• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA. Oleh : Yul Efnita Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA. Oleh : Yul Efnita Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Oleh : Yul Efnita

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau ABSTRAK

Indonesia adalah bagian dari negara ASEAN yang sudah berdiri semenjak tanggal 8 Agutus 1967 di Bangkok. Dalam deklarasi Bangkok tujuan pembentukan negara ASEAN tersebut adalah untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pembangunan kebudayaan di kawasan ASEAN. Dalam rangka kerja sama ekonomi dinegara ASEAN pada tanggal 28 januari 1992 telah disepakati tentang kerja sama Ekonomi di ASEAN atau Framework Agreemet on Enhancing ASEAN Economic Cooperation kesepakatan ini merupakan payung dari segala bentuk kerjasama ekonomi ASEAN, dan dalam kesepakatan ini juga dibentuk kesepakatan membentuk skim atau program baru khususnya dibidang perdagangan yaitu AFTA ( Asean Free Trade Area ) atau kawasan perdagangan bebas ASEAN. Salah satu perwujudan dalam peningkatan perekonomian tersebut dapat dilakukan dengan terbentuknya ACFTA. (Asean China Free Trade Area)

PENDAHULUAN

ACFTA ( Asean China Free Trade Area ) dimulai pada tahun 2001 digelar ASEAN-China Summit di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan kelima antara ASEAN dengan China ini menyetujui usulan China untuk membentuk ACFTA dalam waktu 10 tahun. Lima bidang kunci yang disepakati untuk dilakukan kerjasama adalah pertanian, telekomunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, investasi antar-negara dan pembangunan di sekitar area sungai Mekong. Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan pertemuan antar Menteri Ekonomi dalam ASEAN-China Summit tahun 2002 di Phnom Penh, Vietnam. Pertemuan ini menyepakati “Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation” (CEC), yang didalamnya

termasuk FTA (FreeTrade Area). Sejak pertemuan itulah ACFTA dideklarasikan. Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut menyepakati persetujuan tersebut.

Indonesia adalah bagian dari negara ASEAN dan Indonesia merupakan salah satu negara ASEAN yang memiliki komoditi terbesar, terbukanya peluang untuk memasuki pasar Internasional dengan terbentuknya ACFTA ini merupakan kesempatan emas pelaku bisnis untuk berperan dalam pengembangan usahanya, dengan ACFTA tersebut Indonesia dapat memasuki pasar China dengan tarif yang relatif murah, ini telah disepakati oleh pemerintah kedua negara yakni Indonesia dan China. Apakah fenomenal ini menguntungkan atau tidak bagi

(2)

Indonesia, ini yang menjadi persoalannya.

Pada awal tahun 2010 banyak jumlah produk China masuk ke Indonesia dengan berbagai bentuk dan jenis, bagi masyarakat secara umum ini dapat menguntungkan agar dapat memperoleh produk dengan harga relatif lebih murah, persoalannya bagaimanakah dengan produk-produk dalam negeri, apakah

hal ini juga terjadi di pasar negara China. Kecendrungan negara lain untuk memasuki pasar dapat dengan mempertimbangkan banyak faktor, diantaranya adalah jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya. Dari beberapa faktor yang dijadikan sebagai indikator dalam pertimbangan pemilihan pasar tersebut Untuk negara China dan Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 : Perbandingan Sejumlah Indikator Indonesia-China tahun 2009

Indikator Indonesia China Satuan

Jumlah Penduduk 240,3 1.340,0 Juta Jiwa

Pertumbuhan Penduduk 1,14 0,66 Persen

PDB per Kapita 4.000 6.500 Dollar AS

Angkatan Kerja 113,3 812,7 Juta Jiwa

Tingkat Pengangguran 7,7 4,3 Persen

Inflasi 5,0 -0,8 Persen

Suku Bunga Kredit Bank Komersil 13,60 5,31 Persen Pertumbuhan Produksi Industri 2,0 8,1 Persen Panjang Jalan Raya 391.009 3.600.000 Km

Panjang Jalan Tol 772 53.913 Km

Produksi Listrik 134,4 3.451,0 Miliar

kWh

Konsumsi Listrik 119,3 3.438,0 Miliar

kWh Sumber : Litbang Kompas Kementrian Perhubungan dan CIA 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk China lebih banyak dari Indonesia namun tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia cukup besar dan cocok untuk dijadikan sebagai pasar sasaran bagi negara lain dan Jika kita bandingkan keseluruhan indikator dari faktor diatas maka terlihat bahwa yang memicu lajunya pertumbuhan ekonomi dimiliki oleh China.

Kesepakatan ACFTA di Indonesia

Untuk memperkuat yang lemah harus adanya satu kesatuan begitu juga halnya dengan perekonomian, salah satu langkah negara ASEAN dalam menghadapi pasar bebas yaitu dengan membangun kekuatan dengan mempersatukan negara ASEAN dalam hal perdagangan. Indonesia dengan melalui Asean China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas

(3)

dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang, baik tarif ataupun non tarif, peningkat ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi,sekaligus peningkatan aspek kerjasam ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian sesama negara ASEAN.

