• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN TENTANG HADIS DUSTA UNTUK MEMBUAT ORANG TERTAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN TENTANG HADIS DUSTA UNTUK MEMBUAT ORANG TERTAWA"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Dalam Ilmu Ushuluddin

Oleh:

USWATUN HASANAH 1113034000057

PROGRAM S 1

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018

(2)
(3)
(4)
(5)

viii ABSTRAK

Uswatun Hasanah: Studi Kritik Sanad dan Matan tentang Hadis Dusta untuk Membuat Orang Tertawa

Lisan berperan sebagai sarana untuk berkomunikasi kepada yang lainnya.

Lisan juga termasuk kedalam nikmat Allah yang besar, Namun memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Seseorang akan dapat terjerumus kedalam api neraka ataupun ke surga karena lidahnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan humor sehingga muncullah tawa yang sangat menyenangkan.

Kegiatan tertawa merupakan sebuah kebiasaan yang biasa dilakukan untuk mencairkan suasana untuk merefreshingkan suasana agar tidak kaku. Namun, banyak terjadi kesalahan ketika seseorang ingin membuat orang lain tertawa.

Salah satunya mengeluarkan kata-kata dusta yang tanpa disadari kegiatan tersebut sering dilakukan setiap hari. Dengan demikian lidah memiliki peran besar terhadap keselamatan manusia tersebut di akhirat ataupun di dunia.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode Takhrij hadis dalam mengumpulkan hadis-hadis yang sesuai dengan tema dan penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan dengan metode library Research, yaitu dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi ini.

Setelah melakukan kegiatan penelitian sanad dan juga matan hadis penulis berkesimpulan bahwasanya hadis tentang ancaman bagi orang yang melakukan berdusta, pada hadis pertama memiliki kualitas sahih baik dari segi sanad ataupun matannya, sedangkan, untuk hadis kedua, memiliki kualitas sanad daif tetapi, matan nya berkualitas sahih. Kendati demikian, hadis tersebut dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk menghindari perbuatan berdusta dengan tujuan agar membuat orang lain tertawa.

(6)

ix

Penyayang. Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Ilahi atas rahmat dan hidayat-Nya serta inayah-Nya yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul” Studi Kritik sanad dan Matan Hadis larangan berdusta untuk membuat orang tertawa”.

Salawat dan salam yang tak terlupakan penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah banyak memberi pengajaran dan pelajaran agar manusia berada di jalan yang benar dan lurus dan senantiasa berada dalam keadaan nyaman dan juga selamat.

Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya dengan limpahan karunia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, alḥamdulillāh dapat teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis dan Ibu Drs. Banun Bina Ningrum, M. Pd., selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.

(7)

x

5. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhususnya jurusan Tafsir Hadis yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar dalam mencurahkan dan mendidik pada saya selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.

6. Bapak Dr.Bustamin,M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan didikasinya kepada penulis, bersabar memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di bawah bimbingannya. Juga melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, pemikiran baru, sehingga penulis ada gairah semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Arman dan ibunda Tri Yatmi, yang telah mengarahkan, dengan penuh kasih sayang tanpa pamrih, tak pernah lelah dan tak bosan dalam memberikan dukungan moral maupun materil, serta do’a dan semangat yang selalu membanjiri hati buah hatimu ini.

8. Seluruh sahabat-sahabat Nur Izzah Fakhriah dan M. Fauzan yang telah memberikan support serta doanya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Seluruh teman-teman Jurusan Tafsir Hadits angkatan 2013 terutama TH-B. Mudabbiroh, Siti Munawarah, Nurul Ihya, Nuzzulinna Azka R, Alfi Syahriyati, dan Ummu Hafidzah, terima kasih atas doa kalian

(8)

xi

10. Seluruh teman-teman dari KKN SEGAR yang setia mendoakan dan memberikan motivasi kepada saya.

11. Terimakasih kepada Kakak Eka Napisah yang selalu memberikan motivasi kepada penulis ketika sedang merasa lelah dalam penulisan ini.

12. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun luput untuk penulis sebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih penulis.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinan di dalamnya skripsi ini terdapat kekeliruan dan kesalahan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk penulis yang lebi baik lagi kedepannya dan harapan penulis semoga skripsi ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga Allah swt. selalu memberkahi dan membalas semua kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini.

Āmīn yā Rabb al-Ālamīn.

Jakarta, 13 November 2017

Uswatun Hasanah

(9)

xii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Kajian Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

Bab II KONSEP ISLAM TENTANG DUSTA DAN TERTAWA A. Konsep Islam Tentang Dusta 1. Pengertian Dusta ... 13

2. Bentuk-Bentuk Dusta ... 16

3. Pengaruh yang Timbul dari Dusta ... 20

4. Pengaruh Dusta Terhadap Kepribadian ... 20

5. Cara Meninggalkan Dusta ... 20

B. Tinjaun Umum tentang Tertawa 1. Pengertian Tertawa ... 21

2. Etika Tertawa Rasulullah ... 23

(10)

xiii

BAB III HADIS – HADIS TENTANG DUSTA DAN TERTAWA

A. Hadis - Hadis tentang Dusta dan Terjemahannya ... 27

B. Hadis - Hadis tentang Tertawa dan Terjemahannya ... 36

BAB IV ANALISA HADIS TENTANG ANCAMAN ORANG YANG BERDUSTA UNTUK MEMBUAT TERTAWA A. Teks Hadis dan Terjemahannya ... 44

B. Kegiatan Takhrij al-Hadis ... 45

C. I’tibar ... 46

D. Pengertian Kritik Sanad dan Matan Hadis ... 47

1. Kritik Sanad Hadis ... 48

2. Kritik Matan Hadis ... 48

E. Kritik Hadis tentang Ancaman Terhadap Orang yang Berdusta untuk Membuat Tertawa ... 49

Bab V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat sering menyisipkan humor1 dalam komunikasi sehari-hari. Komunikasi yang disisipi humor seringkali memiliki makna lebih yang ingin disampaikan oleh penutur. Bahkan, saat ini masyarakat telah menempatkan humor sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupannya. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya acaranya televisi yang menayangkan hal tersebut di Indonesia.

Saat ini program acara televisi banyak menyajikan program acara yang beragam. Pada hakikatnya televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang berfungsi untuk menghibur dan memberi informasi kepada khalayak sesuai dengan fungsi komunikasi masa. Secara garis besar fungsi dari komunikasi massa menurut Onong Effendi2 mengatakan bahwasanya ada 3 yaitu menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), dan menghibur (to entertain).”3

Menyenangkan perasaan orang yang sedang kesusahan termasuk bagian dari menghibur dan meringankan musibah orang lain. Biasanya orang suka bersenda gurau wajahnya selalu kelihatan muda, simpati dan menyenangkan di mana- mana tidak pernah kelihatan murung, sebaliknya ia

1 Rangsangan verbal atau visual yang secara langsung dimaksudkan dapat memancing senyum dan tawa pendengar atau orang yang melihatnya, Abdul Chaer, Ketawa-Ketiwi Betawi(Depok: Masup Jakarta, 2007), Hal: 5.

2 Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A. adalah salah satu tokoh Ilmu Komunikasi di Indonesia.

3 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam(Ciputat:Pt. Logos Wacana Ilmu,1999) Hal: 23.

(12)

selalu periang. Apalagi sampai menangis, susahpun seakan-akan belum pernah dialaminya. Namun, bersenda-gurau dalam segala agama ada yang membolehkan dan ada juga yang melarang.

