• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAKHRIJ HADIS, KRITIK SANAD, KRITIK MATAN, DAN METODE PEMAHAMAN HADIS NABI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TAKHRIJ HADIS, KRITIK SANAD, KRITIK MATAN, DAN METODE PEMAHAMAN HADIS NABI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TAKHRIJ HADIS, KRITIK SANAD, KRITIK MATAN, DAN METODE PEMAHAMAN HADIS NABI

Neni Oktaviana Sari

Institut Agama Islam Negeri Metro

Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Iringmulyo Kota Metro Lampung E-mail: nenioktavianasari@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini menjelaskan mengenai takhrij hadits, yang mana begitu penting ilmu ini untuk menambah wawasan mengenai hadits secara menyeluruh, apa tujuannya, bagaimana manfaatnya, metode yang digunakan apa saja. Karena dalam setiap hadits pasti memiliki sandaran yaitu sanad, dalam tulisan ini juga akan dipaparkan bagaimana menemukan sanad yang baik pada sebuah hadits, seperti apa sanad hadits yang berkualitas, lalu bagaimana para periwayatnya dan apakah ada kejanggalan atau tidak dalam hadits tersebut. Matan adalah tempat berakhirnya sanad, dan dari matan lah dapat diketahui apa yang sebenarnya disampaikan oleh Rasulullah. Matan juga memiliki kriteria yang memenuhinya. Untuk memudahkan memahami hadits, diperlukan metode pemahaman yang tepat agar tidak salah dalam menafsirkan hadits nabi, karena hadits merupakan salah satu sumber hukum yang utama.

Kata kunci: Takhrij, sanad, matan Abstrac

This paper explains the Takhrij hadith, which is so important science is to increase knowledge about the hadith as a whole, what is the purpose, what benefits, whatever the method used. Because in every hadith certainly has a backrest that is sanad, in this paper also will explain how to find a good sanad in a hadith, like what sanad hadith quality, and how the narrators and whether or not there were irregularities in the Hadith. Matan is a sanad expiration, and of honor was able dketahui what is actually delivered by the Prophet. Matan also have criteria that away. To facilitate understanding of the hadith, the methods required precise understanding to not misinterpret the hadith the prophet, because the hadith is one of the main sources of law.

Keywords: Takhrij, sanad, Matan A. Pendahuluan

Islam adalah agama yang membawa perdamaian, keselamatan serta kesejahteraan untuk seluruh manusia. Hal ini sesuai dengan pengertian islam secara bahasa yaitu tunduk dan patuh. Ini memiliki makna bahwa kedatangan islam adalah untuk memberikan keselamatan bagi manusia, baik muslim maupun non muslim, perempuan atau laki-laki, mayoritas ataupun minoritas, bahkan seekor hewanpun berhak untuk mendapatkan kedamaian dari Islam. Islam itu tumbuh atas perbedaan dan keanekaragaman manusia. Nabi Muhammad sendiri di lahirkan di lingkungan masyarakat arab yang memiliki keragaman suku dan bangsa yang berbeda-beda, dan bukankah beliau di lahirkan di lingkungan masyarakat yang masih suka berperang serta senang bertikai demi mempertehankan martabat dan harga diri mereka yang tinggi, bahkan termasuk orang yang kasar

(2)

dalam memperlakukan wanita. Tapi karena pebedaan itu Rasulullah di utus untuk menghapuskan perbedaan dan mengakui keberagaman suku bangsa.1

Hadits adalah segala bentuk perbuatan, ucapan, tindakan, pemikiran, ketetapan, serta persetujuan Rasulullah SAW. seperti dalam hadis yang artinya sebagai berikut:“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik perkataan, perbuatan, persetujuan, atau sifanya.”

Menurut sumbernya, Islam di kategorikan sebagai agama teks. Hukum-hukum yang menjadi landasan berdirinya agama ini, di dasarkan pada dua teks, yaitu Al Qur’an dan hadis. Asal-usul dari ke dua sumber ini berbeda-beda dan oleh sebab itu, wajar jika ada perbedaan dalam penerimaan antara ke duanya. Al Qur’an adalah wahyu yang di turunkan kepada Nabi SAW yang di riwayatkan secara mutawattir dari generasi ke generasi, sehingga umat islam menerimanya sebagai sumber hukum yang pertama. Sedangkan hadis, merupakan sabda, perbuatan, persetujuan yang di sandarkan kepada Nabi SAW. sebagian besar periwayatan hadis tidak secara mutawattir dan melalui sejarah yang sangatlah panjang. Oleh karena itu, hadis dapat di terima sebagai sumber hukum Islam yang ke-2. Oleh karenanya, kritik hadis, baik sanad maupun matan merupakan hal penting untuk di utamakan. Hal ini sangatlah wajar, bila melihat hadis sering di jadikan sebagai objek kritik dari berbagai pihak.

Selama ini, secara umum kajian pada hadis berpacu pada dua persoalan, yaitu kritik sanad dan kritik matan. Keduanya adalah cara yang di gunakan untuk memilah dan memilih mana hadis yang bisa dipertanggungjawabkan dan dapat menjadi dalil atau mana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atau hanya sekedar diragukan dari banyaknya hadis yang bertebaran dalam berbagai kitab hadis.

Mengenai hal ini, sudah banyak ulama hadis terdahulu dan modern yang terlibat aktif dalam mendiskusikan seputar kritik sanad dan matan. Tapi hal penting yang harus di perhatikan adalah bahwa studi hadis sebagai salah satu bagian dari ilmu pengetahuan dilarang bersifat stagnan. Ilmu ini harus selalu di kembangkan dan di gerakkan secara dinamis supaya dapat di sempurnakan dari masa ke masa.

Kegiatan periwayatan pada masa Nabi memang telah mulai berlangung, baik melalui mendengarkan langsung dari Nabi, melalui hafalan yang dilakukan oleh para sahabat, maupun dari catatan pribadi yang dimiliki oleh para sahabat tertentu, walaupun masih pada tingkatan yang sederhana, karena proses mengecek hadis atas nilai kebenaran hadis tidaklah terlalu sulit. Apabila sahabat ragu terhadap kebenaran sebuah hadis, maka bisa langsung bertanya kepa Rasulullah. Artinya, penerimaan hadis ini tidak terlalu melibatkan seleksi yang ketat, baik dilihat dari segi sanad maupun matannya.

(3)

Yang kemudian itu semua dijadikan salah satu acuan bagi umat nabi Muhammad SAW. untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. yang kemudian pula dijadikan salah satu sumber hukum agama Islam selain Al Qur’an. Yang mana hadits termasuk dalam sumber hukum islam yang kedua setelah Al-quran. Salah satu yang dipelajari dalam ilmu hadits ialah takhrij hadis, sanad, dan matan. Ketiga hal ini adalah hal penting atau perlu diketahui ketika ingin mempelajari asal usul hadis. Seperti makna, bagaimana runtutan hadits itu diperoleh, serta apa isi dari hadits tersebut.

Kata takhrij menurut bahasa adalah mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Jika diartikan lebih dalam takhrij hadits adalah usaha mencari sanad dan matan hadits melalui kitab karya orang lain, yang tidak sama dengan kitab tersebut. Misalnya seseorang mengambil sebuah hadis dari kitab Jamius Shahih Muslim, kemudian dia mencari sanad hadis tersebut yang berbeda dengan kitab lain, misalnya kitab Imam Muslim. Mengetahui takhrij hadits memiliki beberapa manfaat, seperti memberikan informasi apakah hadits tersebut hadits yang shahih, hasan, atau dhaif. Dan setelah mengetahui tentang bagaimana hadits itu, maka akan dengan mudah mengetahui mana hadits yang benar benar harus diamalkan atau mana hadits yang hanya sebagai sebuah amalan baik, atau bahkan mana hadits yang tidak perlu diamalkan.

Selanjutnya ada mengenai sanad dan matan, sanad menurut bahasa adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian karena setiap hadits pasti bersandar padanya. Sedangkan matan menurut bahasa berarti tanah yang meninggi, menurut istilah matan adalah ujung sanad atau materi dari hadis atau lafal hadits itu sendiri.2

Konsep wawasan para muslim di seluruh dunia, memberlakukan Tuhan sebagai sumber dari segala ilmu. Tetapi, pengetahuan atau wawasan itu sendiri secara global dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu di turunkan dan di buat. Dan yang langsung diambil untuk menjadi landasannya ialah Al Qur’an dan hadis.

