• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR KARET REMAH SIR. Analysis of Crumb Rubber SIR Market Developments

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR KARET REMAH SIR. Analysis of Crumb Rubber SIR Market Developments"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR KARET REMAH SIR Analysis of Crumb Rubber SIR Market Developments

Sinung Hendratno

Pusat Penelitian Karet, Jl. Salak No:1 Bogor 16151 E-mail:

shendratno@yahoo.com

Diterima tanggal 10 Februari 2015/Direvisi tanggal 11 Mei 2015/Disetujui tanggal 23 Juni 2015

Abstrak

Karet merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Sebagian besar produksi barang setengah jadi karet Indonesia pada saat ini berupa karet remah SIR khususnya SIR 20. Review ini akan menganalisis perkembangann pasar karet remah dengan menggunakan data sekunder.

Hasil review menyimpulkan bahwa pasar karet remah diperkirakan akan ter us berkembang. Perkembangan produksi karet remah SIR khususnya SIR 20 ditunjang oleh adanya: a) ketersediaan bahan olah karet utamanya dari perkebunan rakyat, b) eksistensi pabrik karet remah/Crumb Rubber Factory, c) kuatnya integrasi vertikal pasar yang memberikan “keadilan” pembagian marjin pemasaran karet remah, d) diperolehnya nilai tambah yang cukup besar dalam kegiatan produksi karet remah, dan e) implementasi k e b i j a k a n p e m e r i n t a h m e n u n j a n g pengembangan karet remah.

Kata kunci: perkembangan, pasar, karet remah Abstract

Rubber is one of the important commodity in Indonesia. Most of the production of semi-finished goods of Indonesian natural rubber is crumb rubber SIR especially SIR 20. This review analyzed the development of crumb rubber market by using secondary data.

The reviews concluded that the world's of crumb rubber market will continue to grow. The development of crumb rubber SIR especially SIR 20 were supported by: a) the availability of raw rubber material especially those produced by smallholders,

b) the existence of crumb rubber factory, c) there was a strong vertical market integration those it could keep the "justice" of the distribution of crumb rubber marketing margins, d) obtained considerable added value in the production of crumb rubber, and e) the successful implementation of crumb rubber development policies in Indonesia.

Keywords: development, market, crumb rubber Pendahuluan

Karet merupakan salah satu komoditi penting di Indonesia. Pada tahun 2014, areal perkebunan karet telah mencapai luasan 3,6 juta ha, dimana ± 3,1 juta ha atau ± 85% nya merupakan karet rakyat. Pada tahun tersebut, produksi karet alam Indonesia telah mencapai 3,2 juta ton karet (Tabel 1). Dengan besaran produksi tersebut, Indonesia menjadi negara produsen terbesar kedua di dunia setelah Thailand (IRSG, 2015).

Perkebunan karet di Indonesia tersebar di 24 provinsi, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Perkebunan karet telah menjadi sumber pendapatan keluarga tani dan menyerap ± 2,42 juta tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang bermukim di wilayah pedesaan (Tabel 2).

Hasil perkebunan karet Indonesia umumnya diolah menjadi barang setengah jadi karet remah Standard Indonesian Rubber (SIR), Ribbed Smoke Sheet (RSS), lateks pekat, dan crepe, yang kemudian diekspor atau dikonsumsi di pasar domestik oleh industri barang jadi karet, sebelum kemudian digunakan oleh konsumen akhir yaitu konsumen rumahtangga dan industri. Berdasarkan data, sebagian besar produksi

(2)

Uraian Tahun

2011 2012 2013 2014 1)

1. Luas Areal (ribu ha)

* Perkebunan Rakyat 2.931 2.978 3.016 3.063

* Perkebunan Negara 240 259 261 264

* Perkebunan Swasta 284 269 278 279

Total 3.456 3.506 3.555 3.606

2. Produksi (ribu ton)

* Perkebunan Rakyat 2.359 2.377 2.437 2.514

* Perkebunan Negara 302 304 322 331

* Perkebunan Swasta 328 330 349 359

Total 2.990 3.012 3.108 3.204

Tabel 1. Luas areal dan produksi perkebunan karet Indonesia berdasarkan jenis pengusahaannya, tahun 2011– 2014.

1)

Catatan: Angka sementara.

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2011, 2012, 2013, 2014).

Provinsi Luas (ha) Produksi (ton) Jumlah petani (KK) dan tenaga kerja (orang)

1. Nangroe Aceh Darussalam 125.452 113.685 81.631

2. Sumatera Utara 488.136 528.765 242.603 3. Sumatera Barat 137.298 113.801 109.603 4. Riau 411.618 425.670 276.363 5. Kepulauan Riau 32.799 28.917 20.092 6. Jambi 463.997 343.309 233.548 7. Sumatera Selatan 696.988 604.242 684.631 8. Bangka Belitung 31.199 25.304 22.667 9. Bengkulu 77.829 66.148 52.249 10. Lampung 88.826 82.061 66.864 11. Jawa Barat 55.760 67.211 36.565 12. Banten 23.690 18.336 36.531 13. Jawa Tengah 32.935 35.608 14.218 14. Jawa Timur 26.613 28.892 9.948 15. Bali 94 99 37 16. Kalimantan Barat 403.868 304.627 212.277 17. Kalimantan Tengah 276.772 227.614 149.365 18. Kalimantan Selatan 140.222 131.969 108.928 19. Kalimantan Timur 62.158 40.676 33.749 20. Sulawesi Tengah 3.191 3.820 1.716 21. Sulawesi Selatan 20.452 9.585 14.804 22. Sulawesi Barat 1.232 1.787 538 23. Papua 5.064 2.350 7.462 24. Papua Barat 36 28 312 Total 3.606.128 3.204.503 2.415.301

Tabel 2. Luas areal, produksi, dan jumlah petani/tenaga kerja perkebunan karet Indonesia 1)

berdasarkan wilayah pengusahaannya, tahun 2014

.