Dalam bersenda-gurau ada hal yang tercela dan yang terlarang menurut agama ialah yang dilakukan secara terus-menerus dan melampaui batas. Oleh karena itu, hal tersebut dilarang, dikarenakan ia akan sibuk membuat permainan yang dapat menertawakan orang atau mencari halnya yang dianggap orang lucu.4

Adapun bersenda-gurau yang melampaui batas itu dilarang dikarenakan akan menyebabkan senantiasa ketawa dan mungkin akan menyebabkan perasaan yang tidak enak dalam hati orang yang tersinggung atau merasa tersindir atas lelucun yang kita perbuat.

Senda gurau ada yang diperbolehkan yaitu senda gurau yang sunyi dari keadaan-keadaan sebagaimana yang tersebut, maka tidaklah tercela sama sekali. Siapapun dapat mengerjakan senda gurau yang baik asalkan diusahakan benar-benar dan tidak pula mengatakan selain yang tidak benar.

Akan tetapi, tujuan dari bersenda gurau hanyalah agar orang-orang tertawa dan jika mereka telah dapat dibuat tertawa, maka gembiralah hati pembuat lelucon tadi.

Terdapat sebuah kekeliruan yang besar yaitu ketika seseorang menganggap sendau gurau itu sebagai suatu karya. Seseorang akan terus menerus berbuat sedemikian rupa dan sampai melampaui batas yang ada.

Apabila kita bersendau gurau dan dapat mekukan yang baik-baik serta tidak

4 Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, ter.Zainuddin, (Jakarta:Bumi Aksara,1994), Hal: 155.

(13)

ada ucapkan melainkan yang benar, maka itulah yang tidak memiliki larangan dan juga tidak berdosa.

Etika di dalam bersendau gurau sebaiknya mengandung hal yang benar dan tidak terdapat didalamnya mengandung dusta.5 Hendaknya di dalam bersenda gurau tersebut tidak mengada-ada atau terdapat dusta tentang cerita- cerita yang hanya bertujuan untuk membuat tertawa. Rasulullah SAW melarangnya, hal tersebut sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:

َلاَق ِهيِبَأ ْنَع ِبَِأ ِنَِثَّدَح َلاَق ٍميِكَح ِنْب ِزْهَ ب ْنَع َيََْيَ اَنَ ثَّدَح ٍدَهْرَسُم ُنْب ُدَّدَسُم اَنَ ثَّدَح ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعَِسَ

ٌلْيَو َمْوَقْلا ِهِب َكِحْضُيِل ُبِذْكَيَ ف ُثِّدَُيَ يِذَّلِل ٌلْيَو ُلوُقَ ي َمَّلَس

ُهَل ُهَل ٌلْيَو

6

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Bahz bin Hakim ia berkata; telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Bapaknya ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah ia, celakalah ia.". 7

Dalam bersenda gurau haruslah melihat kondisi ataupun kepada siapa ia akan bersendau gurau. Maka dengan itu di dalam bersenda gurau tidak boleh terdapat unsur-unsur yang menyakiti perasaan orang lain. Adapun ketika bersenda gurau pula sebaiknya tidak dilakukan kepada orang yang lebih tua daripada kita. Ataupun kepada orang-orang yang tidak dapat bersenda gurau.

Sebaiknya tidak terlalu memperbanyak senda gurau karena itu akan mengakibatkan seseorang akan dianggap rendah oleh orang lain.8 Rasulullah

5 TB. Asep Subhi dan Ahmad Taufik , 101 Dosa Besar(Jakarta:Qultum Media, 2004), Hal:

146.

6 Abu Daud Sulaeman Al-Sajastani, Sunan Abu Daud(Beirut:Daral Kitab al-Arabi), Kitab:Adab, Bab: Teguran Keras Dari Dusta, Hal: 539.

7 Aplikasi Sembilan Imam Hadis LIDWA

8 Jurnal Rokayah, Penerapan etika dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari, IAIN Raden Inten Lampung, Terampil, Juni, 2001, Hal. 17-18.

(14)

SAW bersabda tentang orang- yang mau meninggalkan dusta untuk membuat tertawa dengan balasan rumah di surga. Yakni :

ُنْب ُةَمَلَس ِنَِثَّدَح َلاَق ٍكْيَدُف ِبَِأ ُنْبا اَنَ ثَّدَح ُّيِرْصَبْلا ُّيِّمَعْلا ٍمِّرَكُم ُنْب ُةَبْقُع اَنَ ثَّدَح ُّيِثْيَّللا َناَدْرَو َكَرَ ت ْنَم َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَأ ْنَع

اَهِطَسَو ِفِ ُهَل َِنُِب ٌّقُِمُ َوُهَو َءاَرِمْلا َكَرَ ت ْنَمَو ِةَّنَْلْا ِضَبَر ِفِ ُهَل َِنُِب ٌلِطاَب َوُهَو َبِذَكْلا َِنُِب ُهَقُلُخ َنَّسَح ْنَمَو اَه َلَْعَأ ِفِ ُهَل

9

“Telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Mukarram Al 'Ammiyyu Al Bashari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik ia berkata, Telah menceritakan kepadaku Salamah bin Wardan Al Laitsi dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang meninggalkan berbohong (dan berbohong pada waktu itu sesuatu yang tidak dibenarkan) maka akan dibangunkan untuknya rumah di sekitar surga, barangsiapa yang meninggalkan perdebatan (sedang dia orang yang berhak untuk berdebat) maka akan dibangunkan untuknya rumah di tengah surga, dan barangsiapa yang memperbagus akhlaknya maka akan dibangunkan rumah untuknya di bagian yang “paling atas”.10

Dalam bersenda gurau tersebut maka akan menimbulkan tawa. Tawa adalah ciri dari manusia, dalam arti bahwasanya yang tertawa hanyalah manusia. Tawa tersebut terjadi karena adanya sebuah ulah atau sikap manusia, atau hal-hal lain yang dihubungkan dengan manusia. Biasanya tawa lebih banyak terjadi jika objek dihadapan atau dilihat oleh lebih dari seseorang ketimbang jika hanya dilihat seorang diri.

Manusia tertawa karena merasa senang terhadap orang lain dan ingin menunjukkan rasa bangga terhadap orang lain. Sifat yang demikian tersebut merupakan tabiat asli yang menghiasai kehidupan manusia sehari-harinya.11 Humor dalam kehidupan memiliki kualitas insani yang berdampak positif bagi

9 Abu Daud Sulaeman al-Sajastani,Sunan Abu Daud(Beirut:Daaral Kitab al-Arabi), Kitab:Adab, Bab:Teguran Keras dari Dusta, Hal:539.

10 Aplikasi Sembilan Imam Hadis LIDWA

11Abdul Majid S, Tertawa yang disukai, tertawa yang dibenci Allah(Jakarta:Gema Insani Press, 2004), Hal: 23.

(15)

kesehatan fisik dan juga mental bagi manusia. Humor sangat penting dalam kehidupan manusia, karena humor memicu seseorang untuk tersenyum dan tertawa. Senyum dan tawa sangat bermanfaat untuk kesehatan jiwa manusia.

Saat ini telah banyak peneliti yang telah menemukan berbagai manfaat yang dihasilkan dengan humor. Humor dapat mengurangi tingkat kecemasan dan juga stress bagi individu, meningkatan kesehatan mental, dan juga membuat seseorang dapat berkreativitas.

Ada masyarakat, bahkan seseorang yang dikenal sebagai humoris.

Namun, ada juga yang tidak demikian. Kelucuan selalu mengena dengan hal- hal yang tidak wajar atau umum. Kelucuan atau humor berlaku bagi manusia normal yaitu dengan adanya kelucuan maka akan menghibur. Hiburan merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi manusia untuk ketahanan diri dalam proses pertahanan hidupnya.