ASEAN-China Comprehensive Economic Coorperation pada tanggal 6 November 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para Kepala Negara kedua pihak yaitu Indonesia dan China menandatangani ASEAN-China

Comprehensive

Economic Coorperation. Di Indonesia ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement) melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Bahwa perjanjian perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN dan China ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2010. Perjanjian tersebut sebenarnya telah ditandatangani pada tahun 2001( http:/www.scribd.com. 16 mei 2011 ). Pemerintah Indonesia tetap memberlakukan perjanjian ACFTA tersebut dan akan tetap berkomitmen terhadap perjanjian tersebut. ACFTA diberlakukan dengan latar belakang untuk memajukan perekonomian melalui kegiatan perdagangan di negara ASEAN dan China, ini diharapkan agar tercapainya peningkatan kerjasama antara pelaku bisnis di negara-negara ASEAN dan juga China melalui pembentukan aliansi strategis, yaitu meningkatnya kepastian bagi produk unggulan masing-masing negara dalam memanfaatkan peluang pasar, dan terbukanya transfer

teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara yakni China dan Indonesia. Kesepakatan ACFTA China dan Indonesia diharapkan dapat menguntungkan ke dua negara tersebut, dalam peran pelaku bisnis untuk dapat saling mengambil keuntungan dengan adanya persetujuan tentang kesepakatan tersebut, agar pada kondisi pasar bebas dapat memperkuat tingkat perekonomian negara.

Masing- masing negara harus dapat berbenah diri dalam menghadapi pasar bebas, Upaya

yang dapat dilakukan

pemerintah yaitu harus membenahi infrastruktur perekonomian secara signifikan terutama di sektor-sektor manufaktur. Apabila tidak segera dilakukan, maka akan dapat menimbulkan dampak banyaknya pengusaha lokal Indonesia yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha negara lain terutama China, dan akan pula berdampak pada iklim investasi yang justru akan merugikan negara. Dalam ACFTA disepakati beberapa persetujuan perdagangan diantaranya adalah:

1. Persetujuan Perdagangan Barang

Produk barang merupakan produk terbesar dikonsumsi masyarakat dibandingkan dengan produk jasa. Dengan adanya persetujuan perdagangan bebas dalam ACFTA (Asean China Free Trade Area) ini disepakati akan dilaksanakan liberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN dan China, kemudian pada tahun

(4)

2015 yaitu untuk keikut sertaan negara Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar.

Dalam kesepakatan ini diantaranya aturan dalam hal penurunan tarif dalam kerjasama ACFTA dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu:

a. Early Harvest Program (EHP) Pada tanggal 1 Januari 2006 tarif bea masuk ke China untuk semua produk-produk yang tercakup dalam Early Harvest Program (EHP) sudah menjadi 0%. Adapun cakupan produk tersebut adalah Chapter 01 sampai dengan 08 (yaitu 01. Live Animals; 02. Meat and Edible Meat Offal; 03. Fish; 04. Daily Products; 05. Other Animal Products; 06. Live Trees; 07. Edible Vegetables dan 08. Edible Fruits and Nuts) dengan pengecualian Sweet Corn (HS 07 10 40000). Selain itu untuk menyeimbangkan nilai ekspor Indonesia dan China terhadap produk-produk di atas, disepakati produk-produk EHP yang dinegosiasikan secara bilateral sebanyak 47 pos tarif (10 digit) antara lain Kopi, Minyak kelapa (Kopra), Lemak dan minyak hewani, margarine, Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), Sabun, perabotan dari rotan dan Stearic Acid. Dari beberapa produk dalam EHP mengalami pelonjakan nilai ekspor Indonesia ke China yang sangat nyata yaitu antara lain Maniok (HS 0714); Fish, Frozen (HS 0303); Kopra dan turunannya, (HS 1513); Margarine (HS 1517); Glass envelope (HS 7011) – lihat data ekspor terlampir.

b. Normal Track

Dengan adanya pasar bebas program penurunan dan penghapusan tarif bea masuk produk-produk yang tercakup dalam Normal Track berlaku efektif mulai tanggal 20 Juli 2005, dengan cakupan produk yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke China diantaranya produk Coal (HS 2701); Polycarboxylic acids (HS 2917); Wood (HS 4409); Copper wire (HS 7408).

c. Sensitive Track

Produk andalan Indonesia yang oleh China dimasukkan dalam Sensitive dan Highly Sensitive antara lain Palm Oil dan turunanya (HS 1511); Karet Alam (HS 4001); Plywood, vennered panels (HS 4412). Sebaliknya, Indonesia juga memasukkan produk-produk unggulan Ekspor China ke Indonesia antara lain Barang Jadi Kulit; tas, dompet; Alas kaki: Sepatu sport, Casual, Kulit; Kacamata; Alat Musik; Tiup, petik, gesek; Mainan: Boneka; Alat Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Spare part; Alat angkut; Glokasida dan Alkaloid Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca; Barang-barang Plastik; Produk Pertanian, seperti Beras, Gula, Jagung dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan produk Tekstil (ITPT); Produk Otomotif; Produk Ceramic Tableware.

Dalam menjadwalkan penurunan/penghapusan tarif dan menyusun daftar produk-produk yang tercakup dalam EHP, Normal Track dan Sensitive Track/Highly Sensitive antara masing-masing

(5)

negara Anggota ASEAN dan China dilakukan dengan pendekatan bilateral, artinya masing-masing negara menjadwalkan penurunan/ penghapusan tarif dan menyusun produknya. Sehingga dalam implementasinya akan terjadi perbedaan tarif maupun cakupan produknya. Sebagai contoh: cakupan bilateral EHP masing-masing negara ASEAN dan China berbeda-beda, sehingga dalam implementasi konsesi penurunan tarif bea masuk ke China untuk EHP akan berbeda antara Indonesia dengan negara ASEAN lainnya.