1)

Catatan: Angka sementara.

(3)

barang setengah jadi karet alam Indonesia adalah karet remah SIR khususnya SIR 20. Pertanyaannya adalah mengapa karet remah SIR demikian mendominasi di Indonesia ? Apa sajakah faktor-faktor penunjangnya sehingga produksi karet remah SIR mendominasi ? Bagaimanakah prospek pasar karet remah SIR ?

Pasar Karet Remah dan Prospeknya Hasil produksi karet (Hevea brasiliensis) dari tingkat kebun adalah lateks dan bekuan lateks (lump) yang kemudian diolah menjadi barang setengah jadi berupa karet remah SIR, RSS, lateks (pekat), dan crepe. Barang setengah jadi lateks pekat kemudian digunakan sebagai bahan baku industri barang jadi lateks/barang celup (dipped goods), sementara itu barang setengah jadi karet remah SIR, RSS, dan crepe digunakan sebagai bahan baku industri barang jadi karet padat (industri ban, barang teknik, dan produk umum non-ban) sebelum akhirnya dikonsumsi oleh konsumen rumahtangga dan industri (Gambar 1).

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa sebagian besar dari produksi barang setengah jadi karet alam Indonesia adalah karet remah SIR khususnya SIR 20. Karet remah SIR kemudian dikonsumsi oleh konsumen industri barang jadi karet padat; dan konsumsi SIR utamanya dilakukan oleh industri ban. Sebesar ± 70% dari karet alam digunakan sebagai bahan baku industri ban dan sisanya oleh i n d u s t r i p r o d u k u m u m n o n - b a n (Manggabarani, A. 2012).

Konsumsi karet alam dunia sebagian besar dilakukan oleh industri barang jadi karet yang berada di negara-negara maju dan negara produsen karet alam sendiri. Pada tahun 2014, jumlah konsumsi karet alam dunia telah mencapai 11,86 juta ton. Negara-negara konsumen utama karet alam dunia adalah China, India, USA, Jepang, dan negara-negara produsen karet alam sendiri (Tabel 3). China merupakan negara konsumen karet alam terbesar yang mengkonsumsi 38,04 % (4,51 juta ton) dari konsumsi karet alam dunia. Negara konsumen karet alam besar

selanjutnya secara berturut-turut adalah India, USA dan Jepang dimana masing-masing mengkonsumsi 8,54% (1,01 juta ton), 7,86% (932,1 ribu ton), dan 5,98% (709 ribu ton) dari konsumsi karet alam dunia. Sementara itu negara-negara produsen karet alam utama dunia (Thailand, Indonesia, dan Malaysia) juga terus meningkat konsumsinya. Pusat grafitasi konsumsi karet alam dunia pada saat ini berada di Asia, karena hampir 73% (± 8,61 juta ton) konsumsi karet alam dilakukan oleh negara-negara di Asia.

Analisis pasar mengenai perkembangan jenis bahan baku untuk industri barang jadi karet padat sampai dengan saat ini masih tetap mengarah ke karet remah/Technically Specified Rubber (TSR) dibandingkan dengan RSS. Rata-rata persentase volume ekspor karet remah TSR dari negara produsen karet alam utama dunia yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia pada tahun 2010 – 2013 adalah 85 sd 86 % dari ekspor karet alam total (Tabel 4), sementara itu dari volume tersebut lebih dari 92 % ekspor karet TSR asal Thailand dan Indonesia adalah jenis mutu TSR 20.

Seperti telah diuraikan di atas, hasil perkebunan karet Indonesia umumnya juga diolah menjadi barang setengah jadi: a) karet remah SIR, b) RSS, c) lateks (pekat), dan d) mutu karet lain (crepe). Sebagian besar (± 84%) produksi karet Indonesia diekspor dan sebagian kecil (±16%) yang lainnya dikonsumsi sebagai bahan baku industri barang jadi karet. Nilai ekspor karet alam Indonesia dalam bentuk barang ½ jadi pernah mencapai US$ 11,6 milyar seperti yang terjadi pada tahun 2011 (Tabel 5). Nilai ekspor karet alam Indonesia berfluktuasi, seiring dengan harga karet alam dunia yang juga berfluktuasi (Gambar 2 dan 3). Negara-negara tujuan ekspor utama karet alam Indonesia adalah USA, China, Jepang, Korea Selatan, dan India, seperti disajikan pada Tabel 6.

Ekspor karet alam Indonesia didominasi (> 96%) oleh karet remah SIR. Di dalam karet remah SIR, ekspor SIR 20 rata-rata mencapai lebih dari 91% dari total jumlah ekspor (Tabel 7).

(4)

Lateks Lump Lateks Pekat Sit RSS 1 RSS 2 RSS 3 Cutting SIR SIR 10 SIR 20 Barang Jadi Lateks Sarung tangan Alat kesehatan Benang karet Perekat Karet Busa Kondom Balon dll

Ban dan produk terkait Barang teknik untuk

industri dan otomotif Barang karet untuk

keperluan umum Crepe PaleCrepe

Brown Crepe Kebun Karet Hevea brasilien sis SIR 3 CV/ 3L/ 3WF Barang Jadi Karet Padat

Gambar 3. Pohon industri karet

(Sumber: Hendratno, 2013).

Negara

Konsumsi karet alam dunia

Jumlah (ribu ton) Persentase (%)

China 4.510,0 38.04 India 1.012,2 8.54 USA 932,1 7.86 Jepang 709,0 5.98 Indonesia 538,1 4.54 Thailand 525,4 4.43 Malaysia 447,4 3.77 Brazil 413,3 3.49 Korea Selatan 402,0 3.39 Jerman 224,8 1.90 Negara Lain 2.140,7 18.06 Jumlah 11.855,0 100.00

Tabel 3. Konsumsi karet alam dunia berdasarkan negara, tahun 2014.