Pada dasarnya manusia itu diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai macam watak dan juga perilaku. Kita tidak dapat menyalahkan seseorang yang memiliki kegemaran terhadap orang yang suka terhadap humor. Dengan demikian, tertawa merupakan fitrah bagi setiap manusia, yang tidak diberikan kepada ciptaan yang lainnya.

Tertawa dapat mendatangkan kesehatan, yaitu dengan tertawa yang lahir dari perasaan yang rela, riang dan gembira. Dengan kata lain bahwasanya ketika tertawa tersebut dilakukan dengan tarikan nafas yang teratur dan tidak tertawa yang berlebihan yaitu dengan terbahak-bahak. Tertawa juga merupakan suatu olahraga yang menyegarkan paru-paru, melancarkan

(16)

peredaran darah kelenjar-kelenjar buntu serta menyegarkan anggota tubuh.

Dengan tertawa juga dapat memanjangkan umur dan menyehatkan badan. 12

Rasulullah SAW mengatakan bahwasanya sebaiknya ketika dalam bergurau lebih baik meningalkan kedustaan dalam gurauanya tersebut. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yaitu:

ٍنْيَذُأ ِنْب ِروُصْنَم ْنَع ِزيِزَعْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَحَو َرَمُع وُبَأ ٌْيَْجُح اَنَ ثَّدَح ْنَع

ِبَِأ ْنَع ٍلوُحْكَم

َ ي َّتََّح ُهَّلُك َناَيمِْلْا ُدْبَعْلا ُنِمْؤُ ي َلَ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْ يَرُه َكُرْ ت

َبِذَكْلا اًقِداَص َناَك ْنِإَو َءاَرِمْلا َكُرْ تَ يَو ِةَحاَزُمْلا ِفِ

13

Telah menceritakan kepada kami Hujain Abu Umar dan telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz dari Manshur bin Udzain dari Makhul dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda:

"Seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar. "14

Amin berkata “seandainya manusia bersikap jujur, niscaya mereka tidak memerlukan tiga perempat obat-obatan yang ada di apotik, dan ia cukup mengobatinya dengan tertawa. Satu tawa lebih baik dari seribu kali aspirin dan pil penenang.Orang yang banyak tersenyum akan melihat kesulitan-kesulitan hidup dengan tenang, untuk kemudian mampu mengalahkan kesulitan- kesulitan itu.15

12 Majid S, Abdul, Tertawa yang disukai, tertawa yang dibenci Allah (Jakarta:Gema Insani Press,2004), Hal: 31.

13Aḥmad bin Muhammad bin Ḥanbal bin Ḥilal Al-Syaybānî,, Musnad al-Imam Aḥmad bin Ḥanbal(Beirut: Dar al-Kutub,1971), Kitab:Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, Bab : Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu, Juz: 2, Hal:352.

14 Aplikasi Sembilan Imam Hadis LIDWA

15 Iwan Marwan , Rasa Humor dalam Perspektif Agama(Buletin Al-Turas 19.2 (2013)

(17)

Dengan demikian, keberadaan humor sebagai sarana hiburan sangatlah penting. Humor dapat tampil mantap sebagai penyegar pikiran dan sekaligus sebagai penyejuk batin, dan sebagai penyalur uneg-uneg. Humor dapat juga memberikan sesuatu wawasan yang arif dengan tampilan yang menghibur.

Adapun alasan penulis memilih judul ini karena fenomena saat ini perihal stand up yang disingungkan dengan isi matan hadis tersebut, maka perlu diadakan penelitian matan untuk mengetahui lebih dalam tentang matan hadis tersebut. Untuk lebih dalam memahami hadis, maka sebelumnya dilakukan penelitian sanad, dikarenakan hadis tersebut tidak terhimpun di dalam kitab-kitab hadis yang tingkatannya sahih yaitu sahih Bukhari dan juga sahih Muslim. Oleh karena itu, penulis ingin membahas tentang “Studi Kritik Sanad dan Matan tentang Hadis Dusta untuk membuat orang tertawa”.

B. Identifikasi , Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pembahasan latar belakang permasalahan, dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan dusta ? b. Apa macam-macam bentuk dusta ?

c. Bagaimana pengaruh yang timbul dari dusta ? d. Bagaimana cara mengobati penyakit dusta?

e. Bagaimana pengaruh dusta terhadap kepribadian?

f. Bagaimana cara meninggalkan dusta ? g. Apa yang dimaksud dengan tawa?

h. Bagaimana tertawa Rasulullah?

(18)

i. Apa yang bahaya tertawa menurut pandangan Islam ?

j. Bagaimana kualitas hadis-hadis tentang ancaman terhadap orang yang berdusta untuk menimbulkan tawa?

2. Pembatasan Masalah

Dari uraian diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana kualitas hadits larangan dusta untuk orang lain tertawa ruang lingkup penulisan ini hanya mencangkup tentang berdusta dan juga tentang tertawa. Hadis- hadis yang akan diadakan penelitian terbatas pada hadits-hadits yang dirujuk dalam kitab al-Mu’jᾶm al-Mufahras li al-Fᾶzi al-Hadῖts al-Nabawῖ dan juga kitab-kitab takhrij lainnya yang berada di dalam kitab al-Kutub al-Tis’ah. Untuk lebih terarahnya pembahasan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

3. Perumusan Masalah

a. Bagaimana kualitas sanad dan matan tentang ancaman orang berdusta hanya untuk membuat orang tertawa?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis.

2. Untuk menggali kandungan hadis tentang Ancaman terhadap orang berdusta hanya untuk tertawa.

3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada umumnya.

(19)

4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana strata satu (SI) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian skripsi ini, yaitu : 1. Metode Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan, merumuskan masalah dengan menggunakan sumber-sumber primer yaitu dengan kitab-kitab hadis al-Kutub at-Tis’ah, penulis juga menggunakan kitab-kitab kamus hadis seperti al-Mu’jᾶm al-Mufahras li al-Fᾶzi al- Hadῖts al-Nabawῖ,Miftâh Kunûz al-Sunnah, Mausû’ah Atrâf al-Hadîs al- Nabawî al-Syarif, Tuhfatu al-Asyrâf Bima’rifati al-Atrâf dan kitab-kitab yang laiinya yang berkenaan dengan masalah yang penulis angkat dan dapat dijadikan sebagai rujukan sekunder. Selain dengan kitab-kitab tersebut penulis juga menggunakan aplikasi hadis yaitu Lidwa dan juga al- Maktabah al-Syâmilah.

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data yang ditempuh penulis dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut :

Pertama, melakukan takhrij hadis, dengan menggunakan kitab al-Mu’jᾶm al-Mufahras li al-Fᾶzi al-Hadῖts al-Nabawῖ, Mausû’ah Atrâf al-Hadîs al- Nabawî al-Syarif, Tuhfatu al-Asyrâf Bima’rifati al-Atrâf

Kedua, mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk kepada kitab asli yang telah ditunjukkan oleh kitab kamus.

(20)

Ketiga, Memaparkan skema jalur-jalur sanad agar terlihat ada tidaknya pendukung yang berstatus muttabi’ atau yang bersifat syawahid.

Keempat. Melakukan penelitian sanad ( kritik sanad ) dari data yang diambil dari kitab-kitab rijal al-Hadis seperti Tahdzîb al-Kamal ataupun Tahdzîb al-Tahdzîb, dan lain-lain. Kegiatan ini untuk menentukan kedudukan hadis melalui kegiatan penelitian kepribadian para perawinya.

Kelima, melakukan kegiatan penelitian matan hadis dari hasil penelitian sanad tersebut dan membandingkan hadis tersebut dengan al-Qur’an dan hadis.

Keenam, Memberikan kesimpulan dari kegiatan penelitian tersebut dan memberikan pesan penting dari hadis tersebut.