Dalam lembaga pendidikan Islam, ada beberapa jenis program, seperti pondok pesantren, pendidikan madrasah, dan pendidikan lanjutan seperti IAIN/STAIN. Dari kesemua program pendidikan islam tersebut, pasti ada mata pelajaran mengenai hadis. Pelajaran ilmu hadis di madrasah-madrasah membuktikan betapa pentingnya hadis untuk kehidupan masyarakat sehari-hari.3

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang berupa meneliti tentang sebuah subjek secara mendalam. Penelitian ini dilakukan guna memahami dan menafsirkan makna takhrij hadis, sanad, matan, serta metode pemahaman hadis Nabi. Agar menambah wawasan bagi banyak orang,

2 Thoha Saputro, “Kritik Matan Hadis,” Desember 2008, 17.

3 M. Ihsan Dacholfany, “Manajemen Mutu Pembelajaran Di Lembaga Pendidikan Islam,” Akademika 15 (July 2010): 112.

(4)

terutama para pelajar yang ingin memahami mengenai hadis, yang mana hadis merupakan salah satu hal yang selalu ada pada setiap kegiatan manusia. Data-data ini dikumpulkan dengan teknik bedah buku, buku yang diambil dari berbagi sumber seperti perpustakaan dan melalui download pdf. Data-data ini dianalisis sesuai dengan apa yang ingin disampaikan, dan diambil mana mana yang perlu untuk di sampaikan. Sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang luas bagi banyak kalangan.

C. Takhrij Hadits

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa takhrij hadis adalah mencari sanad hadits dari sebuah kitab karya orang lain, lalu mencari sanad hadits yang berbeda dari kitab tersebut. Arti lebih lanjutnya takhrij hadis ialah usaha menemukan matan dan sanad pada hadis secara sempurna dari sumber-sumbernya yang asli yang mana akan bisa diketahui kualitas hadis itu baik secara langsung karena sudah di sebutkan oleh kolektornya ataupun melalui penelitian selanjutnya.4

Takhrij hadits ini diperlukan untuk mengetahui apakah hadits itu shahih, hasan, atau dhaif, sehingga dalam melaksanakan amalan-amalan sunah dapat dilakukan dengan mudah karena kita tahu mana amalan yang harus didahulukan, dan mana yang harus diakhirkan. Hakekat dari takhrij itu sendiri adalah untuk menemukan sanad dan matan secara lengkap dari berbagai sumber-sumber yang asli sehingga kualitas hadits itu bisa diketahui secara lengkap.

Adanya ilmu takhrij hadits memang memiliki tujuan yang penting, yaitu menunjukkan sumber hadits yang lengkap dan asli, sehingga dari situ dapat diketahui apakah hadits itu bisa diterima atau tidak oleh orang lain. Ilmu takhrij hadits juga memiliki manfaat, antara lain:5 (a) untuk mengumpulkan sanad dan matan hadits, sehingga akan diketahui sumber sumber asli beserta periwayatnya. (b) menambah perbendaharaan sanad hadits melalui kitab yang dirujuknya. Semakin banyak kitab-kitab asli yang dirujuknya, makan akan semakin bertambah pula perbendaharaan sanad yang dimiliki. (c) Dengan adanya hadits dapat memperjelas hukum hadits dengan banyak riwayatnya. (d) Dengan takhrij hadits yang shohih akan dapat mengangkat hadits dhaif yang masih ada kaitannya dengan hadits yang shahih. (e) Dengan takhrij dapat diketahui pendapat para ulama tentang kualitas suatu hadits atau beberapa hadits. (f) Dengan takhrij pun dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Contohnya seperti apakah perawi itu adil atau tidak, apakah perawi itu jelas identitasnya.

Setelah mengenal berbagai kitab kamus hadis itu, langkah selanjutnya adalah mengetahui bagaimana cara, teknik atau metode dalam melakukan takhrij hadis, yang dapat dilakukan dengan

4 Jon Pamil, “Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist,” Jurnal Pemikiran Islam 37 (June 2012): 53. 5 Ibid., 53

(5)

dua cara.6 Pertama, metode dengan teknologi dan informatika (IT) dengan menggunakan CD ROM Mausu’’ah al-Hadis al-Syarif dn CD Kitab al-Alfiyah li al-Hadis al-Nabawiyah. Cara mencari hadis-hadis yang terdapat dalam program ini jauh lebih mudah, praktis dan efisien, asal awalnya harus diketahui prosedur dan arahan serta perintah-perintah digital yang ada dalam program ini; kedua, memakai metode konvensional, yaitu dapat disimpulkan kembali dalam tiga model penelusuran. Metode penelusuran ini dengan melalui lafal-lafal hadis. Dalam tataran ini diperlukan kitab kamus hadis yang lengkap. Dalam hal ini kitab karya A. J. Wensinck yang di terjemahkan dalam bahasa arab dengan judul “al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Hadis al-Nabawi” oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, dapat dijadikan sebagai panduan yang praktis. Di dalam kamus ini terdapat sembilan buah kitab hadis, antara lain; shahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Adu Daud, Sunan at-Turmizi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan ad-Darimi, Muwatta’, dan Musnad ibnu Hanbal. Untuk hadis yang tidak ada dalam kesembilan hadis ini berarti harus mencari sumber lain dari kita lain; dan ketiga, penelusuran melalui topik pokok hadis.

Dalam melakukan metode ini, lafal hadis yang ada dalam matan tidak mesti sama, karena yang dilihat adalah kesamaan tema yang dibawa oleh masing-masing hadis terkait. Untuk menunjang hal ini juga dibutuhkan kitab kamus hadis, yang lengkap dengan langsung menginformasikan letak sumber-sumber hadis. Contoh tema yang diuji adalah mengenai nikah mut’ah. Setelah diselidiki dengan mencari topik yang dicari, maka didapatlah bahwa di dalam kitab Miftah Kunuz as-sunnah, ada beberapa riwayat yang berasal dari kitab Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan ad-Darimi, Muwatta’, Musnad Ahmad, Musnad at-Tayalisi, Musnad Zaid Ibn Ali, dan Tabaqat ibn Sa’ad.7

Dari beberapa hal yang disampaikan diatas dapat diketahui bahwa takhrij hadits banyak memiliki manfaat sehingga memberikan pengetahuan yang banyak mengenai takhrij hadits. Zaman ulama dan peneliti terdahulu memiliki pengetahuan yang baik karena pengetahuan yang mereka miliki sangatlah luas dan kuat hubungannya dengan sumber hadits, sehingga mereka tidak memerlukan buku-buku takhrij seperti pada saat ini. Karena pengetahuan mereka itulah dan karena hubungan mereka yang kuat terhadap hadits mereka dapat dengan mudah untuk membuktikan keshahihan sebuah hadits itu, dapat menjelaska kitab-kitab yang menjadi sumbernya, bahkan selain dari itu, mereka dapat mengetahui metode dan cara-cara penyususnan kitab-kitab sumber tesebut. Takhrij hadis ini muncul karena ketika kegiatan mentakhrij hadits saat berkembangnya ilmu fiqh, tafsir dan sejarah, para ulama tersebut terkadang tidak menyebutkan sumber hadits yang mereka ambil.Untuk memudahkan melakukan proses takhrij hadis terdapat beberapa metode yang dapat

6 Nasrullah, “Metodologi Kritik Hadis,” Jurnal Hunafa 4 (Desember 2007): 408. 7 Ibid., 410.

(6)

dilakukan, diantaranya:8 (a) Takhrij melalui lafal yang terdapat dalam matan hadits, Metode ini diterapkan ketika mengetahui matan hadits baik sebagian maupun secara keseluruhan, dan tahu betul ada dimana matan tersebut, apakah diawal, ditengah, atau diakhir sebuah hadits. Melakukan takhrij hadits dengan menggunakan metode ini diperlukan kamus hadits, kamus yang baik untuk digunakan adalah kamus yang lengkap susunannya, selain itu diperlukan banyak kamus, tidak hanya satu atau dua kamus tetapi lebih. (b) Takhrij melalui lafal pertama matan hadits. (c) Bila suatu Hadist yang kita ketahui bisa dipastikan bunyi lafal pertamanya.

