• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1999

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa peraturan pelaksanaan di bidang usaha perasuransian perlu disesuaikan dengan perkembangan kegiatan industri asuransi pada khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506);

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN.

Pasal 1

Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagai berikut :

1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 seluruhnya berbunyi sebagai berikut : “Pasal 6

(1) Persyaratan modal disetor bagi pendirian Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-kurangnya sebagai berikut :

a. Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Asuransi; b. Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Reasuransi.

(2) Pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak asing melalui penyertaan langsung dalam Perusahaan Reasuransi paling banyak 80% (delapan puluh per seratus).

(3) Setiap perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian harus dilaporkan kepada Menteri.” 2. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 9

(1) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :

a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

b. Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas;

c. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya;

d. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;

(2)

e. Spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya, bagi Perusahaan Asuransi; dan

f. Program retrosesi bagi Perusahaan Asuransi.

(2) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:

a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

b. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya; c. Polis Asuransi Indemnitas Profesi; dan

d. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing.

(3) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Penilai Kerugian, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Agen Asuransi yang berbentuk badan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :

a. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

b. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya;

c. Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing; dan

d. Perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi yang diageni, bagi Perusahaan Agen Asuransi.

(4) Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Agen Asuransi perorangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, sekurang-kurangnya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan bidang usahanya; dan

b. Perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi yang diageni, bagi Perusahaan Agen Asuransi.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Keputusan Menteri.”

3. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 9 dan Pasal 10 yaitu Pasal 9A, yang berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 9A

(1) Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha bagi Perusahaan Perasuransian diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. (2) Setiap penolakan terhadap permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasan penolakannya.”

4. Menambah satu BAB dan pasal baru diantara Pasal 10 dan Pasal 11 yaitu BAB IIIA Pasal 10 A, yang berbunyi sebagai berikut :

“BAB IIIA

KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN Pasal 10A

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dimungkinkan untuk melakukan perubahan kepemilikan melampaui batas kepemilikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) dengan ketentuan jumlah modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia harus tetap dipertahankan.” 5. Ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) diubah serta menambah ayat baru yaitu ayat (4),

sehingga Pasal 11 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 11

(3)

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi setiap saat wajib menjaga tingkat solvabilitas.

(2) Tingkat solvabilitas merupakan selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan dan kewajiban.

(3) Selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya harus sebesar dana yang cukup untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari terjadinya deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kekayaan yang diperkenankan, kewajiban, dan risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari terjadinya deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.”

6. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 15

(1) Setiap Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib menetapkan batas retensi sendiri sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai retensi sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.”

7. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 15 dan Pasal 16 yaitu Pasal 15A, yang berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 15A

(1) Setiap Perusahaan Asuransi wajib memiliki dukungan reasuransi dalam bentuk perjanjian reasuransi otomatis.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.”

8. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 16

(1) Dalam hal dukungan reasuransi diperoleh dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi luar negeri, maka perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi luar negeri tersebut harus memiliki peringkat yang baik dari lembaga pemeringkat independen yang diakui secara internasional.

(2) Setiap perjanjian reasuransi harus dibuat secara tertulis dan tidak merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung ulangnya.

(3) Dalam perjanjian reasuransi harus dinyatakan bahwa dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilikuidasi, hak dan kewajiban Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang timbul dalam transaksi reasuransi tetap mengikat sampai dengan saat salah satu atau kedua perusahaan tersebut dilikuidasi.

(4) ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.”

9. Menambah 1 (satu) pasal baru diantara Pasal 16 dan Pasal 17 yaitu Pasal 16A, yang berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 16A

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dapat melakukan upaya bersama untuk menutup suatu jenis risiko khusus.”

10. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 18

(4)

(1) Perusahaan Asuransi yang akan memasarkan program asuransi baru harus terlebih dahulu memberitahukan rencana tersebut kepada Menteri.

(2) Pemberitahuan mengenai rencana memasarkan program asuransi baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi dengan spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan berikut program reasuransinya serta bukti-bukti pendukungnya.

(3) Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan diterima secara lengkap Menteri tidak memberikan tanggapan, Perusahaan Asuransi dapat memasarkan program asuransi dimaksud.