Cakupan produk untuk Normal Track pada tahun 2010 secara umum tarif bea masuk ke China akan menjadi 0%. Namun karena masing-masing negara ASEAN menyusun cakupan produknya berbeda, sebagaimana ditunjukkan dalam penyusunan daftar produk dalam Normal Track 1 dan dalam Normal Track 2. Penghapusan tarif bea masuk untuk produk-produk dalam Normal Track 2 akan terjadi pada tahun 2012. Implikasinya adalah bahwa bagi negara-negara ASEAN yang memasukkan produknya dalam Normal Track 1 akan lebih dahulu menikmati konsesi tarif bea masuk 0% (pada tahun 2010), sedangkan yang memasukkan produk-produk tersebut dalam Normal Track 2 akan menikmati konsesi tarif bea masuk 0% pada tahun 2012.

Demikian pula halnya dalam menyusun daftar produk-produk Sensitive Track dan Highly Sensitive. Penurunan tarif untuk produk-produk dalam Sensitive akan mulai dilakukan pada tahun 2012 dengan

maksimum tarif bea masuk 20%. Implikasinya adalah bahwa negara yang memasukan suatu produk dalam Sensitive Track baru akan menikmati konsesi tarifnya pada tahun 2012, sedangkan apabila negara lain memasukkan produk tersebut dalam Normal Track sepanjang China tidak memasukan produk yang bersangkutan dalam daftar Sensitivenya, maka konsesi tarif bea masuk sudah dapat diimplemtasikan mulai 20 Juli 2005.

Dalam modalitas

penurunan/penghapusan tarif dalam Sensitive Track, disepakati bahwa apabila tarif bea masuk untuk produk-produk dalam daftar Sensitive Track sudah pada tingkat tarif maksimum 10%, negara yang bersangkutan sudah dapat menikmati konsesi tarif bea masuk yang dijadwalkan dalam Normal Track pada tingkat tarif yang sama. Penurunan tarif untuk produk-produk dalam Highly Sensitive akan mulai dilakukan pada tahun 2015 dengan maksimum tarif bea masuk 50%. Implikasinya adalah bahwa produk-produk yang tarif bea masuknya diatas 50%, maka pada tahun 2015 harus sudah menjadi 50%.

2. Persetujuan Perdagangan Jasa Semakin maju dan sejahteranya masyarakat suatu negara semakin tinggi tuntutan terhadap produk jasa, seperti jasa tranportasi, telekomunikasi, pendidika, kesehatan, rekreasi, dan lain sebagainya. Dengan adanya persetujuan perdagangan jasa ini para penyedia jasa di kedua wilayah akan

(6)

mendapatkan keuntungan dan manfaat perluasan akses pasar jasa sekaligus national treatment untuk sektor dan subsektor yang dikomitmenkan oleh masing-masing Pihak ACFTA.

3. Persetujuan Investasi

Melalui persetujuan investasi pemerintah negara-negara anggota ASEAN dan China secara kolektif sepakat untuk mendorong peningkatan fasilitasi, transparansi dan rezim investasi yang kompetitif dengan menciptakan kondisi investasi yang positif disertai berbagai upaya untuk mendorong promosi arus investasi dan kerjasama di bidang investasi.

4. Kerjasama Ekonomi

Dalam perjanjian kesepakatan ACFTA dalam bidang ekonomi Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperaton Between The ASEAN and People’s Republic of China, kedua pihak sepakat akan melakukan kerjasama yang lebih intensif di beberapa bidang seperti pertanian, teknologi informasi, pengembangan SDM, investasi, pengembangan Sungai Mekong, perbankan, keuangan, transportasi, industri, telekomunikasi, pertambangan, energi, perikanan, kehutanan, produk-produk hutan, dan sebagainya.

Kestabilan ekonomi sangat penting bagi negara untuk kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah

mempunyai peranan penting untuk mewujudkannya dengan keempat persetujuan ini akan sama-sama dilaksanakan oleh masing-masing kedua negara untuk membangun dan memperkuat kestabilan ekonomi untuk menghadapi pasar bebas atau globalisasi.

Kesiapan Indonesia Dengan ACFTA (Asean China Free Trade Area )

Dengan adanya kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina. Dalam membentuk ACFTA, para Kepala Negara Anggota ASEAN dan China telah menandatangani kesepakatan ACFTA diberlakukan dengan latar belakang untuk memajukan perekonomian melalui kegiatan perdagangan di negara ASEAN dan China ini diharapkan agar tercapai peningkatan kerjasama antara pelaku bisnis di negara-negara ASEAN dan juga China melalui pembentukan aliansi strategis, meningkatnya kepastian bagi produk unggulan Indonesia dalam memanfaatkan peluang pasar China, dan terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara.

Untuk berhadapan dengan pasar bebas masing-masing negara

(7)

berbenah dan mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan hal tersebut, tidak kalah pentingnya pemerintah mempunyai peran, terutama dalam hal perlindungan dan peningkatan daya saing produk. Berbagai tindakan juga telah dilakukan untuk melindungi industri domestik. Di antaranya memperketat arus barang impor dari pelabuhan seperti dilakukan oleh Ditjen Bea Cukai. Pemerintah juga meminta kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memantau kualitas produk yang masuk sehingga nanti tidak merugikan konsumen baik dari sudut ekonomi, manfaat dan kesehatan. Pemerintah mempunyai andil yang besar dalam hal tanggung jawab tersebut.