D. Kritik Sanad

Pengertian sanad ialah rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya ke sekunder.9 Jalur itu disebut sanad karena periwayat bersandar kepadanya (matan). Sanad mengandung dua bagian penting yaitu nama-nama periwayat hadis dan lambang-lambang periwayatan hadis yang telah digunakan oleh masing-masing periwayat oleh riwayat hadis tersebut. Oleh karenanya suatu berita yang dinyatakan sebagai hadits Nabi oleh seseorang tetapi tidak memiliki sanad sama sekali, hadis tersebut dinyatakan sebagai hadis palsu.

Betapa pentingnya sebuah sanad hadis, sehingga jika ada salah satu saja perawinya yang di anggap tidak memenuhi kriterianya sebagai periwayat hadis, maka hadis itu akan langsung menjadi hadis palsu. Maka dai itu, seorang yang ingin mengkritik sebuah hadis haruslah memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu hadis, karena hadis bukanlah satu hal yang main-main melainkan kalimat-kalimat yanglangsung turun dari Nabi Muhammad saw untuk umatnya, supaya dapat membawa umatnya pada hal-hal kebaikan, dan senantiasa tunduk patuh kepada agama Allah swt.

Dari definisi sanad diatas, unsur-unsur kesahihan sanad dapat dilihat dari hal sebagai berikut:10 (a) Sanad hadis harus bersambung dari mukharrijnya sampai kepada Nabi SAW. (b) Seluruh periwayat dalam hadis harus bersifat adil (melaksanakn ilmu agama, baik akhlaknya) dan dabit (memiliki hafalan yang baik). (c) Sanad dan matannya terhindar dari kejanggalan dan cacat. Eksistensi perangkat metodologi kritik sanad hadis yang dirumuskan oleh sebagian ulama tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses yang panjang dan sulit. Pada tahap yang apling pertama, langkah kritik sanad masih ada dalam bentuk yang sederhana dan belum ada kaidah yang paten. Periwayat-periwayat hadis sepertinya masih didominasi oleh para sahabat dan para tabiin yang senior yang tsiqohnya dapat diandalkan. Sehingga tidaklah heran jika kritik hadis masih diberlakukan secara terbatas pada satu atau dua oang yang bermasalah. Sepanjang seratus tahun

8 Jon Pamil, “Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist,” 55.

9 Suryadi, “Rekonstruksi Kritik Sanad Dan Matan Dalam Studi Hadis,” Esensia 16 (oktober 2015): 178.

10 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu

(7)

pertama, itu sudah mulai di kenal dengan pengklasifikasian hadis, seperti marfu’, mauquf, maqthu’, muttashil, mursal, munqathi’, mudallas, dan lainnya. Semua jenis hadis ini dilihat dari sudut kualitasnya dapat dibagi menjadi dua:11 (1) maqbul artinya dapat diterima sebagai dalil, yang kemudian di kenal dengan sebutan shahih dan hasan; dan (2) mardud artinya tidak bisa diterima sebagai dalil, yang kemudian di kenal dengan sebutan dhaif. Selanjutnya, seiring dengan meluasnya objek kajian ini, langkah kritik hadis antara yang “sehat” atau “shahih” dan yang “sakit” atau “saqim”. Mu lai abad ke-3 H, atau tepatnya pada masa al-Tirmidzi, sudah di kenal pembagian hadis antara yang shahih, hasan, dan dhaif. Dengan demikian, kategori hadis yang telah disebutkan di atas sudah ada dikalangan ahlussunah wal jamaah sejak era ulama mutaqaddimin.

Di dalam sanad mengandung dua bagian penting, yakni nama-nama periwayat dan lambang-lambang periwayatan hadis yang sudah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam meriwayatkan hadis. Para ulama hadis berpendapat betapa pentingnya kedudukan sanad dalam periwayatan hadis. Oleh karenanya, sebuah berita yang dinyatakan sebagai hadis Nabi oleh seseorang, tetapi tidak memiliki sanad sama sekali, maka akan dinyatakan sebagai hadis maudhu’.12

Kaidah yang digunakan dalam penelitian hadis sebenarnya telah ada sejak lahirnya hadis itu sendiri. Hal ini terbukti karena adanya selektifitas para sahabat dalam menerima informasi hadis yang tidak diterimanya langsung dari Nabi SAW. dengan memeriksa ulang kebenaran informasi dengan Nabi SAW. pada tahap berikutnya, para ulama lebih memperjelas benih-benih kaidah tersebut dan menggunakannya kepada hadis yang mereka teliti serta mereka riwayatkan. Kemudian kaidah-kaidah itu disempurnakan oleh para ulama setelahnya, sehingga kaidah tersebut masih berlaku dan digunakan sampai sekarang.

Memang sudah banyak ulama-ulama yang berpengetahuan tinggi dalam meneliti hadis-hadis Nabi, namun hal itu tidak boleh berhenti tapi harus tetap menjaga hasil penelitian yang di lakukan oleh para ulama terdahulu, dan pada jaman sekarang, umat manusia harusnya mempelajari hasil penelitian yang telah di lakukan secara teeperinci oleh para peneliti. Hal ini penting untuk di lakukan karena untuk menjaga keaslian dan melestarikan hadis yang menjadi salah satu sandaran dalam melakukan ibadah sehari-hari agar tetap seperti itu hingga hari akhir itu datang.

Kritik terhadap sanad dalam kajian hadits ditujukan untuk mengetahui sisi keaslian hadits, sisi keaslian ini sangatlah penting agar orang tidak sembarangan dalam menafsirkan hadits. Apakah suatu hadits memang benar-benar bersumber dari Nabi ataukah tidak, atau malah mungkin bersumber dari perkataan palsu yang berasal dari perawi yang tidak diketahui keotentikannya. Jadi, secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa otentitas sanad adalah suatu yang mutlak dalam memahami sebuah hadits. Pandangan seperti inilah yang dipegangi oleh mayoritas ulama hadits.

11 Muhammad Nasir, “Kriteria Keshahihan Hadis Perspektif Syiah,” Farabi 12 (June 2015): 195.

12 Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Teras dan TH Press, 2009), 99.

(8)

Kritik sanad lazimnya diletakkan pada lima kriteria, yaitu: (a) ‘adil (integritas periwayat); (b) dhabith (intelektual periwayat); (c) muttashil (sanadnya bersambung); (d) ghair syadz (tidak ada kejanggalan); (e) ghair ‘illah (tidak ada cacat).13

Terkait dengan hadis yang ingin di kritik, ke-5 hal diatas harus ada pada diri seoang perawi, jika ada salah satu saja yang tidak terpenuhi, maka perawi itu patut di pertanyakan keontetikannya. Bahkan jika salah satunya saja benar-benar tidak memenuhi syaratnya, hadis itu bisa saja langsung dikatakan sebagai hadis dhaif atau bahkan langsung di cap sebagai hadis palsu. Karena ke-5 kriteria ini adalah hal yang mutlak untuk di lakukan penelitian, maka para peneliti dan pengkritik harus betul-betul dengan cermat menelusuri yang mutlak ini.

Untuk mengetahui apakah seorang periwayat itu mempunyai sifat adil atau tidak, juga memiliki sifat dhabith atau tidak, maka perlu dilakukan dengan ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil, yakni ilmu yang membahas tentang keadaan para perawi dari segi di terima atau di tolaknya periwayatan mereka.14 Dalam menentukan kapasitas potensi dan kualitas para rawi dengan Jarh dan Ta’dil banyak lafaz yang digunakan oleh kritikus. Yang mana lafz-lafaz tersebut berisi pengertian khusus dan tertentu yang kemudian disesuaikan dengan kondisi rawi dalam penilaian yang dilakukan oleh para kritikus. Ketika menilai pribadi seorang periwayat adakalanya seorang kritikus menilai terlebih dahulu dari satu penilaian, misalnya pada suatu ketika dia menyatakan laisa bihi ba’s dan ketika di waktu yang lain di mengatakan dhaif terhadap periwayat tersebut. Padahal ke-2 lafaz tersebut, berbeda pengertian dan tingkatannya. Untuk mengatasi hal tersebut, ulama ahli kritik hadis mengemukakan beberapa teori supaya penelitian terhadap periwayat hadis tersebut dapat lebih objektif.15 Penelitian hadis ini digunakan teori al-jarh di dahulukan atas al-Ta’dil. Artinya, apabila ada seorang perawi dinilai tercela oleh seorang kritikus, dan kemudian di puji oleh kritikus lainnya, maka yang di dahulukan adalah kritikan yang berisi celaan.