(5)

Tahun Uraian

Jenis mutu karet alam

Karet remah/TSR RSS Jumlah

2011 Volume ekspor (ribu ton) 4.608,9 801,2 5.410,1

Persentase (%) (85,2) (14,8) (100,0)

2012 Volume ekspor (ribu ton) 4.388,2 728,9 5.117,1

Persentase (%) (85,8) (14,2) (100,0)

2013 Volume ekspor (ribu ton) 4.872,1 859,3 5.731,4

Persentase (%) (85,0) (15,0) (100,0)

2014 Volume ekspor (ribu ton) 4.809,9 787.5 5.597,4

Persentase (%) (85,9) (14,1) (100,0)

Tabel 4. Perkembangan volume ekspor karet remah dan RSS dari negara produsen utama karet

*)

alam , tahun 2011-2014.

*)

Keterangan: Negara produsen karet alam utama adalah Thailand, Indonesia, dan Malaysia.

Sumber: : International Rubber Study Group (2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015).

Jenis mutu

Tahun

2011 2012 2013 2014

1. Jumlah ekspor:

* Lateks pekat (ribu ton) 9,5 7,6 5,9 5,4

* RSS (ribu ton) 67,3 66,7 69,3 68,3

* SIR (ribu ton) 2.478,9 2.370,1 2625,1 2.549,7

* Mutu lainnya (ribu ton) - - 1,6 0,02

Jumlah (ribu ton) 2.555,7 2.444,4 2,702,0 2.673,5

2. Nilai ekspor (juta US$) 11.762,3 7.861,4 6.907,0 4.741,6

3. Konsumsi domestik (ribu ton) 460,2 464,5 508,6 525,4

Tabel 5. Ekspor karet alam Indonesia berdasarkan jenis mutu dan nilai ekspor tahun 2011-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik dalam Gapkindo (2012, 2013, 2014, 2015) dan IRSG (2012, 2013, 2014, 2015). 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Harga TSR 20 (US$/kg)

Gambar 2. Perkembangan harga karet alam TSR 20 rata-rata tahunan tahun 1993 – 2014 (Sumber: Singapore Commodity Exchange, 2015).

(6)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 20100104 20100422 20100806 20101 125 201 10316 201 10704 201 11013 20120107 20120410 20120812 20121 120 20130203 20130501 20130812 20131 119 20140304 20140623 20141008 20150123 Waktu Har ga Harian Karet TSR 20 (US$/kg)

Gambar 3. Perkembangan harga karet harian TSR 20 pada Januari 2010 sd April 2015 (Sumber: Singapore Commodity Exchange, 2015).

Tujuan ekspor

Jumlah ekspor karet Indonesia (ton)

2011 2012 2013 2014 USA 607.870 572.278 609.774 597.848 China 409.377 437.750 511.700 367.033 Jepang 387.655 389.234 425.869 409.024 Korea Selatan 120.059 142.691 147.308 158.739 India 68.789 na 144.489 195.811 Brazil 94.426 71.086 87.701 103.478 Jerman 60.757 59.764 72.124 74.847 Kanada 77.262 76.701 71.982 74.274 Turki 71.555 55.061 71.646 75.801 Singapura 104.262 63.461 21.767 18.289 Negara Lain 1) 553.747 576.412 537.634 548.325 Total 2.555.739 2.444.438 2.701.994 2.623.471

Tabel 6. Negara tujuan ekspor karet alam Indonesia tahun 2011-2014.

1)

Keterangan: Negara lain adalah:

a) Eropa: Inggris, Belanda, Perancis, Belgia-Luxemburg, Norwegia, Swedia, Irlandia, Italia, Spanyol, Portugal, Greece, Finlandia, Estonia, Hungaria, Polandia, Rumania, Bulgaria, Belarusia, Ukraina, Lithuania, Slovenia, Cech, Lithuania, Rusia, Uzbekistan, Malta, Latvia. b) Amerika: Mexico, Chili, Venezuela, Argentina, Columbia, Equador, Peru, Costa Rica,

Panama, Dominica, Cuba, Montenegro.

c) Australia: Australia, New Zealand, Samoa, Norfolk Island, Timor Leste, Guam, Maldives, d) Asia: Hongkong, Yaman, Taiwan, Philipina, Malaysia, Thailand Vietnam, Pakistan, Sri

Lanka, Iran, Israel, UAE, Saudi Arabia, Oman.

e) Afrika: Afrika Selatan, Mesir, Maroko, Aljazair, Tunisia, Tanzania, Kenya, Kamerun, Sierra Leone, Djibouti, Afrika Tengah, Mauritius.

na = data tidak tersedia

(7)

Sementara itu pasar domestik yang menyerap karet remah utamanya adalah industri ban, vulkanisir ban, dan alas kaki. Pada tahun 2014, industri ban di Indonesia mengkonsumsi sekitar ± 264 ribu ton (45,55%), vulkanisir ban ± 138 ribu ton (23,86%), dan alas kaki ± 29 ribu ton (4,97%) (Tabel 8).

Seperti tersirat dalam uraian di atas, bahwa konsumsi karet alam merupakan permintaan turunan dari konsumsi barang jadi karet sebagai output dari industri barang jadi karet.