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada buku yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013”.

E. Kajian Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan hasil pengamatan dan studi di Perpustakaan telah ditemukan beberapa penelitian sebelumnya. Yaitu:

(21)

1. Skripsi Amir Mumin Solihin, tentang “Etika Komunikasi Lisan menurut al-Qur’an: Kajian Tematik” pada tahun 2011, skripsi ini hanya mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berhubungan dengan etika komunikasi lisan.

2. Skripsi Damanhuri,“ Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis dalam KItab Nasa’ih al-‘Ibad Pada Bab al-Suba’î tentang Larangan Tertawa” pada tahun 2007, skripsi ini membahas tentang hadis-hadis tentang tawa.

3. Iwan Marwan, yang menulis tentang “Rasa Humor dalam Perspektif Agama” di Buletin Al-Turas isi di dalam bulletin itu memfokuskan pada etika humor Rasulullah,

4. Buku karya Imam al-Ghazali, “Bahaya Lidah”,ter.Zainuddin, (Jakarta:Bumi Aksara,1994), isi dalam buku ini membahas semua aspek- aspek yang timbul dari lidah.

Dari tinjauan diatas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini berbeda dengan karya tersebut, karena penulis melakukan kegiatan kritik sanad dan matan untuk mengungkap kualitas hadits.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklarifikasi menjadi lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan.

Sistematika penulisan tersebut berikut ini:

Bab pertama diawali dengan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sitematika penulisan.

(22)

Pada bab ini akan memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang Dusta dan tertawa yang meliputi: Pengertian dusta, bentuk-bentuk dusta, Pengaruh yang timbul dari dusta, Pengaruh dusta terhadap kepribadian dan cara untuk meninggalkan dusta, Pengertian tentang tertawa, Etika tertawa Rasulullah,dan bahaya tertawa dalam pandangan islam,

Bab ketiga tinjauan umum tentang Hadis –hadis tentang dusta dan tertawa yaitu mengelompokkan hadis tentang dusta serta terjemahannya. Lalu hadis- hadis tentang tertawa dan Terjemahannya.

Bab keempat yaitu analisa hadis tentang orang yang berdusta untuk membuat tertawa yaitu yang berisi tentang, teks hadis dan terjemahannya, kegiatan takhrij al-hadis, melakukan i’tibar, pengertian Kritik sanad dan matan hadis yang terdiri dari kritik sanad hadis dan kritik matan hadis, dan yang terakhir adalah kegiatan kritik hadis tentang ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat tertawa

Bab kelima berisikan penutup. Pada bagian ini terdiri dari kesimpulan yang didasarkan kepada uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dan juga memuat saran-saran yang diperlukan.

(23)

13

KONSEP ISLAM TENTANG DUSTA DAN TERTAWA

A. Konsep Islam Tentang Dusta 1. Pengertian Tentang Dusta

Dusta ( bohong) merupakan penyakit yang timbul dari lidah. Dusta dalam Bahasa Arab berasal dari kata kadzaba-yakdzibu-kadzib

- َ َبذذَك

ُ ِبذْكَي

َ ِبذَك –

yang artinya adalah berbohong.1 Dusta di dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia adalah perkataan yang tidak benar.2 Secara istilah dusta adalah suatu pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan kata lain beda di mulut beda pula di hati.3 Perbuatan dusta merupakan suatu perbuatan yang rendah, yang akan menimbulkan kerusakan pada dirinya dan menimbulkan kejahatan yang akan mendorong pada perbuatan dosa.

Menurut Ibn Faris4 bahwasanya kata al-kadzib ( بذذَكْلا ( adalah antonim dari kata ash-shidq( ْقذذِّصلا( yang artinya benar.5 al-Ashfahani6 menjelaskan bahwasanya kata al-kadzib( بذَكْلا ( pada awalnya kata tersebut

1 KH. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap(,Surabaya: Pustaka Progressif, 1984), Cet:1, Hal:1197.

2 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Edisi 4, Hal: 349.

3 M.Ali Hasan, 50 Perbuatan dan Perilaku yang Membawa Malapetaka(Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya,1997), Hal:112.

4 lebih dikenal dengan Ibnu Faris (wafat pada tahun 395 H/1004) adalah seorang ulama dibidang bahasa Arab dan sastrawan.

5 Sahabudin, Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata(Jakarta:Lentera Hati,2007), Hal:413.

6 Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad bin al- Mufadhal. al-Asfahani adalah nisbah dari tempat asalnya yaitu kota Asfahan. Akan tetapi beliau hidup di kota Bagdad. Beliau adalah seorang ahli sejarah dan sastra, pakar dalam ilmu balaghah (retorika) dan sya’ir.

(24)

mula-mula hanya digunakan untuk menyatakan benar atau tidaknya sebuah informasi, baik berupa janji ataupun bukan. Pada akhirnya kata tersebut berkembang dalam penggunaanya. Perkataan itu digunakan perihal tentang ucapan dan isi hati orang yang tidak sesuai, sehingga kata al-kadzib ) بذَكْلا ( itu digunakan. Kata kadzib ( بذَك) adalah sebuah perilaku kebohongan yang menunjukan bahwasanya orang tersebut telah melakukan kebohongan berulang kali. Adapun kata kadzaba )َ َبذذَك( merupakan pernyataan untuk mengatakan satu kebohongan. 7

Dalam Al-Qur’ᾱn kata al-kadzib ( بذذذَكْلا ( dipergunakan untuk memberitakan sebuah perihal yang tidak benar. Dengan kata lain bahwasanya kadzib ( بذَكْلا ( adalah suatu perbuatan untuk menyampaikan sesuatu, namun berbeda dengan kenyataannya atau terdapat kebohongan dalam menyampaikannya, sehingga seseorang tersebut dikatakan lemah karena dia tidak dapat menyampaikan sebuah informasi yang benar.

Berdusta merupakan suatu perilaku buruk yang merupakan suatu dosa besar yang dapat merusak pribadi dan masyarakat. Dusta itu sendiri merupakan sebuah kecacatan di dalam masyarakat karena dengan hal tersebut banyak terjadi kehinaan dan keburukan dalam hidup bermasyarakat.

Dusta atau bohong merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu namun, hal tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Dusta ini tidak hanya perkataan saja namun juga pada perbuatan. Ketika seseorang telah memiliki sifat dusta dalam kehidupan bermasyarakat maka dapat

7 Sahabudin, Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Hal:413.

(25)

dikatakan mereka akan hidup kacau-balau dikarenakan dusta merupakan sumber awal dari kehancuran.8

Perbuatan dusta dapat menimbulkan kebencian di antara orang-orang dan menyebabkan kehilangan kepercayaan di antara mereka dan dapat menjadikan mereka saling menjauh tidak mau menolong dan juga akan terjadi tidak kerukunan dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian benarlah bahwasanya Islam menggangap dusta itu sebagai dosa yang besar.

Pada awalnya perkataan dusta tersebut dilakukan untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. Hal tersebut mengakibatkan hal buruk terjadi kepada pendusta tersebut. Ketika pelaku pendusta hanya melakukan satu kali, dan itu diketahui oleh orang maka jatuhlah harga diri dan juga martbat orang tersebut.

Islam telah melarang untuk mempercakapkan hal-hal yang bathil atau perihal yang membawa kebatilan, permusuhan, dan juga perkelahian.

Bahwasanya sebuah perkataan tersebut tergantung terhadap amalan yang sedang, atau yang pernah dilakukan. Perkataan tersebut tidak dianggap benar apabila tidak dibuktikan dengan amalan.