Sekali lagi keabsahan sanad begitu penting dalam sebuah hadis, jika ada kritikus yang mencela perawi itu dan ada yang memujinya, maka harus di lakukan penelitian lebih lanjut dan lebih terperinci lagi, karena hadis yang benar-benar bisa di amalakan adalah hadis yang sanadnya harus bersih dai segala tuduhan tidak baik, apalagi celaan yang di tuduhkan kepada perawi terebut. Memangrumit dalam menelisik sebuah hadis, namun hal ini harus tetap di lakukan mengingat hadis itu berasal dari Nabi Muhammad saw.

Untuk menentukan kebenaran dari sebuah hadis, banyak di gunakan metode yang di mulai dengan penelitian sanad yang nantinya akan di lanjutkan dengan matan. Sanad bukanlah sebuah toeri yang di rekonstruksi, tetapi adalah sebuah fakta yang terlepas dari subjek yang mengkajinya dengan teliti, sanad itu ada kebenarannya walaupun ia harus di tetapkan keabsahannya. Tetapi

13 Hasan Su’aidi, “40 Hadis Pedoman NU Karya Kh. Hasyim Asy’ari,” Jurnal Penelitian 11 (Mei 2014): 50. 14 Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, 105.

(9)

sekali ia di nyatakan sah, maka itu adalah sebuah fakta, dan kebenaran dari sebuah hadis itu di acukan padanya. Pada generasi para sahabat, distribusi hadis baru tersebar di kalangan para sahabat sendiri oleh karena itu, belum sampai melewati generasi-generasi yang lain setelahnya. Misalnya, sahabat dalam hal ini menerima sebuah hadis dan lalu menyampaikan hadis itu kepada sahabat lain dan begitu seterusnya. Maksudnya, sanad yang ada pada generasi tersebut adalah para sahabat itu sendiri, dan bukan yang lain.

Sahabat yang telah terjamin moralitasnya ialah suatu kenyataan yang unik, karena tidak semua orang memiliki moralitas yang baik. Walaupun begitu, generasi sahabat adalah generasi yang paling baik jika di bandingkan dengan generasi sesudahnya, hal ini di karenakan mereka tidak mungkin berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah. Sahabat yang telah terjamin moralitasnya di satu sisi mengantarkan pada sebuah kesimpulan sementara bahwa sanad pada zaman itu sebenarnya tidak perlu di teliti, jadi riwayat yang di bawa oleh mereka dapat di pastikan berasal dari Nabi. Kenyataan ternyata ada sejumlah sahabat, dalam hal ini juga Aisyah, yang mengkritik salah seorang sahabat yang meriwayatkan hadis adalah persoalan yang berbeda. Yang di kritik dari para sahabat oleh Aisyah bukanlah karena moralitasnya, melainkan dari intelektualitasnya. Kritiknya ini dengan mengoreksi serta menunjukkan riwayat yang dianggapnya itu benar.16

Satu poin lagi yang biasa digunakan, yaitu periwayat dari kalangan sahabat harus dianggap adil dan diterima periwayatannya tanpa melalui proses penelitian atas kepribadiannya.

E. Kritik Matan

Matan adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung pengertiannya, dikatakan matan seperti itu karena bagian itu merupakan bagian yang tampak dan menjadi sasaran utama hadits, karena berisi inti pembelajarannya. Terkait dengan kondisi suatu matan hadits, para ulama terdahulu berpendapat bahwa apabila sanad dari suatu hadits itu shahih, maka matannya pun shahih, begitu sebaliknya. Sehingga tidak diperlukan lagi pemahaman ulang. Bagi mereka, jika sanadnya shahih, matannya langsung diamalkan saja, tanpa diteliti lagi, tetapi trik ini berbeda dengan ulama modern yang berpendapat bahwa sanad yang shahih belum tentu matannya pun shahih. Implikasi dari hal ini, penelitian hadits tidak boleh terhenti pada aspek sanadnya saja, tetapi matannya juga harus di kaji secara mendalam.17 Menurut yang dipaparkan oleh M. Syuhudi Ismail, faktor-faktor yang menonjol penyebab sulitnya penelitian matan pada hadis adalah sebagai berikut:18 (1) Ada periwayatan secara makna, karena matan adalah isi materi dari hadis pasti ada makna yang terkandung didalamnya, makna biasanya lebih dari satu sehingga itu yang menyebabkan matan hadis lebih sulit untuk di tafsirkan dibandingkan dengan sanad. (2) Acuan yang digunakan sebagai

16 Niki Alma Febriana Fauzi, “Manhaj Kritik Matan ‘A’isyah Ra,” Muwazah 5 (July 2013): 77–78. 17 Suryadi, “Rekonstruksi Kritik Sanad Dan Matan Dalam Studi Hadis,” 180.

(10)

pendekatan tidak hanya satu macam. (3) Latar belakang timbulnya petunjuk hadis tidak selalu mudah untuk dapat diketahui, mencari latar belakang sangatlah sulit, karena harus mengulik-ulik sejarah terdahulu. (4) Adanya kandungan petunjuk hadis yang yang berkaitan dengan rasional atau akal fikiran manusia, itu yang membuatnya sulit karena akal fikiran manusia tidak semua sama. (5) Masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus tentang penelitian matan hadis.

Selain yang disampaikan oleh M. Syuhudi Ismail, Shalah ad-Din al-Adlabi memiliki pendapat yang agak berbeda dengannya, antara lain, sbb:19 (1) Langkanya kitab-kitab yang membahas tentang kritik matan bserta metodenya. (2) Pembahasan matan hadis yang ada pada kitab-kitab tertentu termuat diberbagai bab yang bertebaran sehingga sulit dikaji secara khusus. (3) Adanya keraguan dikalangan ahli hadis untuk mengklaim sesuatu sebagai bukan hadis padahal hadis, dan begitu sebaliknya.

Banyak hal-hal yang menyebabkan sulitnya matan hadis untuk diteliti seperti yang sudah di sampaikan di atas, intinya hal paling mendasar sulitnya melakukan kritik matan ialah karena yang diteliti adalah isi dari sebuah hadis atau makna yang terkandung pada sebuah hadis, yang tentunya memiliki perbedaan pendapat dari para ulama. Para ulama selalu menganggap pendapatnyalah yang benar dan sesuai, sedangkan yang lain juga menganggap pendapatnyalah yang benar.

Adapun terkait dengan objek kajian matan hadis, maka secara garis besarnya terdapat dua perkara yang harus di teliti, yaitu pertama, susunan kata-kata atau susunan redaksi hadisnya. Kedua, kandungan berita yang ada di dalam teks matan hadis.

Selain itu, salah satu tujuan pokok dari kritik hadis, baik dari segi sanad maupun matan, adalah untuk mengetahui kualitas hukum islam karena kedudukannyasebagai hujjah dalam ajaran Islam. Suatu hadis tidak memenuhi kriteria keshahihan hadis tidak dapat di jadikan sebagai hujjah dalam ajaran Islam. Karena, akan berdampak pada munculnya ajaran yang jauh dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pertanggungjawaban dari kritik matan hadis adalah perlunya penelitian ulang terhadap hadis-hadis yang termuat di dalam banyaknya karya para ulama. Penelitian ulang ini sangat bermanfaat untuk mengetahui seberapa akurasi penelitian ulama terhadap hadis yang telah mereka teliti. Selain itu, untuk menghindarkan diri dari penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi syarat shahih yang di lihat dari segi kehujjahannya.20

Pada masa dulu, para sahabat melakukan kritik matan hadis dengan cara menghadapkan hadis dengan ajaran al-Qur’an. Para sahabat mempertanyakan bahkan sampai pada tingkatan menolak sebuah hadis yang dianggap bertentangan dengan al-Qur’an. Selain itu, mereka juga membandingkan hadis dengan hadis yang lain yang memiliki tema yang sama. Mereka menolak

19 Ibid., 182.

20 Siti Fatimah, “Metode Pemahaman Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud,” Yogyakarta, 2009, 54.

(11)

hadis yang bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh orang yang lebih capable.21 Pada masa setelah sahabat kritik matan ini disempurnakan dan kemudian muncul para ulama yang secara khusus mengabdikan dirinya untuk membahas permasalahan-permasalahan hadis ini pada abad ke-2, 3, dan seterusnya. Para ulama terbagi kepada ulama hadis riwayah dan dirayah.