Estimasi jumlah konsumsi karet alam dunia sampai dengan tahun 2022 disajikan pada Gambar 4 (International Rubber Study Group, 2 0 1 3 ) . Ko n s u m s i k a r e t a l a m d u n i a diproyeksikan akan mempunyai tren yang meningkat. Proyeksi jumlah permintaan karet alam dunia pada tahun 2022 dengan IMF Base Skenario diperkirakan akan mencapai ± 16,5 juta ton. Sementara itu proyeksi konsumsi karet alam per kapita juga meningkat, dan akan mencapai ± 2,3 kg per kapita per tahun pada tahun 2020 (Gambar 5).

Jenis mutu ekspor 2011 2012 2013 2014 Volume (ton) % Volume (ton) % Volume (ton) % Volume (ton) % 1. Lateks 9.501 0,37 7.619 0,31 5.907 0,22 5.410 0,21 2. RSS 67.332 2,63 66.682 2,72 69.323 2,57 68.307 2,60 * RSS 1 59.996 2,35 54.914 2,24 58.194 2,15 57.693 2,20 * RSS 2 766 0,03 1.123 0,04 700 0,03 20 0,00 * RSS 3 190 0,01 256 0,01 181 0,01 - - * RSS 4 378 0,01 439 0,01 148 0,01 - - * RSS 5 429 0,02 19 0,00 0 0,00 - - * Lainnya 5.571 0,22 9.928 0,40 10.098 0,37 10.594 0,40 3. SIR 2.478.904 96,99 2.370.136 96,96 2.625.137 97,16 2.549.733 97,19 * SIR 10 65.321 2,56 60.572 2,47 102.461 3,79 119.320 4,55 * SIR 20 2.370.273 92,74 2.279.134 93,23 2.487.777 92,07 2.401.786 91,55 * SIR 3L 7.516 0,29 5.806 0,23 6.072 0,22 4.570 0,17 * SIR 3CV 34.422 1,35 24.583 1,00 28.826 1,07 24.057 0,92 * SIR Lain 1.369 0,05 40 0,00 0 0,00 0 0,00 4. Jenis Lain 225 0,00 0 0,00 1.626 0,06 20 0,00 Jumlah 2.555.739 100,00 2.444.438 100,00 2.701.994 100,00 2.623.471 100,00

Tabel 7. Ekspor karet alam Indonesia berdasarkan jenis mutunya, 2011-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik dalam Gapkindo (2012, 2013, 2014, 2015)

Industri barang jadi karet

Konsumsi karet alam Indonesia

Jumlah (ton) % Ban 263.856 45,55 Vulkanisir ban 138.190 23,86 Sarung tangan 78.000 13,47 Alas kaki 28.762 4,97 Rubber Article 28.158 4,86

Mechanical rubber good 9.480 1,64

Karpet 8.850 1,53

Benang karet 6.400 1,10

Lainnya 17.520 3,02

Jumlah 579.216 100,00

1)

Tabel 8. Konsumsi karet alam Indonesia oleh industri barang jadi karet, tahun 2013 .

1)

Keterangan: Angka sementara.

Sumber: Dewan Karet Indonesia (2014), pengolahan data dari Kementerian Perindustrian, Asosiasi Produsen Ban Indonesia, APRISINDO, IRGMA, dan Badan Pusat Statistik.

(8)

Selanjutnya estimasi proyeksi konsumsi karet alam berdasarkan negara disajikan pada Gambar 6. Negara-negara di Asia seperti China, India, dan negara Asia lain terutama Jepang dan negara produsen karet alam, diproyeksikan tetap akan menjadi konsumen utama karet alam dunia pada tahun 2020, demikian pula negara-negara konsumen tradisional di Eropa dan Amerika Utara.

Pada tataran produksi, produksi karet alam dunia diproyeksikan juga akan ter us berkembang. Thailand dan Indonesia masih akan mempertahankan supremasinya sebagai produsen karet alam utama dunia, disusul oleh Vietnam, China, India, Malaysia, dan gabungan dari Kamboja-Laos-Myanmar (International Rubber Study Group, 2013). China dan India akan mampu meningkatkan Gambar 4. Konsumsi karet alam dunia: aktual dan proyeksi sd tahun 2022

(Sumber: International Rubber Study Group, 2013)

Kg/kapita

Tahun

Gambar 5. Konsumsi elastomer dan karet alam per kapita: aktual dan proyeksi sd tahun 2020 (Sumber: International Rubber Study Group, 2013).

(9)

produksi karet alamnya, yang utamanya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestiknya sendiri. Produksi karet alam dunia dalam skenario normal pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 15,2 juta ton (Tabel 9).

Keseimbangan konsumsi dan produksi karet alam dunia aktual dan proyeksinya disajikan pada Tabel 9. memperlihatkan bahwa rasio produksi dan konsumsi karet alam bernilai kurang dari satu khususnya pada tahun 2018 sd 2020 yang dapat diartikan bahwa telah dan akan terjadi defisit penawaran karet alam dunia. Jika kondisi defisit penawaran karet alam tersebut terjadi akan menjadi indikasi bahwa harga harapan karet alam dunia akan meningkat, mempunyai tren positif, atau tetap berada pada tingkat yang tinggi.

Damardjati (2011), Basyarudin (2012), dan Pane (2011) memproyeksikan bahwa pergerakan harga karet cenderung dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian global dan “market fundamental”. Volatilitas harga karet alam dunia akan terus berlangsung sebagai akibat dari dinamisnya faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet alam seperti: supply-demand- dan stock karet alam, perkembangan ekonomi dunia, harga minyak mentah, harga karet sintetik, investasi spekulatif, dan nilai tukar mata uang.

Pada jangka pendek dan menengah, diperkirakan terdapat sejumlah faktor yang dapat menekan harga karet alam dunia, seperti adanya gejala resesi ekonomi global yang mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju seperti USA, negara-negara Eropa, Jepang dan Juta ton

Tahun

Gambar 6. Konsumsi karet alam berdasarkan negara: aktual dan proyeksi sd tahun 2020 (Sumber: International Rubber Study Group, 2013).