Terkait dengan kesiapan Indonesia berhadapan dengan pasar

bebas jika dilihat pada saat ini pasar Indonesia dibanjiri oleh produk luar terutama produk-produk China diantaranya adalah barang jadi kulit, tas, dompet, alas kaki, sepatu casual, kulit, kaca mata, alat musik, mainan anak-anak, alat olah raga, alat tulis, besi dan baja, spare part, alat angkut, glokasia dan alkoloid nabati, senyawa organik, anti biotik, kaca, produk-produk pertanian, beras, gula, jagung, produk industri tekstil, produk otomotif dan produk keramik. Sedangkan ekspor Indonesia ke China adalah sebagian besar barang komoditi kopi, minyak kelapa/CPO, coklat barang dari karet dan perabotan. Hal ini terjadi di pasar Indonesia karena adanya unsur penurunan dan penghapusan tarif dan biaya masuk berawal dari tahun 2005 sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel : 2. Normal Track

Tarif Rate (X) 2005 2007 2009 2010 X ≥ 20 20 12 5 0 15 ≤ X 20 15 8 5 0 10 ≤ X < 15 10 8 5 0 5 < X < 10 5 5 0 0 X ≤ 5 5 5 0 0

Sumber : DITJEN KPI Dep Perdagangan : 2005 Dari tabel diatas terlihat

bahwa mulai dari tahun 2005 terlihat terjadinya penurunan jumlah biaya tarif untuk memasuki pasar kedua negara dan pada tahun 2010 total penurunan biaya tarif menjadi 100%, dalam artian kebebasan penuh secara keseluruhan terkait dengan biaya masuk antara kedua negara Indonesia dan China, ini merupakan dampak dari kesepakatan ACFTA.

ACFTA berpengaruh terhadap iklim investasi dan perkembangan usah lokal di Indonesia yangmana kerjasama ekonomi regional ini sebagaimana yang telah disepakati dan dibuat ASEAN berdampak

terhadap pertumbuhan

perekonomian, kegiatan investasi dan hukum investasi. Seperti ditetapkan dalam konferensi tingkat tinggi ASEAN menurut Indonesia harus siap mengatur kegiatan investasi dan

(8)

diharmonisasikan dengan ketentuan ACFTA tersebut. Oleh karena itu berlakunya atau ditetapkannya ACFTA baik sebagian maupun secara penuh akan membawa pengaruh pada perkembangan investasi dan hukum investasi di masa mendatang. Penetapan ACFTA sebagai suatu sistim perdagangan bebas di kawasan asia tenggara akan menimbulkan hubungan interdepensi dan integrasi dalam bidang investasi serta akan membawa dampak pengelolaan invstasi ekonomi di Indonesia, dimana lalu lintas perdagangan akan bebas tanpa hambatan tarif bea masuk maupun non tarif artinya barang hasil produksi negara-negara ASEAN akan sangat bebas masuk pada setiap negara anggota ASEAN.

Khusus untuk mengenai penanganan perdagangan barang, pemerinah China sudah memulai program standardisasi sejak lima tahun lalu. Semua produk mereka sudah memiliki standarisasi khusus. Karena itu ketika mau mengikuti SNI terbilang mudah bagi mereka. Sementara untk produk Indonesia sebagian besar belum lagi terstandarisasi, dan selama ini produk ekspor andalan indonesia ke luar negeri temasuk ke China sebagian besar bukan merupakan produk manufaktur melainkan sumber daya alam seperti tambang

dan minyak sawit.

http://www.scribd.om. 16 Mei 2011. Sebagaimana kita ketahui jika produk yang bersifat komoditi tidak adanya unsur pengolahan pada produk tersebut sudah jelas tidak membutuhkan suatu standarisasi tertentu yang harus dipenuhi dalam berhadapan dengan pasar, tetapi keuntungan yang diperoleh kecil, jika dbandingkan dengan produk

manufaktur yang dapat memperoleh keuntungan yang besar karena sudah melalui suatu proses produksi yang mempunyai nilai tambah.

Dari itu untuk berhadapan dengan pasar bebas produk barang maupun jasa yang di tawarkan ke pasar harus sudah terstandarisasi, disini pemerintah harus membenahi infrastruktur perekonomian secara s i gn i fi k a n t e r ut a m a di sektor-sektor manufaktur. Apabila tidak segera dilakukan, maka akan dapat m e n i m b u l k a n d a m p a k banyaknya pengusaha lokal Indonesia yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha negara lain terutama China, dan akan berdampak juga pada iklim investasi yang justru bukan tidak mungkin akan merugikan negara berkembang seperti Indonesia.

Bagaimanakah Indonesia dalam menghadapi ACFTA.

Pemerintah sekarang telah mengupayakan semua perjanjian perdagangan bebas terutama perjanjian ACFTA agar perjanjian bebas tersebut merupakan perjanjian perdagangan bebas yang adil, berkarakter, transparan (Dr. Mari Elka Pangestu dalam Key Notes Speech pada Seminar Nasional FSDE, 18 Desember 2010). Hal tersebut merupakan komitmen dari pemerintah untuk mengoptimalkan perjanjian perdagangan bebas seperti ACFTA untuk tercapainya tujuan utama yaitu mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang merata secara berkelanjutan.

Utuk meningkatkan kekuatan perdagangan dan pasar secara global khususnya negara ASEAN secara

(9)

bersama-sama, masing-masing negara membentuk suatu kekuatan dengan menjalin kerja sama salah satunya adalah dengan pembentukan ACFTA ( Asean China Free Trada Area). Selain memperjuangkan perjanjian bebas yang berkarakter, adil, transparan, dan jelas melalui negosiasi-negosiasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah, ada hal-hal atau strategi lain yang perlu dilakukan guna mendapatkan keuntungan dari adanya perdagangan bebas tersebut. Secara garis besar cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Strategi offensive

Strategi ini dilakukan dengan tujuan untuk mendorong masuk produk-produk Indonesia ke pasar ASEAN dan Cina, yaitu dengan melalui: Penguatan daya saing global Indonesia, meliputi penanganan isu-isu domestik: penataan lahan dan kawasan industri, pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya), membangun KawasanEkonomi Khusus (KEK), perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga (KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak piutang, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dsbnya), pembenahan sistem logistik, perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb), penyederhanaan peraturan pemerintah mengenai perizinan pendirian usaha dan peningkatan kapasitas ketenagakerjaan.