Ucapan seseorang dapat menjadi agung ataupun tinggi derajatnya apabila ucapan seseorang sesuai dengan kenyataan. Adapun ucapan seseorang itu dapat dikatakan rendah derajatnya apabila seseorang mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Jadi, ucapan yang memiliki derajat tinggi adalah sebuah ucapan yang dapat dibuktikan dengan kebenaran.

8 Didiek Ahmad Supadie,dkk., Pengantar Studi Akhlak(Jakarta:Rajawali, 2012), rev.ed.

Cet 2, Hal: 226.

(26)

Allah SWT telah melarang untuk melakukan kebohongan. Hal tersebut telah ditegaskan di dalam firmanya:















 









9

105. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.

2. Bentuk-bentuk Dusta

Pada dasarnya semua dusta itu merupakan sebuah akhlak yang buruk.

Allah SWT akan memberikan hukuman kepada hambanya yang melakukan perbuatan yang buruk. Berikut akan penulis paparkan beberapa bentuk- bentuk dari perbuatan dusta tersebut:

a. Berdusta yang tidak dibolehkan:

Dusta yang tidak boleh dilakukan adalah:

1. Mendustakan Allah SWT dan Rasulullah. Perbuatan ini merupakan dusta yang paling berbahaya karena seseorang dapat memutarbalikkan firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasulnya, sehingga orang tersebut dapat mengatakan yang haram menjadi halal.10

2. Berlebih-lebihan dalam memberitakan sesuatu. Jika orang tersebut telah terbiasa dengan hal seperti itu maka ia akan merasakan tidak enak jika berbicara tidak dilebih-lebihkan.

3. Mencampuradukkan yang benar dengan yang dusta. Baik dalam perkataan atau dalam perbuatan. Memotong-motong kebenaran. Yakni

9 Q.S an-Nahl ayat : 105

10 Akram Utsman, Hidup tanpa Dusta(Jakarta:Nakhlah Pustaka, 2008),ter.Yulaikha Fitria, Hal:63.

(27)

memotong sebagian ucapan di awal, tengah atau di bagian ujung perkataan, sehingga merusak suatu perkataan yang benar.

4. Menyatakan sesutau yang berlainan dari yang dirasakan di hati, meskipun pada hakikatnya yang dikatakan tersebut benar.

5. Mengundang anak kecil untuk mengambil sesuatu. Perilaku tersebut akan menjadi factor yang paling kuat untuk menjadikan dirinya sebagai pembohong. Anak-anak biasanya akan meniru atau mengingat hal-hal yang telah dia dengar atau dia lihat karena anak-anak memiliki daya ingatan yang sangat kuat.11

6. Berdusta dalam hal mimpi. Dengan demikian bahwasanya seseorang itu berkata bahwasanya dia telah mimpikan sesuatu di dalam tidur nya. 12

b. Dusta yang dibolehkan

Islam adalah sebuah agama yang memiliki rasa toleran yang sangat tinggi, sehingga lebih mementingkan jalinan yang erat dan kuat antara individu ataupun masyarakat. Maka dengan itu, pada saat tertentu seseorang diperbolehkan berbohong dengan disertai niat yang baik. Jika niat untuk mendapatkan ridha Allah SWT maka kebohongan akan membuat kokoh dalam hidup bermasyarakat. Adapun kondisi yang diperbolehkannya berdusta berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw yaitu :

11 Husain al-Awayisyah, Saat Diam Saat Bicara (Manajemen Lisan)(Jakarta:Darul Haq,2006), ter. Gunaim Ihsan, cet:2, Hal: 106.

12 Sa’ad Abdul Wahid, Membersihkan dan Menyembuhkan berbagai Penyakit Qalbu(Yogyakarta:Citra Media,2006), Hal:210.

(28)

اَد اَنَذثَّدَح ٍّيِدْهَم ُنْب ِنَْحَّْرلا ُدْبَع اَنَذثَّدَح ِرْهَش ْنَع ٍمْيَذثُخ ِنْبا ِنَع ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ُنْب ُدُو

اَهَّذنَأ َديِزَي ِتْنِب َءاَْسَْأ ْنَع ٍبَشْوَح ِنْب َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر ْتَعَِسْ

َكْلا ِفِ اوُعَذباَتَذت ْنَأ ىَلَع ْمُكُلِمَْيَ اَم ُساَّنلا اَهُّذيَأ ُلوُقَذي ُبُطَْيَ

ُشاَرَفْلا ُعَباَتَتَذي اَمَك ِ ِب

ىَلَع َ َبَك ٌلُجَر ٍلاَصِخ َث َلََث َّلَِّإ َمَدآ ِنْبا ىَلَع ُبَتْكُي ِ ِبَكْلا ُّلُك ِراَّنلا ِفِ

ِْيَْمِلْسُم ِنْيَأَرْما َْيَْذب َ َبَك ٌلُجَر ْوَأ ٍ ْرَح ِةَعيِدَخ ِفِ َ َبَك ٌلُجَر ْوَأ اَهَذيِضْرُذيِل ِهِتَأَرْما ْصُيِل اَمُهَذنْذيَذب َحِل

13

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdii telah menceritakan kepada kami Daud bin Abdurrahman dari Ibnu Hutsaim dari Syahr bin Hausyab dari Asma' binti Yazid bahwa dia telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, kemudian beliau bersabda: "Wahai sekalian manusia, apa yang mendorong kalian ikut-ikutan berdusta sebagaimana anai- anai berebut ke api, setiap perbuatan dusta akan dicatat atas anak adam kecuali tiga hal; seorang suami yang berbohong kepada isterinya supaya isterinya ridla, atau seseorang yang berdusta dalam rangka strategi perang dan seseorang yang berbohong di antara kedua belah pihak dari kaum muslimin untuk mendamaikan keduanya.14

Berdasarkan keterangan hadis Nabi tersebut, maka yang diperbolehkan berdusta yaitu :

1. Dusta yang dilakukan seorang suami kepada istrinya, demi menenangkan atau menghibur hatinya.15

2. Seseorang mendamaikan di antara manusia. Ketika timbul permasalahan atau pertikaian diantara individu ataupun kelompok, maka Islam membolehkan seseorang untuk berbohong dengan tujuan untuk mendamaikan kedua belah pihak yang saling bersengketa sehingga dapat menghilangkan perselisihan.

13 Aḥmad bin Muhammad bin Ḥanbal bin Ḥilal al-Syaybānî, Musnad al-Imam Aḥmad bin Ḥanbal(Beirut: Dar al-Kutub: 1971), Kitab: Musnad dari beberapa kabilah, Bab: Dari hadits Asma` binti Yazid Radliyallahu 'anha, Hal:454.

14 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

15 Husain al-Awayisyah, Saat Diam Saat Bicara (Manajemen Lisan), Hal:105.

(29)

3. Berdusta kepada musuh untuk menjaga rahasia dalam perang. Begitu juga manakala suatu masyarakat berhadapan dengan musuh dibawah himpitan perang, sehingga para pejuangnya membolehkan untuk berbohong untuk menjatuhkan lawannya. 16

Menurut al-Ghazali17 bahwasanya perkataan itu merupakan sarana untuk mencapai sebuah tujuan. Jika sebuah tujuan itu baik,apabila dapat ditempuh dengan cara yang baik maka haram untuk berdusta. Apabila hanya bisa dilakukan dengan berbohong maka hukumnya menjadi mubah dengan syarat tujuannya pun akan menjadi mubah. Adapun menjadi wajib apabila tujuannya menjadi sebuah kewajiban seperti menjaga darah orang muslim maka berdusta disini hukumnya menjadi wajib. Misalkan terdapat orang yang tidak bersalah, namun ia bersembunyi dan terdapat orang yang mengetahui keberadaan orang tersebut, maka orang tersebut wajib menyelamatkannya orang yang akan mendzaliminya itu. 18

Tsuban19 mengatakan bahwasanya dusta itu semuanya berdosa, kecuali dusta yang dimaksudkan untuk memberikan kemanfaatan kepada seorang muslim atau yang ditujukan untuk menolak suatu bahaya yang akan datang.20

16 Akram Utsman, Hidup tanpa Dusta, Hal:63-71.

17Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i(lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H. Beliau adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan

18 Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, ter.Zainuddin, (Jakarta:Bumi Aksara,1994), Hal: 22.

