• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelamatan, perawatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa liar memiliki 3 kepentingan:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyelamatan, perawatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa liar memiliki 3 kepentingan:"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penyelamatan, perawatan, rehabilitasi

dan pelepasliaran satwa liar memiliki 3

kepentingan:

1. Program ini memberi kesempatan belajar

tentang satwa liar dan lingkungan kita

2. Berkontribusi terhadap konservasi spesies 3. Untuk kesejahteraan hewan

(3)

Perawatan satwa liar juga menyediakan

kesempatan untuk mempelajari tentang

biologi, sejarah alami, habitat, populasi,

tingkah-laku, reproduksi, dan

(4)

1. Kesejahteraan hewan

Kesejahteraan satwa liar yg luka, sakit,

atau ditinggal mati induknya harus menjadi

perhatian dari waktu ke waktu sejak

diselamatkan sampai pelepasliaran

Penanganan yg tepat dan manusiawi

sangat penting untuk diterapkan

Jika hewan harus dieutanasi, harus

dipastikan tidak ada ekspose stress

tambahan (banyak orang, gaduh, terlalu

banyak sentuhan, banyak orang

(5)

Transportasi hewan menuju fasilitas

perawatan/klinik hewan, harus dipastikan

bahwa cara transportasinya benar, dan

stress harus diminimalisir semaksimal

mungkin

 Satwa lebih nyaman dalam kondisi gelap,

tenang, ventilasi cukup, dan lingkungan yang sejuk

 Tidak disarankan memberi makan dan minum selama transport (kecuali waktunya cukup lama antara saat diselamatkan hingga tiba di fasilitas penyelamatan)

(6)

Tujuan utama penyelamatan satwa liar

adalah rehabilitasi dan pelepasliaran

sesegera dan seefektif mungkin

 Prognosis dan penilaian harus dilakukan

segera, apakah hewan dapat dilepasliarkan, ditidurkan, atau dapat dimanfaatkan untuk edukasi dalam captivity (harus ada

(7)

Lingkungan pemeliharaan harus

memenuhi kebutuhan fisik dan psikis

hewan

(8)

2. Kesehatan hewan

Pelepasliaran satwa harus tidak boleh

mengintroduksi organisme asing yang

mungkin diperoleh selama dalam proses

rehabilitasi yang dapat mengganggu

keseimbangan alami antara hospes,

lingkungan, dan patogen

(9)

Disease risk assesment

 Disease risk assesment pada satwa liar hingga saat ini masih terkendala oleh 2 hal:

1. keterbatasan pengetahuan kita tentang agen

infeksi yang dibawa satwa liar;

2. sedikitnya test yang sesuai untuk deteksi

beberapa patogen satwa liar

 Beberapa uji klinis yg biasa dilakukan antara lain: clinical assesment, uji labotatorik

(haematologi, biokimia, serologis, uji feces, mikrobiologi), screening test untuk penyakit spesifik (tuberkulin test)

(10)

Clinical assesment

 Idealnya, clinical assesment harus dilakukan oleh drh pada semua satwa yang

direhabilitasi

 Akan tetapi, jika tidak ada penyakit yg perlu perhatian khusus, drh mungkin saja tidak melakukan Clinical assesment

 Clinical assesment meliputi: pemeriksaan

fisik, hematologi, uji feces, serologis, analisis biokimia, blood smear

(11)

Pada beberapa kasus, sangat bijaksana

jika dapat menyimpan serum atau

plasma pada suhu -70

o

C untuk

retrospective disease investigation

Jika status penyakit satwa telah dapat

ditentukan, harus diputuskan apakah

satwa dapat ditreatment dan

direhabilitasi atau, jika terlalu beresiko

untuk satwa lain, satwa harus ditidurkan

(12)

Pre-release assesment

 Sebelum release semua satwa liar harus diperiksa secara klinis dan uji kesehatan serta di cek oleh rehabilitator yg

berpengalaman

 Satwa harus bebas dari agen infeksi yg membahayakan satwa lain jika dilepas liarkan