Tahun Konsumsi karet alam dunia (juta ton)

Produksi karet alam dunia (juta ton)

Rasio produksi dengan konsumsi karet alam dunia

2011 11,0 11,2 1,02 2012 11,6 11,1 1,05 2013 11,4 12,2 1,07 2014 11.8 11.8 1,00 2018 15,3 14,0 0,91 2020 16,5 15,2 0,92

Tabel 9. Produksi dan konsumsi karet alam dunia: aktual 2011-2014 dan proyeksi sd tahun 2020

(10)

China, serta dampak negatif lainnya seperti berkurangnya aktivitas industri otomotif dan manufaktur. Namun demikian, dengan berbagai kebijakan ekonomi yang terus dilakukan oleh negara-negara di dunia, terdapat skenario yang berpotensi mendorong harga karet alam tetap tinggi, pemulihan ekonomi akan terjadi, pertumbuhan ekonomi di USA dan Eropa membaik, industri otomotif t e r u t a m a d i Je p a n g a k a n b a n g k i t , pertumbuhan ekonomi di China dan India

meningkat, dan nilai tukar mata uang negara-negara produsen karet alam akan kondusif dalam mempengaruhi pengembangan ekspor. Harga karet alam berfluktuasi dari waktu ke waktu, dan diproyeksikan akan mempunyai tren yang positif dan berada pada tingkat yang tinggi. Smit (2015) menyatakan bahwa harga karet alam pada tahun 2015–2035 dalam skenario dasar diperkirakan akan berada pada selang antara US$ 1,4 – 5 per kg (Gambar 7).

Gambar 7. Harga karet alam: aktual dan proyeksi sd tahun 2035 (Sumber: Smit, H. 2015)

Kebijakan Produksi dan Perkembangan Pabrik Karet Remah

Perkembangan produksi karet remah SIR yang saat ini mendominasi sebagai mata dagangan karet alam Indonesia juga berhubungan dengan implementasi dari berbagai kebijakan produksi, industri, dan perdagangan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Inventarisasi dari implementasi berbagai kebijakan tersebut adalah:

a) Kebijakan pengembangan pengolahan Crumb Rubber berdasarkan SK Presiden no: 293 tgl 11 Oktober 1968.

b) Pelarangan ekspor RSS mutu rendah, Blanked D dan Smoked Blanked berdasarkan SK Menteri Perdagangan no: 243/KP/ X/71 tanggal 2 Oktober 1971. Pelarangan

ekspor jenis mutu karet ini menyebabkan produksi banyak beralih ke karet remah SIR.

c) Penyempurnaan skema SIR dengan SK M e n t e r i P e r d a g a n g a n N o : 184/KP/VI/1988.

d) Pedoman menghasilkan karet sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Penanganan Pasca Panen sesuai pasal 31 UU No: 12 tahun 1992, yang kemudian dikembangkan menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) Bokar Nomor 06-2047-2002. Penetapan SNI Bokar ini menunjang dapat dihasilkannya bokar dengan mutu yang lebih baik sehingga dapat diproduksi dan memudahkan produksi karet remah dengan mutu yang lebih baik.

(11)

e) Peraturan Menteri Per tanian No: 3 8 / P e r m e n t a n / O T. 1 4 0 / 8 / 2 0 0 8 mengenai Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (Bokar) f) Pe r a t u r a n M e n t e r i Pe r d a g a n g a n

( P e r m e n d a g ) N o : 5 3 / M -DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditas Ekspor (Bokor) Standard Indonesian Rubber.

Sementara itu eksistensi dari “proses” perkembangan Pabrik Karet Remah (Crumb Rubber Factory/CRF) penghasil SIR yang dimulai sejak tahun 1968 sampai dengan saat ini, juga dinilai sesuai dengan kondisi bahan olah karet yang secara “praktis dan pragmatis” dihasilkan oleh perkebunan karet rakyat yang mengkover ± 78% dari produksi karet Indonesia. Keragaan jumlah dan kapasitas produksi terpasang, serta ketersediaan bahan baku dari CRF disajikan pada Tabel 10.

Jumlah dan kapasitas produksi CRF terus berkembang, siap menampung dan mengolah bokar menjadi karet remah SIR sampai dengan 4,9 juta ton per tahun jika bahan baku bokar tersedia (Tabel 10). Kemampuan mesin dan pabrik CRF memang dirancang untuk mampu mengolah bokar dari berbagai jenis mutu, yang secara “praktis dan pragmatis” dihasilkan khususnya oleh perkebunan rakyat. Beberapa sumber dari pabrikan menyatakan bahwa terdapat keinginan yang kuat, bahwa dengan “sedikit saja” memperbaiki proses produksi,

maka akan dapat diproduksi karet remah SIR 20 CV untuk memperoleh tambahan harga premium sebesar ± US$ 10 cent per kg dibanding SIR 20.

Kapabilitas Tataniaga Bokar, Nilai Tambah, dan Integrasi Pasar Karet Remah

Mutu dan jenis bokar yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat yang umumnya berasal dari w i l a y a h “ r e m o t e ” d a n t e r s e b a r d i pedesaan/pedalaman khususnya di Sumatera dan Kalimantan, umumnya beragam dan banyak diantaranya yang belum memenuhi syarat mutu, walaupun sudah ada ketentuan mengenai syarat mutu bokar sesuai SNI Bokar 2002. Bokar dari petani yang pada umumnya berupa/berbentuk sleb tebal dan sleb lump yang dibekukan dengan bahan pembeku yang direkomendasikan (asam format dan deorub) maupun yang tidak direkomendasikan (asam sulfat, tawas, pupuk SP 36, gadung, tije, dsb) dan pembekuan secara alami. Pada saat ini bahan olah karet sleb tebal dan sleb lump mendominasi pasar karet di Indonesia karena paling “praktis dan paragmatis” dapat dihasilkan oleh petani sesuai kondisinya. Mutu dan jenis bokar yang umum dihasilkan secara “praktis dan pragmatis” oleh petani ini “mampu/dapat diolah” oleh rangkaian proses mesin pengolah yang ada di CRF.