19 Tsauban bin Mujaddid wafat pada tahun 54 H Tsauban bin Mujaddid adalah seorang budak yang dibeli oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. lalu dibebaskan. Kemudian beliau masih terus berkhidmat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. sampai wafatnya dan meriwayatkan 128 hadis.

20 Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, ter.Zainuddin, Hal: 23.

(30)

3. Pengaruh yang timbul dari Dusta

Dampak yang timbul dikarenakan dusta dapat mengakibatkan pengaruh yang buruk bagi pelakunya. Sehingga sebaiknya perbuatan dusta tersebut ditinggalkan, ataupun ia pernah melakukannya sebaiknya bertobat kepada Allah Swt. Adapun dampak negatif yang timbul dari dusta yaitu : 1. Dapat menyebarkan keraguan di antara manusia.

2. Terjerumusnya ke dalam tanda-tanda munafik.

3. Tercabutnya barokah ketika dalam berniaga.21 4. Pengaruh Dusta Terhadap Kepribadian

Penyakit dusta tersebut dapat menjalar dari hati sampai ke lidah, sehingga rusak lidah tersebut yaitu dalam berbicara. Penyakit tersebut lalu menjalar lagi ke anggota badan, maka rusaklah perbuatan-perbuatan tersbut seperti lidah. Pada umumnya penyakit dusta tersebut dari ucapan dan perbuatan. Namun, hal tersebut dapat membahayakan dirinya baik lahir maupun batin. Oleh karena itu orang yang memiliki penyakit dusta itu harus diobati dengan kejujuran,ataupun dibimbing untuk lebih dekat kepada Allah SWT. 22

5. Cara meninggalkan Dusta

Bahwasanya kita harus mampu menghadirkan Allah dalam segala aktifitas kita,sehingga kita dapat terhindar dari bisikan syaitan untuk melakukan perbuatan yang tercela. Adapun cara untuk meninggalkan dusta bagi orang yang sering melakukannya adalah:

21 Abdullah bin Jaarullah, Awas! Bahaya Lidah, Hal:23

22 Abdullah bin Jaarullah, Awas! Bahaya Lidah, Hal:42.

(31)

1. Memiliki rasa keyakinan akan diri apa yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT untuk kita,khusunya perihal dunia yang membuat kita terjerumus ke dalam perbuatan maksiat.

2. Melatih diri dan jiwa. Yaitu membiasakan diri untuk melakukan segala kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Melatih jiwa agar selalu melakukan perbuatan yang baik. Pada dasarnya jiwa itu akan menjadi baik apabila terlatih untuk melakukan kebaikan. 23

3. Menumbuhkan nilai-nilai moral dan keteladanan yang luhur.24 B. Tinjauan Umum Tentang Tertawa

1. Pengertian tentang Tertawa

Tertawa merupakan sebuah aktifitas yang biasa dilakukan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Tertawa dalam bahasa arab berasal dari kata

َ ََذَض اك َْذَض-

اك َذَضَو- .25 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tawa adalah sebuah ungkapan rasa gembira, senang dengan mengeluarkan suara pelan ataupun kecil melalui alat ucap.26 Menurut terminologi tertawa adalah ekspresi jiwa atau emosional yang diperlihatkan melalui raut wajah dan bunyi-bunyian tertentu.27 Kata tertawa tersusun dari dua kata yaitu apabila ditulis menggunakan metode pemenggalan baku bahasa Indonesia menjadi ter-tawa. Jadi kata dasar dari tertawa adalah tawa. Kata tawa merupakan

23 Abdullah bin Jaa.rullah, Awas! Bahaya Lidah, Hal:46.

24 Akram Utsman, Hidup tanpa Dusta, Hal:94.

25KH. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap(,Surabaya: Pustaka Progressif, 1984), Hal:813.

26 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2008), cet. 4, Hal:1412.

27 Anggun Resdasari Prasetyo dan Harlina Nurtjahjanti, Pengaruh Penerapan Terapi Tawa Terhadap Penurunan Tingkat Stres Kerja Pada Pegawai Kereta Api, Jurnal Psikologi Undip Vol11,No.1 April,2012,Hal:64.

(32)

kata benda, kemudian diimbuhi dengan awalan ter- yang mengubah kedudukannya menjadi sebuah kata kerja.

Terdapat beberapa kata ataupun sebuah gabungan kata yang didalamnya mengandung makna arti tertawa. Seperti halnya bergumam, yaitu tertawa yang tertahan. Tertawa terbahak-bahak yaitu tertawa yang besar disertai dengan suara yang besar dan keras-keras. Senyum pun termasuk kedalam arti tertawa. Tertawa pahit yaitu tertawa kecil karena diakibatkan karena merasa tidak suka. Tertawa terkekeh-kekeh yaitu sebuah ungkapan untuk menunjukan ekspresi tertawa dengan suara yang terpingkal- pingkal.

Selain itu juga, kata tawa, memiliki beberapa perubahan bentuk. Kata menertawai,menertawakan,penertawaan dan ketawa. Kata menertawai merupakan sebuah kata kerja yang berarti menertawakan orang lain, benda ataupun ataupun kejadian yang didalamnya terdapat unsur menghina atupun mengejek. Kata menertawakan, merupakan sebuah kata benda yang berarti tertawa akan sesuatu. Kata tertawaan merupakan kata benda yang berarti bahan untuk ditertwakan. Kata penertawaan merupakan kata benda yang berarti bahan untuk ditertawakan. Kata penertawaan merupakan kata benda yang berarti sebuah proses atau cara perbuatan menertawai ataupun menertawakan. Kata yang terakhir yaitu kata ketawa merupakan sebuah kata kerja yang merupakan ragam cakapan lain dari ketawa.28

Tertawa itu menyehatkan. Tertawa merupakan sebuah ekspresi dari kebahagiaan dan juga ekspresi dari jiwa. Tertawa sangatlah dianjurkan agar

28 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hal:1412.

(33)

seseorang terlihat ceria dan tertawa memiliki manfaat bagi kesehatan fisik dan juga jiwa. Seseorang akan tertawa karena mendengar ataupun melihat sesuatu yang lucu,sehingga orang tersebut akan merasakan bahagia.

Bahwasanya tertawa merupakan dua komponen yaitu pertama, isyarat dan yang kedua adalah produksi bunyi. Saat seseorang sedang tertawa maka otak akan memaksa tubuh untuk serentak dengan seiringan melakukan aktivitas kedua tersebut. Dalam ilmu fisiologis, tertawa merupakan ekspresi wajah yang terjadi karena adanya suatu gerakan dari bibir, di kedua ujung bibir, atau disekitar mata.29

2. Etika Tertawa Rasulullah

Secara umum orang-orang yang dengan beragam latar belakang dan bidang mengatakan bahwa jika seseorang ingin hidup tenang, nyaman, dan bahagia, maka seseorang tersebut harus riang, senyum, dan tawa. Dengan demikian, tanpa disadari akan tercipta suasana yang baik dan dapat mengusir perasaan malas, bosan serta kekecewaan dalam hidup.30

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam merupakan orang yang paling murah dalam tersenyum di hadapan para sahabatnya. Bahkan beliau menjadikan senyum sebagian dari ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang yang mengamati kehidupan beliau akan melihat bahwasanya beliau adalah sosok yang suka terhadap humor ataupun bercanda. Beliau diutus oleh Allah sebagai pemberi rahmat bagi keluarganya, kerabat,ataupun orang yang disekitarnya. Rahmat beliau selalu terpancarkan dari wajahnya yang bersih dan penuh senyum.

