• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat kaitannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat kaitannya"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang dikenal sebagai negara yang sangat kaya warisan budaya, tradisi dan juga kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat kaitannya dengan kebudayaan dan juga sastra. Pada awalnya, sastra Jepang memang banyak dipengaruhi oleh sastra dari Negeri Tirai Bambu China. Namun secara bertahap, Jepang menemukan dan mengembangkan sendiri karya sastranya sehingga memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Kesusastraan di Negara Jepang terbagi dua yaitu Kesusastraan Lisan yang disebut dengan Koosho Bungaku dan Kesusastraan Tulisan yang disebut dengan Kisai Bungaku.

Kooshoo Bungaku lahir dari kelompok masyarakat dan dinikmati oleh masyarakat pula. Karena penyampaiannya secara lisan, maka kooshoo bungaku ini bersifat tidak stabil dan berubah-ubah. Pengaruh kooshoo bungaku menjadi berkurang karena pemakaian tulisan kanji dan adanya kesadaran individual. Kesadaran individual ini melahirkan kreativitas-kreativitas pada kesusastraannya. Sedikit demi sedikit hilangnya sifat ketidakstabilan ini terlihat pada beberapa hasil karya sastra kooshoo bungaku yang sudah tertulis seperti, Kojiki, Nihonshoki dan Fudoki.

Pengertian sastra menurut Wellek dalam Melani Budianta (1998:109), bahwa sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambar kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan. Menurut Jan Van Luxemburg (1986:23-24) sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu. Sastra pun

(2)

dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisa sistem masyarakat. Sastra juga mencerminkan kenyataan dalam masyarakat dan merupakan sarana untuk memahaminya.

Karya sastra terbagi atas dua jenis yaitu karya sastra fiksi dan non fiksi. Menurut Aminuddin (2010:66), fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Sedangkan nonfiksi adalah karya sastra yang dibuat berdasarkan data – data yang otentik, tetapi bisa juga data itu dikembangkan menurut imajinasi penulis.

Novel merupakan contoh dari karya sastra fiksi yang mempunyai dua unsur yang mempengaruhinya yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur-unsur sastra yang mempengaruhi ceritanya. Diantaranya tema, plot/alur, gaya bahasa, sudut pandang, latar, amanat, penokohan/tokoh dan lain-lain.

Menurut Sudjiman (1988:16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Seorang pengarang dapat dengan bebas menentukan tokoh yang bagaimana yang ia buat. Baik itu dari perwatakannya, permasalahan yang terjadi, kondisi psikologis, dan lain-lain. Pengarang secara langsung, dapat mengungkap watak tokoh dalam ceritanya. Sedangkan secara tidak langsung, pengarang hanya menampilkan pikiran-pikiran, ide-ide, pandangan hidup, perbuatan, keadaan fisik, dan ucapan-ucapannya dalam sebuah cerita.

Tokoh merupakan bagian dari unsur intrinsik yang sangat mempengaruhi isi novel. Selain unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga tidak kalah penting pengaruhnya di dalam analisis novel. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari luar. Diantaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang dan

(3)

sebagainya. Dalam analisis ini, penulis menggunakan psikologis sastra sebagai salah satu unsur ekstrinsik yang digunakan untuk menganalisis isi novel.

Psikologis Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat sehingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.

Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (1995:90) bahwa pendekatan psikologis sastra dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra.

Pengertian Psikologi secara bahasa berasal dari dua kata, yaitu psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu, maka psikologi merupakan ilmu yang mengarahkan perhatiannya pada manusia yang objek penelitiannya tertuju pada jiwa dan perilaku manusia. Sigmund Freud dalam milner (1992:43) mengungkapkan gagasannya bahwa di dalam kehidupan mental kesadaran merupakan bagian yang terkecil sedangkan bagian terbesarnya adalah ketidaksadaran. Ketidaksadaran ini dapat merubah proses-proses kreatif dari pengarang.

