1
“TAKHRIJ HADIS-HADIS KITAB
TAFSIR AL-M ISHBAH
”
(Studi Kritik Sanad dan M atan Hadis pada Surah al-Rahm
â
n)Skripsi
Diajukan kepada Fakult as Ushuluddin unt uk M em enuhi Persyarat an M em peroleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud.)
Oleh
ASEP BADRU TAKIM
NIM : 102034024857
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAKHRIJ HADIS KITAB TAFSIR AL-M ISHBAH
(STUDI KRITIK SANAD DAN M ATAN HADIS-HADIS SURAH AL-RAHM ÂN) PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TAKHRIJ HADIS KITAB TAFSIR AL-MISHBAH (Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis-Hadis pada Surah al-Rahmân) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu 16 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin pada Program Studi Tafsir-Hadis.
Jakart a, 16 Juni 2010
Sidang M unaqasyah
Ket ua M erangkap Anggot a, Sekret aris M erangkap Anggot a,
Prof. Dr. M . Ihsan Tanggok, M .Si M uslim, S.Th.I. NIP. 19500804 198603 1 002
Anggot a,
Penguji I Penguji II
Dr. Bustamin, M .Si. Drs. Hasanuddin Sinaga, M .A. NIP. 19630701 199803 1 003 NIP. 19650207 199903 1 001
Pem bim bing
LEM BAR PERNYATAAN Dengan ini saya m enyat akan bahw a:
1. Skripsi ini m erupakan hasil karya asli saya yang diajukan unt uk m em enuhi salah sat u persyarat an m em peroleh gelar st rat a 1 (S1) di UIN Syarif Hidayat ullah Jakart a. 2. Sem ua sum ber yang saya gunakan dalam penulisan ini t elah saya cant um kan sesuai
dengan ket ent uan yang berlaku di UIN Syarif Hidayat ullah Jakart a.
3. Jika kem udian hari t erbukt i bahw a karya ini bukan hasil karya asli saya at au m erupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, m aka saya bersedia menerim a sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayat ullah Jakart a.
Ciput at , 2 Juni 2010
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim………
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha Kuasa dan telah memberikan berkah dan anugerahNya kepada penulis sehingga penulis mampu melaksanakan tugas akhir untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak terhingga juga penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Skripsi ini penulis buat sebagai syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan jenjang Strata-1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga penulis berharap apa yang penulis teliti, yang dijelaskan di dalam skripsi ini, dapat dipergunakan dengan baik oleh semua pihak yang membutuhkan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Dr. Bust amin, M .Si. selaku ketua jurusan sekaligus pembimbing skripsi penulis.
2. Bapak Dr. M . Isa H.A. Salam M .Ag. selaku pembim bing yang telah rela
meluangkan waktunya untuk mendukung dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak dosen penguji yang memberikan kritik dan saran pada skripsi ini.
4. Dosen-Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah mengajarkan kepada
penulis berbagai macam ilmu yang dapat penulis terapkan dalam penulisan skripsi ini.
5. Kedua orang tua penulis, yang telah memberikan dukungan moril, semangat dan
6. Kakak dan adik penulis, yang bersama-sama dengan penulis lewati susah senang bersama.
7. Teman-Teman seperjuangan TH UIN 2002, terutama TH-B-02 atas terutama
kepada Aziz, Hadi, Ali, Fitriah Dewi, dan semua temen-teman tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, baik penulisan maupun aplikasinya sendiri. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun skripsi ini lebih baik lagi.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
PEDOM AN TRANSLITRASI
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Lat in Ket erangan
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Lat in Ket erangan
--َ
-ي Ai a dan i
--ِ
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SIDANG M UNAKOSAH……...……….. i
LEM BAR PERNYATAAN………...… ii
KATAPENGANTAR………...…………. iii
PEDOM AN TRANSLITERASI………... v
DAFTAR ISI………...……….. vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….……...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………..……..4
C. Kajian Pustaka………...…....5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……….…..5
E. Metodologi Penelitian………....6
F. Sistematika Penulisan………..…………. 7
BAB II M . QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-M ISBAH A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab………..8
B. Mengenal Tafsir al-Mishbah………...11
1. Pemilihan Nama al-Mishbah……….…….13
2. Sumber Penafsiran al-Mishbah………...15
al-Mishbah………...16
C. Kandungan Surat al-Rahmân dalam Tafsir al-Mishbah...19
BAB III KEGIATAN TAKHRIJ HADIS DALAM TAFSIR AL-MISHBAH PADA SURAH AL-RAHMÂN A. Hadis Pert am a “ Pengant in al-Qur’ân adalah al-Rahmân” …...22
1. Teks Hadis dan Kegiat an Takhrij Hadis………...22
2. Kegiat an I’t ibar………...…...25
3. Kegiat an Penelit ian sanad Kualit as periw ayat sert a M enyim pulkan Hasil Penalit ian Sanad ………...27
B. Hadis Kedua “ Jaw aban jin at as ayat (fa biayyi ala’i Rabbikuma t ukadzdzihan)”………...40
1. Teks hadis dan Kegiat an Takhrij Hadis…………...………40
2. Kegiat an I’t ibar………...……..41
3. Kegiat an Penelit ian Sanad Kualit as Periw ayat sert a M enyim pulkan Hasil Penalit ian Sanad……..………...…….43
C. Hadis Ket iga “ Aku t inggalkan pada kam u at s-Tsaqalain yakni kit abullah dan Keluargaku” ………...……..50
1. Teks Hadis dan Kegiat an Takhrij Hadis………...50
2. Kegiat an I’t ibar………...………58
3. Kegiat an Penelit ian Sanad Kualit as Periw ayat sert a M enyim pulkan Hasil Penalit ian Sanad ....………...60
D. Kualitas Matan Hadis Surah al-Rahmân………..90
1. Hadis 1……….90
3. Hadis 3………...92
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………94
B. Saran-saran………...95
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Hadis adalah segala perkataan, perbuatan, taqrir, dan hal ihwal yang
disandarkan kepada Nabi saw.1 Hadis menduduki tempat tertinggi dihati umat
Islam dan mendapat legitimasi dari al-Qur’ân sebagai sumber hukum Islam
setelah al-Qur’ân. Hadis merupakan penjelasan yang nyata terhadap ayat-ayat
al-Qur’ân yang masih global dan merupakan keterangan yang nyata bagi
keumuman ayatnya.2 juga merupakan sebagai sumber ketentuan agama Islam
sebagaimana ditentukan dalam agama Islam.3
Mengingat hadis adalah penjelas terhadap al-Qur’ân, Allah swt. telah
menerangkan di dalam al-Qur’ân seperti peran Nabi Muhammad saw. sebagai
mufassir al-Qur’ân Allah swt. berfirman dalam surat al-Nahl / 16: 44
َﺮْﻛﱢﺬﻟا َﻚْﯿَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰْﻧَأَو
َنوُﺮﱠﻜَﻔَﺘَﯾ ْﻢُﮭﱠﻠَﻌَﻟَو ْﻢِﮭْﯿَﻟِإ َلﱢﺰُﻧ ﺎَﻣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ َﻦﱢﯿَﺒُﺘِﻟ
Artinya: “Dan kami turunkan kepada kamu al-Qur’ân agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.4
Ayat diatas, menjelaskan tugas Rasulullah saw. ialah menjelaskan baik
dengan lisan maupun perbuatan, hal-hal yang masih gelobal dan sebagainya
1 Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Abadi, 2005), h. 13-14
2 Fugsi hadis dalam penjelas al-Qur’ân itu bermacam-macam. Malik bin Anas
menyebutkan lima macam Fungsi; bayan al Taqri, bayan al Tafsir, baying al Tafsil, bayan al Bast, bayan al Tasyri. (Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, (Jakarta: gaya media Pratama, 1996), cet, ke-1, h. 26-27)
3 Assa’id, Sadullah, Hadis-hadis Sekte, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), cet, ke1, h. 6
4 Departemen Agama R.I, al-Qur’ân dan Terjemahan, (Semarang: Toha Putra, 1989), h.
yang terdapat dalam al-Qur’ân.5 Tugas ini berdasarkan perintah Allah swt.,
tentu saja penjelasan terhadap al-Qur’ân bukanlah sekedar membaca al-Qur’ân.