29 Tria Ivanka, Seni Membaca Senyum(Jakarta:Percetakan Hi-Fest,2008), Hal:12.

30 Aidh Abdullah al-Qarni, Tersenyum, ter.Ayip Faishol dan Zainal Abidin (Jakarta:Pustaka Azzam,2004), Hal:11.

(34)

Beliau adalah sosok yang suka bercanda dan bergurau. Namun, ketika bercanda tidak pernah berkata yang tidak benar. Candaanya diantara para sahabatnya bagaikan tetesan air yang menyegarkan. Beliau mengajak para sahabatnya untuk bercanda untuk menumbuhkan rasa semangat dan guna untuk mereka riang gembira.

Dalam tawa dan canda Rasulullah tidak pernah berlebihan. Beliau mampu meletakkan humor dan candaanya dalam posisi antara orang yang sedang berwajah cemberut,masam dan kering jiwanya dengan orang yang sangat berlebihan dalam tawa dan juga guyonan. Ketika beliau tertawa terkadang hinga gigi gerahamnya tampak. Hal tersebut sesuai dengan hadis Nabi SAW yaitu :

ْنَع ُهَثَّدَح ِرْضَّنلا اَبَأ َّنَأ وٌرْمَع اَنَرَذبْخَأ ٍبْهَو ُنْبا ِنَِثَّدَح َلاَق َناَمْيَلُس ُنْب َيََْيَ اَنَذثَّدَح ٍراَسَي ِنْب َناَمْيَلُس ْتَلاَق اَهْذنَع ُهَّللا َيِضَر َةَشِئاَع ْنَع

ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص َِّبَِّنلا ُتْيَأَر اَم

ُمَّسَبَتَذي َناَك اََّنَِّإ ِهِتاَوََلَ ُهْنِم ىَرَأ َّتََّح اًكِحاَض ُّطَق اًعِمْجَتْسُم َمَّلَسَو

31

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman dia berkata;

telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami 'Amru bahwa Abu Nadlr telah menceritakan kepadanya, dari Sulaiman bin Yasar dari Aisyah radliallahu 'anha dia berkata; "Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat langit-langit dalam mulutnya, beliau hanya biasa tersenyum."32

Berdasarkan hadis tersebut bahwasanya Rasulullah tidak melakukanya dengan berlebihan sampai badanya bergerak-gerak atau seperti main-main.

Itulah kesantunan tawa yang luhur.33

31 Muhammad bin Ismā’il bin Ibrāhim al-Ju’fî Al-Bukhārî, Ṣaḥîḥ Bukhārî, Kitab : Adab,Bab : Senyum dan tertawa, Hal:1543.

32 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

33 Muhammad Said Mursi, Panduan Praktis dalam pergaulan,ter.Abdul Hayyie al- Kattani dan Uqinu Attaqi, (Jakarta:Gema Insani Press,2004), Hal:21-23.

(35)

3. Bahaya Dari Tertawa Menurut Pandangan Islam

Islam memberikan peringatan terhadap gurauan dan juga tertawa yang dilakukan oleh seseorang. Bahwasanya para setan dan juga iblis sedang tertawa terbahak-bahak untuk melalaikan dia. Oleh karena itu Islam melarang perbuatan tersebut apabila berlebih-lebihan.Dampak yang akan timbul dari perbuatan tertawa secara berlebih-lebihan adalah: 34

a. Dicela oleh para Ulama

Tertawa dan gurauan yang berlebih-lebihan tidak disukai oleh para ulama dan orang-orang yang sopan serta memiliki akal yang sehat. Menurut pandangan para ulama bahwasanya orang-orang yang tertawa dan bercanda secara berlebih-lebihan merupakan orang yang tidak serius dalam melakukan suatu pekerjaan dan tidak memiliki jiwa bertanggung jawab.

b. Melupakan Mati dan Akhirat

Tertawa yang dilakukan secara berlebihan akan menyebabkan kita lupa akan adanya hari akhir. Ketika manusia tersebut sudah berada didalam kelalaian maka ia akan lupa akan datangnya kematian dan tidak memikirkan akhirat.

c. Berani melakukan dosa

Hati yang telah dilalaikan dengan sebuah perkara yang dapat meyenangkan dan akan mudah untuk melakukan dosa tanpa memiliki rasa takut sedikitpun, karena hatinya telah diselumuti oleh setan.

34 Abdul Majid S, Tertawa Yang Disukai Tertawa Yang Dibenci, Jakarta: Gema Insani, 2004, hal:114

(36)

d. Menanggung Dosa Orang Lain

Tertawa secara berlebihan dapat mengundang seseorang untuk ikut larut dalam tertawa tersebut.

e. Banyak menangis di Akhirat

Tertawa yang dilakukan secara berlebihan dia akan lebih sering menangis di akhirat nanti.

Setelah penulis memaparkan pembahasan diatas, maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah mengumpulkan hadis-hadis yang sesuai dengan kajian penulis ini dengan menggunakan kamus-kamus hadis.

(37)

27 A. Hadis dan Terjemahanya

Pada pembahasaan ini, penulis akan menelusuri hadis-hadis yang terkait dengan persoalan dusta dan tertawa, melakukan penelusuran dengan menggunakan metode takhrij1.Penulis melakukan kegiatan takhrij melalui kamus al-Mu’jᾶm al-Mufahras li al-Fᾶzi al-Hadῖts al-Nabawῖ dan Miftah Kunûz al-Sunnah. Dalam penelitian ini penulis hanya menghimpun hadits- hadits yang berada di dalam Sahîh al-Bukhâri, Sahîh Muslim, Sunan at- Tîrmîdzî, Sunan Abû Dawûd, Sunan Ibnu Mâjâh, dan Sunan Nasa‟î, Sunan Darimi, Musnad Imam Ahmâd dan Juga Muwatha‟ Imam Malik.

a. Hadits-Hadits Tentang Dusta

Dalam penulusuran ini penulis melakukan pencarian melalui kata ُ بِذَكلا melalui kamus al-Mu’jᾶm al-Mufahras li al-Fᾶzi al-Hadῖts al-Nabawῖ 2 dan kitab Miftah Kunûz al-Sunnah 3 maka didapatkan hadits-hadits berikut :

ِبَِأ ُنْب ُناَمْثُع اَنَ ثَّدَح َيِضَر ِوَّللا ِدْبَع ْنَع ٍلِئاَو ِبَِأ ْنَع ٍروُصْنَم ْنَع ٌريِرَج اَنَ ثَّدَح َةَبْيَش

ُوْنَع ُوَّللا ِّْبَّنلا ْنَع

يِدْهَ ي َِّبِْلا َّنِإَو ِّْبِْلا َلَِإ يِدْهَ ي َقْدّْصلا َّنِإ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

1 Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadits di dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan. Takhrij hadits bertujuan untuk mengetahui sumber asal hadits yang ditakhrij. Dengan cara ini, maka kita akan mengetahui hadits- hadits yang pengutipanya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya. (Drs..M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia),Hal:189-191).

2 A.J, Weinsinck, al-Mu’jᾶm al-Mufahras li al-Fᾶzi al-Hadῖts al-Nabawῖ (Leiden: Briel, 1969), Juz:5, Hal: 557.

3 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Kunîz al-Sunnah(Cairo:Dar al-Hadits), Hal: 412 - 413.