(4)

Di dalam kajian psikologi sastra ini akan dijelaskan tentang psikoanalisis kepribadian yang terdiri dari tiga unsur kejiwaan yaitu id, ego, dan super ego. Kendatipun ketiga aspek ini masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika yang sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan dengan erat sehingga sukar untuk memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Heikichi Umezawa sebagai tokoh cerita di novel “The Tokyo Zodiac Murders” ini selalu berfikiran tidak ada wanita yang memiliki kecantikan yang sesuai dengan kriterianya. Hal ini membuatnya mulai membayangkan bagaimana cara agar ia dapat memiliki dan menguasai wanita cantik itu sendiri. Salah satu cara yang difikirkannya yaitu dengan menciptakan wanita cantik itu sendiri. Karena hanya dengan membayangkan jelas tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya usaha. Keinginan untuk menguasai dan memiliki ini termasuk dalam kategori Id. Hanya dengan membayangkan (Bagian dari Id) jelas tidak dapat memenuhi keinginan Umezawa untuk dapat memiliki dan menguasai wanita cantik tersebut sehingga diperlukan sistem lain yaitu Ego.

Id saling menekan satu sama lain dalam setiap tindakan dan selalu berkaitan dengan dinamika kepribadian. Di dalam dinamika kepribadian ada Insting Hidup dan Insting Mati. Insting Hidup adalah melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras contohnya makan, minum, dan seksual. Sedangkan Insting Mati disebut juga dengan Insting Merusak. Adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Insting mati terbagi dua yaitu Insting mati Ekstern dan Intern. Insting mati Ekstern contohnya yaitu ingin membunuh, gila, dan depresi. Sedangkan Insting mati Intern contohnya yaitu keinginan untuk membunuh diri sendiri. Dalam bukunya yang berjudul “Jenseits des Lust prinzips (1920) Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua yang hidup adalah mati”.

Contoh gejala penulis temukan pada tokoh Heikichi Umezawa di dalam novel yang berjudul “The Tokyo Zodiac Murders”. Novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji

(5)

Shimada ini, terdiri dari 354 halaman dalam bahasa Indonesia. Novel ini berisikan cerita fiksi dimana tokoh Heikichi Umezawa ditampilkan sebagai seorang seniman sukses pada tahun 1936. Dibalik kesuksesannya ia memiliki obsesi yang harus diwujudkan. Heikichi Umezawa selalu memusatkan perhatiannya kepada karya seni yang dibuatnya. Ia selalu mengurung diri di dalam studionya dan jarang berinteraksi dengan lingkungan luar. Ia juga hanya memiliki sedikit teman. Ia memiliki ambisi untuk menjadi seorang seniman yang berbeda dengan seniman yang lain, ia mulai merencanakan untuk menciptakan suatu karya seni yang belum pernah dibuat oleh seniman lain.

Karya seni itu yaitu “Azoth”. Azoth merupakan seorang wanita yang sangat sempurna menurut pengarang yang diceritakan oleh Heikichi Umezawa. Azoth dibuat dengan mengambil bagian-bagian tubuh wanita perawan kemudian menyatukannya menjadi satu bagian dan menciptakan seorang wanita baru dari bagian-bagian tubuh itu. Heikichi Umezawa juga memiliki obsesi yang berlebihan terhadap wanita. Ia pernah menyukai seorang manekin yang dimatanya merupakan cerminan dari seorang wanita yang sempurna. Karena sangat menyukai manekin, hampir setiap hari ia datang ke butik tempat manekin dipajang. Obsesi inilah yang membuat ia berfikir bahwa tidak ada wanita yang mendekati kriteria sempurna sesuai dengan fikirannya. Kesepian inilah yang tanpa ia sadari mulai membuatnya merencanakan hal-hal gila dan tanpa sadar mulai menyebabkannya mengalami depresi ringan dan terkena penyakit penyimpangan perilaku seksual. Hal ini membuat penulis tertarik untuk menelitinya dengan harapan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang psikologis yang digambarkan Soji Shimada dalam karya sastranya. Dengan demikian penulis dalam pembuatan skripsi ini memilih judul “Analisis Psikologis Tokoh Heikichi

(6)

1.2 Perumusan Masalah

Tokoh Heikichi Umezawa dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini digambarkan Soji Shimada sebagai seorang seniman yang sukses, kaya, penyendiri, dan memiliki obsesi yang berlebihan terhadap wanita. Ia juga memiliki keinginan untuk menciptakan suatu karya seni yang belum pernah dibuat oleh para seniman lain.