 Satwa yg dilepasliarkan tidak boleh

mengandung agen infeksi yg bukan agen infeksi endemik di area pelepasan

(13)

Disease risk management

 Untuk meminimalisir terinfeksi patogen dari satwa lain, dari lingkungan atau dari darah atau air dapat dilakukan dengan upaya

preventif (karantina), desain kandang yg baik, nutrisi, uji rutin dan pengobatan,

pembasmian hama, serta pemeriksaan post-mortem

(14)

Karantina

 Karantina adalah isolasi dan screening kesehatan satwa yg bertujuan untuk

mencegah atau mengontrol introduksi atau penyebaran penyakit infeksi

 Periode karantina beragam, hal ini terjadi

karena kurangnya pengetahuan kita tentang beberapa penyakit

 Perawatan satwa dalam fasilitas perawatan semakin singkat semakin baik

(15)

Karantina satwa untuk rehabilitasi dan

pelepasaliaran memiliki 2 tujuan:

1. Untuk mengamati/periode isolasi dimana

penyakit subklinis mungkin menjadi klinis atau terdeteksi sebelum satwa baru masuk dan kontak dengan hewan rehabilitasi lain

2. Untuk mencegah infeksi penyakit dari

satwaliar yg belum siap dilepasliarkan ke satwa yg siap dilepasliarkan

(16)

Desain kandang

 Desain kandang harus dirancang dengan hati-hati untuk mencegah penularan

penyakit dan meminimalisir stress hewan

 Satwa harus terlindung dari kebisingan,

cuaca ekstrem, dan persinggungan dengan hewan domestik

 Cahaya matahari harus cukup, selain untuk kebutuhan satwa (sintesis vit D), juga untuk membunuh bakteri, virus, dan fungi

(17)

 Kandang dan furniture harus mudah dibersihkan dan disinfeksi

 Memiliki drainage yg baik dan mudah kering

 Kandang harus nyaman untuk satwa, memiliki shelter, tempat bersembunyi, pembatas pandang, enrichment, dan air untuk satwa akuatik dan semi-akuatik

(18)

Pemeliharaan

1. Good animal husbandry techniques sangat

penting untuk menjaga kesehatan satwa dan mencegah penularan penyakit

2. Tempat cuci tangan dengan sabun dan

antiseptik harus tersedia (mencegah infeksi zoonosis)

3. Penggunaan disinfektan yg tepat dan reguler

harus diterapkan sesuai petunjuk pabrik

4. Kandang yg pernah terisi satwa sakit harus

dibersihkan dengan tuntas dan didisinfeksi sebelum digunakan untuk satwa yg baru

(19)

5. Sanitasi, membuang feces dan sampah

(sisa pakan dll) akan mencegah hama yg membawa penyakit. Air siraman kotoran tidak boleh mengalir/melalui kandang lain. Level dan pembersihan kandang harus

disesuaikan dengan stress dan gangguan yg mungkin timbul terhadap satwa

6. Jika satwa harus dikandangkan dalam

grup, harus dipertimbangkan umur, jenis kelamin, dan spesies

(20)

7. Satwa baru harus dikandangkan secara

individual sampai drh yakin bahwa satwa tsb tidak menularkan penyakit

8. Semakin cepat periode rehabilitasi

(21)

Diet dan nutrisi

1. Pakan sedapat mungkin harus segar

(daerah tropis pakan segar cepat

membusuk, harus dibersihkan dan diganti dengan rutin)

2. Pakan beku tidak boleh disimpan lebih dari

3 bulan

3. Air minum segar harus tersedia setiap saat

di bejana yg bersih, bahkan untuk satwa yg secara alami tidak terlalu perlu air)

(22)

4. Jika satwa dalam grup, jumlah tempat

pakan harus mencukupi untuk menjamin semua satwa memiliki akses yg sama ke pakan

(23)