Dari penjelasan diatas, dalam meneliti hadis, peneliti harus mempunyai keahlian dalam bidang hadis dan ulumul hadis serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang ajaran Islam.

Sejarah adalah kejadian masa lampau yang memberikan dampak besar bagi masa depan. Sejarah ini biasanya berasal dari orang-orang penting, orang yang membawa pengaruh besar pada zamannya. Jika dalam konteks hadis, maka orang yang paling berpengaruh pastilah Nabi saw serta para keluarganya dan para sahabat-sahabatnya. Setiap kejadian yang mereka alami pasti adalah kejadian penting yang dapat berpengaruh bagi kehidupan setelahnya. Sehingga kemudian Rasulullah saw melontarkan perkataan-perkataan, persetujuan, tingkah laku sesuai dengan apa yang terjadi pada kala itu.

Dalam kaitannya dengan penelitian dan analisis mengenai matan hadis, ilmu sejarah sangat dibutuhkan, secara timbal balik antara metode hadis dengan metode sejarah saling membutuhkan. Fakta sejarah digunakan sebagai salah satu acuan kaidah kritik matan hadis, sedangkan metode kritik matan hadis juga cocok untuk digunakan dalam kritik narasi historis. Fakta sejarah yang digunakan sebagai basis pengujian matan hadis dapat sirah nabawi atau fakta-fakta lain yang diketahui terjadi pada masa Nabi SAW.22

Namun demikian, fakta sejarah yang dimaksudkan adalah fakta sejarah yang sudah merupakan realita sejarah yang bersifat pasti. Sementara hadis yang bertentangan dengan fakta sejarah adalah hadis yang berstatus ahad, karena hadis ahad yang berkedudukan sebagai zhanni al-subut. Tidak boleh bertentangan dengan kejadian yang pasti. Dengan menggunakan kaidah ini, maka matan hadis yang tidak bertentangan dengan fakta sejarah yang ada, sebaliknya matan hadis yang bertentangan dengan fakta sejarah perlu dianalisa.

Karena kritik matan merupakan objek kajian atau pengujian terhadap keabsahan matan hadis, dan untuk menentukan keaslian hadis, para ulama telah melakukan penelitian lebih lanjut, sehingga ada beberapa kriteria matan hadis yang shahih, diantaranya:23 (1) sempurnanya susunan kata dalam kalimat. Kehalusan bahasa Nabi Muhammad sudah teruji oleh kaidah bahasa serta terseleksi dalam pilihan-pilihan kata, sehingga meskipun membahas problema seksual sekalipun beliau mengungkapkannya dengan keindahan dan kesopanan bahasa, ini juga di ketahui bahwa standar

21 Muhammad Nasir, “Kriteria Keshahihan Hadis Perspektif Syiah,” 207.

22 Hairul Hudaya, “Metodologi Kritik Matan Hadis Menurut Al-Adlabidari Teori Ke Aplikasi,” Ilmu Ushuluddin 13 (January 2014): 33.

(12)

kelemahan hadis terletak pada lemahnya suatu kata pada suatu makna. Sehingga bisa di maklumi jika seorang rawi terpaksa meriwayatkan suatu hadis dengan makna, karena ketidakmampuan mengungkapkan kata-kata hadis tersebut dengan pas. Seorang rawi juga akan tampak berdusta, tatkala dia mengatakan kata-kata itu berasal dari Nabi. (2) kesempurnaan makna, makna yang terkandung dalam hadis sudah seharusnya dan semestinya tidak beradu dengan potensi positif manusia dan juga tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Sebagian para ulama hadis juga menyebutkan beberapa tanda hadis palsu di lihat dari segi matan, ciri-cirinya ialah sebagai berikut:24 pertama, ada yang namanya qarinah atau bukti-bukti yang mengelilingi matan baik rusak pada makna yang terkandung maupun dari lafal atau mungkin dari keduanya. Kedua, tidak padunya antara matan hadis dengan akal sehat yang tidak memungkinkan untuk di terjemahkan. Ketiga, hadis tersebut bertentangan dengan dalil qur’an. Keempat, hadis tersebut berlebihan dalam menilai sebuah amal. Kelima, hadis yang harusnya di saksikan oleh banyak perawi sahabat akan tetapi tidak terkenal dan hanya diriwayatkan oleh sedikit perawi. Keenam, hadis yang bertolak belakang dengan hikmah dan logika yang masuk akal. Ketujuh, bertolak belakang dengan sejarah yang ada sejak dulu. Kedelapan,, seorang perawi mengatakan bahwa ia mengaku bertemu dengan perawi lainnya, padahal menurut logika, tidak mungkin mereka bertemu.

F. Metode pemahaman hadis Nabi

Menurut ajaran islam, ilmu sudah di tuliskan dalam Al Qur’an, secara beragama yakni berilmu, karena itu, antara kedua hal ini yaitu berilmu dan beragama saling berkaitan. Di dalam islam juga ilmu ialah pengetahuan dari pikiran yang diperoleh secara sunguh-sungguh dari para ilmuwan muslim yang telah mengkaji masalah dunia maupun masalah akhirat dengan berpedoman kepada wahyu Allah. Akan tetapi bukan hanya dengan wahyu Allah, tetapi juga dari perkataan, perbuatan Nabi SAW yaitu hadis dan sunnah. Dalam hadis banyak terselip ilmu-ilmu pengetahuan yang membawa pada pengetahuan penting dunia dan akhirat.

Dalam memahami hadis Nabi terkait dengan sanad dan matannya. Karena ke-2 unsur ini adalah unsuar penting dan harus ada pada setiap hadis. Memahami sebuah hadis bukanlah pekara yang mudah, jika seorang itu tidak memiliki pengetahuan mengenai ilmu hadis, maka ia akan sangat kesulitan untuk menafsirakn hadis. Jangankan untuk menafsirkan, asal dalam mengartikan hadis itu bisa berbahaya, karena bisa menimbulkan pemikiran baru yang muncul dalam masyarakat sekitar.

1. Penelitian sanad

Dalam hal meneliti hadis, menguji keaslian hadis adalah hal utama yang mesti di lakukan oleh seorang peneliti hadis. Penelitian ini akan sia-sia belaka apabila ia tidak menguji keaslian sanad

(13)

terlebih dahulu. Meskipun matannya shahih dan tebebas dari pertentangan para ulama, tapi jika sanad atau jalur perawinya yang membawa hadis itu tidak valid, maka hadis tersebut tidak bisa di jadikan sebahai hujjah. Oleh karena itu, melakukan penelitian terhadap sanad terlebih dahulu sangat penting sebelum melakukan penelitian terhadap matan hadis. Peneliti dalam hal ini harus jeli dalam melaksanakan penelitian, karena keaslian sanad sangat penting, tidak boleh keliru sedikitpun dalam meneliti, karena akan sangat mempengaruhi keaslian hadis.

Keaslian hadis ini yang nantinya akan membuat apakah hadis ini dapat diamalkan atau ditinggalkan. Hadis yang shahih dan hasa lah yang paling pas untuk di jadikan sebagai sandaran, namun bukan berarti hadis yang daif langsung di tinggalkan, namun hadis daif masih bisa untuk di amalkan, tapi hanya sebatas untuk menambah amalan saja, hadis daif tidak bisa menjadi sumber hukum karena tidak memenuhi kriteria atau syarat pada sebuah hadis, baik dari sanad maupun matannya.