Karena keinginannya untuk menghasilkan sebuah karya seni yang baru, ia menyanggupi cara apapun, meskipun itu harus mengorbankan anak-anak perempuannya. Hal ini dilakukannya untuk memuaskan hasratnya sebagai seorang seniman. Ia pun merencanakan untuk membunuh ke enam anaknya itu. Keinginannya untuk membunuh termasuk ke dalam struktur jiwa manusia Freud yaitu id. Dorongan dan hasratnya untuk menciptakan azoth membuatnya mulai melupakan fakta bahwa anak-anak yang ia besarkan dan ia rawatlah yang akan ia bunuh. Dalam hal ini ego yang bertugas untuk melaksanakan dorongan yang tidak bertentangan dari super ego tidak dapat bekerja dengan baik. Seharusnya ego mampu menahan id yang ada dalam diri Heikichi Umezawa. Karena keinginannya untuk membunuh anak-anaknya demi untuk menghasilkan suatu karya seni yang baru merupakan hal yang bertentangan dengan moral di dalam masyarakat. Namun Heikichi tidak peduli dengan pandangan masyarakat karena baginya karya seni yang direncanakannya ini harus ia selesaikan sebelum ada seniman lain yang membuat karya seni yang sama dengannya.

Dari sikap dan perilaku Heikichi jelas bahwa ego sudah melanggar ketetapan yang telah ditentukan oleh super ego sehingga membuat Heikichi menghalalkan cara apapun untuk menghasilkan karya seninya meskipun harus dengan cara membunuh. Ego yang gagal menjalankan keseimbangan id dan larangan super ego mengakibatkan konflik batin di dalam diri Heikichi. Ia pun tidak peduli bahwa rencana yang akan ia lakukan melanggar etika moral dari berbagai aspek.

(7)

Untuk memudahkan arah sasaran yang akan dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini :

1. Bagaimana kondisi psikologis dan kejiwaan tokoh Heikichi Umezawa berkaitan dengan rencananya demi menghasilkan sebuah karya seni?

2. Gangguan psikologis apakah yang dialami Heikichi Umezawa yang diungkapkan oleh Soji Shimada melalui pendekatan Sigmund Freud?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari berbagai permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis perlu membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh. Penelitian hanya akan membahas tentang masalah psikologis yang berkaitan dengan struktur kejiwaan manusia yang didalamnya termasuk Id, Ego, dan Super Ego yang masing-masing dapat berdiri sendiri dan saling berkaitan dengan dinamika kepribadian yang juga berkaitan dengan Insting hidup dan mati yang dialami oleh tokoh utama dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada, yang digambarkan sebagai seorang seniman yang karena obsesinya yang berlebihan dengan rencananya untuk membuat karya seni ia sampai merencanakan pembunuhan. Karena kegilaannya dengan karya seni ia juga mulai mengalami penyimpangan-penyimpangan diantaranya mulai tertarik dengan hal-hal aneh seperti pemotongan tubuh manusia. Karena hasrat yang tidak tercapai untuk memiliki wanita yang tercantik di dunia juga, ia mulai tertarik dengan manekin.