Pengobatan rutin dan pencegahan

penyakit

1. Dilakukan untuk mencegah patogen atau

satwa terinfeksi patogen

2. Pengobatan rutin terutama ditujukan untuk

kontrol parasit dengan tetap

mempertimbangkan aspek imunitas satwa (jangan semua parasit dihilangkan)

3. Satwa dalam penangkaran lebih rentan thd

infeksi (salmonelosis, candidiasis, coccidiasis) yg diduga karena immune incompetence,

immune suppression, dan ekspose terhadap lingkungan dan satwa lain yg terkontaminasi

(24)

4. Meskipun beberapa vaksin telah tersedia

(Bordetella bronchiseptica, tetanus,

footrot), tetapi tidak dianjurkan memvaksin satwa selama dan sebelum dilepasliarkan

(25)

Kontrol dan pencegahan hama

 Spesies hama (rodent, kelelawar, burung, kelinci, serangga) sangat potensial

menyebarkan penyakit dan membuat stress satwa

 Rodent menyebarkan salmonella, leptospira, encephalomyocarditis virus

 serangga menyebarkan parasit darah (malaria, leucocytozoon) dan virus (pox viruses)

 Penggunaan perangkap dan racun untuk kontrol serangga harus mempertimbangkan keamanan terhadap spesies non target

(26)

3. Tanggap darurat satwa liar

(wildlife emergencies)

 Penyelamatan satwa liar biasanya menarik perhatian publik dan media. Dalam

penyelamatan satwa liar, aspek penyelamatan minor akan memerlukan usaha besar

 Dokter hewan bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan satwa, tetapi dengan tetap mempertimbangkan aspek lain  Keputusan penyelamatan satwa dalam kondisi

emergensi diutamakan untuk kepentingan

prinsip-prinsip biologi dan konservasi, setelah itu baru kesejahteraan dan emosi orang2 yang terlibat

(27)

Keterlibatan dokter hewan tetap harus

merujuk pada keputusan institusi

pemerintah yg relevan dengan konservasi

Dokter hewan harus dapat menghargai

otoritas instansi, terutama dokter hewan yg

belum berpengalaman. Konsultasi dengan

orang yg lebih berpengalaman. Prinsip

utama: dengar, pelajari, menilai, dan

rencana sangat bijak untuk diterapkan

(28)

Jika banyak pihak dan volunter terlibat

secara signifikan, drh harus concern pada

semua faktor dengan hati-hati, evaluasi

situasi, asses hewan secara klinis, ambil

sampel untuk diagnosa (meskipun jelas

prognosanya tidak baik) sebelum membuat

keputusan atau memberi saran, terutama

jika eutanasia menjadi rekomendasi akhir

Jangan mudah membuat statement ke

media, kecuali jika drh diminta secara

khusus

(29)

4. Kesehatan manusia

Drh bertanggung jawab juga terhadap

patogen zoonotik untuk melindungi staff,

client, dan perawat satwa

Resiko terbesar adalah saat awal

penyelamatan dan penangkapan melalui

gigitan, cakaran, dan semburan

Penyelamatan umumnya melibatkan emosi

yg tinggi, sehingga relawan kadang

mempertaruhkan keselamatannya sendiri

untuk menyelamatkan satwa

(30)

5. Euthanasia

Drh menduduki posisi penting dalam

memutuskan dan menfasilitasi

euthanasia

Euthanasia diputuskan jika satwa tidak

mungkin diselamatkan, atau jika

pelepasliaran hanya memperpanjang

penderitaannya, atau anak yang tidak

mungkin dirawat

(31)

Kriteria euthanasia

1. Satwa menderita luka parah yg tidak

mungkin diatasi/diobati

2. Satwa menderita luka yg meninggalkan

cacat dan tidak memungkinkan untuk survivalnya

3. Hasil diagnosa memberika prognosa yg

buruk meskipun di treatment

4. Satwa menderita penyakit infeksi yg

mengancam satwa lain selama rehabilitasi maupun saat pelepasliaran

(32)