Banyak ayat yang mebutuhkan penjelasan praktis dan hal itu sudah dilakukan
oleh Rasulallah saw. Menolak penjelasan Rasulullah saw. sama saja dengan
menolak al-Qur’ân.6
Dari segi dalalahnya al-Qur’ân sama dengan hadis, masing-masing ada
yang Qath’i al Dilalah dan ada yang Zhanni al Dilalah. Hanya saja al-Qura’ân
bersifat global dan hadis bersifat terperinci. Namun dari sisi periwayatanya
jelas antara keduanya terdapat perbedaan. al-Qur’ân secara keseluruhan
ayat-ayatnya diriwayatkan secara mutawatir.7 sedangkan hadis tidaklah demikian.
Sebagian diriwayatkan secara mutawatir sebagian diriwayatkan secara ahad.8
Pada bentuk periwayatan mutawatir tentunya tidak termasuk dalam
bentuk penelitian karena telah diriwayatkan oleh banyak orang. Sebab,
menurut kebiasaan mustahil mereka akan sepakat berdusta dan kesalehannya
tidak diragukan lagi.9 Hadis semacam ini jelas akan ditetapkan setarap dengan
al-Qur’ân dari segi kehujahan dan pengamalannya
5 Menjelaskan tentang lafaz dan peraturan peraturannya, artinya menyampaikan ayat
al-Qur’ân tampa menyembunyikan satu ayat pun, sedemikian rupa, persis sebagaiman Allah swt. telah menurunkan wahyu tersebut kepada Nabi saw. Kemudian, menjelaskan arti kata, kalimat atau ayat yang memerlukan ketrangan, atau ayat-ayat yang bersifat mutlak. (Nashiruddin, Muhammad al Bani, Kedudukan Sunnah Dalam Islam, (Jkarta: PT Gagasan Indonesia), h. 9-10)
6 M.M Azami, Hadis Nabi, Sejarah dan Modifikasinya, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1994),
h. 27
7Mutawatir dalam Ilmu Hadis yaitu: Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Sedangkan untuk Al Qur’ân antara lain maksudnya yaitu ayat-ayat-Nya diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril secara langsung
(DR. Nuruddin ‘ITR, Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta, Pustaka Bandung 1991), h. 196. Para ulama
membaginya menjadi dua : Mutawatir lafadznya dan Mutawatir Maknanya, Hasbi, As Siddieqy ,
Muhammad. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Pustaka Rizki putra, 1997), cet,
ke-1, h. 177
8 Muhammad Ajjaj al Khatibi, Usul al Hadis Ulumuhu Wa Mustalahuhu, (Beirut: Dar el
Fikr, 199 M ), h. 302
Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah hadis-hadis yang
diriwayatkan secara ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sedikit orang
atau beberapa orang akan tetapi tidak sampai pada derajat mutawatir,10
sehingga pemberitaannya pun masih menjadi perbincangan. Dalam konteks
seperti ini jelas sekali akan muncul kesahalan-kesalahan baik dari segi
periwayatan maupun dari segi penulisan dan ini dinamakan Zanni al Wurud.
Walaupun demikian tidak serta merta hadis ahad ditolak, sebab yang
membedakan hanyalah dari segi jumlah (kuantitas) periwayatannya saja.
Sedangkan benar dan salahnya suatu berita, bukanlah ditentukan dari aspek
tersebut, melainkan juga oleh tingkat kualitasnya, yaitu sejauh mana
kredebilitas (‘adil dan dhabit) yang dimiliki oleh periwayat.11
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap
sejumlah hadis ahad merupakan upaya para ilmuan untuk menilai apakah
hadis-hadis tersebut dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya atau tidak.
Selanjutnya, kesahihan suatu hadis sangat diperlukan ketika hadis itu
disampaikan kepada masyarakat. Karena masyarakat, ketika mereka menerima
sebuah hadis, baik dalam ceramah agama di Majlis-Majlis ta’lim maupun yang
mereka baca dari kitab-kitab atau buku-buku, Mereka hanya menerima dan
memahami isi yang terkandung didalam hadis tersebut tanpa mereka
mengetahui secara detail teks hadis dan bahkan status dari hadis tersebut.
Salah satu contoh dari sekian banyak kitab atau buku yang beredar
dimasyarakat adalah kitab Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Sebuah
kitab tafsir yang menggunakan bahasa Indonesia baik dalam menafsirkan
Qur’ân maupun dalam mencantumkan hadis beliau. Selain menggunakan
bahasa Indonesia dalam setiap hadis yang digunakannya beliau juga tidak
mencantumkan status hadis tersebut, yang padahal penggunaan hadis-hadis
tersebut erat kaitannya dalam proses pemahaman ayat-ayat Allah swt.,
sehingga menurut hemat penulis sangat diperlukan pejelasan tentang kondisi
hadis tersebut, terutama dari segi sanadnya.
Bertolak dari hal tersebut di atas, penulis akan mencoba menelaah
hadis-hadis yang terdapat di dalam Tafsir al-Misbah surah ar-Rahmân dan menjadi
alasan penulis memilih judul “Takhrij Hadis-Hadis Kitab Tafsir al-Misbah”
(Study Kritik Sanad dan Matan Hadis pada Surat ar-Rahmân)
A. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembatasan dan perumusan masalah ini lebih fokus serta dalam
menghindari kekaburan pemahaman, maka dapat diambil beberapa pokok
masalah yang akan dijadikan arah dan batasan, adapun pokok masalah adalah
Bagaimanakah kualitas sanad dan matan hadis-hadis surah ar-Rahmân dalam
kitab Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab?
Karena populasi hadis yang akan ditakhrij tidak merata dalam setiap
ayat, yakni dalam satu ayat terdapat satu atau dua hadis namun tidak jarang
pula tidak ada sama sekali, maka pengambilan sampel yang digunakan metode
purposive sampling, yakni pengambilan sempel populasi yang disandarkan atas
menetapkan kriteria hadis yang akan diteliti (takhrij) kualitas sanad sebagai
berikut:
1. Hadis tersebut tidak disebut sama sekali sanadnya, yakni langsung
disandarkan kepada Nabi saw., atau kepada perawi generasi sahabat.
2. Hadis tersebut dijadikan hujah oleh penafsir untuk memperkuat tafsirannya
atau sekedar bahan tulisan yang ditulis sebagai bahan perbandingan.
3. Hadis tersebut merupakan potongan matan atau kutipan hadis yang ditulis
sesuai persi mufassir yang apabila dihadirkan matannya secara lengkap
tentunya lebih baik.