Propinsi

Jumlah pabrik karet

remah (buah)

Kapasitas produksi pabrik karet remah dan ketersediaan bahan baku Kapasitas produksi

terpasang pabrik karet remah

(ton/th) Ketersediaan bahan baku bokar (ton/th) Surplus/defisit bahan baku (ton/th)

Sumatera Utara dan NAD 33 805.619 642.450 -163.169

Sumatera Barat 7 245.000 113.801 -131.199

Riau dan Kepulauan Riau 10 303.760 454.587 150.827

Jambi 10 541.000 343.309 -197.691

Sumatera Selatan dan Bangka Belitung

28 1.547.488 629.546 -917.942

Bengkulu 4 64.000 66.148 2.148

Kalimantan Barat 17 514.400 304.627 -209.773

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

16 474.500 400.259 -74.241

Lampung dan Jawa 25 444.829 232.108 -212.721

Jumlah 150 4.940.596 3.186.835 -1.753.761

Tabel 10. Jumlah, kapasitas produksi pabrik karet remah, dan ketersediaan bokar, tahun 2014.

(12)

Bokar yang ada yang umumnya diproduksi di wilayah remote juga telah menghadirkan para pedagang perantara (middleman) (seperti pedagang desa, pedagang besar, kaw puik, pool karet) dalam sistem pemasaran bokar tradisional dan juga lembaga pemasaran bokar terorganisir (seperti Koperasi Unit Desa- KUD)/Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar-UPPB/Kelompok Usaha Bersama –KUB /Gabungan Kelompok Tani–Gapoktan pemasar bokar). Rantai pemasaran bokar tradisional dan terorganisir tersebut disajikan pada Gambar 8 dan 9.

Beberapa sistem pemasaran dan bagian harga bokar yang diterima petani disajikan pada Tabel 11. Diperoleh informasi bahwa bagaimanapun jenis dan mutu bokar yang dihasilkan oleh petani pada saat ini, dipastikan laku dijual di pasaran, dan ujung dari pembelian bokar tersebut adalah pihak pabrik karet remah CRF. Harga bokar yang diterima petani pada sistem pemasaran tradisional di lokasi yang dekat dengan CRF lebih tinggi (70 – 80% harga fob SIR 20) dibanding dengan yang jauh (60 -70 % harga fob SIR 20). Sementara itu harga bokar yang diterima petani dari sistem pemasaran bokar yang dilaksanakan secara terorganisir relatif lebih tinggi (73 – 94% harga fob SIR 20) dibanding sistem pemasaran tradisionil (60 -80 % harga fob SIR 20).

Selanjutnyta dalam memperhitungkan besaran nilai tambah bokar jika diolah menjadi SIR 20 diasumsikan dan didefinisikan sebagai harga fob SIR 20 dikurangi dengan harga bokar di pintu pabrik. Jika asumsi ini digunakan, berdasarkan data besaran cost of production dari Gapkindo (2013), perhitungan nilai tambah dari pengolahan karet remah SIR 20 disajikan pada Tabel 12. Pada tahun 2013, nilai tambah pengolahan dari bokar ke SIR 20 dinilai cukup besar yaitu sebesar Rp 9.169,-/kg atau 34,78% dari harga fob SIR 20.

Harga karet dalam bentuk bokar yang diterima petani di berbagai daerah di Indonesia seperti yang telah disebutkan pada Tabel 11, dianalisis terintegrasi secara vertikal dan ditransmisikan dengan cukup kuat dengan tingkat korelasi sebesar 0,80 - 0,94 dari harga karet alam (karet remah) TSR 20 di tingkat dunia (pasar Singapura, New York, dan London) (Gambar 10). Jika terjadi perubahan (kenaikan/penurunan) harga di tingkat dunia maka akan ditransmisikan dengan cukup kuat melalui perubahan (kenaikan/penurunan) harga di tingkat wilayah dan tingkat petani/desa, namun demikian integrasi vertikal tingkat perubahan harga internasional ke tingkat wilayah lebih kuat dibandingkan dengan ke tingkat petani/desa.

Petani Pedagang desa Pedagang besar Pool bokar Pabrik pengolah/ eksportir

Gambar 8. Rantai pemasaran bokar tradisional (Sumber: Hendratno et al. 2009).

(13)

Petani Kelompok tani KUD Industri barang ½ jadi Pabrik pengolah/eksportir Kemitraan Lelang Kemitraan

Gambar 9. Rantai pemasaran bokar yang terorganisir (Sumber: Hendratno et al. 2009).

Sistem pemasaran Jenis bokar Bagian harga petani (% FOB SIR 20)

Tahun penelitian

A. Tradisional

- Lokasi jauh Sleb tebal 60-70 1993

- Lokasi dekat Sleb tebal 70-80 1993

B. Terorganisir

- Lelang di Sigambal, Kab. Labuhan Batu, Sumut Cup lump 73 1991 - Lelang di Mandingin, Barabai, Kab. Hulu

Sungai Tengah, Kalimantan Selatan

Sit 86-103 1991

- Lelang di Panerokan, Kab Batanghari, Jambi Sleb tipis 87 1995 - Lelang di Kedaton, Kab OKU, Sumatera Selatan Sleb tebal 82 2000 - Lelang di Pampangan, Kab OKI, Sumatera Selatan Sleb tebal 83 2002 - Lelang di Kab Pasaman Barat, Sumatera Barat Sleb tebal 76 2005

- Lelang di Kab. Bungo dan Tebo, Jambi Sleb tebal 76 2005

- Kemitraan Inti-Plasma, PIR-Mini Estate, Kab OKU, Sumatera Selatan

Sleb lump 82 1992

- Kemitraan TCSDP Sekayu, Sumatera Selatan Sleb tipis 85 1996 - Lelang di PIR Batumarta, Kab. OKU, Sumatera

Selatan

Sleb tebal 84 2000

- Lelang di KUD (Berkat, Serasan Jaya, Mufakat Jaya, Maju Bersama, Sukajadi), Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan

Sleb tebal 84 – 94 2013

Tabel 11. Sistem pemasaran dan bagian harga yang diterima petani.