(4) Program asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitahuan rencana memasarkan program asuransi baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan menteri.”

11. Ketentuan Pasal 38 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 38 ayat (1) seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 38

(1) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan dan atau laporan operasional tahunan, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan.”

12. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 seluruhnya berbunyi sebagai berikut : “Pasal 41

(1) Pengenaan sanksi peringatan dilakukan oleh Menteri segera setelah diketahui adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.

(2). Pengenaan sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk setiap jenis pelanggaran dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing-masing 1 (satu) bulan.

(3) Dalam hal Menteri menilai bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan tidak mungkin dapat diatasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat menetapkan berlakunya jangka waktu yang lebih lama dari 1 (satu) bulan dengan ketentuan jangka waktu dimaksud paling lama 6 (enam) bulan.

(4) Dalam hal perusahaan telah dikenakan sanksi peringatan terakhir, dan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan ayat (3) setelah peringatan diberikan, perusahaan tetap tidak memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan, perusahaan yang bersangkutan dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha.”

13. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 42 ayat (1) seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 42

(1) Sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4) berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.”

Pasal II

Bagi permohonan izin usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang telah diajukan dan yang telah memperoleh izin prinsip sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, persyaratan permodalan tetap diberlakukan berdasarkan persyaratan yang berlaku pada saat izin prinsip ditetapkan.

Pasal III

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(5)

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Juli 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd. MULADI

(6)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1999

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

UMUM

Dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat dan dalam menghadapi era globalisasi, perlu ditingkatkan peran industri asuransi yang semakin kompetitif dengan cara mewujudkan terciptanya industri asuransi yang kuat baik dari segi permodalan maupun kondisi kesehatan kuangannya.

Dengan menetapkan jumlah modal disetor yang cukup besar dalam Peraturan Pemerintah ini, diharapkan agar pendirian Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dapat mewujudkan industri asuransi yang memiliki permodalan dan kondisi keuangan yang kuat sehingga mampu melakukan usaha yang kompetitif.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang telah mendapat izin usaha sebelum Peraturan Pemerintah ini tidak diwajibkan menyesuaikan jumlah modal disetor, akan tetapi didorong untuk memperkuat permodalannya melalui ketentuan kesehatan keuangan.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Angka 1 Pasal 6 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan modal disetor dalam Peraturan Pemerintah ini adalah modal disetor perseroan terbatas, atau simpanan pokok dan simpanan wajib koperasi, atau dana awal usaha bersama.

Ketentuan permodalan tidak dikenakan pada Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi Perumahan Konsultan Aktuaria, dan Perumahan Agen Asuransi, karena dalam kegiatan usaha perusahaan tersebut lebih dituntut unsur profesionalisme. Dengan demikian, unsur permodalan dapat dipenuhi sendiri sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Angka 2 Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Polis Asuransi Indemnitas Profesi yang dimaksudkan dalam ayat (2) huruf c adalah polis asuransi tanggungjawab hukum yang lazim disebut dengan polis Profesional Indemnity.

Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5)

Ketentuan yang diatur dengan Keputusan Menteri meliputi antara lain alamat perusahaan, NPWP, riwayat hidup pengurus dan atau direksi, dan besarnya uang pertanggungan untuk polis asuransi indemnitas profesi.

Angka 3 Pasal 9A Ayat (1) Cukup jelas

(7)

Ayat (2) Cukup jelas Angka 4 Pasal 10A

Pada prinsipnya modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya terdapat penyertaan pihak asing tidak boleh berkurang jumlahnya. Namun demikian prosentase kepemilikan pihak Indonesia dapat berkurang dalam hal perusahaan dimaksud membutuhkan penambahan modal, namun penambahan modal tersebut menyebabkan pihak Indonesia tidak mampu mempertahankan prosentase kepemilikannya.

Ketentuan yang memungkinkan prosentase kepemilikan pihak asing melampaui batas 80% ini hanya berlaku bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing yang prosentase kepemilikan pihak asing sudah mencapai 80%.