B. Kajian Pustaka
Melalui penelusuran kepustakaan kebeberapa tempat, penulis tidak
menemukan judul yang sama dengan judul yang penulis ambil. Oleh karena
itu, penulis mengambil judul: “Takhrij Hadis-Hadis Kitab Tafsir al-Misbah”
(Sebuah Kajian Analisis Sanad dan Matan Hadis Surah al-Rahmân)
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan perumusan di atas, maka penulisan skripsi ini bertujuan
untuk memberikan sumbangan untuk kajian Islam terutama dalam bidang hadis
khususnya Ilmu Jarah Wa al Ta’dil, Selain itu penelitian ini mempunyai tujuan
formal, yaitu untuk memenuhi persyaratan guna meraih keserjanaan Strata I
D. Meodologi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif. Sedangkan cara pengumpulan data melalui studi kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan, mengklarifikasi serta menelaah beberapa literatur yang
berkaitan dengan inti permasalahan. Sedangkan pembahasan dalam skripsi ini
bersifat deskriptis analitis, yaitu suatu pendekatan melalui pengumpulan data
dan pendapat para ahli, kemudian ditelaah dan dianalisis sehingga menjadi
sebuah kesimpulan.
Kegiatan penulisan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
menggali informasi atau pesan dari bahan-bahan tertulis yang tersedia berupa
buku-buku, dokumen, majalah, surat kabar. Sumber data primer adalah kitab
Tafsir al-Misbah dan kitab-kitab yang berbentuk konkordasi yang merupakan
rujukan utama dalam penulisan skripsi ini.
Adapun sumber data sekunder berupa buku-buku kumpulan hadis di
antaranya kitab Kutubu Sitt’ah. selain itu penulis juga mengambil data dari
kitab-kitab ilmu hadis sebagai landasan teori dan kerangka acuan memahami
hadis. Karya-karya ini dijadikan bahan pembanding bagi sumber primer. Dari
sumber primer maupun sekunder, diharapkan akan memperoleh data kualitatif
sesuai yang diinginkan. Selanjutnya data-data yang telah dihimpun, diolah
dengan analisis, interpretasi dan studi konfarasi sehingga dapat memberikan
pengertian dan konklusi sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis berpodoman pada buku
pedoman Akademik Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2007/2008.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah serta agar lebih sistematis dalam penulisan skripsi
ini, maka penulisan skripsi ini dilakukan dengan membaginya kedalam empat
bab. Sebagai berikut:
Bab Pertama merupakan Pendahuluan dalam bab ini meliputi: Latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian,
tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini memberi
gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab
selanjutnya.
Bab kedua adalah menjelaskan tentang M. Quraish Shihab dan Tafsir al-Misbah yang terdiri dari riwayat hidup pengaran kitab, membahas sumber, corak, metode, sistematika dalam penafsirannya terhadap al-Qur’ân, serta
kandungan surat al-Rahmân Dalam Tafsir al-Mishbah.
Bab ke tiga yaitu kegiatan takhrij hadis yang terdapat dalam Tafsir al-Mishbah dalam surah al-Rahmân yang terdiri dari hadis pertama, hadis kedua, dan hadis ketiga serta membahas kualitas matan hadis-hadis tersebut.
Bab keempat adalah bab terakhir penulisan skripsi ini, berisi kesimpulan
BAB II
M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBÂH
A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab
Indonesia memiliki banyak mubaligh, ulama, intelektual, dan birokrat.
Akan tetapi yang menyatukan propesi itu pada satu kepribadian jelas tidak
banyak. Diantara yang sedikit itu adalah Prof Dr. M. Quraish Shihab, MA.
Beliau disebut mubaligh karena siraman rohani yang disampaikannya
menyejukan hati. Disebut ulama karena merupakan ahli tafsir lulusan
Universitas al-Azhâr. Disebut intelektual karena pandangan-pandangannya
selalu didasarkan pada penalaran sosial, dan disebut birokrat karena pernah
manjabat Menteri Agama, Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Duta
besar.
Setelah tugas Duta Besar untuk Mesir selesai, tokoh yang dikenal santun
ini mengembangkan lembaga Studi al-Qur’ân, satu-satunya lembaga studi
suasta di Indonesia yang secara spesifik menekuni kajian al-Quar’ân sebagai
fokus utamanya.
M. Quraish Shihab lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di Rappang,
Sulawesi Selatan. Beliau merupakan salah satu putra dari Abdurrahman
Shihab (1905-1986), seorang wiraswasta dan ulama yang cukup popular.
di IAIN Alauddin Makassar. Ia juga salah seorang penggagas berdirinya UMI
(Universitas Muslim Indonesia), Universitas swasta terkemuka di Makassar.12
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Makassar, Quraish
melanjutkan studi ke Pondok Pesantren Darul Hadîs al-Faqihiyah, yang
terletak di kota Malang, Jawa Timur. Di kota yang sejuk itu, beliau nyantri
selama 2 tahun. Pada 1958, dalam usia 14 tahun, beliau berangkat ke Kairo,
Mesir. Keinginan berangkat ke Kairo ini terlaksana atas bantuan beasiswa
dari pemerintah daerah Sulawesi.
Sebelum melanjutkan studinya di Mesir, Quraish mendapat rintangan.
Beliau tidak mendapat izin melanjutkan minat studinya pada jurusan Tafsir
Hadis, karena nilai bahasa Arab yang dicapai dianggap kurang memenuhi
syarat. Padahal, dengan nilai yang dicapainya itu, sejumlah jurusan lain
dilingkungan al-Azhâr bersedia menerimanya, bahkan menurutnya, beliau
juga bisa diterima di Universitas Kairo dan Dârul Ulum. Untuk itu, beliau
mengulangi studinya selama satu tahun. Belakangan beliau mengakui bahwa
studi yang dipilihnya itu ternyata tepat. Selain merupakan minat pribadi,
pilihan untuk mengambil bidang studi al-Qur’ân rupanya sejalan dengan
besarnya “kebutuhan umat manusia akan al-Qur’ân dan penafsiran atasnya”.
Berkenaan dengan jurusan yang dipilihnya ini, sesuai dengan kecintaan
terhadap bidang tafsir yang telah ditanam oleh ayahnya sejak beliau kecil.
Mengenai hal ini, Quraish menulis sebagai berikut:
12
Arif Subhan, Tafsir yang Membumi”, Tsaqafah, 2003, Vol. 1, No. 3, lihat juga,
“Seringkali beliau mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada saat-saat seperti inilah beliau menyampaikan petuah-petuah agama. Banyak dari petuah itu- yang kemudian saya ketahui sebagai ayat-ayat al-Qur’ân atau petuah Nabi saw., sahabat, atau pakar-pakar al-Qur’ân-yang hingga detik ini masih terngiang ditelinga saya,…
dari sanalah benih kecintaan kepada studi al-Qur’ân mulai tersemai di jiwa saya”.13
Universitas al-Azhâr, seperti diketahui, selain merupakan pusat
gerakan pembaharu Islam, juga merupakan tempat yang tepat untuk studi
al-Qur’ân. Pelajar Indonesia yang melanjutkan studinya ke Mesir cukup banyak.
Mesir menjadi tujuan studi islam yang bersaing dengan Haramayn.14
Di Mesir, Quraish tidak banyak melibatkan diri dalam aktivitas
kemahasiswaan. Meskipun demikian, beliau sangat aktif memperluas
pergaulan terutama dengan mahasiswa-mahasiswa dari Negara-nagara lain.
Mengenai kegiatannya ini Quraish mengatakan, “bergaul dengan mahasiswa
dari negara lain, ada dua manfaat yang dapat diambil. Pertama, dapat
memperluas wawasan, terutama mengenai kebudayaan bangsa-bangsa lain
dan kedua, memperlancar bahasa Arab”.15
Belajar di Mesir sangat menekankan aspek hapalan. Hal ini juga
dialami oleh Quraish, beliau sangat mengagumi kuatnya hafalan orang-orang
Mesir, khususnya dosen-dosen al-Azhâr. Belajar dengan cara ini bukan tidak
ada segi positifnya, meskipun banyak mendapat kritik dari para ahli
pendidikan moderen. Bahkan menurutnya, nilai positif ini akan bertambah
13 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14
14M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14. lihat juga,
Hamdan anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”, Mimbar
Agama dan Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 170
jika kemampuan menghapal itu dibarengi dengan kemampuan analisis.
Masalahnya adalah bagaimana menggabungkan dua hal ini?.16
Pada tahun 1967, Quraish meraih gelar Lc (S1) dari Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Universitas al-Azhâr. Kemudian beliau
melanjutkan studinya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 beliau
berhasil meraih gelar MA untuk spesialis bidang Tafsir al-Qur’ân. Dengan
tetisnya yang berjudul al-Ijâz al-Tasyr’I li al-Qur’ân al-Karim.17
Quraish pulang ke Indonesia untuk mendarmabaktikan ilmunya di
IAIN Alauddin Makasar. Kemudian pada tahun 1980, beliau kembali ke
Kairo untuk melanjutkan studinya pada jurusan yang sama. Pada tahun 1982
beliau berhasil meraih gelar doktor dalam bidang tafsir, setelah berhasil
mempertahankan disertasinya yang berjudul Nazhm al-Durâr li al-Biqâ’iy
Tahqiq wa Dirâsah. Gelar tersebut diraih dengan yudisium Summa Cum
Laude disertai dengan penghargaan tingkat 1 (Mumtaz ma’a martabat
al-Syaraf al-‘Ula).18
B. Mengenal Tafsir al-Mishbâh
M. Quraish Shihab merupakan sosok intelektual yang sangat
produktif. Ditengah kesibukannya yang luar-biasa sebagai dosen, pejabat
tinggi, dan aktifis organisasi, beliau masih sempat menulis berbagai karya
ilmiah yang bernuansa sejuk, sederhana dan mudah dipahami.
16Arif Subhan, Tafsir yang Membumi”, Tsaqafah, 2003, h,. 3
17 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 6
18
karyanya yang telah ditulis baik berupa artikel, rubrik, maupun buku-buku
sangat bayak.19 Diantara tulisannya yang terkenal adalah Tafsir al-Mishbâh.
Buku ini dapat dikatakan sebagai karya puncak usahanya dalam tulisan.
Terdiri dari 15 volume, tafsir ini mulai ditulis pada tahun 1999 hingga akhir
tahun 2003. Kehadiran tafsir ini kiranya semakin mengkukuhkannya sebagai
tokoh tafsir Indonesia bahkan Asia Tenggara dan dunia.
Di bawah ini disebutkan sebahagian karya-karyanya yang lain yang juga
sangat terkenal adalah:
1. Tafsir al-Manâr, Keistimewaan dan Kelemahannya. Diterbitkan di
Makassar pada tahun 1984.
2. Tafsir al-Amânah. Merupakan kumpulan artikel dari rubrik tafsir yang
diasuhnya pada majalah Amânah. Diterbitkan oleh Pustaka Kartini 1992.
3. Membumikan al-Qur’ân, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Karya ini merupakan kumpulan makalah yang ditulisnya
dalam rentang waktu antara 1976 sampai 1992. Diterbitkan oleh Mizan
pada tahun 1992.
4. Tafsir al-Qur’ân al-Karîm. Isinya adalah tafsiran dari 24 surah pendek
yang didasarkan pada urutan turunnya dan mengunakan metode tahlili.
Karyanya ini diterbitkan oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1997.
Dan masih banyak lagi karya tulisannya yang banyak dibaca dan
dijadikan rujukan oleh orang banyak terutama para mahasiswa.
19
Hamdan anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”,
5. Pemilihan Nama al-Mishbâh
Karya ini diberinama al-Mishbâh: Pesan, kesan dan Keserasian
al-Qur’ân. Pemilihan nama al-Mishbâh bukan tanpa dasar sama sekali,
meskipun secara eksplist Quraish tidak menyebut dasar penamaan. Paling
tidak ada dua hal yang mendasari panamaan tersebut. Pertama, di dalam kata
pengantar ditemukan sedikit penjelasan. Sebagaimana diketahui, nama
tersebut berasal dari bahasa Arab yang artinya lampu, pelita, lentera atau
benda lain yang berfungsi serupa, yaitu memberi penerang bagi mereka yang
berada dalam kegelapan. Dengan demikian dapat diduga bahwa harapan
beliau adalah memberi penerang dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup
terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami makna
al-Qur’ân secara langsung karena kendala bahasa.20 Kedua, didasarkan pada
awal kegiatan Quraish dalam menulis di Jakarta. Kendati kegiatan
tulis-menulis beliau sudah terlihat di Makassar sebagaimana dibuktikan dari
karyanya, namun produktifitas sebagai penulis mendapat monumennya
setelah beliau bermukim di Jakarta. Pada tahun 1980-an beliau diminta
menjadi pengasuh rubrik “Pelita Hati” pada Harian Pelita. Uraian-uraian yang
disajiakannya menarik banyak pihak. Itu karena dalam setiap tulisannya,
beliau memberikan nuansa yang sejuk, tidak bersifat menggurui dan
menghakimi. Pada tahun 1994, kumpulan tulisannya itu diterbitkan oleh
Mizan dengan judul Lentera Hati, dari sinilah nampaknya pengambilan nama
al-Mishbâh itu berasal, yaitu bila dilihat dari maknanya. Analisis yang
dikemukakan adalah bahwa kumpulan tulisannya pada rubrik “Pelita Hati”
20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh. Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
diterbitkan dengan judul Lentera Hati. Lentera merupakan padanan kata dari
pelita yang arti dan fungsinya sama-sama memberikan penerang. Dalam
bahasa arab lentera, pelita atau lampu disebut dengan mishbâh dan inilah
yang dipilih sebagai nama. Penerbitnya juga mempergunakan nama yang
sama yakni Lentera Hati.21
Motifasi yang melatar belakangi adalah hal yang niscaya ada pada
suatu karya apa pun, Tak terkecuali Tafsir al-Mishbâh. Paling tidak ada dua
alasan yang melatar belakangi penuisannya. Pertama, motivasi itu didasarkan
pada tanggung jawab moral penulisnya sebagai ulama yang wajib
memberikan penerangan kepada umat sesuai bidangnya. Rasa tanggung
jawab ini muncul ketika menyadari bahwa al-Qur’ân yang merupakan
petunjuk bagi manusia harus dipahami dan dimengerti maknanya. Tetapi
kenyataan bahwa umat Islam Indonesia mempunyai keterkaitan yang besar
terhadap al-Qur’ân dan hannya berarti pada pesona bacaannya adalah fakta.
Hal ini disebabkan oleh kendala bahasa. Mengenai hal ini beliau menguraikan
sebagai berikut: “Adalah kewajiban para ulama untuk memperkenalkan
al-Qur’ân dan menyuguhkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya sesuai
dengan harapan dan kebutuhan itu”.22 Kedua, tidak sedikit umat Islam yang
mempunyai keterkaitan yang luar biasa terhadap makna-makna al-Qur’ân,
tetapi mengalami beberapa kendala, terutama waktu, ilmu-ilmu yang
mendukung, dan kelangkaan buku-buku rujukan yang memadai dari segi
kecakupan informasi dan kejelasannya.
21 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish
Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No. 2, h. 176-177
22
Motifasi Quraish dalam menulis Tafsir Mishbâh tersebut tampak
sejalan dengan penegasan yang disampaikan oleh Ibn Katsir dalam
muqaddimah tafsirnya. “Adalah menjadi kewajiban para ulama untuk
mengungkapkan maksud dari kalam Ilahi, menafsirkannya, mempelajarinya,
dan mengajarkannya”.23
6. Sumber Penafsiran al-Mishbâh
Tafsir al-Mishbâh dapat digolongkan sebagai ta-tafsir bi al-ra’yi.24
Kesimpulan itu diambil dari pernyataan penulisnya yang diungkapkan pada
akhir “Sekapur Sirih” yang merupakan sambutan dari karya ini. Redaksi yang
ditulisnya adalah sebagai berikut:
“Akhirnya penulis perlu menyampaikan kapada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil ulama-ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Umar al-Bi’qa’i (w. 885 H / 1480 M) yang karya tafsirnya masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di Universitas al-Azhâr, Kairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga karya tafsir Pemimpin Tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi al-Sya’rawi dan tidak ketinggalan pula Sayyid Quthub, Muhammad Thahir ibn Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, serta pakar-pakar tafsir lainnya”.25
Pernyataannya di atas mengisyaratkan, paling tidak dua hal. Pertama,
Sumber penafsirannya adalah ijtihadnya sendiri. Kedua, adalah rujukan yang
berasal dari pendapat dan fatwa ulama, baik ulama yang terdahulu maupun
yang masih hidup. Sementara itu, selain mengutip pendapat para ulama,
Quraish juga mempergunakan ayat-ayat al-Qur’ân dan hadis Nabi saw.
23 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, (Kairo: Mathba’ah al-Istiqâmah, 1958), jilid. 1, h. 3 24 Kata al-ra’yi secara etimologis, berarti keyakinan, qiyas dan ‘Ijtihad. Jadi tafsir bi
al-ra’yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijatihad. Lihat Hamdani Anwar , OP. Cit., h. 180. Lihat juga, Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’ân dan pengenalan Methode Tafsir,
(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h.306
sebagai bahan dari penjelasan tafsir yang dilakukan. Karena itu, Tafsir
al-Mishbâh juga dapat dikelompokan kedalam tafsir bi al-ra’yi yang mahmudah
sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Zarqani, berlaku pada tafsir bi
al-ra’yi yang memperhatikan norma-norma yang telah ditetapkannya.26
Sedangkan yang tidak merujuk seperti semestinya, maka penafsirannya
dinilai madzmumah.27
7. Corak, Metode dan Sistematika Penulisan Tafsir al-Mishbâh
Dalam litelatur studi tafsir dikenal beberapa corak tafsir. Misalnya;
tafsir falsafi, tafsir ilmî, tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir adâbi, tafsir ijtimâ’i.
dipandang dari sudut pandang itu, Tafsir al-Mishbâh dapat dikategorikan
dalam corak tafsir ijtimâ’i atau kemasyarakatan. Hal ini didasarkan pada
kecenderungan tafsir ini mengupas masalah-masalah sosial dan mamberikan
jalan keluar atasnya. Panilaian ini dapat menimbulkan pertanyaan mengingat
istilah yang digunakan cenderung berbeda dari teori dasar tafsir yang telah
dikemukakan pakar sebelumnya, yaitu corak adâb al-ijtimâ’i (corak sastra
dan kemasyarakatan). Hal ini sengaja dilakukan dengan pertimbangan bahwa
penulis bukanlah seorang yang pakar sastra, baik sastra bahasa Indonesia
maupun Arab.28
26
al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumul al-Qur’ân, (Kairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 1957), jilid. II, h. 49
27 Al-Zarkasi telah menetapkan norma-norma bagi tafsir bi al-ra’yi yang tercela ini adalah
sebagai berikut: Tidak merujuk pada al-Qur’ân dan Sunnah, tidak merujuk pada riwayat sahabat,
tidak memperhatikan kaidah dan aturan kebahasaan dengan tepat, dan tidak menafsirkan sesuai dengan konteks redaksi ayat. Lihat al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumul al-Qur’ân, (Kairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 1957), jilid. II, h. 156-161
28
Lihat Hamdan Anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish
Dari segi metodologi, Tafsiral-Mishbâh menggunakan metode tahlili.
Kesimpulan ini dapat dengan mudah dilihat dari cara penafsiran yang terdapat
dalam karya ini, yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surah demi surah,
sesuai dengan susunan dalam mushaf. Metode ini sengaja dilakukan oleh
penulisnya, karena beliau ingin mengungkapkan semua isi al-Qur’ân secara
rinci agar petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya dapat dijelaskan
dan dipahami oleh para pembaca.
Namun demikian, sebenarnya Quraish tidak begitu tertarik untuk
menggunakan metode tahlili. Di dalam beberapa kesempatan, beliau selalu
mengemukakan bahwa metode yang digunakannya itu memiliki beberapa
kelemahan. Menyadari hal tersebut, beliau memberikan tambahan lain dalam
karyanya. Beliau menilai bahwa cara yang paling baik dalam menghidangkan
pasan al-Qur’ân adalah dengan metode maudhu’i, yaitu dengan
mengungkapkan pesan al-Qur’ân sesuai dengan tema yang diinginkan. Selain
itu metode ini memiliki beberapa keistimewaan. Dengan dasar itu, beliau
berupaya menggunakan metode maudhu’i dalam tafsirnya. Sehubungan
dengan upayanya itu, beliau menyatakan sebagai berikut:
“Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’ân dalam buku ini, penulis berusaha dan akan terus berusaha menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah, atau tema pokok surah. Memang, menurut para pakar, setiap surah ada
tema pokoknya”.29
Berkaitan dengan sisitematika penulisan Tafsir al-Mishbâh, dapat
dikemukakan sebagai berikut:
29 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh. Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
1. Tafsir dimulai dengan pengantar yang menjelaskan surah
secara global.
2. Penulisan ayat-ayat dikelompokan ke dalam tema-tema tertentu
sesuai dengan urutannya, kemudian diikuti dengan terjemahnya
3. Uraian kosa kata yang dipandang perlu dalam penafsiran
makna ayat.
4. Ayat dan hadis yang dijadikan penguat atau bagian dari
tafsirnya hanya ditulis dengan terjemahnya saja.
Adapun jumlah keseluruhan Tafsir al-Mishbâh adalah 15 volume
dengan pembagian sebagai berikut; Volume I berisi tafsiran surat al-Fatihah
dan Bâqarah. Volume II; surah Imrân dan an-Nisâ. Volume III; surah
al-Mâidah. Volume IV; surah al-An’âm. Volume V; surah al-A’râf, al-Anfâl,
dan at-Taubah. Volume VI; surah Yunûs, Hûd, Yusûf, dan ar-Râ’d. Volume
VII; surah Ibrâhim, al-Hijr, an-Nahâl, dan al-Isrâ. Volume VIII; al-Kahfi,
Maryâm, Thâhâ, al-Anbiyâ. Volume IX; surah al-Hâjj, al-Mu’minûn,an-Nûr,
dan Furqân. Volume X; surah asy-Syu,arâ, an-Naml, Qashâsh, dan
al-Ankabut. Volume XI; surah ar-Rûm, Lukman, as-Sajdâh, al-Ahzâb, Sabâ,
Fâthir, dan Yâsin. Volume XII; surah ash- Shâffat, ashad, az-Zumâr, Ghâfir,
Fushshilât, asy Syurâ, dan az-Zukhrûf. Volume XIII; surah ad-Dhukhân,
al-Jâtsiyah, al Ahqâf, Muhammad, al-Fâth, al-Hujurât, Qâf, adz-Dzâriyât,
ath-Thur, an-Nujm, Qomâr, ar-Rahman, dan Wâqi’ah. Volume XIV;
Hadid, Mujâdalah, Hasyr, Mumtahnah, ash-Shâff, Jumu’ah,
Hâqqah, al-Ma’ârij, Nûh, al-Jînn, al-Muzzammîl, al-Muddatstsîr, al-Qiyâmah,
al-Insân, dan al-Mursalât. Sementara volumr XV berisi Juz ‘Ammâ.
Demikian sistematika penulisan yang dilakukan M. Quraish Shihab dalam
karya ini.
C. Kandungan Surat ar-Rahmân dan Dalam Tafsir al-Mishbâh
Surah ar-Rahmân adalah surah makkiyyah menurut pendapat mayoritas
ulama, penamaannya dengan ar-Rahmân telah dikenal sejak zaman Nabi saw.
Nama tersebut diambil dari awal kata surah ini. Hal yang unik dalam
al-Qur’ân bahwa surah ini diawali dengan salah satu nama Allah swt. yaitu
ar-Rahmân - sesudah Basmalah.
Surah ar-Rahmân dikenal juga dengan nama ‘Arus al-Qur’ân yang
secara harfiah berarti pengantin al-Qur’ân. Penamaan surah itu karena
indahnya surah ini, dan karena di dalamnya terulang sekian kali ayat fa bi
ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân, yang diibaratkan dengan aneka hiasan
yang dipakai oleh pengantin.30
Ayat pertama yakni ar-Rahmân tercantum apa adanya dan berdiri
sendiri yang menerangkan keseluruhan surat dan mengatur isi baik dari segi
arti maupun pesannya. Dalam surah ini Allah swt. dengan nama-Nya
ar-Rahmân muncul sebagai subjek yang diikuti oleh sebuah predikat kata kerja
yang mengandung arti pembatasan, dalam pengertian hannya dialah yang
melakukan ini dan itu. Dalam surah ini terdapat serangkaian predikat kata
30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
kerja yang muncul berturut-turut tampa kata sambung yang semuanya
bergantung pada kata ar-Rahmân.
Pengaruh ayat pertama yakni ar-Rahmân terhadap ayat-ayat selanjutnya
semakin ditekankan oleh aspek suaranya. Sebab sebagi ayat yang berdiri
sendiri yang diakhiri oleh alif panjang dan nun, maka ayat ini menentukan
pola fashihah atau sajak pada akhir ayat-ayat selanjutnya yang pada
khususnya mengandung “an” dan pada beberapa ayat “am”, yang tidak
banyak merubah pola ini mengingat “n” dan “m” keduanya berbunyi
konsonan yang didengungkan (ayat 1-6 ditrasliterasikan untuk menunjukan
efek ini).31
Tema surah ini adalah uraian tentang nikmat-nikmat Allah swt.,
bermula dari nikmatnya yang terbesar dan teragung yaitu al-Qur’ân.
Thabathaba’i berpendapat bahwa surah ini mengandung isyarat tentang
ciptaan Allah swt. dengan sekian banyak bagian-bagiannya di langit dan
bumi, darat dan laut, manusia dan jin, di mana Allah swt. mengatur semua itu
dalam satu pengaturan yang bermanfaat bagi manusia dengan jin - bermanfaat
untuk hidup mereka di dunia yang akan binasa yang kekal abadi diakhirat.32
Paling tidak ada tiga hal isi surah ar-Rahmân yang di kelompokan
kedalam tiga kelompok ayat yakni:
1. Ayat 1-30 membahas tentang karunia Allah swt. di dunia. Namun
pada ayat ke 13 mengetengahkan tantangan terhadap lawan-lawan
31 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qur’ân “Pendekatan Gaya dan Tema”,
(Bandung: Marza, 2002), Cet. 1 h. 218
32M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh. Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
bicara-Nya (manusia dan jin) “maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustai”, yang disebut secara berulang-ulang.
2. Ayat 31-45 berisi tentang tantangan kepada lawan bicara-Nya
untuk melarikan diri dari pengadilan - orang-orang yang berdosa
tidak akan mampu menyelamatkan dirinya dari hukuman yang
eksistensinya telah mereka dustakan.
3. Ayat 46-77 membahas tentang berbagai nikmat yang menjadi
balasan bagi dua golongan yang beriman.33
33 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qur’ân “Pendekatan Gaya dan Tema”,
BAB III
KEGIATAN TAKHRIJ HADIS-HADIS DALAM TAFSIR
AL-MISHBAH PADA SURAH AL-RAHMÂN
E. Hadis Pertama “ Pengantin al-Qur’ân adalah al-Rahmân”
4. Teks Hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis
Dalam Tafsir al-Mishbah, mufassir mengambil matan hadis tertulis
sebagai berikut: Nabi saw. bersabda: “Segala sesuatu memiliki pengantin
dan pengantin al-Qur’ân adalah surat al-Rahmân”34. Jika ditranslit
kedalam bahasa Arab maka hadis tersebut berbunyi:
لﻮﻘﯾ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا
Untuk menetahui kejelasan hadis di atas berserta
sumber-sumbernya, penulis tidak terlepas dari metode takhrij yang digunakan,
sebagaimana yang telah disingung di dalam bab 1, penulis mengawali
kegiatan takhrij ini dengan memilih berbagai macam cara ulama hadis
dalam pembukuan hadis mereka.
Diantara metode yang digunakan oleh ulama, ada yang
menyusunnya dengan abjad hijaiyah (alif, ba’,ta, dan sebagainya), ada
yang menyusunnya sesuai dengan tema hadis, seperti: tentang shalat, zakat
dan lain-lain, ada yang menyuusunnya menurut nama-nama perâwî
terakhir, adakalanya perâwî pertama itu sahabat bila hadisnya muttasîl35,
34 M. Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbah” Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’ân,
Ciputat: Lentera Hati, 2000, h. 491.
35 Muttasîl maksudnya ialah para perawi yang tercantum pada sanad antara murid dan
dan adakalanya tabî’in bila hadis itu mursal36. Hadis tersebut ada yang
ditulis lengkap dan ada pula yang hannya potongan saja. Ada pula yang
menyusun menurut kriteria-kriteria hadis.
seperti: hadis qudsi, mutawatir, maudu’37, mursal. Serta ada pula
yang disusun berdasarkan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan
hadis.38
Berangkat dari beragam ulama dalam pembukuan hadis serta
penyusunannya, maka dapat diperoleh berbagai metode takhrij yaitu:
a. Dengan cara mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis.
b. Dengan cara mengetahai lafadz pertama dari matan hadis.
c. Dengan cara mengetahui lafadz matan hadis yang sedikit berlakunya.
d. Dengan cara mengetahui pokok bahasan atau tema hadis.
e. Dengan cara meneliti keadaan-keadaan hadis baik dalam sanad atau
matan.39
Dari kelima metode di atas, tidak mengharuskan seorang peneliti
menggunakan semua metode, terkadang ditemukan hannya tiga atau dua
metode saja, jika memang metode yang dipilihnya itu sudah dapat
memadai usaha penelusuran hadis.
36 Yang dimaksud mursal ialah gugur pada sanad terakhir atau perawipertama (sahabat),
yakni tabi’in menisbahkan matan hadis kepada Nabi saw, tanpa menyebutkan dari sahabat mana ia
menerima hadis. Lihat:Endang Soetari, Ilmu Hadis, h. 149.
37 Hadis maudu’ ialah hadis bikinan, yang dibuat oleh orang lain selain Nabi saw., dan
merupakan bentuk hadis da’if yang terburuk yang paling parah. Lihat Imam al-Nawawi,
Dasar-Dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), Cet. 1, h. 35.
38 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1996), Cet. 1, h.
116-122.
39 Mahmud at-Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, terj, Ridwan Nasir,
Dalam skripsi ini, penulis hanya menggunakan dua metode:
Pertama, penulis menggunakan metode penelusuran hadis bi alfadz yakni
penelusuran hadis dengan mengunakan kata-kata pada matan hadis, baik
berupa fi’il atau isim. Adapun kitab yang digunakan adalah kitab
al-Mu’jam al-Mufahras li al-AlFadz al-Hadîts. Kedua, metode penelusuran
hadis dengan menggunakan awal khafaz matan hadis. Adapun kitab yang
digunakan adalah kitab Mausua’ah Atraf al-Hadîts al-Nabawî Syarîf.40
Matan hadis di atas, dapat ditemukan melalui metode takhrij hadis
pada awal matan melalui kitab Mausua’ah Atraf al-Hadîts al-Nabawî
Syarîf, maka kata-kata yang dapat ditelusuri adalah: سوﺮﻋ ءﻲﺷ ﻞﻜﻟ
Dalam kitab Mausua’ah Atraf al-Hadîts al-Nabawî Syarîf Nabawî
Syarîf:41
terdapat di dalam kitab hadis:
1. Musyakâh al-Mashâbih li al-Tibrizî: 2180.
2. Al-Dâr al-Mantsûr li al-Suyûti: 6: 140.
40 Jika kedua metode penelusuran hadis yang digunakan tidak dapat menemukan secara
langsung hadis yang ingin diketahui, maka langkah yang akan dilakukan penulis selanjutnya adalah menelusurinya dengan berpegang kepada keterangan yang diperoleh dari kedua metode tersebut.
41 Abû Hâjir Muhammad al-Sa‘îd Basyûnî Zaglûl, Mausû’ah Atrâf al-Hadîts, (Beirut: Dar
3. Kanz al-‘Umâl li al-Muttaqî al-Hindî: 2638.
4. Tafsir al-Qurtubî: 17: 151.
Dari kitab-kitab petunjuk di atas, dapat diketahui bahwa hadis
yang akan diteliti terdapat dalam kitab Syu’ab al-Îmân dan hanya memiliki
satu jalur. Oleh karena itu, penelitian sanad hadis terfokus pada riwayat
yang ada di dalam kitab Syu’ab al-Îmân disamping mengikuti keterangan
yang terdapat dalam kitab Tafsir al-Misbah. Teks hadisnya adalah:42
ا ْﻦِﺑ ﺪَﻤْﺣَأ ﺎَﻨَﺛ داَﺪْﻐَﺒِﺑ ﻆِﻓﺎَﺤﻟا ﺮَﻔْﻌَﺟ ْﻦِﺑ ﻦْﯿَﺴُﺤﻟا ْﻦِﺑ ﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَﺛ ﻲِﻤَﻠُﺴﻟا ﻦَﻤْﺣَﺮﻟا ُﺪْﺒَﻋ ﻮُﺑَأ ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَأ ﻦَﺴَﺤﻟ
ﺎَﻨَﺛ ئَﺮَْﻘُﻤَﻟا ﺲْﯿَﺑَُد ةَﺰْﻤَﺣ ْﻦِﺑ ﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَﺛ يِﺪْﯾِﺰَﯿﻟا مﺎَﺸِھ ﺎَﻨَﺛ يَﺮْﻘُﻤﻟا ﻲِﺋﺎَﺴِﻜﻟا ﺮَﻔْﻌَﺟ ْﻦِﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ْﻦﺑ ﺪَﻤَﺤُﻣ
ﻲِﻠَﻋ ْﻦﻋ ِﮫْﯿﺑأ ْﻦﻋ ﻦﯿَﺴُﺤﻟا ْﻦِﺑ ﻲِﻠَﻋ ِْﻦَﻋ ِﮫْﯿﺑأ ْﻦَﻋ ﺮَﻔْﻌَﺟ ﮫْﯿِﺑَأ ﻦﻋ ﺮَﻔْﻌَﺟ ْﻦﺑ ﻰَﺳْﻮُﻣ ﺎَﻨَﺛ ﻲِﺋﺎَﺴِﻜﻟا
َلﺎَﻗ ُﮫْﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر
:
ُﺖْﻌِﻤَﺳ ُلﻮُﻘَﯾ ﻢَﻠَﺳ َو ِﮫْﯿﻠَﻋ ُﷲا ﻰﻠَﺻ ﻲِﺒَﻨﻟا
:
ُسوُﺮُﻋ َو ُسوُﺮُﻋ ِءْﻲَﺷ ِﻞُﻜِﻟ
ﻦَﻤْﺣَﺮﻟا نآْﺮُﻘﻟا
5. Kegiatan I’tibar
Kegiatan i’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad
hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat. Untuk
kepentingan tersebut maka diperlukan pembuatan skema untuk seluruh
sanad bagi hadis yang diteliti.
Lihat skemanya pada halaman berikut.
42 Riwayat al- Baihaqî hannya terdapat satu jalur, sebagaimana yang terdapat dalam kitab
aslinya. lihat, al-Baihaqî, Abû Bakar Ahamad bin Husain bin ‘Alî, Syu’ab al-Imân li-Baihaqî
(Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Ilmiyah, t.t.), h.257
Setelah dilihat dalam skema dapat diambil natijah bahwa: Dari
segi hubungan periwayatan, tidak semua perawi yang diteliti bersambung.
Dari segi perlambangan, hadis yang diteliti hampir keseluruhan sanadnya
mendapatkan hadis dengan cara bertemu dan mendengar langsung, dengan
menggunakan lambang ( ُﺖْﻌِﻤَﺳ, ﻦﻋ, ﺎَﻨَﺛ, ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَأ ).
6. Kegiatan Penelitian Kualitas Periwayat serta Menyimpulkan
hasil Penelitian Sanad
Kegiatan penelitian sanad ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai keadaan perawi termasuk metode periwayatannya. Pada bagian
ini diperlukan kitab-kitab yang menerangkan keadaan perawi hadis, baik
dari sisi biografinya, pribadinya, kritik terhadap perawi yang bersangkutan
dan sebagainya.
Al-Baihaqî (w. 458 H)
Nama lengkap: Al-Imâm Hâfiz ‘Allâmah Jalîl, Usûlî
al-Zâhid al-Wara‘, Syaikh‘ Khurasân, Sâhib al-Tasânif: Abû Bakar Ahmad
bin al- Husain bin ‘Alî bin ‘Abdillah bin Mûsâ al-Baihaqî al-Naisâbûrî43.
Gurunya: Al-Hâkim Abî ‘Abdullâh al-Hâfiz, ‘Abdullâh bin Yûsuf Asbahânî, Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ibnu Rajâ`
Adîb, Ishâq bin Muhammad bin Yûsuf Sûsî, Mansûr ibn Husain
al-Maqra’.
43 Abî Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Alî al-Baihaqî, al-Sunan al-Saghîr, jilid 1, (Beirut:
Dâr al-Kitab al-‘Ilmiyah,1992), h. 3.lihat Abû ‘Abdillah Syams al-Dîn Muhammad al-Dzahabî.
Tadzkirat al-Huffâz, jilid 3, (Beirût: Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.t.), h. 1132., lihat al-Dzahabî.