Penulis menganalis psikologis tokoh dengan mengambil cuplikan-cuplikan yang terdapat di dalam novel kemudian menganalisis kaitannya dengan psikologis, dan juga dengan menggunakan teori psikoanalisa Sigmund Freud dan pendekatan semiotik sebagai bahan acuan teoritis untuk membahas atau mengkaji masalah psikologis dari tokoh Heikichi Umezawa dalam novel “The Tokyo Zodiac Murders”. Untuk memperjelas dan

(8)

mempermudah analisis cerita novel The Tokyo Zodiac Murders ini penulis juga akan akan menjelaskan mengenai definisi novel, setting novel The Tokyo Zodiac Murders, biografi pengarang dan psikoanalisa Sigmund Freud.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Di dalam karya sastra fiksi ada satu unsur intrinsik yang sangat menaruh peranan penting dalam jalannya cerita, unsur tersebut merupakan tokoh. Dalam karya sastra fiksi tokoh mempunyai tugas yang sangat penting yaitu sebagai sosok yang benar-benar mengambil peran dalam jalannya cerita, dapat juga merupakan penyampai pesan, kesan, amanat, moral atau sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

Tokoh dalam karya sastra fiksi merupakan tokoh yang dihasilkan pengarang murni dari hasil pemikirannya. Boulton dalam Aminuddin (2010:79), mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan dan menunjukkan tokohnya itu ada bermacam-macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh tersebut sebagai pelaku yang hidup di dunia nyata atau hanya di mimpi, pelaku yang mengemban tugas yang penting atau memiliki tujuan yang ingin dicapai, pelaku yang hidupnya biasa seperti masyarakat kebanyakan, pelaku yang egois, mempunyai obsesi yang berlebihan dan hanya ingin keinginannya terpenuhi, atau bisa juga pelaku yang mempunyai kelainan yang membuat ia berbeda dengan orang kebanyakan. Dalam cerita fiksi tokoh tersebut dapat berupa manusia, tumbuhan ataupun benda.

Tokoh adalah pelaku yang menyampaikan cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:165) tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan

(9)

dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan diatas kita dapat mengetahui bahwa antara tokoh dan karakternya berhubungan erat dengan para pembaca.

Tokoh-tokoh dalam karya sastra fiksi biasanya memiliki kesamaan dengan manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Masing-masing individu memiliki watak yang berbeda-beda sama halnya dengan tokoh yang ada di dalam karya sastra. Aminudin (2010:79) mengungkapkan Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku. Dalam upaya memahami watak pelaku pembaca dapat menelusuri melalui :

(a). Melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.

(b). Melalui gambaran lingkungan kehidupannya.

(c). Menunjukan secara langsung bagaimana perilakunya.

(d). Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.

(e). Memahami bagaimana jalan pikirannya.

(f). Melihat bagamana tokoh lain berbicara tentang tokoh itu.

(g). Melihat tokoh-tokoh yang lain berbicara dengannya.

(h). Melihat bagaimana cara tokoh itu bereaksi dengan tokoh yang lain.

Setelah kita memahami watak yang terdapat di dalam karya sastra fiksi maka disitulah kita dapat memahami bagaimana pengarang menampilkan tokoh dalam karya sastranya. Watak yang terdapat dalam masing-masing tokoh dapat menggambarkan psikologis dari tokoh tersebut. Meskipun psikologis bukan merupakan unsur intrinsik yang mempengaruhi jalannya cerita tapi tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya unsur psikologis sebagai unsur ekstrinsik, jelas itu sangat mempengaruhi jalannya cerita dalam suatu karya sastra.

(10)

Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana yang kita pahami sastra terkait dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art), sedangkan psikologi merujuk pada suatu studi ilmiah tentang perilaku yang dialami atau pun yang dilakukan manusia yang termasuk dalam proses mental. Atau dengan kata lain gejala yang terdapat pada psikologi bersifat riil sedangkan dalam sastra gejalanya bersifat imajinatif. Namun, kedua hal tersebut memiliki titik temu atau kesamaan, yaitu keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian utama.