Angka 5 Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4)

Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain meliputi batas tingkat solvabilitas, jenis dan penilaian serta pembatasan kekayaan yang diperkenankan, dan perhitungan kewajiban yang meliputi kewajiban kepada tertanggung dan kewajiban kepada pihak lain.

Angka 6 Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Dalam Keputusan Menteri diatur batas minimum dan batas maksimum retensi sendiri. Angka 7

Pasal 15A Ayat (1)

Perjanjian reasuransi otomatis (treaty reinsurance) merupakan salah satu bentuk perjanjian reasuransi yang lazim dilakukan dalam usaha asuransi. Dalam Perjanjian tersebut perusahaan asuransi wajib mereasuransikan setiap penutupan yang nilai dan lingkup penutupannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan kepada penanggung ulang (Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi) dan penanggung ulang dimaksud wajib menerima penempatan reasuransi tersebut.

Dukungan reasuransi otomatis tersebut sedapat mungkin diperoleh dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi di dalam negeri.

Ayat (2) Cukup jelas Angka 8 Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4)

Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai kriteria penanggung ulang luar negeri yang baik. Angka 9

Pasal 16A

Salah satu prinsip asuransi adalah adanya kerjasama dalam penyebaran risiko yang dapat dilakukan melalui mekanisme reasuransi dan koasuransi. Di samping kedua mekanisme tersebut, untuk memenuhi permintaan pasar terhadap suatu risiko khusus yang apabila penutupannya dilakukan oleh perusahaan asuransi secara sendiri-sendiri tidak layak usaha (feasible) namun penutupan atas risiko

(8)

tersebut menjadi layak usaha jika dilakukan secara bersama, maka atas kesepakatan sebagian besar Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi penutupan risiko khusus tersebut dilakukan oleh satu perusahaan asuransi.

Angka 10 Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5)

Dalam Keputusan Menteri diatur mengenai kriteria program asuransi baru serta tata cara pemberitahuan rencana memasarkan program asuransi baru.

Angka 11 Pasal 38 Ayat (1)

Pengenaan denda untuk setiap hari keterlambatan dalam ketentuan ini dihitung berdasarkan hari kerja pada kantor pusat Departemen Keuangan.

Dalam hal tanggal batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari libur, maka batas waktu yang berlaku adalah hari kerja pertama setelah libur dimaksud.

Besarnya denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dikenakan terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan dan atau laporan operasional.

Contoh :

a. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan operasional tetapi telah menyampaikan laporan keuangan, atau sebaliknya, dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari.

b. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan dan laporan operasional dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari.

Angka 12 Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Angka 13 Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Pasal II Cukup jelas Pasal III Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3861 Kutipan : Lembaran Lepas Milik Sekretariat Negara Tahun 1999

Referensi

Dokumen terkait

Peran Pendidikan Agama dalam Keluarga dan Masyarakat (Jurnal Ilmiah WIDYA).. Djumransjah, HM & Abdul Malik Karim

Maka dalam menentukan metode yang akan dipilih dan digunakan dalam perhitungan hidrograf satuan sintesis (HSS) pada suatu daerah aliran sungai (DAS) perlu

kamu telah mempelajari benda langit pada siang hari kamu juga telah mempelajari benda langit pada malam hari apa saja benda langit itu. apakah kamu menemukan kesulitan

Hampir-hampir mirip dengan Visual Basic, biasanya suatu kode dijalankan apabila ada sesuatu yang terjadi (event) pada suatu elemen.. Misalnya, kalau ada tombol di klik, maka

saya semua ibadah punya tujuan yang sama, yaitu menyembah dan mengenal Tuhan Yesus, faktor yang buat saya suka dan sering beribadah minggu di karenakan dalam

Diskusi tentang hubungan bahasa dan kebudayaan perlu mendapatkan porsi tersendiri dalam mletakkan posisi bahasaa dalam kaitannya dengan pendidikan berbasis keragaman

While in certain cases more spe- cific perceptions of anchorpersons, program format, and news quality may be more important, the discriminant anal- yses indicate that the

Laju implantasi (LI) adalah persentase jumlah implantasi (jumlah fetus dan jumlah spot implantasi) terhadap jumlah korpus luteum pada setiap induk.. Laju