(38)

ُجَّرلا َّنِإَو ِةَّنَْلْا َلَِإ َّنِإَو ِروُجُفْلا َلَِإ يِدْهَ ي َبِذَكْلا َّنِإَو اًقيّْدِص َنوُكَي َّتََّح ُقُدْصَيَل َل

اًباَّذَك ِوَّللا َدْنِع َبَتْكُي َّتََّح ُبِذْكَيَل َلُجَّرلا َّنِإَو ِراَّنلا َلَِإ يِدْهَ ي َروُجُفْلا

4

"Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Abu Wa`il dari Abdullah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta."5

َرِح َنْب َّيِعْبِر ُتْعَِسَ َلاَق ٌروُصْنَم ِنَِرَ بْخَأ َلاَق ُةَبْعُش اَنَرَ بْخَأ َلاَق ِدْعَْلْا ُنْب ُّيِلَع اَنَ ثَّدَح ٍشا

َك ْنَم ُوَّنِإَف َّيَلَع اوُبِذْكَت َلَ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ُِّبَّنلا َلاَق ُلوُقَ ي اِّيِلَع ُتْعَِسَ ُلوُقَ ي َبَذ

َراَّنلا ْجِلَيْلَ ف َّيَلَع

6

“Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Al Ja'd berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'bah berkata, telah mengabarkan kepadaku Manshur berkata, aku mendengar Rib'i bin Jirasy berkata, aku mendengar 'Ali berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Janganlah kalian berdusta terhadapku (atas namaku), karena barangsiapa berdusta terhadapku dia akan masuk neraka."7

ُنْب ُةَمَلَس ِنَِثَّدَح َلاَق ٍكْيَدُف ِبَِأ ُنْبا اَنَ ثَّدَح ُّيِرْصَبْلا ُّيّْمَعْلا ٍمّْرَكُم ُنْب ُةَبْقُع اَنَ ثَّدَح ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَأ ْنَع ُّيِثْيَّللا َناَدْرَو َكَرَ ت ْنَم َمَّلَسَو

اَهِطَسَو ِفِ ُوَل َِنُِب ّّقُِمُ َوُىَو َءاَرِمْلا َكَرَ ت ْنَمَو ِةَّنَْلْا ِضَبَر ِفِ ُوَل َِنُِب ٌلِطاَب َوُىَو َبِذَكْلا اَى َلَْعَأ ِفِ ُوَل َِنُِب ُوَقُلُخ َنَّسَح ْنَمَو

8

“Telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Mukarram Al 'Ammiyyu Al Bashari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik ia berkata, Telah menceritakan kepadaku Salamah bin Wardan Al Laitsi

4 Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim al-Ju‟fî Al-Bukhārî, Ṣaḥîḥ Bukhārî(Kairo: al- Mathba‟ah al-Salafiyyah,1400 H), Kitab:Adab, Bab: Firman Allah ” Wahai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah” , Hal:1543,

5 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

6 Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim al-Ju‟fî Al-Bukhārî,Ṣaḥîḥ Bukhārî, Kitab: Ilmu, Bab : Dosa orang yang berdusta atas nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam, Hal: 47.

7 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

8 Muhammad Bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah(Riyadh: Baitul Afkar ad- Dauliyah), Kitab: Muqaddimah, Bab: menjauhi bid‟ah dan perdebatan, Hal: 23.

(39)

dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang meninggalkan berbohong (dan berbohong pada waktu itu sesuatu yang tidak dibenarkan) maka akan dibangunkan untuknya rumah di sekitar surga, barangsiapa yang meninggalkan perdebatan (sedang dia orang yang berhak untuk berdebat) maka akan dibangunkan untuknya rumah di tengah surga, dan barangsiapa yang memperbagus akhlaknya maka akan dibangunkan rumah untuknya di bagian yang “paling atas”.9

َأ ْنَع َةَيرِغُم ْنَع ُةَبْعُش اَنَ ثَّدَح َلاَق ٍرَفْعَج ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح َلاَق ٍراَّشَب ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَرَ بْخَأ ِبِ

َ ق ْنَع ٍلِئاَو َلاَق َةَزَرَغ ِبَِأ ِنْب ِسْي

ِقوُّسلا ِفِ ُنَْنََو َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ُِّبَّنلا اَناَتَأ َلاَقَ ف

ِةَقَدَّصلاِب اَىوُبوُشَف ُبِذَكْلاَو ُوْغَّللا اَهُطِلاَُيُ َقوُّسلا ِهِذَى َّنِإ

10

“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata;

telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata; telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Mughirah dari Abu Wail dari Qais bin Abi Gharazah berkata, "Nabi shallallahu 'alahi wa sallam mendatangi kami saat kami sedang berada di pasar, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya pasar ini bercampur dengan perbuatan sia-sia dan kedustaan, maka campurlah dengan sedekah."11

َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَع َناَعِْسَ ِنْب ِديِعَس ْنَع ٍبْئِذ ِبَِأ ُنْبا اَنَرَ بْخَأ َرَمُع ُنْب ُناَمْثُع اَنَ ثَّدَح َّنَأ

َر ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُس ُبِذَكْلا َرُ ثْكَيَو َُتَِفْلا َرَهْظَت َّتََّح ُةَعاَّسلا ُموُقَ ت َلَ َلاَق َمَّلَسَو

َبَراَقَ تَ يَو ُلْتَقْلا َلاَق ُجْرَْلْا اَمَو َليِق ُجْرَْلْا َرُ ثْكَيَو ُناَمَّزلا َبَراَقَ تَ يَو ُقاَوْسَْلْا

12

"Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar, dia berkata; telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Sa'id bin Sim'an dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan terjadi hari kiamat hingga muncul banyak fitnah, kedustaan merajalela, pasar-pasar saling berdekatan, waktu semakin pendek dan banyak bermunculan Al haraj." maka ditanyakanlah kepada beliau; "Apa itu Al haraj?" beliau menjawab: "Pembunuhan."13

9 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

10Abi Abdirrahman Ahmad ibn Syuaib an-Nasa‟I, Sunan Nasa’i(Beirut: Dar el Fikr), Kitab:

Iman dan Nadzar, Bab: Senda gurau dan dusta, Hal: 915.

11 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

12 Aḥmad bin Muhammad bin Ḥanbal bin Ḥilal al-Syaybānî, Musnad al-Imam Aḥmad bin Ḥanbal(Beirut: Dar al-Kutub: 1971),Kitab : Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, Bab : Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu ,Hal:519.

13 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kriteria-kriteria diatas, maka dengan memperhatikan matan dan juga kandungan hadis-hadis ziarah kubur yang sudah diteliti, pada dasarnya mengandung

Berdasarkan kriteria kesahihan matan yang dijadikan tolok ukur sebagaimana kriteria-krite- ria tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matan hadis tentang larangan menerima

Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya sebuah sanad, biasanya para ulama hadis melakukan hal sebagai berikut: (a) mencatat semua nama perawi dalam sanad yang diteliti,

Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan terkait hasil pengamatan mereka tentang menerapkan sanad dan matan dalam hadis.. Guru menampung pertanyaan

Yang menjadi pertanyaan, apakah prilaku zuhud adalah pengamalan sunnah Nabi saw al-Muttaba’ah (diikuti) atau hanyalah pelarian atas ketidakberdayaan diri dalam

setelah melakukan kritik terhadap sanad dan juga matan hadis tentang orang bermuka dua, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hadis tersebut adalah

Sehingga ada hubungan antara beliau dengan Nabi SAW, dan tidak diragukan lagi diantara keduanya ada ketersambungan sanad (muttasil). Demikianlah penelitian yang

Sekali lagi keabsahan sanad begitu penting dalam sebuah hadis, jika ada kritikus yang mencela perawi itu dan ada yang memujinya, maka harus di lakukan