Penguatan ekspor dengan penguatan peran perwakilan luar negeri, pengembangan trading house, promosi pariwisata, perdagangan dan investasi, penanggulangan masalah akses pasar dan kasus ekspor, pengawasan penggunaan SKA Indonesia, peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor dan optimalisasi trade financing. 2. Strategi Deffensive

Strategi ini dilakuakan dengan tujuan pemberian proteksi terhadap usaha-usaha dalam Negeri, terutama UMKM dari persaingan perdagangan bebas, terutama dengan usaha-usaha dari Cina. Yaitu dengan jalan:

Pengamanan pasar domestik melalui : (a) pengawasan di border dengan meningkatkan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan FTA, menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor, pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) dari negara-negara mitra FTA, pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, label, ingridien, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan, security dsb, penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan WTO terhadap industri yang mengalami kerugian yang serius akibat tekanan impor dan penerapan instrumen anti dumping dan countervailing

(10)

duties atas importansi yang unfair, (b) peredaran barang di pasar lokal meliputi task force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri dan kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia, dan (c) promosi penggunaan produks dalam negeri dengan mengawasi efektivitas promosi penggunaa produksi dalam negeri (Inpres Nomor 2 Tahun 2009) termasuk mempertegas dan memperjelas kewajiban KLDI memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri revisi Kepres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah.

Perlu dilakukan koordinasi dan sinergitas aparat pusat dan daerah Hal ini diperlukan untuk menata produk-produk yang dapat diproduksi KUKM (Kelompok Usaha Kecil Menengah) serta menggalakkan pemakaian produksi dalam negeri yaitu melaui pengintensan slogan 100% cinta produk indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme akan produk dalam negeri dengan selalu memakai, membeli, dan menggunakan produk dalam negeri tersebut. Sehingga usaha-usaha dalam Negeri mampu tetap eksis dan diminati oleh masyarakat secara umum beserta adanya dukungan dari pemerintah, walau harus menghadapi serangan produk-produk China dengan adanya dukungan dari masyarakat Indonesia tersebut produk dalam

negeri tetap berjalan dengan baik (Dr. Mari Elka Pangestu pada Seminar Nasional FSDE, 18 Desember 2010).

Sisi Positif dan Negatif Dampak ACFTA di Indonesia

Segala sesuatu kebijakan pasti mempunyai suatu dampak baik positif maupun negatif begitu juga halnya dengan kebijakan dan kesepakatan perdagangan bebas ACFTA ( Asean China Free Trade Area ). Kesepakatan yang telah diresmikan tersebut yang dibentuk dengan nama ACFTA yang sudah disepakati oleh kedua negara ndonesia dan Chna yang mulai berlakuannya pada tanggal 1 januari 2010, perjanjian tersebut dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian ACFTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya langsung ekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya sejenis dengan produk impor China yang dipasarkan di dalam negeri dan memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang.

Data perdagangan antara Indonesia dan ASEAN-China sejak tahun2005 menunjukan, netto perdagangan ekspor-impor antara Indonesia-China mulai mencatat defisit untuk Indonesia. Bahkan, khusus untuk tahun 2010, defisit perdagangan antara Indonesia-China mengalami kenaikan 37% per tahun. Meskipun defisit di tahun 2010 senilai US $5,3 miliar masih lebih rendah dibandingkan dengan defisit terbesar yang pernah terjadi di tahun 2008 yang sempat mencapai US $ 8 miliar. Namun, tetap saja kondisi

(11)

defisit yang cenderung terus meningkat ini jelas sangat mengkawatirkan di kalangan pemerintah dan khususnya kalangan industri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Tempo, 11 januari 2010) memastikan pemerintah memiliki berbagai opsi untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif penerapan perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA). Bahkan, pemerintah siap jika harus memberikan kebijakan fiskal kepada industri yang terpukul, seperti pemberian subsidi, penguatan, dan revitalisasi industri. Dalam hal ini kalangan ekonomi memperkirakan perdagangan bebas ASEAN-Cina per 1 Januari 2010 akan membuat banyak industri nasional gulung tikar dikarena oleh ketidak mampuan dalam bersaing. Hal ini dapat mengakibatkan tingginya jumlah pengangguran. dan menurut Kepala Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih, berdasarkan penelitian yang ia lakukan, pengusaha Indonesia yang tak mampu bersaing dengan Cina akan gulung tikar atau mengurangi kapasitas produksinya. Kemudian ditambah lagi menurut Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, juga berpendapat sama, Menurut dia dalam jangka pendek perdagangan bebas ASEAN-Cina ini lebih banyak mengindikasikan kerugian dibanding keuntungan.

Dari pernyatan diatas dapat dilihat dalam jangka pendek perdagangan bebas dapat juga berdampak buruk, antara lain akan membuat perusahaan yang tidak

efisien akan menjadi bangkrut dan perusahaan yang baru tumbuh akan menjadi gulung tikar dan perusahaan yang besar juga tidak kuat untuk bersaing. Akibat barang impor menjadi lebih murah, volume impor barang konsumsi naik sehingga menghabiskan devisa dan membuat nilai tukar rupiah menjadi sulit menguat. Perusahaan juga cenderung akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap, sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran diperkirakan lebih meningkat lagi.