Realita psikologis adalah salah satu realita yang paling sering muncul dalam sebuah karya sastra contohnya di novel. Yang dimaksudkan realita psikologis disini ialah kehadiran suatu fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika bereaksi pada lingkunganya dan mungkin juga terhadap dirinya sendiri. Bagian terbesar dari jiwa seseorang tidak dapat terlihat dari luar dan itu merupakan ketidaksadaran. Di samping itu Freud mengatakan bahwa dalam diri setiap individu terdapat sistem kepribadian yaitu Id, Ego, Super Ego, Dinamika kepribadian yaitu Naluri (Insting) hidup dan mati.

Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada ini dapat dilihat bahwa tokoh yang merencanakan rencana pembunuhan putri-putrinya untuk membuat suatu karya seni baru sebenarnya dari awal tidak berniat untuk menjadi seorang pembunuh. Ia merencanakan hal itu karena obsesinya untuk menjadi seorang seniman yang berhasil menciptakan sesuatu yang tidak pernah diciptakan oleh seniman-seniman lain. Psikologisnya jelas terganggu karena ia tidak lagi memperdulikan bahwa membunuh seseorang itu jelas melanggar norma hukum maupun masyarakat. Selain itu karena sering menyendiri ia juga jarang mengungkapkan isi hati dan fikirannya kepada seseorang sehingga apapun yang mengganggu hati dan fikirannya selalu ia simpan sendiri. Hal tersebut lambat laun membuatnya depresi dan mulai mengganggu psikologisnya. Lama kelamaan hal tersebut menyebabkan terjadinya penyimpangan. Tanpa disadari tokoh mulai terkena perilaku

(11)

penyimpangan seksual yang membuat ia tertarik dengan sebuah manekin yang di pajang di etalase toko. Sifat yang selalu mengurung diri mengakibatkan selain mengalami gangguan psikologis ternyata tokoh juga mengidam penyakit yang lain.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis atau meneliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologis yang dalam hal ini menggunakan teori psikoanalisa Sigmund Freud dan juga pendekatan semiotik.

Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (2009:40) semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda merupakan sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain.

Menurut Saussure dalam Nurgiyantoro (2009:43) bahasa sebagai sebuah sistem tanda yang memiliki dua unsur yang tidak dapat terpisahkan yaitu signifier dan signified atau penanda dan petanda. Wujud penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan signified (petanda) adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung dalam penanda tersebut.

Berdasarkan teori semiotik penulis dapat mengkategorikan sikap dan kondisi tokoh ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat di dalam novel akan diterjemahkan dan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan tokoh yang menggambarkan psikologis tokoh tersebut. Dengan semiotik kita juga dapat melihat indeksikal-indeksikal psikologis yang digunakan Sigmund Freud terutama yang berkaitan dengan sastra. Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan batiniah

(12)

manusia. Psikologi sastra juga merupakan ilmu sastra yang digunakan untuk mendekati karya sastra dari sudut psikologi (Endraswara, 2008:70).

Penulis menggunakan teori pendekatan semiotika dalam menganalisis psikologis tokoh karena dalam mengetahui adanya tekanan batin yang berdampak kepada psikologis tokoh di dalam novel ini, dapat dilihat dari bahasa-bahasa yang berperan sebagai tanda yang menunjukkan adanya psikologis yang terganggu akibat tekanan batin yang dialami. Setelah menemukan tanda yang menunjukkan psikologis tokoh tersebut, maka penulis akan melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan psikologis khususnya teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu :

a. Struktur Kepribadian

Menurut Freud dalam Koswara (1991:32) kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis), dan super ego (aspek sosiologis).

Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor – faktor bawaan. Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri kematian (death insticts) (Koswara, 1991:32).

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata. Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual (Koswara, 1991:33-34).

Super ego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik dan buruk). Super ego terbentuk melalui internalisasi

(13)

nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. (Koswara, 1991:34).

b. Dinamika Kepribadian

Menurut konsep Freud dalam Suryabrata (2007:129) insting adalah sumber perangsang somatis dalam yang dibawa sejak lahir, keinginan adalah perangsang psikologis, sedangkan kebutuhan adalah perangsang jasmani. Insting dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Insting Hidup

Insting hidup disebut juga eros yaitu dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks. Energi yang dipakai oleh insting hidup disebut libido. Menurut insting seks bukan hanya berkenaan dengan kenikmatan organ seksual tetapi berhubungan dengan kepuasan yang diperoleh dari bagian tubuh lainnya yang dinamakan daerah erogen (erogenous zone). Suatu daerah atau bagian tubuh yang peka dan perangsangan pada daerah itu akan menimbulkan kepuasan dan menghilangkan ketegangan.