Aisyah ra. Telah mempraktekkan uji keaslian hadis dan telah mulai mengkritik hadis. Hanya saja penelitian sanad pada zaman dahulu dengan sekarang sangat berbeda. Jika pada zaman sekarang, peneliti harus mencari tahu mengenai biografi dan penilaian para ulama terhadap seorang perawi hadis ke dalam berbagai kitab hadis, maka pada masa para sahabat hal ini tidaklah di lakukan. Sebabnya ialah, kitab-kitab biografi baru muncul pada abad ke-2 H jauh setelah periode sahabat-sahabat berakhir.25 Hal ini di sebabkan materi hadis yang ada di antara sahabat dan sedikit dari pada tabiin, serta predikat para sahabat kala itu semuanya ‘adil membuat penelitian pada sanad belum terlalu detail dan tersusun serta tersistem seperti sekarang ini. Meskipun begitu, kritik sanad sudah ada sejak periode para sahabat, dan juga di lakukan oleh Aisyah ra. sendiri.

Para sahabat sebenarnya telah menggunakan berbagai metode untuk memastikan keontetikan hadis, contohnya seperti pengambilan sumpah dan meminta saksi dari sahabat yang lain. Hal ini di lakukan untuk membuat mereka lebih berhati-hati dalam menerima hadis yang mereka dengar dari para sahabat yang lain. Tetapi apa yangdi lakukan oleh Aisyah ra. agak berbeda dengan apa yang di lakukan oleh para sahabat. Ia menitik beratkan pada bagaimana ia menyampaikan kekeliruan yang telah di lakukan oleh para sahabat.26 Tapi bukan berarti ia menuduh dusta kepada para sahabat yang membawa hadis tersebut secara keliru, tetapi lebih berusaha menjelaskan apa yang menurutnya benar demi menjaga sunah Nabi. Dan terbukti para sahabat yang di kritiknya adalah sahabat yang tidak lagi di ragukan integritasnya akhlak dan prilakunya.

Contoh dari model kritik yang di lakukan oleh Aisyah ra. faktornya ialah sebagai berikut:27 (1) kesalahan sahabat dalam meriwayatkan hadis Nabi, (2) sahabat yang lupa atau kurang hafal terhadap riwayat, sehingga ketika meriwayatkannya kurang tepat, (3) sahabat yang masih kurang

25 Niki Alma Febriana Fauzi, “Manhaj Kritik Matan ‘A’isyah Ra,” 77. 26 Ibid., 78.

(14)

pemahamannya terhadap sebagian hadis, (4) sahabat tidak mengetahui bahwa hadis yang di sampaikan ternyata telah di hapus (mansukh), (6) sahabat kurang tahunya hadis yang di riwayatkan, sehingga ketika sahabat berfatwa fatwanya masih salah.

Kenapa Aisyah ra. lebih berani dalam mengkritik hadis yang di sampaikan oleh para sahabat Nabi, itu dikarenakan Aisyah ra adalah istri Nabi saw. yang mana hampir seratus persen lebih sering bersama Rasulullah di bandingkan dengan para sahabat yang belum tentu setiap hari berbaur dengan Rasulullah saw. tapi bukan hanya karena itu, Aisyah ra. adalah wanita paling cerdas dan memiliki pengetahuan yang tinggi, serta memiliki kecakapan yang baik.28

Sanad hadis merupakan unsur utama penelitian dan penafsiran hadis. Kualitas sanad yang ditetapkan ulama memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat bisebabkan oleh:29 (1) Otoritas yang dimiliki oleh komunitas ulama tertentu, (2) Terhadap syarat minimal keshahihan suatu hadis, (3) Penetapan tingkatan hadis yang dapat digunakan dalam persoalan-persoalan tertentu.

Para ulama hadis telah menetapkan bahwa pedoman bagi akidah haruslah berdasarkan hadis-hadis yang mutawattir. Jika suatu hadis-hadis yang didalamnya terdapat pembicaraan yang ganjil serta sukar untuk dimengerti, maka persoalan sanad menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Dengan kata lain, kondisi kandungan hadis yang dimaksud hadis tersebut akan ditinggalkan apabila setelah diteliti ternyata sanadnya dhaif.

Dalam masalah ini, tidak dapat dipungkiri juga mengenai terdapatnya hadis-hadis yang sulit dipahami kandungannya, namun memiliki sanad yang kuat, bahkan mutawatir, maka hadis seperti ini menjadi bahasan hal yang utama dalam penelitian hadis. Hal ini karena adanya ruang lingkup yang cukup luas tentang ajaran islam tersebut yang tidak terbatas pada persoalan-persoalan yang nyata, tetapi juga pada aspek-aspek diluar jangkauan perkiraan manusia. Hadis-hadis yang memiliki kandungan hal-hal yang sulit dipahamai, namun sanadnya tidak memenuhi syarat keshahihan, maka hadis tersebut dapat dikategorikan sebagai hadis yang dhaif atau bahkan maudhu. Artinya, dalam hal ini, penelitian terhadap matan hadis tersebut tidak perlu dilakukan sebagai kajian dalam bidang pemahaman hadis, karena ia telah menjadi hadis yang tidak layak untuk dipedomani.

2. Penelitian matan

Penelitian matan hadis merupakan salah satu bentuk usaha meneliti kandungan isi atau matan suatu hadis. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa kritik matan harus didahului dengan kritik sanad terlebih dahulu. Dengan kata lain, sebuah hadis yang sudah dikatakan lemah sanadnya, Maka upaya terhadap kritik matan tidak lagi menjadi kewajiban karena hadis tersebut sudah dianggap tidak memenuhi syarat untuk dijadikannya sebagai hujjah.

28 Ibid., 82.

(15)

Mengenai hal diatas, langkah awal yang harus di telusuri dari sebuah hadis adalah sanadnya. Jika sanadnya memenuhi syarat, maka penelitian bisa di lakukan, yaitu meneliti mata hadisnya. Tetapi jika dari sanadnya saja sudah bermasalah, maka tidak perlu menelisik mengenai matan hadisnya. Jika keduanya (sanad dan matan) setelah di teliti dan memenuhi kriteria hadis shahih, maka hadis itu baik untuk di jadikan sebagai hujjah dan bisa di amalakan dalam kehidupan sehari-hari.

Yusuf al-Qaradhawi menawarkan kajian kritik matan hadis yang dapat memberikan wawasan dalam hubungannya dalam ilmu hadi itu sendiri. Ada beberapa pinsip pemahaman terhadap hadis Nabi, yakni:30 (1) memahami al-sunnah sesuai dengan petunjuk al-Qur’an, hal ini berdasarkan bahwa al-Qur’an adalah sumber hukum yang tertinggi dalam keseluruhan hukum Islam. Sedangkan hadis adalah penjelas dari prinsip-prinsip dari al-Qur’an, dalam artian sebagai penjelas tidak boleh bertentangan dengan apa yang di jelaskan. (2) memadukan hadis-hadis yang memiliki topik sama, untuk memahami as-sunah dengan benar, kita harus menghimpun dan memadupadankan beberapa hadis shahih dengan satu tema (topik) yang sama. Merinci apa yang tercatat di dalam al-Qur’an secara garis besarnya, menafsirkan bagian-bagian yang kurang jelas, mengkhususkan hukum yang berdifat umum, dan membatasi apa yang disebutkan secara terlampau lebih. (3) penggabungan atau pentarjihan antara hadis-hadis yang terlihat bertentangan. (4) memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakang masalahnya, situasi kondisi ketika di ucapkan, serta memaparkan tujuannya. (5) memisahkan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang bersifat tetap dalam setiap hadis, siapapun yang benar-benar berusaha untuk memahami hadis Nabi dan rahasia-rahasia yang di kandungnya akan memperoleh kejelasan bahwa yang paling penting adalah tujuannya. Sedangkan, yang termasuk prasarana dapat saja beubah seiring dengan perubahan lingkungan, zaman, adat kebiasaan, dan sebagainya. (6) membedakan antara ungkapan yang memiliki makna sebenarnya dan yang bersifat majas saat memahami hadis. (7) membedakan yang gaib dan nyata, dari kandungan hadis yang gaib adalah hal-hal yang berkenaan dengan makhluk-makhluk yang tidak terlihat, seperti malaikat yang diciptakan Allah, dengan tugas-tugasnya masing-masing, begitu juga dengan jin an setan yang diciptaka Allah untuk menyesatkan manusia, kecuali hamba Allah yang senantiasa berada di jalan-Nya. (8) memastikan makna peristilahan yang di pakai oleh hadis

Langkah-langkah pelaksanaan kritik matan hadis, sbb:31 (1) Bidang kebahasaan, termasuk kritik teks yang mencermati keaslian serta kebenaran teks. Target analisis proses kebahasaan matan hadis ini tertuju pada upaya penyelamatan hadis dari pemalsuan serta jaminan kebenaran teks hingga ukuran yang sekecil-kecilnya. (2) Analisis terhadap isi kandungan makna yang ada pada

30 Siti Fatimah, “Metode Pemahaman Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud,” 29–35. 31 Abd. Wahid, “Metode Penelitian Dan Pemahaman Hadis Musykil,” 194.