Berdasarkan fenomena dan kemungkinan yang akan terjadinya sesuatu keadaan yang memburuk bagi industri dalam negeri banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengantisipasi dampak yang mengakibatkan kerugian bagi para pengusaha Indonesia tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, Hatta Rajasa menyatakan sudah ada 200 langkah antisipasi untuk menghadapi perjanjian perdagangan bebas FTA (Free Trade Area ) ASEAN-China Salah satunya standarisasi. Tujuan dari melakukan langkah-langkah tersebut adalah agar agreement ini tidak menyebabkan injury bagi industri-industri yang ada di Indonesia. (Media Indonesia di Jakarta, 2 januari 2011). Walaupun banyak yang sudah dilakukan oleh pihak pemerintah namun sampai pada saat ini belum secara keseluruhan dirasakan oleh para industri yang ada di Indonesia, termasuk Usaha Kecil Menengah yang kehidupannya semakin terancam. Di sisi lain langkah yang dapat dilakukan pemerintah adalah harus menyiapkan

(12)

industri domestik agar bisa lebih kompetitif dengan produk Cina seperti pemerintah dapat memberikan dana serta kemudahan dalam proses penyediaan bentuk pendanaan atau lainnya, agar industri dalam negeri yakni industri yang ada di Indonesia mampu bergerak dan bersaing dengan negara lain khususnya China.

Dari sisi lain kita lihat bahwa pemerintah kurang mempersiapkan industri dalam negeri bersaing imbang dengan industri di ASEAN jika dibandingkan dengan pemerintah China, seperti China sebelum berlakunya ACFTA pemerintahnya sudah lima tahun belakang mempersiapkan industri dalam negerinya dengan program standar internasional (ISO), sementara produk yang ada di Indonesis masih banyak yang belum mempunyai standar tersebut. karena masih banyaknya terdapat keterbatasan yang dimiliki oleh pelaku bisnis dan para usaha kecil menengah disinilah letak kelemahan persaingan yang dimiliki oleh industri Indonesiaa. Banyak penelitian yang dilakukan dibeberapa kota di Indonesia bahwa pasar didominasi oleh produk-produk China, namun ada juga penelitian yang mengatakan bahwa produk Indonesia mengenai kualitas lebih baik dari produk China namun dari segi harga lebih unggul China. Dari segi jumlah penduduk Indonesia mempunyai kekuatan pasar domestik karena memiliki sebesar 230 juta jumlah penduduk, ini dapat merupakan target pasar yang sangat besar yang pasti akan segera dilirik oleh industri negara lain. Jika hal ini disadari oleh industri dalam negeri dan bekerja sama dengan pemerintah

maka pasar dapat dikuasai dan dikendalikan oleh negara tuan rumah yaitu Indonesia, apabila tidak akan dimanfaatkan dan dikuasai oleh negara lain terutama adalah produk-produk China.

Banyak hal yang dapat kita lihat akibat dari perdagangan bebas pada saat ini seperti yang dikemukakan oleh ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto mengatakan, pemberlakuan ACFTA telah menuai dampak negatif. Sekitar 20 persen sektor industri manufaktur beralih ke sektor

perdagangan. Djimanto

mencontohkan penyurutan manufaktur pada industri alas kaki. Dari sekitar 1,5 juta tenaga kerja, pada tahun 2010 sebanyak 300.000 orang di antaranya terpaksa dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) akibatnya jumlah penganggur kian bertambah. Menurut dia, imbas dari surutnya sektor manufaktur adalah penggemukan di sektor perdagangan. Pergeseran tersebut terutama pada industri skala kecil. Kemudahan mendapatkan produk serupa dengan harga lebih murah membuat mereka dengan cepat beralih menjadi pedagang.

Dalam jangka pendek perdagangan bebas bisa membuat angka pengangguran tinggi hal ini disebab karena kekalahan dan ketidak mampuan bersaing dengan produk Cina karena ketidak mampuan bersaing tersebut banyaknya tutup indstri dalam negeri, padahal sektor industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Situasi ketenagakerjaan ini tampaknya akan menjadi penyakit

(13)

kronis yang bisa merapuhkan fundamental ekonomi Indonesia. Perdagangan bebas akan menjadi masalah baru dalam ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam jangka pendek hal ini juga dapat berdampak terhadap Indonesia yaitu akan mengalami neto negatif yang tidak hanya merugikan sektor industri dan ketenagakerjaan, tetapi juga penerimaan negara dari pajak.

Dari segi positif Indonesia akan dapat lebih meningkatkan produksi dalam negeri dengan adanya perhatian dan dukungan pemerintah, terutama industri kecil dan menengah yang sering terkendala masalah dana dan keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia. Dengan banyaknya Indonesia didatangi oleh tenaga kerja profesional dari negara lain hal ini dapat merupakan masukan dan tambahan pendapatan dalam hal penerbitan keterangan izin tinggal sementara dan keterangan izin tinggal tetap bagi tenaga kerja asing (TKA). Jumlah TKA otomatis akan meningkat seiring meningkatnya jumlah usaha yang didirikan pengusaha yang ada di Indonesia. Disamping itu pemerintah juga harus dapat memperhatikan masing-masing potensi yang dimiliki oleh setiap daerah baik produk barang maupun jasa supaya dapat dijadikan sebagai keungulan bersaing.

Produk Andalan Indonesia Ekspor Ke China

Banyaknya produk – produk China yang beredar di pasar Indonesia mengakibatkan terjadinya tingkat persaingan yang tinggi bagi industri yang ada di Indonesia,

persaingan ini terjadi sudah terlihat semenjak dua tahun yang lalu dengan dimulainya berlaku pasar bebas ACFTA pada awal tahun 2010.