2. Insting Mati

Menurut Freud tujuan semua kehidupan adalah kematian, dorongan agresif (agressive drive) adalah derivatif insting mati yang terpenting. Insting mati mendorong seseorang untuk merusak dirinya sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri (suicide). Insting mati dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu insting mati intern dan insting mati ekstern.

Bagian yang tidak kalah penting dari teori Freud adalah tentang Kecemasan. Kecemasan ini menurutnya berkembang dari konflik antara sistem id, ego dan super ego

(14)

tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Menurut Freud kecemasan itu terbagi tiga yaitu kecemasan realita, neurotik dan moral.

Dengan menggunakan teori psikoanalisa Sigmund Freud tentang struktur kepribadian manusia yaitu Id, Ego, dan Super Ego yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan menuntut agar dorongan-dorongan dari dalam diri agar dipenuhi, ditambah dengan dinamika kepribadian yang tidak lain merupakan insting dan kecemasan, maka dengan menggunakan pandangan kerangka teori seperti diatas penulis dapat menganalisis psikologis tokoh Heikichi Umezawa dalam novel The Tokyo Zodiac Murders yang berkaitan dengan struktur kejiwaan manusia dan juga berhubungan dengan dinamika kepribadian.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi psikologis dan struktur kejiwaan yang dilihat pengarang dari tokoh Heikichi Umezawa menurut teori Sigmund Freud.

2. Untuk mendeskripsikan gangguan psikologis yang dialami Heikichi Umezawa yang diungkapkan Soji Shimada melalui pendekatan Sigmund Freud.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis khususnya untuk menambah ilmu dalam pengkajian karya sastra. 2. Untuk para pembaca dan penikmat sastra, penelitian ini dapat digunakan sebagai

(15)

3. Bagi mahasiswa Jurusan Sastra Jepang dapat digunakan sebagai bahan referensi atau penunjang tentang analisis novel dengan tujuan untuk memotivasi ide yang lebih kreatif dan inovatif.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah Metode Deskriptif. Menurut Whitney dalam Moh. Nazir (2003:16) bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Menurut Nazir (1999:63) dalam Buku Metode Penelitian, Metode Deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library research) dan teknik simak catat. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1999:111). Studi Kepustakaan mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

ditunjukan kepada konsumen sebagai nilai tambah konsumen. Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui pelaksanaan strategi bauran pemasaran yang dilakukan rumah makan mie

Para transgender dalam penelitian ini memilih untuk berdamai dengan kondisi yang dimiliki dan memutuskan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yang difasilitasi oleh

Tujuan Penelitian ini adalah 1) untuk Menganalisis proporsi sumber-sumber penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah di

Berdasarkan nilai daya dukung efektif yaitu nilai yang telah mempertimbangkan faktor kondisi biofisik lingkungan dan kapasitas manjamen, maka pengembangan obyek wisata

5 Kontekstualisme Dalam Arsitektur, www.yuwie.com , Minggu, 30 Agustus 2009, 13:21:32.. 13 memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. Sementara itu, dalam proses

Beberapa upaya yang dilakukan dalam pertanian berkelanjutan diantaranya dengan meningkatkan kemandirian petani terhadap sarana produksi pertanian (benih/bibit, pupuk,

“Dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (ayat 14) Anak saya tidak dapat belajar dengan baik

Penentuan Resolusi Spasial Fungsi Sebar Sisi Resolusi spasial dari suatu sistem pencitraan dapat diturunkan dengan menentukan lebar setengah puncak ( fwhm ) melalui