap tidak sesuai dengan klinis pasien.

2. Mengkorelasikan nilai yang ada dengan klinis pasien. 3. Mencatat nilai dan kecenderungan perubahan hemodinamik.

4. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat – obatan. 5. Mencegah timbulnya komplikasi seperti : infeksi , hematoma, dll. 6. Memberikan ras nyaman pada pasien.

7. Memastikan letak alat – alat pada posisi yang tepat dengan cara memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto thoraks ( CVP, SWAN GANZ)

(41)

Daftar pustaka

Bongard, Frederic S. Et al. Current Critical Care : Diagnosis & Treatment. Second Edition. Lange Medical Books. 2012

Bersten, Andrew D. Et al. Oh’s intensive Care Manual. Fifth Edition. Elsevier Limited Health Science. 2003.

Darovich, Gloria O. Haemodynamic Monitoring : Invasive and Noninvasive Clinical

Application. WB Saunders Company. 2012.

Hodges RK, et al. Real World ursing Survival Guide Haemodynamic Monitoring. St Louis : Elsevier Saunders 2015 : 150 – 168.

Woods, Susan L, et al. Cardiac Nursing. Seventh Edition. Lippicot, William and Wilkins. 2015

Gambar

Gambar 1. Kateter pulmonal dan lintasan pemasangan kateter pulmonal.
Gambar : Skema Curah jantung

Referensi

Dokumen terkait

aktiviti untuk merehatkan diri dan minda setelah penat bekerja. Untuk melancong mahupun pergi bercuti, anda perlulah melakukan pelbagai perancangan, termasuk persiapan belanjawan

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa sistem layanan tertutup merupakan sistem yang tidak memperbolehkan pengguna untuk mencari dan mengambil sendiri koleksi

Pencatatan dilakukan dengan segera setelah terjadi pengeluaran kas kecil, tidak ditangguhkan sampai dengan saat pengisian kembali dana kas kecil (seperti pada sistem dana tetap)..

Cipta. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional.. Tujuan Pengelolaan Kelas. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru bukan tanpa tujuan. karena adanya tujuan itulah guru

Spektrum mempunyai bandwidth 2x bipolar dan mempunyai zero DC level pada tiap-tiap bit, sehingga deretan bit-bit 0 tidak menyebabkan kehilangan sinyal clock...

Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber dari penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma

Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa tersebut yang di angkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabsraksikan