• Tidak ada hasil yang ditemukan

Takhrij hadis kitab risalah ahlu al-sunnah wa al-jama'ah : sebuah kajian analisis sanad dan matan hadis-hadis tanpa riwayat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Takhrij hadis kitab risalah ahlu al-sunnah wa al-jama'ah : sebuah kajian analisis sanad dan matan hadis-hadis tanpa riwayat"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

1

TAKHRIJ HADIS KITAB

RISÂLAH AHLU AL-SUNNAH WA

AL-JAMÂ`AH

(Sebuah Kajian Analisis Sanad dan Matan Hadis-hadis

Tanpa Riwayat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sajana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh

Syaid Lukman Hakim NIM:105034001259

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

4

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas untuk diucapkan kecuali rasa syukur Kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yangtelah membawa umatnya menuju zaman yang penuh dengan pengetahuan, dan semoga kita mendapatkan Syafa`at di hari akhir.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari perhatian, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sungguh berarti dan berharga bagi penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada siapapun yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini.

(5)

5

Selanjutnya ucapan syukur dan hormat penulis haturkan dan tujukan kepada :

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaranya.

2. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin beserta para pembantu Dekan I,II, III.

3. Dr. Bustamin, M.Si selaku ketua jurusan Tafsir Hadis sekaligus dosen pembimbing skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kerelaannya, rela meluangkan waktu, bimbingan dan saran-sarannya mengarahkan penulis denganpenuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Lalu Dr. Lilik Ummi Kalstum, MA. selaku sekertaris jurusan Ushuluddin dan Filsafat.

4. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin, yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu. Terimakasih atas ketulusan dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah di ajarkan menjadi amal jariah bagi mereka semua dan sentiasa membawa berkah dan manfaat bagi masa depan penulis.

5. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Fakultas Ushuluddin, perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Umum Islam Iman Jama`, yang telah membantu pengadaan sumber bacaan dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

(6)

6

sesaat ). (Empi) Nofiayanto yang memberikan Inspirasi penulis, Wasih

yang sedang ngurus anak, Om jangan lupain skripsi kelarin.(Bolang)AbdulHadi. Kepada temen-temen Kelas Th.C (CeRIa),

(Sri, Ummi, Sasa, Ulfah, Hidayah, Fauziah, Bier Jannah, Asep M.D, Ucen, Irfan, Julkarnaen, Hafidz, Afif, Yasir, Suryadi, Sahid, Samsul, Muamar. Semoga Allah Swt. Selalu melindungi kalian dan tetap menatap masa depan. Team Rusuh, Bedah, Itoh, yang udah menginjakan Gunung Putri. 7. Syarifah Anggraeni (jenonq) kekasih tercinta, dia selalu ada menghibur

dan penyemangat ketika sedang jenuh dalam penyelesain skripsi.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penulisan ini tentu masih banyak kelemahan dan kekurangannya, semoga segala bantuan dari segala pihak hingga tulisan ini dapat diselesaikan, diterima sebagai amal baik di sisi Allah SWT. Dan memperoleh balasan yang berlibat ganda dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin

Gunung Putri, 2 Maret 2011

(7)

7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

PEDOMAN TRANSLITERASI ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II SKETSA BIOGRAFI HADRATUSSYAIKH HASYIM ASY`ARI A. Biografi Pengarang... 10

1. Latar Belakang Keluarga ... 10

2. Latar Belakang Pendidikan ... 15

3. Lingkungan Pesantren ... 18

4. Karya - karya KH. Hasyim ... 21

B. Tinjauan Kitab Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah 1. Format Kitab dan Metode Penulisan ... 25

(8)

8

BAB III KUALITAS HADIS DALAM KITAB RISALAH AHLU

AS-SUNNAH WA AL-JAMA`AH

A. Teks Hadis ... 27 B. Penelitian Sanad ... 28 C. Kualitas Matan ... 84

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 104

(9)

9

PEDOMAN TRANSLITERASI

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

a Fathah

i Kasrah

u dammah

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و au a dan u

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

ـاـ â a dengan topi di atas

ْيــ Î i dengan topi di atas

ْوــ Û u dengan topi di atas

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

b Be

ت t Te

ث ts Te dan es

ج j Je

ح h H dengan garis di bawah

خ kh Ka dan ha

د d De

ذ dz De dan zet

ر r Er

ز z Zet

س s Es

ش sy Es dan ye

ص s Es dengan garis di bawah

ض d De dengan garis di bawah

ط t Te dengan garis di bawah

ظ z Zet dengan garis di bawah

ع ، Koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh Ge dan ha

ف f Ef

ق q Ki

ك k Ka

ل l El

م m Em

ن n En

و w We

ھ

ع h Ha

ء ' Apostrof

(10)

10

BAB

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis yang juga sering disinonimkan dengan sunnah adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir (ketetapan) atau sifat.1 Menurut bahasa al-Hadits artinya al-Jadid (baru), al-Khabar (berita), pesan keagamaan, pembicaraan. Dan di dalam al-Qur`an kata hadis disebut berulang kali dengan makna-makna tesebut.2

Penerimaan hadis sebagai sumber ajaran dan hukum Islam kedua, setelah mendampingi dengan al-Qur`an merupakan realisasi dan iman kepada Rasul- Saw dan kedua kalimat syahadat yang diikrarkan oleh setiap muslim. selain karena fungsi hadis itu sendiri, yaitu penjelas dan penafsir terhadap ayat-ayat al-Qur`an yang bersifat umum; penjabaran dan petunjuk pelaksanaan dari ayat-ayat al-Qur`an, terutama yang menyangkut tata cara pelaksanaan berbagai ibadah yang disyaratkan Islam; dan sebagai sumber hukum dalam penetapan dan perumusan hukum khususnya terhadap masalah-masalah yang dibicarakan secara global oleh al-Qur`an atau permasalahan yang tidak dibicarakan sama sekali hukumnya oleh al-Qur`an.3

Dari segi periwayatan hadis Nabi berbeda dan tidak dapat disejajarkan dengan al-Qu`ran karena dari pengertian terdapat perbedaan. Al-Qur`an diriwayatkan secara Mutawatir sedangkan hadis ada yang diriwayatkan oleh

1

. Subhi As-Salih, Ulum al-Hadis wa Mustalahuhu, ( Dâr al- `Ilmu Li al-Malayin, 1997) s.3.

2

. Muh Zuhri, Hadis Nabi : Telaah Historis dan Metodologis, ( Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. 2003) h.1.

3

(11)

11

sejumlah periwayatan secara Mutawatir4 dan Ahad5.

Hingga berkedudukan sebagai Zanni al-Wurud6 hadis yang diriwayatkan secara mutawatir bersifat Qat`i

al-Tsubat (absah yang mutlak) dan disejajarkan dengan wahyu yang wajib di-

amalkan dan dinilai kafir bagi orang-orang yang mengingkarinya.7 Oleh karena itu, hadis mutawatir merupakan riwayat tertinggi dengan demikian orisinalitas al-Qur`an tidak diragukan lagi dan tidak perlu untuk diteliti kembali sedang hadis masih perlu dilakukan kegiatan penelitian terutama terhadap hadis yang bersifat Ahad agar hadis yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan periwayatanya,

yang mana berasal dari Nabi atau bukan8

Untuk mendapatkan kualitas suatu hadis, maka perlu akan adanya penelitian hadis baik dari segi sanad maupun dari segi matan, sanad dan matan suatu hadis yang bersifat mutawatir tidak perlu lagi diadakan penelitian, karena sudah jelas dan tidak diragukan lagi kesahihannya, sedangkan hadis yang bersetatus ahad amat perlu dilakukan penelitian ulang agar memperoleh kejelasan tentang kualitas hadis tersebut, dengan tujuan untuk melihat apakah hadis tersebut berasal dari Nabi Saw atau tidak? Dan apakah hadis tersebut dapat diterima untuk dijadikan dalil (Hujjah) agama atau tidak? Karena diterima atau tidaknya suatu hadis untuk dijadikan sebagai dalil (hujjah) agama dilihat dari kualitas tersebut.9

4

. Hadis mutawatir merupakan hadis diriwayatkan oleh orang banyak pada setiap tingkatan peristiwa mulai dari sahabat sampai dengan mukharij, yang secara rasio sangat mustahil sekali para periwayatan yang berjumlah banyak tersebut untuk berdusta, sebagian ulama ada yang menambahkan unsur penyaksian panca indra sebagai salah satu persyaratan hadis mutawatir tersebut, liat M. Syuhudi Ismail, pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: Angkasa, 1991) h. 135

5 Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayatan yang mana

tingkat perawinya tidak sampai taraf mutawatir dam mutlqak. Liat Subhi al – Shalih ,Ulum al-Hadis Mustalahul, ( Bairut: dar al- almalayan 1997 ( 5.3)

6

Zanni al-Wurud oleh (adalah atau relatif ( tidak mutlak) tingkat kebenarannya.

7

M. `Ajaj. Al-Khatib, Usul al-Hadis, terj. M Qodirrun, Nur Ahmad Musyafiq ( Jakarta: gaya media permata, 2001) h. 271

8

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta Bulan Bintang 1992)

9

(12)

12

Upaya pengkajian tersebut bertujuan untuk pemeliharaan dan pelestarian kesahihan hadis Nabi Saw. Sehingga para ulama menetapkan berbagai kaidah kesahihan hadis dengan segala persyaratan dan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu hadis yang berkualitas sahih. Sebuah hadis yang sahih dari segi sanadnya belum tentu sahih dari segi matannya dan sebaliknya, yaitu setelah para ulama menemukan cacat yang tersembunyi padanya.10menurut M. Quraish Shihab bahwa al-Ghazali sangat menolak hadis-hadis yang dinilainya bertentangan dengan ayat al-Qur`an dan menurutnya apa yang dilakukan ini merupakan satu bentuk pembelaan terhadap hadis (sunnah) Nabi Saw.11

Al-Qardawi dalam bukunya mengatakan bahwa untuk memahami hadis (sunnah) dengan benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, penafsiran yang buruk, maka sesuai petunjuk al-Qur`an selanjutnya dia juga mengatakan bila pemahaman para ahli fiqh dan pembela hadis jelas dalam mengambil kesimpulan makna-makna hadis itu berlainan, maka yang lebih utama dan yang lebih mendekati kebenaran ialah yang mendapatkan dukungan dari al-Qur`an.12 Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya kehati-hatian dan penelitian yang mendalam menganalisa suatu hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur`an maupun riwayat hadis yang berbeda. Diantara jalan yang ditempuh oleh ulama hadis dengan ulama fiqh dalam menyikapinya pertama, memahami hadis dengan berdasarkan pada al-Qur`an terlebih dahulu sehingga apabila mereka menentukan riwayat hadis yang sejalan dengan al-Qur`an maka mereka menerima.13 Kedua,

10

Muhammad al-Ghazali. Study Kritik atau Hadis Nabi Saw: Antara Pemohonan Tekstual

dan Kontekstual, ter, Muhammad al – Bagir. (Bandung: Mizan, 1996) h.27

11

M. al –Ghazali. Studi Krtik atas Hadis Nabi Saw. H 11

12

Yusuf al-Qordhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, terj. Muhammad baqir, (karisma, 1994).h 11

13

(13)

13

dengan cara mengkompromikan antara hadis yang tampak bertentangan maka hal itu hanya tampak zahirnya saja, bukan kenyataan hakiki. Menggabungkan antara kedua Nas tampak memaksakan atau mengadakan sehingga keduanya dapat diterima maka yang demikian tersebut utama dari pada mentajrihkan antara keduanya, sebab pen-tajrih-an berarti mengabaikan salah satu dari keduanya.14

Peran penelitian memang sangat penting dalam sebuah hadis, karena dengan ilmu ini kita dapat mengetahui apakah suatu hadis itu dapat dipertanggungjawabkan ke-sahihan-nya. Dengan demikian, penulis mencoba mengkaji dan meneliti hadis-hadis yang terdapat dalam salah satu kitab karya Syaikh M. Hasyim Asy`ari yang cukup masykur di kalangan pesantren-pesantren Salafiyah di negeri kita khususnya di pesantren-pesantren Salafiyah di daerah Jawa Timur yaitu kitab Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah, kitab yang berisikan tentang hadis kematian, tanda-tanda hari kiamat dan penjelasan tentang pemahaman Sunnah dan Bid`ah.

Di dalam kitab Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah terdapat banyak hadis Rasul. Syaikh M. Hasyim Asy`ari dalam mengutip hadis-hadis Nabi sama sekali tidak menyertakan sanad-sanad secara lengkap dan juga tidak mencantumkan kualitas hadisnya. Beliau hanya menyertakan mukharij yang terakhir, tetapi banyak pula hadis-hadis yang dicantumkannya tanpa perawi/mukharij. Fenomena diatas dapat kita mengerti. Karena kitab Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah bukanlah kitab asli yang bersanad. Dengan demikian

penulis berinisiatif untuk meneliti hadis-hadis yang berada di dalam kitab ini karena kitab ini sering disajikan oleh para kiai/ustadz kepada masyarakat atau para

14

(14)

14

santri salafiyah khususnya dengan harapan masyarakat dan santri dapat memiliki moral yang tinggi. Akan tetapi yang patut kita perhatikan juga adalah apakah hadis-hadis yang disajikan itu layak untuk di gunakan atau tidak.15

Melihat keadaan seperti ini yang menarik perhatian dan alasan penulis untuk menulis skripsi dengan judul "TAKHRIJ HADIS KITAB RISALAH AHLU AL -SUNNAH WA AL-JAMA`AH;(Sebuah Kajian Analisis Sanad dan Matan

Hadis-hadis Tanpa Riwayat)".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. PembatasanMasalah

Untuk keperluan pengkajian dan penelitian dari judul skripsi ini penulis memberikan batasan sebagai berikut:

a. Dalam kitab terdapat Hadis-hadis dan atsar. Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti hadis dan hanya hadis-hadis yang tidak menggunakan riwayat.

b. Untuk membatasi permasalahan yang akan dikaji. Untuk itu, penulisan skripsi ini dibatasi pada kajian analisis kualitas matan dan sanad hadis pada Kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamâ`ah. Penulis batasi hanya hadis-hadis yang terdapat dalam kutub sittah (Sahih al-Bukhary, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzy. Sunan

al-Nasa’i, Sunan Ibn Majjah).

15

(15)

15

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, penulis membuat suatu rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis-hadis yang tidak menggunakan riwayat terdapat dalam Kitab Risâlah Ahlu Sunnah wa al-Jamâ`ah?

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian

Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan penulis berkaitan dengan penelitian ini. Pertama, Penulis ingin memberikan sumbangan bagi kajian islam terutama dalam bidang hadis. Kedua, meneliti dan mengkaji bagaimana kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamâ`ah. Ketiga, memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i) dari jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(16)

16

D. Tinjauan Pustaka

Hanya terdapat satu judul skripsi yang membahas Kitab Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah Karya Syaikh Muhammad Hasyim Asy`ari, yaitu:

M. Khoirul Mustaqhfirin, Fakultas Dirasat Islamiyah 2003, dalam skripsinya yang berjudul: Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah lidsyaikh

Hasyim Asy`ari al-Jawi.Skripsi ini hanya mengomentari KH. Hasyim Asy`ari

dalam pengambilan hadis-hadis yang terdapat pada Kitab hadis Nabawi. Dan yang membedakan antara Skripsi yang sudah ada dengan Skripsi yang sedang penulis bahas adalah mencari kualitas sanad dan matan hadis-hadis yang tidak menggunakan riwayat terdapat dalam Kitab Risâlah Ahlu Sunnah wa al-Jamâ`ah.

E. Metodologi Penelitian

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan tiga aspek metode penelitian, yaitu:

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library research) yaitu mengumpulkan data-data yang memiliki relevansinya dengan masalah yang dibahas, baik itu yang bersumber dari buku atau sumber tertulis lainnya (makalah, artikel, atau laporan penelitian) dengan langkah-langkah penelitian kepustakaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah data terkumpul kemudian penulis klasifikasi menjadi dua jenis sumber data yaitu:

(17)

17

Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzy. Sunan al-Nasa’i, Sunan

Ibn Majjah).

b. Sumber data sekunder yang terdiri dari buku dan tulisan lainnya yang memiliki relevansi dengan pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

2. Metode Pembahasan

Adapun metode pembahasan dalam kegiatan penelitian hadis ini yaitu:

1. Melakukan takhrij hadis melalui salah satu lafadz hadis dengan menggunakan kitab kamus hadis yaitu : Al-Mu`jam al-Mufahras fi Alfaz al-Hadis al-Nabawi karya A.J. Wensick, melalui topik hadis dengan

menggunakan kitab Miftah Kunuz Sunnah, kitab Jami` al-Shaghir min Ahadis al-Basyir al-Nadzir karya `Abd al- Rahman Ibn Abu

Bakar al-Suyuti.

2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk kepada kitab asli yang ditunjukan oleh kitab kamus atau yang hampir mirip.

3. Melakukan penelitian kritik sanad hadis dari data yang diambil dari kitab asli, kemudian melakukan penelurusuran pada periwayatan hadis sehingga diketahui kepribadian setiap periwayatan, menilai keadaannya, hubungan antara guru-guru dan muridnya guna mendapatkan kesimpulan tentang kredibilitas periwayatan hadis tersebut.

4. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian di atas.

(18)

18

Sedangkan dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yakni melalui pengumpulan dan kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan.

3. Metode Penulisan

Secara teknis, skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Center for Quality

Development and Accurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.16

F. Sistematika Penulisan

Pada bab kesatu Berisikan, Pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab di antaranya adalah; latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, metodologi penelitian, tujuan penulisan,dan sistematika penulisan.

Bab kedua Merupakan pembahasan mengenai sekitar tentang kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah yang meliputi biografi pengarang dan

tinjauan kitab yang berisikan format kitab dan metode penulis serta kandungannya.

Bab ketiga Pembahasan kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama`ah hanya hadis-hadis yang tanpa riwayat

sebanyak 6 hadis.

Bab keempat merupakan penutup, yang meliputi kumpulan dan saran-saran.

16

(19)

19

BAB II

SKETSA BIOGRAFI HADRATUSSYAIKH HASYIM ASY`ARI

A.Biografi Pengarang

1. Latar Belakang Keluarga

Muhammad Hasyim adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya, dan yang akrab dipanggil Kiai Hasyim, beliau lahir dari kalangan keluarga elit Kiai Jawa pada tanggal 24 Dzul Qa`dah 1287 H /14 Februari 1871 M di desa Gedang, sekitar dua kilometer sebelah timur Jombang.17 Ayahnya, Asy`ari adalah pendiri Pesantren Keras di Jombang, sementara kakeknya Kiai Usman,18 Kiai terkenal dan pendiri Pesantren Gedang yang didirikan pada akhir abad ke-19.

Selain itu, moyangnya Kiai Hasyim adalah Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambak beras Jombang. Wajar saja apabila Kiai Hasyim menyerap lingkungan agama dari lingkungan Pesantren keluarganya dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam.

Ayah Kiai Hasyim, yaitu Asy`ari sebelumnya merupakan santri terpandai di Pesantren Kiai Usman. Ilmu dan Akhlaknya sangat mengagumkan Sang Kiai, sehingga dinikahkan dengan anaknya Halimah (Perkawinan jalin ikatan antara Kiai). Ibu Kiai Hasyim merupakan anak pertama dari tiga saudara laki-laki dan dua perempuan, yaitu Muhammad, Leler, dan Fadil serta Halimah dan Ny.Arif.

17

Latiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, ( Yogyakarta: LKis 2000) h. 14.

18

Kyai Usman adalah seorang ulama terkenal dan berjasa memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa pada pertengahan abad ke-19. Lihat Martin Van Bruinessen, Tarekat

(20)

20

Halimah yang juga dipanggil Winih (`Benih`) merupakan anak pertama. Dari garis Ibu inilah, Kiai Hasyim merupakan keturunan Raja Majapahit terakhir.19

Dari garis Ayahnya juga keturunan orang besar. Sang Ayah Kiai Asy`ari, adalah anak Abdul Wahib `Abdul Halim yang mempunyai gelar pangeran Bona Ibn Abdul Rahman yang dikenal dengan Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijoyo Ibn Abdullah ibn Abdul Aziz` ibn Raden `Ainul Yaqin yang disebut dengan sunan Giri.20

Kiai Hasyim berada dalam kandungan ibunya selama 14 bulan. Dalam pandangan masyarakat Jawa, kelahiran yang sangat panjang mengindikasikan kecemerlangan sang bayi di masa depan. Orang tuanya lebih yakin akan isyarat ini, karena sang ibu pun telah bermimpi bahwa bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa tepat diatas perutnya.21

Kedua orang tuanya menyaksikan bakat kepemimpinan yang dimiliki Kiai Hasyim yaitu, ketika bermain dengan anak-anak di lingkungannya, ia selalu menjadi "penengah". Kapan pun ia melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan selalu menegurnya, Kiai Hasyim selalu membuat banyak temannya senang bermain dengannya, karena sifatnya yang suka menolong dan menjaga.22

19

Raja Majapahit Terakhir ialah Bawijaya VI. Silsilah selengkapnya adalah Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Bawana bin Jaka Tingkit (Mas Karebet) bin Prabu Brawijaya VI (Lembupeteng). Lihat pada Jajat Burhanuddin & A. Baedowi, ed.., Transformasi Otoritas Keagamaan, Penyuting, Jajat Burhannuddin dan Ahmad Baedowi ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003)h. 46.

20

Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari, cet: Petama ( Jakarta: LeKDis Ciputat) h. 14.

21

Solihin Salam, KH Hasjim Asj`ari, Ulama Besar Indonesia (Jakarta: Jaya Murni 1963), h. 22.

22

H. Aboebakar Aceh, Sejarah Hidup K.H.A Wahid Hasyim Asy`ari dan Karangan

(21)

21

Semasa kecilnya Kiai Hasyim boleh dikatakan jarang mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena Kiai Hasyim diasuh oleh kakeknya di Pondok Pesantren Gedang. Setelah bapaknya menamatkan pendidikanya di Pondok Pesantren Gedang dan mendapatkan barokah dari gurunya yaitu Kiai Usman. Maka bersama keluarganya pindah dan mendirikan Pondok Pesantren di Desa Keras, yang terletak di sebelah Selatan Kota Jombang, bersama dengan peristiwa ini Kiai Hasyim juga dibawa oleh orang tuanya ke Desa Keras, ketika ia di desa ini Kiai Hasyim baru diasuh oleh kedua orang tuanya.23 Suasana agamis Pesantren Keras yang juga mengamalkan ajaran Tarekat Naqsyabandîyah ini melekat erat dalam relung-relung sanubari remaja Hasyim.24

Setelah dididik oleh orang tuanya, ia pergi untuk menuntut ilmu ke berbagai Pondok Pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shona, Siwalan Buduran Langitan Tuban, Demank Bangkalan, dan Sidoarjo. Setelah lama menimba ilmu di Pondok Pesantren Sidoarjo ternyata Kiai Hasyim merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada Kiai Ya`kub yang merupakan Kiai di Pesantren tersebut. Kiai Ya`kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Kiai Hasyim dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepatnya pada usia 21 tahun, saat itu tahun 1892.25

Pasca pernikahanya dengan putri Kiai Ya`kub, Kiai Hasyim berangkat ke Mekah bersama istri dan mertuanya untuk bermukim di sana. Ketika telah menetap di Mekah kurang lebih tujuh bulan, Istri Kiai Hasyim melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Abdullah. Akan tetapi, beberapa hari kemudian

23

Solihin Salam, KH Hasjim Asj`ari, Ulama Besar Indonesia, h. 19.

24

Jajat Burhanuddin & A. Baedowi, ed.., Transformasi Otoritas Keagamaan, h. 47.

25

(22)

22

istri yang dicintainya itu meninggal dunia. Bahkan, selang kurang empat puluh hari dari wafat istrinya, putra tercintanya Abdullah, yang merupakan dambaan hidup sebagai pelanjut kehidupanya juga meninggal dunia. Akhirnya pada tahun berikutnya, Kiai Hasyim kembali ke Indonesia bersama mertuanya.26

Terkisah dalam riwayat hidupnya, bahwa Kiai Hasyim pernah berkali-kali menikah, tak diketahui pasti berapakali beliau menikah meski tak menyebutkan secara rinci nama para istri beliau, ada yang mengatakan beliau menikan lebih dari tujuh kali27 dari seluruh wanita yang pernah beliau nikahi diantaranya dengan Khadijah putri Kiai Ya`qub Siwalan Panji, Nafisah putri Kiai Ramlan Kediri, Nyai Priangan di Mekah, Masrurah saudara Kiai Ilyas Kapurejo Kediri, Nafiqah Putri Kiai Ilyas Sewulan Madiun28.

Perkawinannya dengan Nyai Nafiqah putri wedana dari Madiun, Muhammad Hasyim memperoleh sepuluh anak, yaitu:

1. Hannah, lahir dan meninggal tahun 1905.

2. Chairiyah, lahir tahun 1908, kemudian menikah dengan Kiai Maksum Ali. 3. Aisyah, menikah dengan Kiai Ahmad Baidlawi.

4. Ummu Abdul Haq, menikah dengan Kiai Idris dari Ciebon.

5. Abdul Wahid Hayim (Ayah Gus Dur), lahir 1 juni 1914, meninggal 15 April 1953. Dia kemudian menjadi tangan kanan Ayahnya, salah seorang perumus piagam Jakarta dan mantan Menteri Agama RI.

26

Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari,h. 16-17.

27

Tujuh kali yang dimaksud bukan dalam arti mengumpulkan tujuh istri dalam satu waktu. Beberapa istri Kiai Hasyim meninggal dunia sebelum akhirnya Kiai Hasyim menikah lagi.

28

(23)

23

6. Abdul Hafiz, lebih dikenal dengan Kiai A. Khalik, lahir tahun 1917, mantan anggota Konstituante, dan menjadi pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

7. Abdul Karim Hasyim, lahir tahun 1919, mantan Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya.

8. Ubaidillah, lahir dan meninggal tahun 1925. 9. Masrurah, lahir tahun 1926.

10.Yusuf Hayim, Lahir tahun 1929, mantan anggota DPR-GR dan PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan sekarang pimpinan Pesantren Tebuireng Jombang.

Dalam perkawinannya dengan Nyai Masrurah, Kiai Hasyim mempunyai empat anak, yaitu Abdul Qadir, Fatimah, Khadijah, dan Ya`qub. Konon, Nyai Nafisah istri yang kelima Hayim Asy`ari berasal dari keturunan Kiai Ageng Tarub yang berdarah biru dengan Kiai Ageng Pamanahan yang menjadi mubaligh Islam di Mataram Yogyakarta, ia adalah keturunan penembahan Senopati Mataram. Dapat disimpulkan bahwa pernikahan Kiai Hasyim mempunyai latar belakang dakwah tersendiri dan dilakukan atas dasar Ukhuwah Islamiyah yang bersifat Kultural.29 Bukan didasari kebutuhan biologis saja melainkan untuk mengembangkan keturunan.

Kiai Hasyim disamping sebagai pemimpin Pesantren, juga banyak berkiprah ditengah masyarakat. Semisal mengobati penyakit orang tanpa pandang bulu baik orang pribumi maupun keturunan Belanda, sehingga ia dikenal sangat luas di kalangan masyarakat. Beliau tidak saja sebagai guru yang baik, tetapi juga

29

T.H. Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan & KH. M. Hasyim Asy`ari: Asal-usul

(24)

24

mengobati, menasehati masyarakat. Pada tahun 1946, pemimpin Tentara Nasional Indonesia, Jendral Soedirman, betempur melawan Belanda, dia mengunjungi Pesantren Tebuireng untuk meminta nasehat dan Fatwa beliau. Fatwa ini ditujukan untuk mencari dukungan kepada eksistensi Republik Indonesia.30 Kiai Hasyim menjadi orang besar dan diakui pemerintahan menjadi Pahlawan perintis kemerdekaan Nasional.31

Kiai Hasyim meninggal pada tanggal 25 Juli 1947 M pukul 03.45 dini hari bertepatan dengan tangga l7 Ramadhan 1366 H dalam usia 79 tahun karena tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi karena ia terkejut mendengar berita dari Jendral Soedirman dan Bung Tomo bahwa pasukan Belanda, dibawah Jendral Spoor, telah kembali ke Indonesia dan menang dalam pertempuran di Singosari Malang dengan meminta korban banyak dari rakyat biasa. Akibat dari peristiwa tersebut, sehingga terkena serangan struk yang menyebabkan meninggal dunia.32

2. Latar Belakang Pendidikan

Mula-mula Muhammad Kiai Hasyim belajar pada kakeknya sendiri di Gedang. Setelah dikhitan, ia dibawa Ayahnya ke Pondok Keras, suatu Pondok di Desa Keras yang terletak kira-kira 1 ½ km sebelah Barat Pondok Tebuireng sekarang. Pondok ini didirikan Ayahnya sendiri Kiai Asy`ari. Di Desa Keras inilah Kiai Hasyim untuk pertama kalinya mendapat didikan langsung dari Ayahnya mengenai beberapa mata pelajaran ilmu agama seperti pelajaran dasar, Tauhid, Fiqih, Hadis. Pada usia tiga belas tahun, Hasyim mempunyai kecerdasan

30

Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, h. 20-21 .

31

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 294 tahun 1964 tinggal 17 November 1964.

32

(25)

25

dan ketajaman otak yang luar biasa. Beberapa kitab dalam waktu yang singkat sudah dikuasai, sehingga ia dapat mengajarkan kepada orang lain. 33

Sejak usia 15 tahun, ia menuntut ilmu ke berbagai Pesantren di Jawa, ia tinggal beberapa waktu di suatu Pesantren dan kemudian pergi ke Pesantren lain. Pesantren yang dikunjunginya antara lain adalah Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis dan Kademangan (keduanya di bangkalan Madura) dan Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo). Setiap Pesantren tersebut memiliki spesialisasi ilmu yang diajarkan. Kiai Hasyim selama tiga tahun belajar tata bahasa dan sastra arab, fiqh dan tasawuf pada Kiai Khalil dari Bangkalan, dan belajar fiqh selama dua tahun pada Kiai Ya`qub dari Siduarjo.34

Pada perkembangan selanjutnya, Kiai Hasyim telah mahir dalam bidang; Tauhid, Fiqh, Bahasa Arab, Tafsir, dan Hadis. Tidak lama setelah pernikahannya ia bersama istrinya berangkat haji kemudian menetap disana kurang lebih selama tujuh bulan. Pada tahun 1893 ia pulang ke kampung halamannya bersama Kiai Ya`qub mertuanya. Akan tetapi, ia tidak terkesan tinggal di kampung halamannya. Maka, pada tahun itu juga ia berangkat ke Mekah bersama adiknya, Muhammad Anis, walaupun adiknya juga meninggal disana tetapi ia juga ditemani saudara iparnya Kiai Alwi, yang kemudian menjadi teman yang paling setia dalam mendirikan Pesantren Tebuireng.35

Kiai Hasyim belajar pada ulama-ulama terkenal di Mekah dalam berbagai macam cabang ilmu agama islam. Di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz dari

33

T.H. Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan & KH. M. Hasyim Asy`ari, h. 101.

34

Jajat Burhanuddin & A. Baedowi, ed.., Traansformsi Otoritas Keagamaan,h 48.

35

(26)

26

Termas (w.1920), ia belajar Hadis Sahih Bukhâri. Dengan tekun, Kiai Hasyim menyimak pelajaran yang diberikan gurunya. Akhirnya, ia lulus dan mendapatkan ijazah dari gurunya tersebut. Dengan demikian, Kiai Hasyim menjadi pewaris terakhir urut-urutan penerima hadis (Isnad) dari 23 geneasi ulama ahli hadis sebelumnya. Selain ilmu hadis, Kiai Hasyim juga belajar tarikat Qadariah wa Naqsyabandîyah pada syaikh Mahfudz. Ilmu tarikat ini merupakan peninggalan dari Syaikh Nawawi Banten dan Syaikh Ahmad Khatib Sambas.36

Selain berguru pada Ulama-ulama yang dari Tanah air, Kiai Hasyim juga berguru pada sejumlah tokoh di Mekah yakni Syaikh al-`Allamah Abdul Hamid al-Darustani dan Syaikh Muhammaf Syuaib al-Maghribi. Selain itu, Ia berguru kepada Syaikh Ahmad aminal-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Attar, Syaikh Sayid Yamay, Sayyid Alwi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.37

Di antara ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh Kiai Hasyim selama di Mekah, adalah fiqh dengan konsentrasi mazhab Syafi`i, Ulum al-Hadits, Tauhid, Tasir, Tasawuf dan Ilmu `alat (nahwu, saraf, mantiq, balaghah, dan lain-lain). Dari beberapa disiplin ilmu itu, yang menarik perhatian Kiai Hasyim adalah disiplin hadis, terutama mengenai kumpulan hadis Imam Muslim. Hal ini didasarkan atas asumsi Kiai Hasyim yang menyatakan bahwa untuk mendalami ilmu hukum Islam, disamping harus mempelajari al-Qur`an dan tafsirnya secara mendalam, juga harus memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenal hadis

36

Jajat Burhanuddin & A. Baedowi, ed..,Traansformsi Otoritas Keagamaan,h 49.

37

(27)

27

dengan syarh dan hasyiyah-nya. Untuk itulah, disiplin hadis menjadi suatu yang sangat penting untuk dipelajari.38

3. Lingkungan Pesantren

Sekembalinya dari Mekah pada tahun 1898 M, Kiai Hasyim segera mengabdikan ilmunya untuk kepentingan umat. Mula-mula ia membantu mengajar beberapa bulan di Pesantren Ayahnya, Pesantren Keras, dan Pesantren Kakeknya, Pesantren Gedang. Namun ia merasa tidak leluasa untuk mengembangkan ilmu yang didapatnya selama belajar di Mekah, dan tidak lama kemudian Kiai Hasyim berusaha mendirikan Pesantren sendiri, maka pada 26 Rabiul Awal bertepatan dengan 1898 M, ia mulai merintis pendirian Pesantren yang diberi nama Tebuireng di jombang, sekitar 2 kilometer dari Pesantren ayahnya.39

Tebuireng menurut cerita rakyat berasal dari "Kebo Ireng", yaitu ketika seekor kerbau bule terperosok ke dalam payah yang penuh lintah. Saat kerbau ditarik keluar oleh penduduk warnanya berubah menjadi hitam, karena seluruh tubunya dipenuhi oleh lintah dan pemiliknya kemudian berteriak dengan menyebut kebo item. Dan menurut versi lain dimanakan Tebuireng karena daerah tersebut tempat tinggal orang-orang dari kalangan hitam, yang berperilaku tidak baik seperti; perampok, penjudi, peminum dan penzina. Namun karena daerah

38

Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari… h. 23.

39

Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh di

(28)

28

tersebut juga banyak terdapat tanaman tebu berwarna hitam maka berubah menjadi nama "Tebuireng".40

Kondisi daerah Jombang yang demikian buruknya menjadi tantangan dan sekaligus dorongan bagi Kiai Hasyim untuk membina masyarakat melalui pendidikan Pesantren. Untuk memulai Pesantren baru sebagai bekal, ia membawa delapan santri dari Pesantren Ayahnya. Santri-santri ini di samping mengaji pada Kiai Hasyim juga membantu pembangunan Pesantren baru ini. Berkat ketenaran dan kedalaman ilmu Kiai Hasyim, jumlah santri meningkat menjadi dua puluh delapan orang dalam tiga bulan.41 Biaya pembangunan Pesantren sebagian besar ditanggung Kiai Hasyim sendiri. Tanah Pesantren dibeli dari seorang dalang di Desa itu, dan bangunan Pesantren terbuat dari bambu. Bangunan ini sebesar sepuluh meter persegi terbagi menjadi dua: satu ruangan untuk Kiai sekeluarga sedangkan ruangan lain untuk keperluan para santri. Ruangan khusus para santri ini dipakai untuk tempat tinggal, belajar dan shalat para santri. Untuk membiayai lembaga yang tumbuh berlahan-lahan ini, Kiai Hasyim berdagang dan bercocok tanam kecil-kecilan, saking cinta pada Pesantren ia mewakafkan dua hektar tanah dan Sembilan hektar persawahan pada tahun 1947, sebelum ia meninggal dunia.42

Pada perkembangan selanjutnya, Pesantren Tebuireng dalam sistem pengajarannya menggunakan metode Sorogan dan Weton, sebagaimana yang dilakukan Pesantren tradisional lainya. Metode ini biasanya diberikan pada pelajaran tingkat rendah, yaitu santri menghadap kepada guru seorang demi seorang dengan menyodorkan (Sorong) kitabnya masing-masing. Pada tingkat

40

Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh,h. 20.

41

Jajat Burhanuddin & A. Baedowi, ed..,Traansformsi Otoritas Keagamaan,h 50.

42

(29)

29

lanjut pelajaran biasanya diberikan langsung oleh Kiai. Kiai Hasyim sendiri dengan metode kuliah (Weton), sesekali santri yang membaca kitab, bila salah Kiai Hasyim membetulkannya. Kenaikan tingkat ditandai dengan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Akan tetapi, Kiai Hasyim menyadari tuntutan zaman bahwa perkembangan Pesantren harus ditambah, seperti apa yang dialami ketika belajar di Mekah yakni; menambah pondok Pesantren dengan sistem madrasah atau sistem klasikal. Maka pada tahun 1919 M didalam lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng muncullah sebuah madrasah dengan sistem klasikal, madrasah ini diberi nama "Salafiyah Syafi`iyah".43

Adapun kitab-kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Tebuireng ini, antara lain; dalam bidang bahasa dan teks bahasa arab dengan mempelajari berbagai buku seperti: al-Jurumiyyah karya Ibn Ajurum, al-`Imriti karya Saraf b. Yahya al-Ansari al-Imriti, `Izzi Karya `Izz al-Din Ibrahim al-Zanjani, Maqsud (karya aninom yang kadang dianggap sebagai karya Abu Hanifah), Qawa`id al-I`rab Karya Ibn Hayim dan Alfiyah Karya Ibn Malik dan masih banyak lagi yang

dipelajari baik ilmu hadis maupun tafsir al-Qur`an, karena Kiai Hasyim ahli dalam bidang tersebut.44

Pesantren Tebuireng mungkin dapat dipandang sebagai Pesantren untuk pengajaran tingkat tinggi. Banyak santri yang berdatangan untuk menimba ilmu di Pesantren tersebut diantranya murid yang dikenal; KH. Wahab Hasbullah (Pesantren Tambak Beras Jombang), KH. Ilyas Ruhiyat (Pesantren Cipasung Tasik Malaya), KH. Wahid Hasyim (anaknya sendiri), Kiai As`ad Syamsul Arifin

43

Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh, h. 7-8.

44

Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama,h 33 lihat pula, Mahmud Yunus, Sejarah

(30)

30

(Pendiri Pesantren Sukorejo Situbondo), Kiai Abbas (Pendiri Pesantren Buntet Corebon), Kiai Bisri Syansuri (pendiri Pesatren Libroyo Kediri),45 dan masih banyak lagi alumni Tebuireng, sehingga Pesantren Tebuireng merupakan kiblat dari Peantren-Pesantren di Jawa maupun di seluruh pelosok tanah air ini, dan Kiai Hasyim banyak dikenal dengan sebutan "Bapak Kaum Santri".

4. Karya-karya KH. Hasyim

KH. Hasyim adalah penulis yang produktif, memiliki banyak kumpulan karya tulis mengenai ilmu agama seperti: Sufisme, Teologi, dan Fiqh. Akan tetapi, lebih banyak berbahasa Arab atau Jawa dengan huruf Arab (jawa pegon) dan beberapa pidato yang dipublikasikan di surat kabar dalam bahasa Melayu yang menjadi bahsa masyarakat Indonesia (Lingua Franca), selain itu juga pidato-pidato beliau mengenai masalah-masalah politik, social seperti: al-Mawâ`izh, yang kemudian diterjemahkan oleh kalangan modernis yaitu: Hamka (Al-Mawâ`izj Sjaich Hasyim Asj`ari), dan Abdul Munir Mulkhan (Pesan-pesan Dua

Pemimpin Besar Islam Indonesia), Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim, dan

seseorang Tradisionalis H.A. Abdul Chamid (Empat Puluh Hadits Nabawi), dan beberapa majalah-majalah yang diterbitkan oleh Soeara Nahdlatul Ulama surat kabar resmi NU, dan MIAI; Soeara Moeslimin Indonesia yang diterbitkan oleh Masyumi.46

Adapun Karya-karya Kiai Hasyim yang behasil didokumentasikan, terutama oleh cucunya almarhum Isham Hadziq, adalah sebagai berikut:

45

Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama,h 33-34.

46

(31)

31

1. Al-Tibyân fi Nahy`an Muqâtha`at Arhâm Wa Aqârib wa

al-Ikhwân. Kitab ini selesai ditulis pada hari senin, 20 Syawal 1260 H, di terbitkan oleh Maktabah al-Turats al-Islam, Pesantren Tebuireng. Secara umum buku ini berisi pentingnya membangun persaudaaan di tengah perbedaan serta bahaya memutuskan tali persaudaraan.

2. Adab al-`Alim Wa al-Muata`alim fima yahtaj ilaih al-muta`alim fi Ahwal ta`alum wa ma yatawaqaf `alaih al-mu`allim fi maqâmât ta`limihi (Etika

proses belajar mengajar). Literature ini merupakan karya yang dijadikan fokus kajian buku ini.

3. Al-Tanbihât al-Wâjibâti li man Yasna` al-Mawlidin al-Munkarât ( Nasihat penting bagi orang yang Merayakan kelahiran Nabi Muhammad dengan menjalankan Hal-hal yang dilarang oleh Agama)47.

4. Al-Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ`ah, sharh fi Hadîts al mawtâ wa Syurûth al-Sâ`ah ma bayân mafhum al-Sunnah wa al-Bid`ah (Kitab

lengkap), membicarakan berbagai topik seperti kematian dan hari kebangkitan, arti Sunnah dan bid`ah.48

5. Ziyâdat Ta`lîqât `alâ Mandzûmah Syaikh `Abd Allâh b. Yasin al-Fusuruwanî (Catatan tambahan mengenai Syair Syaikh `Abd Allah b Yasin Pesuruan), berisi bantahan KH. Kiai Hasyim terhadap kritik Syaikh

47

Kitab ini ditulis sebagai reaksi keras KH. Hasyim As`ari atas praktek peringatan maulid Nabi Muhammad yang menyimpang dari tuntutan syariah. Diceritakan bahwa ketika itu, di pedalaman Jawa dijumpai pelaksnaan perayaan maulid dengan mengetangahkan berbagai pertunjukan yang didalamnya menyiratkan unsur-unsur maksiat, misalnya pagelaran musik dengan pakaian yang seronok, laki dan perempuan yang bukan muhrim, serta pertandingan tinju dan pencak silat yang itu tak jarang dijadikan sebagai ajang persssjudian. Lihat pada Suwendi M. Ag.

Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari,h. 33-34.

48

Buku ini tampaknya mengelaborasi tentang persoalan-persoalan kematian yang merupakan sesuatu yang pasti dialami oleh setiap orang, tanda-tanda hari kiamat sebagai hari akhir dari kehidupan dunia, yang kemudian ditambahkan dengan penjelasan mengenai sunnah dan

(32)

32

`Abd Allah b Yasin Pasuruan terhadap Nahdlatul Ulama yang merupakan wadah cendekiawan-muslim (ulama) dalam mengapresiasikan persoalan sosial keagamaan.

6. Muqaddimah Al-Qânûn al-Asâsî li Jam`iyat Nahdat al-Ulama` (Aturan dasar perkumpulan Nahdlatul Ulama) membicarakan prinsip-prinsip utama Organisasi NU.

7. Al-Mawâa`izh. Karangan ini berisi nasihat bagaimana menyelesaikan masalah yangmuncul ditengah umat akibat hilangnya kebersamaan dalam membangun pemberdayaan. Karangan ini pernah disiarkan dalam Kongres XI Nahdlatul Ulama pada 1935, yang bertepatan di Bandung. Karya ini juga diterjemahkan oleh Prof. Buya Hamka dalam majalah Panji Masyarakat Nomor 5 tanggal 15 Agustus 1959.49

8. Al-Nûr Mubîn fi Mahabbati Sayyid Mursalîn, bain fihi ma`na Mahabbah Lirusul Allah ma wa Yata`allaq Biha Man Ittba`iha wa Ihya

al-Sunnatih (Cahaya terang tentang cinta pada Rasul) menjelaskan arti cinta pada Rasul.50

9. Al-Dzurrah al-muntasyirah fi al-Masai al-Tis`u `Asyrat, Sarh fiha Masalat Thariqah wa Wilayah wa Ma Yata`allaq Bihima min Umur

49

. Zuhairi Misrawi. Hadratussyaikh HASYIM ASY`ARI modern, keutamaan, dan kebangsaan. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010)h.97.

50

(33)

33

Muhimmah li Ahl al-Tariqah(Mutiara-mutiara mengenai Sembilan belas

masalah thariqah).51

10.Mengenai tasawuf: al-Risalah al-Tauhidiyah, wahya risalah saghirat fi bâyan `aqidah ahl al-sunnah wa al-jama`ah(Catatan-catatan tentang

Theologi) tentang ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.

11.Risâlah fi Ta`kîd al-Akhdzi bi Madzhab al A`immah al-Arba`ah. Karangan ini berisi pentingnya berpedoman kepada empat imam mazhab, yaitu Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hambal.

12.Arba`îna Hadîtsan Tata`allaqu bi Mabâdi` Jam`iyyat Nahdlatul Ulamâ. Karya ini berisi 40 hadis yang mesti dipedomani oleh Nahdlatul Ulama. Hadis-hadis itu berisi pesan untuk meningkatkan ketakwaan dan kebersamaan dalam hidup, yang harus menjadi fondasi kuat bagi setiap umat dalam mengarungi kehidupan yang begitu sarat tangtangan.

13.Dhaw`il Misbâh fi Bayân Ahkâm al-Nikâh. Kitab ini berisi hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, mulai dari aspek hukum, syarat, rukun, hingga hak-hak dalam pernikahan.

14.Al-Risâlah fi `al-`Aqâid. Kitab ini ditulis dalam bahasa jawa, berisis masalah-masalah yang berkaitan dengan tauhid.52

Selain ke- 14 karya diatas, ada sejumlah karya yang masih dalam bentuk manuskrip dan belum diterbitkan. Karya-karya tersebut antara lain Hâsyiyât `alâ Fath al-Rahmân bi Syarh Risâlât al-Walî Ruslân li Syaikh al-Islâm

Zakariyyâ al-Anshârî, al-Risâlat al-Tawhîdiyyah, al-Qalâid fi Bayân ma

51

karya ini membahas sejumlah maslah yang berkaitan erat dengan tasawuf, dalam hal ini

thariqat-thariqat. Lihat pada Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari,h. 38.

52

(34)

34

Yajib min al-Aqâ`id, al-Risâlat al-Jamâ`ah, Tamyûz al-Haqq min al-Bâthil,

al-Jasus fi Ahkâm al-Nuqûs, dan Manâsik Sughrâ.

B. Tinjaun Kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamâ`ah

1. Format Kitab dan Metode Penulisan.

Kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamâ`ah dicetak diatas kertas berwarna kuning yang ukurannya lebih kecil dari kertas kuarto. Lembaran- lembaranya tidak dijilid kulit sampul, sehingga lembaranya dapat dibawa walaupun hanya satu halaman yang kebetulan halaman itu yang dibutuhkan. Kitab ini hanya di kemas dengan sampul yang sederhana.

Risalah ini adalah merupakan karya besar yang memuat beberapa doktrin ajaran yang sangat berfaidah, juga beberapa pembahasan yang sangat dibutuhkan oleh kaum Muslim dalam rangka mengokohkan Aqidah agamanya, agar mereka masuk dalam bingkai “Firqah al-Najiyah”, golongan yang selamat yakni “Ahlu al-Sunnah wa al-Jamâ’ah”. Dalam kitab ini penulis melakukan counter terhadap

para ahli Dolâlah / para pembuat bid’ah yang merupakan sumber dari segala sumber kebohongan. Dari itulah kitab ini merupakan “Hujjah”, argumentasi dan dalil, serta penjelasan yang sangat mendasar bagi kemuliaan kaum muslimin, untuk kemudian dapat mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan mereka.

(35)

35

Dalam mencantumkan hadis, Kiai Hasyim tidak mencantumkan sanad hadis secara lengkap juga tidak menjelaskan kualitas hadis bahkan tidak mencantumkan sanad sama sekali. Namun kadang beliau memberikan sumber dan nama sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut.

2. Kandungan Hadis

Dalam kitab Risâlah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamâ`ah jumlah hadis yang digunakan sebanyak

1. PASAL I terdiri dari 4 hadis

2. PASAL II terdiri dari 4 hadis dan 3 asar 3. PASAL III terdiri dari 2 hadis dan 1 asar 4. PASAL IV tidak terdapat hadis maupun asar. 5. PASAL V terdiri dari 8 hadis

6. PASAL VI terdiri dari 3 hadis dan 3 asar 7. PASAL VII terdiri dari 4 hadis

8. PASAL VIII terdiri dari 2 hadis

9. PASAL IX terdiri dari 38 hadis dan 2 asar 10.PASAL X terdri dari 2 hadis

(36)

36

BAB III

KUALITAS HADIS DALAM KITAB RISÂLAH AHLU AL-SUNNAH WA AL-JAMÂ`AH

A. Teks Hadis

(37)

37

B. Penelitian Sanad

Hadis Pertama

ﺴلﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ْ ﺴ

:

ﺴثﺴﺪْ ﺴأ

ِﻓ

ﺎﺴِﺮْﺴأ

ﺒﺴﺬﺴ

ﺎﺴ

ﺴ ْﺴ

ِﻪ ِﻓ

ﺴﻮُﻬﺴـﻓ

ﱞدﺴﺜ

Artinya:Bersabda Rasulullah SAW: Barang siapa membuat hal baru dalam urusan kami ini sesuatu yang tidak ada padanya, maka hal itu tertolak.

Setelah ditelusuri melalui kitab al-Mu`jâm al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi,53 hadis di atas di riwayatkan oleh al-Bukharî, Muslim dalam Sahih-nya, Ibnu Majah dalam Sunan-nya. همدقم .هج ,, يضقا . ,, ح ص . .dan melalui kitab Mausû`ah al-Atraf al-Hadits al-Nabawi.54 نسلا :د- , يضقاا : - , : . semua periwayatan melalui jalur Aisyah Radîallahu `Anha.

ƒ Hadis dari Sahih Bukharî dalam kitab Sulhi bab Qaul Imam LiasAbî

ﺻﺿ٩ﻀ

-ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُبﻮُْﺴـ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ُ ْ

ﺳﺪْﺴ

ْ ﺴ

ِﻪِﺴأ

ْ ﺴ

ِ ِ ﺎﺴْﺒ

ِ ْ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ْ ﺴ

ﺴﺔﺴﺸِﺋﺎﺴ

ﺴ ِﺿﺴﺜ

ُﻪ ﺒ

ﺎﺴﻬْـﺴ

ْ ﺴﺎﺴ

ﺴلﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ْ ﺴ

ﺴثﺴﺪْ ﺴأ

ِﻓ

ﺎﺴِﺮْﺴأ

ﺒﺴﺬﺴ

ﺎﺴ

ﺴ ْﺴ

ِﻪ ِﻓ

ﺴﻮُﻬﺴـﻓ

ﱞدﺴﺜ

ƒ Hadis dari Sahih Muslim dalam kitab Aqdîah bab Naqdu Ahkam al-Batolah.

٤٤ﺿﻀ

-ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ﻮُﺴأ

ﺳﺮﺴْﺴ

ُﺪ ﺴﺤُ

ُ ْ

ِحﺎ ﺒ

ُﺪْﺴ ﺴو

ِﻪ

ُ ْ

ﺳنْﻮﺴ

ِ ﺴِﻬْﺒ

ﺎً ِ ﺴ

ْ ﺴ

ﺴ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ِ ْ

ﺳﺪْﺴ

ﺴلﺎﺴ

ُ ْﺒ

ِحﺎ ﺒ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ُ ْ

ِﺪْﺴ

ِ ْ

ﺴ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ِ ْ

ِﺪْﺴ

ِ ﺴ ْﺮ ﺒ

ِ ْ

ﺳﺧْﻮﺴ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ِﺴأ

ْ ﺴ

ِ ِ ﺎﺴْﺒ

ِ ْ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ْ ﺴ

ﺴﺔﺴﺸِﺋﺎﺴ

ْ ﺴﺎﺴ

ﺴلﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ْ ﺴ

ﺴثﺴﺪْ ﺴأ

ِﻓ

ﺎﺴِﺮْﺴأ

ﺒﺴﺬﺴ

ﺎﺴ

ﺴ ْﺴ

ُﻪِْ

ﺴﻮُﻬﺴـﻓ

ﱞدﺴﺜ

٥ﺿ

53

A.J Wensick, Corcordance et Indices de al Tradition Musulmane, diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Muhammad fua`d Abd al-Baqi, al-Mu`jâm al-Mufahras li alfaz al-Hadits al-Nabawi, (E.J. Bill: Leiden), Juz 1,h 434.

54

Abu Hajar Muhammad al-Sa`id bin Basuni Zuglul, Mausu`ah Atraf Hadits

al-Nabawi, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), jil 8, h 37.

55

. Imam al-Hafidz Abî Abdullah Muhammad Bin Ismâ`îl al-Bukhari, Sahih al-Buhkâri,

(Rîad: Baitu al-Afkar ad-Dawîah, 1998) h. 301

56

(38)

38

ƒ Hadis dari Ibnu Mâjah dalam Kitab al-Muqadimah Bab Tawaqi fi al-Hadits `An Rasul.

ﺺ٤

-ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ﻮُﺴأ

ﺴنﺒﺴوْﺮﺴ

ُﺪ ﺴﺤُ

ْ

ُ

ﺴنﺎﺴْﺜُ

ِﺎﺴْﺜُْﺒ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ُ ْ

ِﺪْﺴ

ِ ْ

ﺴ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ِ ْ

ِﺪْﺴ

ِ ﺴ ْﺮ ﺒ

ِ ْ

ﺳﺧْﻮﺴ

ْ ﺴ

ِﻪِﺴأ

ْ ﺴ

ِ ِ ﺎﺴْﺒ

ِ ْ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ْ ﺴ

نﺴأ

ﺴﺔﺴﺸِﺋﺎﺴ

ﺴلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ﺴلﺎﺴ

ْ ﺴ

ﺴثﺴﺪْ ﺴأ

ِﻓ

ﺎﺴِﺮْﺴأ

ﺒﺴﺬﺴ

ﺎﺴ

ﺴ ْﺴ

ُﻪِْ

ﺴﻮُﻬﺴـﻓ

ﱞدﺴﺜ

٥ﻀ

 

 

ƒ Hadis dari Sunan Abû Daud dalam Kitab al-Sunnah Bab Fi Lujumi al-Sunnah.  

٤ﺿ٠ﺿ

-ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُﺪ ﺴﺤُ

ُ ْ

ِحﺎ ﺒ

ُزﺒﺰﺴـْﺒ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ُ ْ

ﺳﺪْﺴ

ح

و

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُﺪ ﺴﺤُ

ُ ْ

ﻰﺴ ِ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُﺪْﺴ

ِﻪ ﺒ

ُ ْ

ﺳﺮﺴْﺴ

ِﺴﺮْ ﺴْﺒ

ُ ِﺒﺴﺮْـِﺐﺴو

ُ ْ

ﺳﺪْﺴ

ْ ﺴ

ِﺪْﺴ

ِ ْ

ﺴ ِﺒﺴﺮْـِﺐ

ْ ﺴ

ِ ِ ﺎﺴْﺒ

ِ ْ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ْ ﺴ

ﺴﺔﺴﺸِﺋﺎﺴ

ﺴ ِﺿﺴﺜ

ُﻪ ﺒ

ﺎﺴﻬْـﺴ

ﺴلﺎﺴ

ْ ﺴﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ْ ﺴ

ﺴﺪْ ﺴأ

ﺴث

ِﻓ

ﺎﺴِﺮْﺴأ

ﺒﺴﺬﺴ

ﺎﺴ

ﺴ ْﺴ

ِﻪ ِﻓ

ﺴﻮُﻬﺴـﻓ

ﱞدﺴﺜ

ﺴلﺎﺴ

ُ ْﺒ

ﻰﺴ ِ

ﺴلﺎﺴ

ِ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ْ ﺴ

ﺴ ﺴﺴ

ﺒًﺮْﺴأ

ﻰﺴﺴ

ِﺮْﺴ

ﺎﺴِﺮْﺴأ

ﺴﻮُﻬﺴـﻓ

ﱞدﺴﺜ

٥٨

 

Dalam penelitian sanad ini, penulis akan meneliti pada jalur Ibnu Majjah dari Aisyah, yang termuat dalam Kitab al-Muqadimah Bab al-Tawaqi fi al-Hadits `An Rasul.. Dalam penelitian sanad ini penulis akan mengawali dari periwayatan

atau mukharij terakhir, yaitu Ibnu Mâjah lalu diikuti oleh periwayatan selanjutnya hingga periwayatan pertama.

ƒ Ibn Mâjah

a. Nama Lengkap: Abû `Abdullah Muhammad Ibnu Yazîd Ibnu Mâjah al-Rubay`î al-Qazwinî. Lahir pada tahun 209 H, dan wafat pada hari senin tanggal 20 Ramadan tahun 273 H.59

b. Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis. Guru:`Abas bin `Usmân, `Ali bin Muhammad, at-Tanafasî, Jubarah Ibnu al-Mughlis, Abû

57

. ِ◌ Abî Abdillah Muhammad Ibn Yazid Ibnu Majah al-Qazwainî, Sunan Ibn Mâjah, (Bairut: Bait al-Afkar al-Dawlîah 2004) h.20

58

. Imam al-Hafiz Abî Daud Sulaimân Bin al-Asy`astî, Sunan Abî Daud, ( Bairut: Darul A`lam) h. 752

59

(39)

39

Marwan Muhammad bin Usmân al-`Usmânî, Mus`ab bin Abdullah

al-Zabairî, Abû Bakr Ibnî Abî Syaibah, dll.

Murid-muridnya: Muhammad bin îsa al-Abhâri, Abû Hasan al-Qatan, Sulaimân bin Yazîd al-Gazwinî, Ibnu Sibawaih,dll.

c. Peryataan para kritikus hadis

Menurut al-Mizî ia adalah sosok orang yang alim, Abû Ya`lqa al-Khalili menilai bahwa ia dapat di percaya, dapat dijadikan Hujjah banyak mengetahui hadis dan menghafalnya semua Kritikus hadis menilai positif terhadap kafasitas Ibnu Mâjah dan Hadis-hadis yang diriwayatkan Ibnu mâjah banyak dinilai sahih.60

Dari pernyataan diatas, tidak ada seorang ulama kritikus hadis yang mencela Ibnu Mâjah , pujian yang diberikan kepadanya adalah pujian yang bertingkat tinggi, dengan demikian, periwayatan yang menyatakan bahwa dia telah menerima hadis diatas dari Abû Marwan Muhammad bin `Usmân al-`Usmânî dengan lambang hadis Haddatsanâ dapat dipercaya kebenaranya, itu berarti sanad antara Ibnu Mâjah dan Abû Marwan Muhammad bin `Usmân al-`Usmânî dalam keadaan bersambung kerena pada masa hidup dan tahun wafat mereka berdekatan dan Ibnu mâjah merupakan periwayat yang Tsiqah.

60

(40)

40

ƒ Abû Marwân Muhammad bin `Usmân al-`Usmânî

a) Nama Lengkap: Muhammad bin `Usmân Bin Khalad Bin Umar bin `Abdullah bin Walid bin `Usmân bin `Afân al-Quraisyi al-Umu, Abû Marwân Mandânî (w 241 H)

b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis. Guru: Ibrahîm bin

Sa`ad, Salih bin Qudamah bin Ibrahîm al-Jumahy, `Abdullah bin Muslim

bin Jundab, `Abdurrahman bin Abî Jinad, `Abdurrahman bin Muhammad bin `Umar bin Abî Salamah al-Makhzumy, `Abdul Aziz bin Abî Hazam Nafî` bin Safiyân.

Murid: Ibn Mâjah, Ahmad bin Zaid bin Harun al-Gozazi, Ja`far bin Muhammad al-Firyabî, Sa`ad bin Muhammad al-Bairûtî, `Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Ahmad bin Abî `Aun, Harun bin Yusuf bin Harun Bin Zîad, Abî Hatim al-Rojîa berkata: tsiqah.

c) Pernyataan para Kritikus hadis

Ada dua pendapat dari ulama Kritikus hadis:

- Salih bin Muhammad al-Asadî, Ibn Hibbân, berkata: Tsiqah, Suduq.61 Para kritikus hadis mengakui bahwa Abû Marwân Muhammad bin `Usmân al`Usmânî adalah orang yang tsiqah. Karenanya pernyataan Abû Marwân yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis dari Ibrahîm bin Sa`ad bin Ibrahîm dengan lambang haddasanâ kata tersebut menunjukan adanya proses penerimaan hadis secara al-sama` dengan demikian antara Abû Marwân dan Ibrahîm bin Sa`ad bersambung.

61

(41)

41

ƒ Ibrahîm bin Sa`ad bin Ibrahîm

a) Nama Lengkap: Ibrahîm bin Sa`adî bin Ibrahîm bin `Abd al-Rohim bin `Awuf al-Quraisî al-Zuhairîu, Abû Isaq al-Madanî, Tamu di negara Bagdad, walid ya`qub bin Ibrahîm wa sa`ad bin Ibrahîm. (108-185 H) b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis. Guru: Abî Sakhri

Humaidi bin Zayaad al-Madanî, bin `Amihi Salim bin Salih bin Ibrahîm bin `Abduraham bin `Auf, Abîhi Sa`ad bin Ibrahîm, Syaibah bin al-Hajajî, Safiyân bin Sulaimân, Abdillah bin ja`far al-Makhramî, Muhammad bin Isaq bin Yasari, Muhammad bin Muslim bin Syahabî al-Juhairi, Hasyim bin `Urwah, Yazid bin Abdullah bin al-Hadi.

ƒ Murid : Ahmad bin Abdullah bin Yûnus, Ahmad bin Muhammad bin Hambil, Abû Mamur Ismâil bin Ibrahîm al-Mudallî, Zakarîâ bin Adi`, Abdullah bin Wahab Misrayû, Abdul Aziz bin Abdullah `Ammrî al-Uwasîû, `Ali bin al-jadi al-jawharîû, Abû Marwân Muhammad bin

`Usmân al-`Usmânî, Muhammad bin al-Sabbahi al-Dawlabîû,

Muhammad bin `Isa bin Tabai, Yaqub bin Hamid bin Kasab, Yahya bin Yahya al-Naisabûrî.

c) Peryataan para kritikus hadis

- Al-Bukharî berkata: Ibrahîm bin Humairah: Ibrahîm bin Sa`ad bin Isaq telah meriwayatkan 1017 hadis hukum dengan Peperangan, Ibrahîm bin Sa`ad banyak hadis dari ahlu Madinah pada jamannya.

(42)

42

- Yahya berkata: Ibrahîm bin Sa`ad Laisa bîhi Ba`sun. 62

Setelah meneliti sanad Ibrahîm bin Sa`ad, sanadnya bersifat tsiqah. Hubungan antara Ibrahîm bin Sa`ad dan Sa`ad bin Ibrahîm bersambung karena status mereka adalah anak dan bapak walaupun dengan cara “an” tapi tidak menjadikan sanad Ibrahîm bin Sa`ad lemah. Karena sanadnya dalam keadaan bersambung dan bersifat tsiqah.

ƒ Abîhi ( Sa`ad bin Ibrahîm)

a) Nama Lengkap: Sa`adu bin Ibrahîm bin `Abdurrahman bin `Auf al-Qurasî al-Zuhrî, Abû Isaq Berkata: Abû Ibrahîm al-Madanî. Ibunya Umû Kulsum binti Sa`di bin Abî Waqas, hakim di Madinah masa Qasim bin Muhammad bin Abî Bakr al-Sidiq.( w 128 H)

b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis. Guru: Hafsah bin `Asim bin `Umar bin Khatab, Talhata bin Abdullah bin Usmân,`Urwah bin al-Jubair, `Ali bin Abdullah bin `Abas, al-Qasim bin Muhammad bin Abî Bakr al-Sidiq, Nafi` bin Jubir bin Mutim.

Murid: Anaknya Ibrahîm bin Sa`ad, Hamad bin Zaid, Syarik bin `Abdullah, `Îad bin `Abdullah al-Qurasî al-Fihrî, Muhammad bin `Ijlani, Musa bin `Uqbah, Yahya bin Sayid Ansarî, Yazid bin Abdullah bin al-Hadi, Yûnus bin Yazid al-Aily.

c) Pernyataan para kritikus hadis:

- Abû Hatim, dari `Ali bin al-Madinî: Bahwasanya Sa`ad bin Ibrahîm Tidak meriwayatkan Hadis di Madinah, maka dari itu tidak menulis hadis dari

62

(43)

43

alhu Madinah, dan Malik tidak menulis Hadis, suatu ketika mendengar tentang dia Ibn `Uyayunah di Makkah Sesuatu mengembirakan.

- Abû Hamid al-Misasî berkata: dari Hajaj bin Muhammad: Bahwasanya Su`bah Menyebutkan Sa`ad bin Ibrahîm dan berkata: Habîbi mengatakan kepada saya Sa`ad bin Ibrahîm berpuasa dahr dan mengkatamkan al-Qur`an di setiap hari dan setiap malam.

- Ma`in bin `Isa berkata: dari Sa`id bin Muslim bin Ba`nak: saya mengetahui Sa`ad bin Ibrahîm hakim di masjid. Ahmad bin Hanbal berkata, dari Safîyân bin `Uyinah: sebelum Sa`ad bin Ibrahîm melepaskan dari Hakim bahwasanya dia bertaqwa sebagaimana taqwa dan dia adalah Hakim.

- Ahmad bin Abdullah al-`Ijlî, Muhammad bin Sa`ad berkata: bahwasanya Tsiqah, banyak hadisnya. 63

Para kritikus hadis mengakui bahwaSa`ad bin Ibrahîm adalah orang yang tsiqah. Karena pernyataan Sa`ad yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis dari Qasim bin Muhammad dapat dipercaya kebenaranya, walaupun dia menggunakan lambang “an” dalam periwayatan itu. Dengan demikian sanad antara Sa`ad dengan Qasim bersambung.

ƒ Qasim Bin Muhammad

a) Nama Lengkap: Qasim bin Muhammad bin Abî Bakr as-Sidiq al-Qurasî al-Taymî, Abû Muhammad berkata: Abû Abdillah al-Madanî,( w 112 H.)

63

(44)

44

b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis. Guru: Abdullah bin Jafar bin Abî Talib, Abdullah bin `Amru bin al-`Asi, Muawanah bin Abî Safîyân, Abî Hurairah, Zainab binti Jahsyi, Aisyah Umul Muminin,

Fatimah Binti Qais.

Murid: Ismâ`îl Bin Abî Hakim, Aflah bin Humaidi, Anas bin Sairan, Ja`far bin Muhammad al-Sidiq, Salim bin `Abdullah bin Umar, Sa`ad bin

Ibrahîm bin `Abdurrahîm bin `Auf, `Ubaidillah bin Miqsam, Abû Bakr

bin Muhammad bin `Amru bin Hazm, Abû `Usmân al-Ansarî. c) Peryataan para Kritikus hadis:

- Abdurrahman bin Abî al-Zinad, dari ayahanda: saya mengetahui seseorang mempelajari sunnah dari Qasim bin Muhammad, maka anak laki-laki itu memalingkan anak laki-laki yang lain sampai mengetahui sunnah.

- Khalid bin Nizar berkata, dari Safîyân bin `Unainah: bahwasanya manusia mempelajari hadis dari `Aisyah kepada tiga orang: Qasim bin Muhammad, `Urwah bin Zubair, `Amrah binti Abdurrahman.

- Abdullah bin Wahab berkata: Malik menyebutkan Qasim bin Muhammad, dan berkata bahwa Qasim adalah ahli fiqh. Malik mengatakan kepada saya sesungguhnya Ibn Sairanî telah memberatkan dan meninggalkan tentang Haji, maka dia memerintahkan kepada yang berhaji untuk melihat kepada petunjuk Qasim bin Muhammad dan pakaiannya, dan daerahnya?

- Al-Bukharî berkata: dari `Ali bin al-Madanî: Dia memiliki Ribuan hadis. - Kritikus hadis mengatakan: Tsiqah, Nazih, Rajulun Salih. 64

64

(45)

45

Para kritikus hadis mengakui bahwaQasim Bin Muhammad adalah orang yang tsiqah. Karena pernyataan Qasim yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis dari `Aisyah dapat di percaya kebenaranya, walaupun dia menggunakan lambang “an” dalam periwayatan itu. Dengan demikian sanad antara Qasim dengan `Aisyah bersambung.

ƒ Aisyah

a) Nama Lengkap: `Aisyah binti Abî Bakr al-Sidiq Ummu al-Mu`minin, Kunyah Ummu Abdullah, Ibunya Ummu Rumani binti `Amar bin `Umran bin Abd Syamsi bin `Atab bin Udainah bin Suba` bin Duhman bin Haris bin Ghonmi bin Malik bin Kinanah, dan Rasulullah menikahiku pada umur 6 th masuk 7 th (w 58 H)65.

b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis. Guru: Rasullullah

Sallallah `Alaihi wa Salam, Humairah bin `Amru al-Aslamî, Saad bin

Abî Waqas, Umar bin Khatab, Bapaknya Abî Bakr al-Sidiq, Khudamah binti Wahab al-Asdîah, Fatimah al-Zahra binti Rasullullah.

Murid: Isaq bin Talahah bin `Ubaydillah, Abdullah bin Syahab al-Khalanî, Abû Maisarah `Amru bin Syurahbil Hamdanî, Muhammad bin al-`Asyab bin Qais al-Kindî, Qasim bin Muhammad bin Abî Bakr

al-Sidiq, Abû Yûnus Maula `Aisyah, Zainab binti Abî Salamah.

c) Peryataan para Kritikus hadis:

- Mengenai penilaian tehadapnya ada sejumlah pujian yang di lontarkan diantaranya dari `Ata bin Abî Rabbah yang mengatakan bahwa ia orang

65

. Sihab al-din abi al-Fadal, Ahmad ibn Ali Ibn Muhammad, dkk, al-Asabah fi Tamyiz

(46)

46

yang paling mumpuni diantara sahabat lain bahkan al-Jahri mengatakan jika dikumpulkan hadis Aisyah dan di konfrontir dengan seluruh istri-istri Rasulullah Saw.

- Ia adalah seorang istri Rasul dang penghafal hadis dan al-Qur`an 1210 hadis telah diriwayatkan dan 174 diriwayatkan bersama-sama al-Bukharî dan Muslim. Dan ia berarti beliau dapat dipercaya dan masuk dalam katagori Tsiqah. 66

Dari pernyataan kritikus di atas, tidak seorangpun yang mencela `Aisyah binti Abî Bakr al-Sidiq, apabila dilihat dari rawi atasnya, dengan demikian periwayatannya yang menyatakan bahwa beliau telah menerima hadis diatas dari Nabi Muhammad Saw dengan lambang qâla yang berarti sanadnya bersambung.

66

(47)

47

Hadis Kedua

ﺴلﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ُﺴو

:

ﺳﺔﺴﺴﺪْﺤُ

ﺲﺔﺴ ْﺪِ

Artinya:Bersabda Rasulullah SAW: Setiap yang diada-adakan adalah bidah. Setelah ditelusuri melalui kitab al-Mu`jâm al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi,67 hadis diatas diriwayatkan oleh Sahih Muslim, Abû Daud, Nasâ`i, Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya. همدقم :هج , نيديع : , نس :د , ع ج : Hadis Muslim dan Nasâ`i melalui jalur Jabîr Bin `Abdullah Radîallahu `Anhu, dan hadis Ibnu Mâjah melalui jalur Abdullah Bin Mas`ud Radîallahu `Anhu.

ƒ Hadis dari Sahih Muslim dalam Kitab al-Jum`atu Bab Salat al-Jum`atu Hina Tadjulu al-Syamsi.

ﺻ٠٠٥

و

ِﺴﺪﺴ

ُﺪ ﺴﺤُ

ُ ْ

ﻰ ﺴـﺜُْﺒ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُﺪْﺴ

ِبﺎ ﺴﻮْﺒ

ُ ْ

ِﺪْﺴ

ِﺪ ِﺠﺴْﺒ

ْ ﺴ

ِﺮﺴْﺴ

ِ ْ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ْ ﺴ

ِﺴأ

ِﻪ

ْ ﺴ

ِﺮِﺎﺴ

ِ ْ

ِﺪْﺴ

ِﻪ ﺒ

ﺴلﺎﺴ

ﺴنﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ﺒﺴﺛِﺐ

ﺴ ﺴﻄﺴ

ْتﺮﺴ ْ ﺒ

ُﺎﺴْـﺴ

ﺴﺴ ﺴو

ُﻪُْﻮﺴ

ﺪﺴﺘْﺷﺒﺴو

ُﻪُﺴ ﺴ

ﻰﺘﺴ

ُﻪ ﺴﺄﺴ

ُﺜِﺬُْ

ﺳ ْﺴ

ُلﻮُﺴـ

ْ ُ ﺴﺤ ﺴ

ْ ُﺎ ﺴﺴو

ُلﻮُﺴـﺴو

ُ ْﺜُِ

ﺴأﺎﺴ

ُﺔﺴ ﺎ ﺒﺴو

ِ ْﺴـﺎﺴﻬﺴ

ُنُﺮْﺴـﺴو

ﺴ ْﺴـ

ِﻪْﺴﺴـْ ِﺐ

ِﺔﺴﺎ ﺒ

ﻰﺴﻄْ ُﻮْﺒﺴو

ُلﻮُﺴـﺴو

ﺎ ﺴأ

ُﺪْﺴـ

نِﺈﺴﻓ

ﺴﺮْـﺴ

ِ ِﺪﺴﺤْﺒ

ُبﺎﺴﺘِ

ِﻪ ﺒ

ُﺮْـﺴ ﺴو

ىﺴﺪُﻬْﺒ

ىﺴﺪُ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ﺮﺴﺷﺴو

ِﺜﻮُُْﻷﺒ

ﺎﺴﻬُـﺎﺴﺴﺪْﺤُ

ُﺴو

ﺳﺔﺴ ْﺪِ

ﺲﺔﺴ ﺴﺴﺿ

ُ

ﺴـ

ُلﻮُ

ﺎﺴﺴأ

ﻰﺴْوﺴأ

ﱢ ُ ِ

ﺳ ِْﺆُ

ْ ِ

ِﻪِ ْﺴـ

ْ ﺴ

ﺴكﺴﺮﺴـ

ًﺎﺴ

ِﻪِْﺴِﺴﻓ

ْ ﺴﺴو

ﺴكﺴﺮﺴـ

ﺎًْـﺴد

ْوﺴأ

ﺎً ﺎﺴﺴﺿ

ﺴِﺈﺴﻓ

ﺴﺴ ﺴو

ƒ Hadis dari Sunan al-Nasâi Kitab Kaifa al-`Iddaini Bab Fi Lujumi al-Sunnah.

ﺺ٥ﻀﻀ

-ﺴﺴﺮﺴـْ ﺴأ

ُﺔﺴْﺘُ

ُ ْ

ِﺪْﺴ

ِﻪ ﺒ

ﺴلﺎﺴ

ﺎﺴﺴﺄﺴْـﺴأ

ُ ْﺒ

ِكﺴﺜﺎﺴُْﺒ

ْ ﺴ

ﺴنﺎﺴُْ

ْ ﺴ

ِﺮﺴْﺴ

ِ ْ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ْ ﺴ

ِﻪِﺴأ

ْ ﺴ

ِﺮِﺎﺴ

ِ ْ

ِﺪْﺴ

ِﻪ ﺒ

ﺴلﺎﺴ

ﺴنﺎﺴ

ُلﻮُ ﺴﺜ

ِﻪ ﺒ

ﻰ ﺴ

ُﻪ ﺒ

ِﻪْﺴﺴ

ﺴ ﺴ ﺴو

ُلﻮُﺴـ

ِﻓ

ِﻪِﺘﺴْﻄُ

ُﺪﺴ ْﺤﺴ

ﺴﻪ ﺒ

ِْﺜُـﺴو

ِﻪْﺴﺴ

ﺎﺴِ

ﺴﻮُ

ُﻪُ ْﺴأ

ُ

ُلﻮُﺴـ

ْ ﺴ

ِِﺪْﻬﺴـ

ُﻪ ﺒ

ﺴﺴﻓ

ِ ُ

ُﻪﺴ

ْ ﺴﺴو

ُﻪِْْ ُ

ﺴﺴﻓ

ﺴيِدﺎﺴ

ُﻪﺴ

نِﺐ

ﺴﺨﺴﺪْ ﺴأ

ِ ِﺪﺴﺤْﺒ

ُبﺎﺴﺘِ

ِﻪ ﺒ

ﺴ ﺴ ْ ﺴأﺴو

ِيْﺪﺴﻬْﺒ

ُيْﺪﺴ

ﺳﺪ ﺴﺤُ

ﺮﺴﺷﺴو

ِﺜﻮُُْﻷﺒ

ﺎﺴﻬُـﺎﺴﺴﺪْﺤُ

ُﺴو

ﺳﺔﺴﺴﺪْﺤُ

ﺲﺔﺴ ْﺪِ

ﺴو

ُ

ﺳﺔﺴ ْﺪِ

ﺲﺔﺴ ﺴﺴﺿ

ُﺴو

ﺳﺔﺴ ﺴﺴﺿ

ِﻓ

ِﺜﺎ ﺒ

ُ

ُلﻮُﺴـ

ُ ْﺜُِ

ﺎﺴﺴأ

ُﺔﺴ ﺎ ﺒﺴو

ِ ْﺴـﺎﺴﻬﺴ

ﺴنﺎﺴﺴو

ﺒﺴﺛِﺐ

ﺴﺮﺴﺴﺛ

ﺴﺔﺴ ﺎ ﺒ

ْتﺮﺴ ْ ﺒ

ُﺎﺴﺘﺴْ ﺴو

ﺴﺴ ﺴو

ُﻪُْﻮﺴ

ﺪﺴﺘْﺷﺒﺴو

ُﻪُﺴ ﺴ

ُﻪ ﺴﺄﺴ

ُﺮ ِﺬﺴ

ﺳ ْﺴ

ُلﻮُﺴـ

ْ ُ ﺴﺤ ﺴ

ْ ُﺎ ﺴ

ُ

ﺴلﺎﺴ

ْ ﺴ

ﺴكﺴﺮﺴـ

ًﺎﺴ

ِﻪِْﺴِﺴﻓ

ْ ﺴﺴو

ﺴكﺴﺮﺴـ

ﺎًْـﺴد

ْوﺴأ

ﺎً ﺎﺴﺴﺿ

ﺴِﺈﺴﻓ

ْوﺴأ

ﺴﺴ

ﺎﺴﺴأﺴو

ﻰﺴْوﺴأ

ﺴ ِِْﺆُْﺎِ

 

67

A.J Wensick, Corcordance et Indices de al Tradition Musulmane, diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Muhammad fua`d Abd al-Baqi, al-Mu`jâm al-Mufahras li alfaz al-Hadits

al-Nabawi, , Juz 1,h 152.

68

Imam Abî Husaini Muslim Bin al-Hujaj al-Qusyairi al-Naysaburi, Sahih Muslim,.. h,335

69

(48)

48

 

ƒ Hadis dari Abû Daud dalam Kitab al-Sunnah Bab Fi Lujumi al-Sunnah.

 

٤ﺿ٠ﻀ

-ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُﺪﺴ ْ ﺴأ

ُ ْ

ﺳﺴْﺴ

ﺴﺴـﺪﺴ

ُﺪ ِﺴﻮْﺒ

ُ ْ

ﺳِْ ُ

ﺎﺴﺴـﺪﺴ

ُﺜْﻮﺴـ

ُ ْ

ﺴﺪِﺰﺴ

ﺴلﺎﺴ

ِﺴﺪﺴ

ُﺪِﺎﺴ

ُ ْ

ﺴنﺒﺴﺪْﺴ

ﺴلﺎﺴ

ِﺴﺪﺴ

ُﺪْﺴ

ِ ﺴ ْﺮ ﺒ

ُ ْ

وﺳﺮْﺴ

ِﺴ ﺒ

ُﺮْﺠُ ﺴو

ُ ْ

ﺳﺮْﺠُ

ﺴﺎﺴ

ﺎﺴْـﺴـﺴأ

ﺴضﺎﺴْﺮِْﺒ

ﺴ ْ

ﺴﺔﺴِﺜﺎﺴ

ﺴﻮُ ﺴو

ْ ِ

ﺴلﺴﺰﺴـ

ِﻪ ِﻓ

}

ﺴﺴو

ﻰﺴﺴ

ﺴ ِﺬ ﺒ

ﺒﺴﺛِﺐ

ﺎﺴ

ﺴكْﻮﺴـﺴأ

ْ ُﻬﺴِ ْﺤﺴﺘِ

ﺴ ُْـ

ُﺪِﺴأ

ﺎﺴ

ْ ُ ُِ ْ ﺴأ

ِﻪْﺴﺴ

Referensi

Dokumen terkait

hadis irrasional , Intensitas nalar Syaikh Muhammad al- Gazālī , Respon ulama terhadap kritik nalar Syaikh Muhammad al- Gazālī , dan Posisi nalar dalam memahami

Namun hadis-hadis yang terbuang ini adakalanya sesuai dengan kriteria yang diakui oleh para ulama namun sebagian orang menelantarkannya (tidak menganggapnya hadis

Dengan demikian, pernyataan yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig dapat dipercaya, di mana telah

Terkeluar daripada golongan ini ialah mereka yang mengikut hawa nafsu dan menyeleweng daripada sunnah Rasulullah (s.a.w.) dan ijma' ulama seperti Syiah, Rafidah, Khawarij,

Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani perkara yang dapat merusak ke -d}a>bit-an seorang rawi ialah dalam meriwayatkan hadis, lebih banyak kesalahan dari pada benarnya, lebih

Ditinjau dari jumlah rawi yang meriwayatkan hadis di atas, hadis nomor ini hanya diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas bahkan hingga Atba’ altabi’in diriwayatkan oleh sate

Justeru kajian ini bertujuan untuk menganalisis salasilah sanad kitab turath hadis yang terkandung dalam sebuah karya AWM penting serta jarang-jarang dapat dihasilkan di nusantara pada