(16)

matan hadis. Target kerja analisisnya berpusat pada aplikasi ajaran berstatus yang layak untuk diamalkan harus dikesampingkan atau ditangguhkan terlebih dahulu pemanfaatannya terlebih dahulu sebagai hujjah syar’iyyah. (3) Penelusuran ulang pemberitaan dalam matan hadis kepada narasumber, apakah benar-benar melibatkan peran aktif Nabi SAW atau hanya sekedar praktek keagamaan sahabat dan tabi tabiin atau semata-mata fatwa pribadi mereka.

Penelitian terhadap sanad meupakan langkah awal yang ditempuh dalam meneliti serta memahami hadis Nabi SAW. untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang tingkatan para perawi, serta keragaman rangkaian sanad dan kitab-kitab yang meriwayatkan hadis tersebut.

Apabila kajian sanad telah selesai maka penafsirannya terhadap matannya dapat dilakukan dengan mempedomani pada berbagai kriteria keshahihan matan yang ditetapkan oleh matan hadis. Langkah terakhirnya adalah menetapkan pendekatan yang sesuai dengan tema atau kandungan pada hadis.

Secara garis besar, pendekatan untuk memahami dan melaksanakan kritik terhadap hadis dapat di lakukan dengan dua cara, yakni:32 (1) melalui pendekatan bahasa, karena matan merupakan kumpulan lafaz-lafaz yang berisikan makna. (2) melalui pendekatan dengan pembandingan, pendekatan ini dapat di akukan dengn duacara, pertama, menghadapkan hadis dengn Al Qur’an dan hadis yang lain. Kedua, menghadapkan hadis dengan ilmu pengetahuan.

Dan sekali lagi, melakukan kritik dan usaha untuk memahami matan hadis secara utuh harus dengan melakukan sebuah perbandingan-perbandingan sebagaimana di jelaskan di atas. Hadis di uji dengan kenashan Al Qur’an terutama hadis-hadis yang mengandung akidah, informasi tentang alam ghaib serta sebuah ritual. Semua ini penting, karena hadis salah satu fungsinya adalah menjelaskan isi dari Al Qur’an serta menjadi salah satu panduan praktis dalam melakukan ibadah. Selain di bandingkan dengan Al Qur’an, hadis juga bisa dibandingkan dengan hadis lain yang memiliki topik atau tema yang sama. Jika sebuah hadis bertentangan dengan hadis yang lain, maka hadis yang sanadnya lebih kuat itu yang menang. Sedangkan hadis yang mengandung tentang ilmu pengeathuan, perli di uji dengan ilmu pengetahuan pula.

G. Problem dan Solusi Mengenai Pemahaman Hadis Bagi Banyak Orang

Pelajaran yang berkaitan mengenai hadis, biasanya ada pada sekolah yang berbasis pendidikan agama islam, seperti pondok pesantren atau pendidikan madrasah, seperti MI, MTs, MA, IAIN/STAIN. Yang dibahas sangat beragam mulai dari pengertian hadis, macam-macam hadis, sampai pada tingkat penelitian mengenai keshahihan hadis.

32 Arif Wahyudi, “Kritik Matan (Sebuah Upaya Menjaga Dan Meneropong Orisinalitas Hadits),” Al-Ihkam 4 (Desember 2009): 176.

(17)

Mutu pembelajaran hadis seharusnya bisa selalu meningkat, apalagi di Indonesia, karena mayoritas dari penduduknya adalah Muslim. Tapi terkadang masih ada kesulitan dalam memberikan pelajaran hadis. Kesulitan utama yang di hadapi adalah seperti sistem yang gagal sehingga menjadi tabir bagi para guru itu untuk mengembangkan dan menerapkan proses yang baru dalam pendidikan yang nantinya dapat memperbaiki mutu pendidikan pada tiap tingkatan sekolah.33

Pencapaian keberhasilan dalam belajar ilmu mengenai hadis, tidak hanya menjadi tanggung jawab para siswa siswinya, melainkan juga dari para guru yang memberikan motivasi bagi para siswanya. Dalam mengembangkannya, seorang guru harus kreatif dan berinovasi dalam memajukan kegiatan pembelajaran.

Karena pada dasarnya, pendidikan islam selalu berhubungan dengan realitas atau kenyataan yang ada di dalamnya. Pendidikan islam melalui pelajaran hadis memberikan pengaruh tehadap lingkungan sosial masyarakat sekitar. Untuk memahami hadis dengan baik dan untuk mengajarkannya, di perlukan sumber daya manusia. Yang mana sumber daya manusia yang di miliki oleh lulusan muslim Indonesia masih kurang. Maka di butuhkan sumber daya manusia yang bermutu untuk menelisik tentang hadis. Dalam peningkatan sumber daya manusia yang terlatih dan memiliki komitmen adalan merupakan tanggung jawab dan termasuk kedalam kawasan pemerintah dan masyarakat termasuk orang tua yang semestinya memperhatikan pembinaan dan pendidikan anak-anak untuk di jadikan generasi penerus, dan tidak membiarkan begitu saja perkembangan anak tanpa bimbingan.34

Hadis selalu berisi tentang hal-hal baik, seperti mengenai kehidupan sehari-hari, tentang beribadah, bahkan tentang kehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial masyarakat harusnya aman, sentosa dan makmur; hal ini dapat di artikan selamat atau terlepas dari segala macam kesukaran, gangguan, kemungkaran, dan sebagainya.35 Kesejahteraan sosial dalam kehidupan ini bertujuan untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik, dan hal ini bisa didapatkan dari prilaku-prilaku yang terpuji, tentunya dengan melakukannya dengan memiliki sumber yang jelas, seperti al-Qur’an, an yang kedua hadis. Begitu pentingnya ke dua sumber ini sehingga sangat memprngaruhi kehidupan seseorang di dalam lingkungan sekitarnya.

Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, peneliti atau bahkan setiap orang harus selalu dan terus belajar, karena belajar adalah salah satu kegiatan yang dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan ilmu yang semakin bertambah. Salah satunya dengan learning revolution, maksudnya ialah perubahan secara cepat serta mendalam pada cara belajar yang perlu di

33 M. Ihsan Dacholfany, “Manajemen Mutu Pembelajaran Di Lembaga Pendidikan Islam,” 113.

34 M. Ihsan Dacholfany, “Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi,” Akademika 20 (June 2015): 180.

(18)

lakukan agar kemungkinan-kemungkinan baru yang lebih pas yang di berikan oleh teknologi informasi dapat berguna untuk proses pembelajaran yang lebih maju dan berkualitas.36

Metode ini berusaha memanfaatkan kemajuan IPTEK yang semakin berkembang dengan pesat pada jaman sekarang guna meningkatkan kualitas pengetahuan dan memunculkan inovasi pembelajaran yang lebih tepat. Mengapa demikian, karena sudah di jelaskan di atas, bahwa untuk melakukan takhrij hadis, agar memudahkan, agar lebih cepat dan mudah, maka ilmu IT sangat di perlukan, supaya lebih efisien waktu.

Metode ini ialah belajar secara mengasyikan dan menyenangkan tanpa terikat oleh sistem atau peraturan yang meniadakan kebebasan berpikir untuk peserta didik. Dalam metode ini, guru ataupun pendidik berperan sebagai fasilitator sekaligus teman berdiskusi untuk para peserta didiknya. Dengan begitu. Peserta didik dapat diarahkan untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam pembelajaran dan tidak hanya menjadi pendengar seperti yang biasa terjadi pada pembelajaran biasanya. Kemudian seorang pendidik juga di tuntut memungkinkan lingkungan di luar kelas di jadikan untuk tempat belajar dengan menggunakan berbagai media, baik yang teknologi ataupun dari alam.