(14)

Uraian

Biaya produksi dan harga (Rp/kg karet kering)

Persentase dari harga fob SIR 20 (%)

1. Amortised establishment cost 447 1.70

2. Field production cost (tapping and collection, field maintenance, field transport, general charges)

16.595 62.95

3. Delivery and handling cost to factories 150 5.69

Jumlah biaya produksi bokar sd tersedia di pintu CRF* 17.192 65.22

4. Harga fob SIR 20** 26.361 100.00

5. Nilai tambah 9.169 34.78

Tabel 12. Nilai tambah pengolahan karet remah SIR 20, tahun 2013.

Keterangan: * Biaya produksi dan deliveri bokar sampai di CRF pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 17.192,-

per kg karet kering (Gapkindo, 2013).

** Harga rata-rata fob SIR 20 pada tahun 2013 sebesar US$ 2,52 per kg (IRSG, 2014) dan kurs

rata-rata tahun 2013 Rp 10.461 per US$ (World Bank, 2014).

HargaKaret AlamSingapura HargaKaret AlamIndonesia HargaKaretdi Palembang HargaBokar PetaniProyek

HargaBokarPetani Non-Proyedi Sumsel dik r=0.98 r=0.84 r=0.96 r=0.80 r=0.97 r=0.80 r=0.84 r=0.84

HargaKaretAlam New York HargaKaret AlamLondon r = 0.95 r = 0.97 HargaKaretdi Banjarmasin HargaKaretdi Medan r=0.86 r=0.92 HargaKaret AlamSingapura HargaKaretdi Palembang Harga a Bokar Petani Ex PPKR

HargaBokarPetani Umumnya di Sumsel- r=0.94 r=0.84 r=0.96 r=0.80 r=0.84

HargaKaretAlam New York HargaKaret AlamLondon r = 0.95 r = 0.97 HargaKaretdi Banjarmasin HargaKaretdi Medan r=0.92 r=0.86

Keterangan: r = koefisien korelasi Pearson

Gambar 10. Tingkat integrasi harga karet di pasar internasional, regional, dan petani (Sumber: Hendratno, 2009. Diolah).

(15)

Kesimpulan

Pasar karet remah SIR menyumbang lebih dari 96% terhadap ekspor karet alam Indonesia. Permintaan pasar karet remah dunia diperkirakan akan terus meningkat di masa mendatang.

Identifikasi terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan produksi karet remah SIR khususnya SIR 20 adalah adanya: a) ketersediaan bahan olah karet utamanya dari perkebunan rakyat, b) eksistensi pabrik karet remah/Crumb Rubber Factory, c) kuatnya integrasi vertikal pasar yang memberikan “keadilan” pembagian marjin pemasaran karet remah, d) diperolehnya nilai tambah yang cukup besar dalam kegiatan produksi karet remah, dan e) implementasi kebijakan pemerintah menunjang pengembangan karet remah.

Daftar Pustaka

Basyarudin, D. (2012). Perkembangan dan prospek pasar karet alam dunia: forecasting harga karet alam dunia. Prosiding Konferensi Nasional Karet 2012. Pusat Penelitian Karet, Bogor.

Damardjati, D. S. (2011). Prospektif harga karet alam: focus pada tren pasokan karet alam. Bahan persentasi disajikan dalam Lokakar ya Karet Nasional tgl 26 September 2011 di Jakarta. FP2SB dan Peragi, Jakarta.

Dewan Karet Indonesia. (2014). Data industri karet Indonesia tahun 2013. Dewan Karet Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pekebunan. (2011). Statistik perkebunan Indonesia 2010-2012: karet. Direktorat Jenderal Pekebunan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pekebunan. (2012). Statistik perkebunan Indonesia 2011-2013: karet. Direktorat Jenderal Pekebunan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pekebunan. (2013). Statistik perkebunan Indonesia 2012-2014: karet. Direktorat Jenderal Pekebunan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pekebunan. (2014). Statistik perkebunan Indonesia 2013-2015: karet. Direktorat Jenderal Pekebunan, Jakarta.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). (2011). Data ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu periode Desember 2010. Bulletin Karet, 4 th XXXIII, 5 April 2011. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). 2012. Data ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu periode Desember 2011. Bulletin Karet, 4 th XXXIV, 5 April 2012. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). (2013). Data ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu periode Desember 2012. Bulletin Karet, 4 th XXXV, 5 April 2013. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). (2013). Cost of production. Bahan Diskusi Cost of Production di Direktorat Jenderal Perkebunan. Tidak Dipublikasi. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). (2014). Data ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu periode Desember 2013. Bulletin Karet, 4 th XXXVI, 5 April 2014. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). 2015. Data ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu periode Desember 2014. Bulletin Karet, 4 th XXXVII, 5 April 2015. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta. Hendratno, S., Nancy, C., Supriadi, M., dan

Anwar, C. (2009). Sistem dan kelembagaan pemasaran bokar. Dalam Buku Saptabina Usahatani Karet Rakyat. Balit Sembawa, Pusat Penelitian Karet, Palembang.