China merupakan negara yang sedang berjaya, produknya merambah hampir ke seluruh dunia. China dapat memberikan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga-harga yang ditetapkan oleh negara lain seperti harga produk yang ada di Indonesia. Produk yang murah menjadi poin plus bagi Negara Tirai Bambu tersebut. Dengan kemajuan perdagangan tersebut mengakibatkan China dikenal oleh dunia dalam hal perdagangan produk-produknya, terutama produk elektronik, contohnya di Indonesia rata-rata penguasaan pasar telepon seluler merambah di pasar dengan harga lebih murah dan model serta tipe yang sangat berfariasi. Pertumbuhan ekonomi yang pesat membuat China menjadi Aktor paling penting di kawasan Asia. ini survei yang dilakukan di Indonesia dari 11 kota besar di Indonesia (Agus, perkembangan pelaksanaan ACFTA, 2011). Responden survei tersebut meliputi 2.738 penjual, 3.521 pembeli dan 724 perusahaan. Mereka tersebar di berbagai kota. Yaitu, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makassar dan Manado. Agus menuturkan, hasil survei tersebut juga memotret perilaku pedagang yang lebih suka menjual produk buatan China dari pada menjual karya anak negeri. Ini ditengarai sebagai penyebab penurunan produksi domestik. Namun, dari sisi kualitas survei menunjukkan, kualitas produk dalam negeri lebih unggul dibandingkan

(14)

produk China. Menurut Agus, ini karena produk dalam negeri menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Sementara banyak produk China yang tidak memiliki SNI walaupun kaya inovasi dan kreasi.

Berdasar data Ditjen Bea Cukai, impor produk China meningkat 45,9 persen di 2010. Sedangkan ekspor Indonesia ke China hanya naik 36,5 persen di tahun yang sama. Impor terbanyak dari China adalah mainan yang menguasai 73 persen total impor mainan. Setelah itu furnitur dengan pangsa 54 persen, elektronika 34 persen, logam 18

persen, permesinan 22 persen, dan tekstil produk tekstil (TPT) 34 persen.

Produk dalam negeri dinilai belum dapat bersaing dengan produk-produk dari China karena biaya produksi di dalam negeri masih tinggi dan menyebabkan harga jualnya jauh di atas produk-produk China. Penerapan ACFTA tentu akan menyebabkan berubahnya peta perdagangan antara Indonesia, negara-negara ASEAN, dan China. Pada tabel berikut disajikan ekspor-impor Indonesia dengan negara-negara lain di ASEAN.

Tabel 3 : Ekspor-Impor Indonesia ke Negara Lain

Negara Januari Ekspor Nasional Impor Nasional

2009 Desember 2009 Januari 2010 Januari 2009 Desember 2009 Januari 2010 China 426,9 1206,8 1011,7 1035,7 1482,6 1408,0 Singapura 580,7 713,8 701,5 651,5 784,9 784,2 Malaysia 281,7 730,3 600,4 212,6 298,2 330,8 Thailand 147,9 274,3 288,6 291,1 466,6 482,7 Anggota ASEAN Lainnya 252,5 436,2 367,2 51,7 136,0 102,6 Total 7280,1 13348,1 11574,7 6600,6 10299,9 9543,3 Sumber : BPS, dalam bisnis Indonesia, Selasa, 2 Maret 2010

Dari data di atas jelaslah bahwa impor China ke Indonesia lebih besar dari ekspor, sehingga terjadi defisit perdagangan. Tanpa pemberlakuan ACFTA impor China ke Indonesia sudah cukup tinggi, apalagi dengan dihapuskannya tarif bea masuk barang China ke Indonesia. Pada tabel diatas khususnya untuk kegiatan perdagangan Indonesia ke negara China dapat dilihat bahwa jumlah ekspor Indonesia pada bulan januari tahun 2009 sampai dengan bulan desember terlihat adanya peningkatan, namun pada tahun 2010

terjadinya penurunan yng cukup besar begitu juga dengan jumlah impor.

Upaya pemerintah China mempunyai dukungan yang besar terhadap industri dalam negerinya sehingga dapat menguasai pasar dunia. Kemudahan dalam memberikan pinjaman bank dengan bunga yang rendah mendorong lahirnya produk-produk yang merambah negara-negara lain dengan harga relatif murah. Dukungan infrastruktur juga sangat

(15)

diperhatikan bagi perluasan perdagangan. Selain itu kemudahan izin usaha juga diterapkan. Pemerintah Indonesia, pada tanggal 31 Desember 2009 Kementerian Perdagangan telah menyampaikan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai kekhawatiran industri di dalam negeri atas pelaksanaan ACFTA dan CEPT-AFTA. Disamping itu pemerintah juga telah membentuk Tim Koordinasi yang bertugas menyelesaikan hambatan industri dan perdagangan dalam rangka memperkuat daya saing industri nasional dalam menghadapi perdagangan global. Langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh Tim tersebut antara lain :

1. Meningkatkan efektivitas pengamanan pasar dalam negeri dari penyelundupan dan pengawasan peredaran barang dalam negeri melalui peningkatan pemberlakukan sejumlah instrumen yang sesuai dengan disiplin perjanjian internasional, seperti standar mutu, dan perlindungan konsumen, serta mencegah dumping dan lain-lain.

2. Meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap penerbitan dan pemanfaatan dokumen surat keterangan asal (SKA) untuk ekspor dan impor.

3. Melakukan penguatan pasar ekspor, seperti Trade Promotion Center.

4. Peningkatan promosi penggunaan produk dalam negeri.

5. Penanganan issue domestik lainnya, seperti pembenahan tata ruang dan pemanfaatan lahan, infrastuktur dan energi, perluasan akses pembiayaan, perbaikan pelayanan publik, dan lain-lain.