H. Simpulan

Kesimpulan yang dapat di ambil dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut. Hadis seharusnya sejalan dengan pemahaman Al Qur’an. Dan saat hadis itu bertentangan dengan informasi Al Qur’an maka hadis itu harus di tolak. Karena meskipun hadis termasuk sumber hukum islam, tetap saja harus berpusat pada Al Qur’an.

Takhrij hadis adalah usaha yang di lakukan oleh para ulama dalam menemukannya pada sumbernya yang asli dan dari pencarian itu, akan di dapatkan sanad dan matan yang yang lengkap dari sebuah hadis. Tujuan dan manfaat dari melakukan itu semua adalah untuk mengetahui apakah hadis itu shahih, hasan atau maudu’, sehingga dapat di ketahui mana hadis yang bisa di jadikan landasan untuk melakukan suatu ibadah atau mana hadis yang tidak bisa di amalkan. Selain itu untuk mengetahui matannya lengkap atau tidak dan sanadnya berasal dari para rawi yang adil, dhabit dan lain-lain atau tidak. Secara singkatnya, ada beberapa metode yang bisa di lakukan dalam melakukan takhrij hadis, di antaranya pertama, melalui lafal yang ada terdapat pada matan hadits, kedua, melalui awal matan sebuah hadis, ketiga, melalui periwayat yang pertama, keempat,melalui topik-topik yang ada pada kitab sumber, dan kelima, dengan memperhatikan bagaimana keadaan matan dan sanad hadis. Selain metode-metode di atas, dapat juga melakukannya dengan ilmu

36 Dedi Wahyudi dan Habibatul Azizah, “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning Revolution,” Attarbiyah 26 (2016): 4.

(19)

teknologi, seperti memprogramkan hadis-hadis Nabi dalam CD, dengan begitu kegiatan mentakhrij hadis dan melakukan penelitian hadis dapat menjadi lebih mudah, cepat, dan efektif.

Sanad ialah ketersambungan para rawi yang membawa isi hadis dari sumber awalnya. Kritik yang di lakukan terhadap sanad hadis di tujukan untuk mengetahui keaslian dari hadis. Mengetahui sisi keaslian dari sebuah hadis sangatlah penting agar orang tidak sembarangan dalam memahami dan menafsirkan sebuah hadis. Hadis yang asli adalah hadis yang berasal langsung dari Nabi. Dan otentitas seorang perawi adalah hal mutlak yang harus ada pada sebuah hadis. Melakukan kritik sanad di tetapkan pada lima kriteria, yakni yang pertama, ‘adil maksudnya integritas seorang periwayat, kedua, dhabith artinya intelektual seorang periwayat, seberapa kuat ingatannya, dll, ketiga, muttasil artinya sanadnya bersambung, keempat, gahair syadz maksudnya tidak ada kejanggalan pada perawinya, kelima, ghair illah artinya tidak ada cacatb yang menyelimuti pada setiap perawinya.

Matan adalah isi berita dari sebuah hadis, atau inti pembelajaran dari hadis. Dan terkait mengenai objek yang di teliti tentang matan hadis, ada dua perkara yang harusnya di teliti, yakni tentang susunan kata-kata pada redaksinya dan yang kedua, kandungan yang terdapat pada matan hadis. Selain dari itu, salah satu tujuan utama dari kritik hadis matan ini untuk mengetahui baik buruknya (kualitas) hadis. Konsekuensi dari kritik matan ialah penelitian ulang terhadap hadis-hadis yang termuat di dalam karya-karya para ulama. Penelitian ulang ini bermanfaat seberapa akurasinya penelitian para ulama terhadap hadis yang mereka teliti, supaya dapat menghindarkan diri dari menggunakan hadis yang tidak memenuhu syarat shahih yang di lihat dari kehujjahannya.

Perkembangan kritik hadis selalu menimbulkan perdebatan. Masing-masing ulama memiliki metodologi sendiri yang di anggap paling baik untuk menentukan kualitas hadis. Ini dapat terjadi karena periwayatan hadis dengan caramenafsirkan makna, bukan dengan lafalnya. Sehingga teks asli ang di sampaikan oleh Nabi Muhammad tidak di ketahui dengan pasti lagi. Periwayatan secara makna menyebabkan perubahan pada kosa kata yang di gunakan sehingga berbeda dengan ucapan yang sebenarnya di sebutkan oleh Nabi SAW sendiri. Selain itu, memang seorang perawi mencoba untuk menangkap makna dari ucapan Nabi.37

(20)

I. Referensi

Abd. Wahid. “Metode Penelitian Dan Pemahaman Hadis Musykil.” Jurnal Substantia 15 (Oktober 2013).

Abdul Latif. “Kritik Matan Hadis (Suatu Metodologis Dalam Ilmu Hadis.” Tajdid 10 (June 2011).

Ardiansyah. “Konsep Sunnah Dalam Perspektif Muhammad Syahrur.” Miqot 33 (June 2009).

Arif Wahyudi. “Kritik Matan (Sebuah Upaya Menjaga Dan Meneropong Orisinalitas Hadits).” Al Ihkam 4 (Desember 2009).

Dedi Wahyudi dan Habibatul Azizah. “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning Revolution.” Attarbiyah 26 (2016).

Hairul Hudaya. “Metodologi Kritik Matan Hadis Menurut Al-Adlabidari Teori Ke Aplikasi.” Ilmu Ushuluddin 13 (January 2014).

Hasan Su’aidi. “40 Hadis Pedoman NU Karya Kh. Hasyim Asy’ari.” Jurnal Penelitian 11 (Mei 2014).

Jon Pamil. “Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist.” Jurnal Pemikiran Islam 37 (June 2012).

M. Ihsan Dacholfany. “Manajemen Mutu Pembelajaran Di Lembaga Pendidikan Islam.” Akademika 15 (July 2010).

———. “Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi.” Akademika 20 (June 2015).

M. Syuhudi Ismail. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

———. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

(21)

Mumtazul Fikri. “Islam Persuaif Dan Multikulturalisme Di Aceh.” Akademika 20 (June 2015).

Nasrullah. “Metodologi Kritik Hadis.” Jurnal Hunafa 4 (Desember 2007).

Niki Alma Febriana Fauzi. “Manhaj Kritik Matan ‘A’isyah Ra.” Muwazah 5 (July 2013).

Nur Kholis. “Kesejahteraan Sosial Di Indonesia Perspektif Ekonomi Islam.” Akademika 20 (July 2015).

Siti Fatimah. “Metode Pemahaman Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud.” Yogyakarta, 2009.

Suryadi. “Rekonstruksi Kritik Sanad Dan Matan Dalam Studi Hadis.” Esensia 16 (oktober 2015).

Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga. Metodologi Penelitian Hadis. Yogyakarta: Teras dan TH Press, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian para Kritikus Hadis : Abu Hurairah adalah seorang sahabat Rasul saw, tentang hal sahabat, jumhur ulama Hadis berpendapat bahwa seluruh sahabat Nabi saw

Komentar kritikus h{adi>s di atas, tidak seorangpun yang mencela Abdulla>h bin Sha>lih, dilihat dari tahun wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi di

BAB III TAKHRĪJ HADIS MENGENAI ṢALĀT ARBA‘ĪN ... Teks Hadis dan Terjemahannya ... Kegiatan Takhrīj Hadis ... Penelusuran Hadis Melalui Matan ... Kegiatan Penelitian Hadis

28 Sy ± hid adalah sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dengan lafaz atau makna yang sama dengan perawi lain walaupun tidak memiliki persamaan pada susunan

pada hadis shadh harus dari perawi thiqah dan tidak ada sanad pendukung baginya. Bagi al-Shâ fi„ î hadis shadh adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi thiqah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hadis-hadis anjuran puasa Rajab, para rawi yang terdapat dalam sanad hadis tersebut masing-masing mendapat predikat s\iqat sehingga

Sesuai penelusuran pada beberapa kitab-kitab Rija>l , tidak didapatkan seorang pun kritikus hadis mencela pribadi Ish}aq bin Yu>suf.. Dia meriwayatkan hadis dari Yahya

Baik hadis tersebut ada di kutub al-sittah atau tidak, karena keinginan penulis ingin memberi kepastian tentang sanad dan matan yang ada dalam kitab ini Dari penelitian 11 hadis yang