Hendratno, S., Supriadi, M., Rosyid, M. J., dan Anwar, C. (1992). Sistem tataniaga bahan olah karet rakyat (bokar): pasar lelang bokar di Desa Panerokan, Kabupaten Batanghari, Jambi. Dalam Pengembangan Pasar Lelang Lokal: Hasil Lokakar ya Nasional Pengembangan Pasar Lelang Lokal di Banjarmasin tgl 21-22 April 1992.

(16)

Hendratno, S. (2009). Pendugaan harga karet harian pada futures trading dan integrasi pasar karet alam. Jurnal Penelitian Karet, 27, 65-76.

Hendratno, S. (2013). Kinerja dan prospek agribisnis dan agroindustri karet. Makalah Pertemuan Ilmiah Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) dan GPP. Masyarakat Agribisnis Indonesia, Jakarta.

International Rubber Study Group. (2011). Rubber statistical bulletin, 66 (4-6) October-December 2011. The Secretariat of the International Rubber Study Group, Singapore.

International Rubber Study Group. (2012). Rubber statistical bulletin, 67 (4-6) October-December 2012. The Secretariat of the International Rubber Study Group, Singapore.

International Rubber Study Group. (2013). Rubber statistical bulletin, 68 (4-6) October-December 2013. The Secretariat of the International Rubber Study Group, Singapore.

International Rubber Study Group. (2014). Rubber statistical bulletin, 69 (1-3) July-September 2014. The Secretariat of the International Rubber Study Group, Singapore.

International Rubber Study Group. (2015). Rubber statistical bulletin, 69 (7-9) January-March 2015. The Secretariat of the International Rubber Study Group, Singapore.

International Rubber Study Group. (2013). The world rubber industry outlook: review and prospects to 2022. International Rubber Study Group, Singapore.

Manggabarani, A. (2012). Karet alam sebagai ATM petani dan sumber devisa negara. Media Perkebunan, Jakarta.

Pane, A.A. (2011). Prospektif harga karet 2012 – 2013. Bahan persentasi disajikan dalam Lokakar ya Karet Nasional tgl 26 September 2011 di Jakarta. FP2SB dan Peragi, Jakarta.

Saragih, B. dan Y. B. Krisnamurthi. (1992). Pokok-pokok pemikiran pengembangan pasar lelang lokal: pengalaman pilot proyek pasar lelang karet di Barabai (Kalimantan Selatan), Panerokan (Jambi), dan Labuhan B a t u ( S u m a t e r a U t a r a ) . D a l a m Pengembangan Pasar Lelang Lokal: Hasil Lokakarya Nasional Pengembangan Pasar Lelang Lokal di Banjarmasin tgl 21-22 April 1992. Badan Pelaksana Bursa Komoditi Departemen Perdagangan, Jakarta.

Singapore Commodity Exchange. (2015). Historical data: annualy rubber price 1993 - 2015. Singapore Commodities Exchange, Singapore.

Singapore Commodity Exchange. (2015). Historical data: daily rubber price 2010 - 2015. Singapore Commodities Exchange, Singapore.

Smit, H. P. (2013). Impact of crude oil price movements on NR prices and forecasts for 2013 and beyond. In Global Rubber Conference, 1-3 October 2013, Palembang – Indonesia. Indonesian Rubber Council and PT Riset Perkebunan Nusantara, Palembang.

Smit, H. (2015). Analysis, Outlook, and Strategies for the World Natural rubber Industry. Presented in International Rubber Consortium, Bandung 25 February 2015. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, jakarta.

Syarifa, L. F., Agustina, D. S., Alamsyah, A., Nugraha, I. S., dan Nancy, C. (2013). Penguatan dan penumbuhan kelompok pemasaran bokar terorganisisr di Provinsi Sumatera Selatan.Laporan Tahunan Penelitian. Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet, Palembang.

World Bank. 2014. Official exchange rate (LCU per US$, period Aaverage).

http://worldbank.org/indicator/PA.N

US.FCRF

. Diakses pada 26 Nopember 2014.

Gambar

Tabel 1.  Luas areal dan produksi perkebunan karet Indonesia berdasarkan jenis  pengusahaannya, tahun 2011– 2014.
Tabel 3. Konsumsi karet alam dunia berdasarkan negara, tahun 2014.
Tabel 4. Perkembangan volume ekspor karet remah dan RSS dari negara produsen utama karet  alam , tahun 2011-2014.*)
Gambar 3. Perkembangan harga karet harian TSR 20 pada Januari 2010 sd April 2015                               (Sumber: Singapore Commodity Exchange, 2015).
+7

Referensi

Dokumen terkait

The VALSE project case studies have demon- strated how to implement environmental valua- tion studies in ways that fully reconcile scientific and political dimensions of a

[r]

TTU dan sesuai jadwal lelang Pokja Pengawasan Peningkatan Jalan Lingkungan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Timor Tengah Utara maka kami mengharapkan

Data D2 yang tidak masuk pada D3 Serdos Gelombang 201601 ini akan dicek kembali pada database di PDPT untuk penyusunan data D3 Serdos sel anjutnya.. PT dapat m engusulkan dosen

Pembuatan aplikasi dimulai dari pembuatan analisis, struktur menu, rancangan, flowchart, rancangan database, langkah-langkah pembuatan aplikasi, tahapan setupan program sampai

BELANJA BUNGA BELANJA SUBSIDI BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN BELANJA BAGI HASIL

Penulisan ilmiah ini berisi tentang perancangan dan aplikasi pembuatan katalog distro yang penulis buat untuk melihat informasi mengenai jenis pakaian, warna, ukuran, harga, pada

Pada penulisan ilmiah ini membahas mengenai pembuatan aplikasi memainkan musik yang dapat melihat beberapa lirik dengan mengunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan diharapkan