Pemerintah juga akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan demi kelancaran pelaksanaan. Jika kita lihat dan bandingkan dengan negara China infrastruktur Indonesia terlihat jauh tertinggal. Padahal infrastruktur yang baik akan menunjang dalam menciptakan biaya berproduksi murah yang selanjutnya akan menekan harga di tingkat konsumen. Infrastruktur yang baik juga sangat membantu dalam perluasan pasar hingga mencapai skala perdagangan ekspor-impor. Produk-produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga pasaran pun masih sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan ditutupnya perusahaan dalam negeri akibat kalah bersaing.

Produk-produk China yang menguasai pasar Indonesia saat ini masyarakat sudah dapat menikmatinya terutama semenjak disepakati ACFTA yang berlaku sepenuhnya mulai awal tahun 2010. Untuk mengetahui produk-produk yang diminati konsumen di Indonesia dapat ditampilkan sebagai berikut:

(16)

Berdasarkan gambar di atas, bisa dilihat produk-produk China berupa mainan anak dan alat rumah tangga marak dibeli oleh masyarakat. Hal ini merupakan tantangan berat bagi industri yang memproduksi barang-barang tersebut untuk terus melanjutkan usahanya.

Dampaknya juga akan dapat merambah ke sektor pertanian. Mengingat begitu lancarnya hubungan ekspor-impor pertanian antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dan China. Data menunjukkan trade balance (neraca perdagangan) produk pertanian dengan ASEAN-Cina pada Januari 2010, Indonesia masih meraih surplus US$ 2,2 miliar. Nilai surplus terbesar diperoleh dari sektor perkebunan, seperti minyak kelapa sawit dan turunannya, karet SIR 20, minyak dan lemak dari sayuran, karet lembaran, minyak kopra, biji cokelat (pecah, setengah pecah, dan mentah), serta gaplek iris dan kering sebesar US$ 2.756 miliar infrastruktur Indonesia juga terlihat jauh tertinggal. Padahal infrastruktur yang baik akan menunjang dalam menciptakan biaya berproduksi

murah yang selanjutnya akan menekan harga di tingkat konsumen. Infrastruktur yang baik juga sangat membantu dalam perluasan pasar hingga mencapai skala perdagangan ekspor-impor.

KESIMPULAN

1. ACFTA merupakan ajang persaingan global dalam bidang produksi barang maupun jasa di negara ASEAN, yang sudah disepakati oleh kedua negara pada tahun 2002 yang diadakan di vetnam, sesuai dengan perjanjian Indonesia dan China pelaksanaan sepenuhnya pada awal januari 2010.

2. Produk barang dan jasa Indonesia belum mampu bersaing dengan China karena masih banyaknya kekurangan dan peran pemerintah dalam pembenahan sektor-sektor infrastruktur terutama dibidang manufaktur, jika ini tidak dilakukan industri dalam negeri banyak gulung tikar karena tidak mampu bersaing.

(17)

3. Kalahnya strategi persaingan bangsa Indonesia terhadap China mendominasi perekonomian semakin terpuruk , dan menimbulkan sikap pesimisme para produsen Indonesia baik industri besar maupun usaha kecil menengah, dan akan menjadikan estimasi Indonesia kalah bersaing. 4. ACFTA menimbulkan dampak

Positif dan negatif bagi

perekonomian

Indonesia. Namun hal ini tidak bisa dipungkiri dampak negatif dari adanya ACFTA

mendominasi akan

keterpurukan perekonomian Indonesia akibat adanya persaingan dengan China. Keunggulan yang dimiliki China yaitu harga relatif lebih murah namun masalah kualitas Indonesia masih dapat untuk bersaing.

REFERENSI

Prabowo Diibyo dan Wardoyo Sonia, AFTA Suatu Pengantar, Edisi 2004/2005, BPFE-Yogyakarta, 2004.

Adolf Huala, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, PT Refika Aditama, Bandung, 2000.

Gunarto Suhardi. Beberapa Elemen Penting Dalam Hukum PerdaganganInternasional.

Universitas Atmajaya Yogyakarta. 2004.

Perjanjian Perdagangan RI – China Harus Direvisi. http:/bataviase.co.id. Diakses tanggal 6 mei 2011.

Jongga Joe Ventoes. Amandemen dan Modifikasi Terhadap Perjanjian. http://www.scribd.com. 2011.

Gambar

Tabel 1 : Perbandingan Sejumlah Indikator Indonesia-China tahun 2009
Tabel : 2. Normal Track
Tabel 3 : Ekspor-Impor Indonesia ke Negara Lain

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan perjanjian yang berada di luar Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam

Soerjono Soekanto , Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta, 2010, hlm.. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Menurut

Our interest in conducting human study on Enterococcus faecium IS-27526 was based on in vitro tolerance to acid and bile [14], their antimicrobial activity against pathogenic

The characteristic of flash flood by initially defining it as a rapid flooding of low-lying areas, rivers and streams that are caused by the intense rainfall also occur when

Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan bakunya.... Stabilitas

Penelitian lebih lanjut mengenai buah yang terolah minimal dengan perlakuan pelapisan chitosan perlu dilakukan tidak hanya pada buah salak pondoh tetapi juga

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penolakan dan penilaian negatif dari lingkungan sosial membuat remaja indigo memandang dirinya secara negatif atau dengan kata

Sejauh ini penulis menemukan bahwa komunikasi yang terjadi dalam suatu lingkungan dapat terjadi seperti yang diharapkan apabila seseorang di dalam lingkungan tersebut