5. Satwa sakit atau lemah yg populasinya masih melimpah (memberi kesempatan hilangnya gen yg lemah (Hanger and Tribe, 2005)

6. Satwa anakan yg tidak memiliki induk, atau yg jika dilepasliarkan atau dipelihara tingkat

keselamatannya rendah

7. Tidak ada fasilitas pemeliharaan (fasilitas,

personel, finansial, pakan, drh, obat2an)

8. Pelepasliarannya ilegal atau dilarang karena

resiko penyakit dan tidak mungkin dipelihara permanen

(33)

9. Spesies hama

10. Satwa yg tingkah-lakunya tidak

(34)

Teknik euthanasia

 Euthanasia bertujuan untuk menghilangkan

kesadaran secara cepat diikuti dengan kematian dengan rasa sakit distress, dan

ketidaknyamanan yg minimal

 Euthanasia harus mudah dan aman dilakukan, reliable (dapat diandalkan), sedapat mungkin tidak berpengaruh secara gross maupun

histologis, tersedia dengan mudah dan murah, dapat dotolerir oleh personil yg melaksanakan maupun pemerhati

(35)

 Suntikan IV pentobarbitone merupakan pilihan terbaik yg dapat diterima dan manusiawi

 Dalam beberapa kasus, euthanasia tidak mungkin diberikan karena ukuran satwa yg ekstrem, tidak adanya teknik yg manusiawi, atau jarak yg terlalu jauh. Untuk kasus seperti ini, satwa boleh dibiarkan mati tanpa intervensi

 Setelah euthanasia, harus dipastikan satwa telah mati sebelum dilakukan nekropsi atau penguburan

 Satwa yg menderita penyakit berbahaya harus dikremasi

(36)

6. Nekropsi

Satwa yg mati atau dieuthanasi harus

dinekropsi oleh drh satwa liar atau drh ahli

patologi

Nekropsi tidak hanya untuk diagnosa,

tetapi juga untuk mempelajari anatomi dan

fisiologi satwa

Penentuan penyebab kematian memberi

kesempatan mempelajari alasan dan

upaya penyelamatan satwa yg menderita

penyakit yg sama dan memberi

pertimbangan apakah satwa dapat

dilepasliarkan atau tidak

(37)

Satwa liar yang umum dan dapat mati

pada pembasmian hama atau boleh

diburu jika menderita penyakit dan dapat

menular akan lebih baik jika

dieuthanasia dan dinekropsi untuk

menggali informasi yg penting untuk

disease surveillance pada satwa liar dan

manajemennya

(38)

Referensi

Dokumen terkait

HASSAN WIRAJUDA, expres6 su sincera gratitud al Canciller RUBEN RAMIREZ LEZCANO y al Gobierno de Paraguay por Ia ca lida bienvenida y hospitalidad recibida por

Pembahasan Pengaruh Daya Tarik Wisata Terhadap Keputusan Berkunjung di Wisata Alam Curug Cipeuteuy ..... Jumlah kunjungan Wisatawan di Wisata Alam

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah sekumpulan jenis capung odonata yang terdapat di Kawasan Resort Habaring Hurung Taman Nasional

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah lulus Evaluasi Administrasi, Teknik, Harga dan Kualifikasi untuk paket pekerjaan tersebut di atas.. Sebagai

Model kuantitatif yang digunakan untuk memperkirakan potensi kerugian maksimum pada portofolio bank dalam risiko pasar disebut:.. Credit

Sebuah perangkat yang memiliki teknologi wireless bluetooth akan mempunyai kemampuan untuk melakukan pertukaran informasi dengan jarak jangkauan sampai dengan 10 meter

Walaupun bagian jangka panjang MPS dapat diubah berdasarkan perubahan kondisi pasar, rencana produksi harus tetap untuk beberapa minggu ke depan agar dapat

Analisa aliran daya dalam sistem tenaga listrik digunakan untuk menentukan parameter-parameter sistem tenaga listrik. Proses perhitungannya sendiri terkait dengan masalah