Muridnya: - 44
Pendapat ulama hadis tentang dirinya:
1. Al-Hâfiz ‘Abd al-Ghâfir bin ‘Ismâ‘îl di dalam târîkhnya: Al-Baihaqî
adalah seorang tokoh ulama ternama, beliau juga terkenal sebagai
orang yang zuhud dan wara‘. Beliau melanjutkan bahwa, Abû Bakar
al-Faqîh, al-Hâfiz, Usuluddîn, al-Wara‘, salah seorang yang hafal pada
masanya, dari pembesar al-Hâkim, beliau menambahkan berbagi
macam ilmu kepada al-Hâkim, menulis, melatih al-Hâkim menghafal
hadis, menguasai hingga mahir. Abû Bakar mengambil disiplin ilmu
Usuluddin, beliau pergi ke Iraq, Jabal Hijaz, kemudian mulai menulis,
karangannya hampir 1000 Juz, dari apa yang tidak pernah dilakukan
seorangpun, beliau memadukan/ mengumpulkan ilmu fikih dan hadis,
menjelaskan ‘ilal hadis, menaruh perhatian berbagai macam hadis,
banyak para imam belajar dari Baihaqî sampai Naisabur, untuk
mendengar berbagai macam kitab, menyelesaikan kitab selama 41
tahun 3 bulan, kemudian forum menyimpulkan untuk mendengarkan
(membedah) kitab ma‘rifah dan para imam pun menghadirinya.
2. Al-Qudat Abû ‘Alî Ismâ‘îl bin al-Baihaqî: Beliau adalah seorang
teman kita yang salih dan paling banyak bacaannya.45
3. Al-Sam‘ânî: Beliau imam yang faham, Hâfiz, yang mengumpulkan
ilmu hadis dan fiqih.46
44 Setelah penulis melacak kebeberapa kitab Rijal dan Tarikh, penulis tidak menemukan
keterangan tentang murid-muridnya.
45 Al-Syamsyu al-Dîn bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Ustman al-Dzahabî. Siyaru A‘lâm
4. Lahir 384 H. bulan Sya‘ban, dan meninggal pada hari ke sepuluh bulan
Jumâdi al-Awal tahun 458 H.47
Terdapat pertemuan dengan gurunya Abû ‘Abd Rahmân al-Sulamî, para ulama menilainya positif (ta’dîl) tingkat pertama disamping penilaian positif lainnya, Beliau menerima hadis dengan cara takhbir (
ﺎﻧﺮﺒﺧأ ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
Abû ‘Abd al-Rahmân al-Sulamî (w. 412 H)
Nama lengkap: Muhammad bin Abû ‘Abd al-Rahmân al-Sulamî,
Syaikh Sufiyah, Sâhib al-Târih dan Tabaqâh.
Gurunya: Al-Asam.
Muridnya: Al-Baihaqi.
Pandangan ulama kritikus hadis terhadap dirinya:
1. Al-Hâkim: Beliau adalah ahli Zuhud, tasawuf, ﺎﻨﻘﺘﻣ ,ﺚﯾﺪﺤﻟا ﺮﯿﺜﻛ
2. Al-Sirâj : Insya Allah tidak tergolong pendusta.
3. Al-Khatîb :ﺚﯾﺪﺤﻟا ﺐﺣﺎﺻ ,Beliau wafat bulan Sya’ban tahun 412 H.48
Terdapat kemungkinan pertemuan dengan muridnya melalui tahun
wafatnya, penilaian para ulama positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping
46 Abî Sa‘ad ‘Abd al-Karîm bin Muhammad bin Mansûr al-Tamîmî al-Sam‘ânî.
Al-Ansâb, jilid 2, (Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1980), h. 381.
47 Syamsu al-Dîn Ahmad bin Muhammad bin Abî Bakr bin Khalkân. Wafâyat al-A‘yân,
jilid 1, (Beirût: Dâr Sâdr, t.t.), h. 76.
48 Al-Imam Hâfiz Syihâb Dîn Ahmad bin ‘Alî bin Hajar ‘Asqalânî. Lisân
al-Mîzân, jilid 7, h. 140. Lihat juga Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au
penilaian positif lainnya, dan Beliau juga menerima hadis dengan cara
tahdits ( ﺎَﻨَﺛ )49. Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
‘Alî bin Husein bin Ja’far al-Hâfiz (w. 276 H)
Nama lengkap: ‘Alî bin Husein bin Ja’far bin Karnîb al-Rasâfî,
Abû Hasan al-Bazâr. Nama tersebut adalah nama yang digunakan oleh
Ibnu Hajar.
Gurunya: Al-Baghandî, dan Hamid bin Syua’îb.
Muridnya : -50
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Dâruqutnî: Apabila dalam namanya diberi pangkat Hâfiz dan
al-Ma’rifah maka hal tersebut benar-benar lemah. Ia wafat tahun 276 H.
2. Ibnu Abî al-Fuwaris: باﺬﻜﻟا (pembohong), dia orang yang suka
mencampur-campurkan hadis. Aku pernah melihat kitabnya yang
penuh dengan kebohongan, dia memotong tulisan diawal juz dan
mengganti dengan tulisannya sendiri.
3. Al-Khatîb: ﻒﯿﻌﺿ , gelar al-Hâfiz dan al-Ma’rifah adalah bohong.
Tidak terdapat kemungkinan pertemuan baik dengan guru maupun
muridnya, para ulamapun menilainya negatif (al-Jarh), meskipun Beliau
menerima hadis dengan cara tahdits ( ﺎَﻨَﺛ ). Oleh karena itu, periwayatannya
tidak diterima.
Ahmad bin Hasan Dubaisi
49 Kata ( ﺎَﻨَﺛ ) tsannâ merupakan singkatan dari kata ( ﺎﻨﺛﺪﺣ ) Hadatssannâ, oleh karena itu
kata tsanaâ termasuk kata tahdîts.
50 Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm,
Nama lengkap: Ahmad bin Hasan bin ‘Alî bin Husein, Abû ‘Alî
al-Muqrâi yang dikenal dengan sebutan Dubaisi, atau Ahmad bin Hasan bin
‘Alî al-Muqarî Dubaisi.51
Gurunya: Muhammad bin ‘Abd al-Nûr dan Muhammad bin
Musafî.
Muridnya: Abû Bakar bin al-Muqraî, Ibnu Mudzaffâr, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Dâruqutnî berpendapat bahwa Ahmad bin Hasan: ﺔﻘﺛﺲﯿﻟ
2. Al-Khatîb juga menilai bahwa beliau adalah ﺚﯾﺪﺤﻟا ﺮﻜﻨﻣ.52
Terdapat kemungkinan pertemuan, melalui tahun wafat antara ‘Alî
bin Husein bin Ja’far al-Hâfiz (w. 276 H) dengan Muhammad bin Yahyâ
bin Ja’far al-Kisâî (w. 280 H), namun para ulama menilainya negatif (
al-Jarh) tingkat kedua. Meskipun Beliau menerima hadis dengan cara tahdits
( ﺎَﻨَﺛ ), periwayatannya tidak dapat diterima.
Muhammad bin Yahyâ bin Ja’far al-Kisâî (w. 280 H)
Nama lengkap: Muhammad bin Yahyâ bin Zakariya, Abû ‘Atu
tibdullâh al-Muqraî yang dikenal dengan sebutan al-Kisâî al-Sagîr.
Gurunya: Khalaf bin Qisyâm Bazzâr, ‘Alî bin Mughirah
al-Atsrâm, Abâ Mishal Sâhib al-Kisaî, Abâ Hârits al-Laits bin Khâlid.
Muridnya: Abû Bakar bin Mujahid, ‘Alî Ahmad bin Hasan
Dubais.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya :
1. Ibnu al-Jazarî : ﺔﻘﺛ .53
51 Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm,
jilid. 4, (Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h. 77.
Terdapat pertemuan dengan muridnya: Abû ‘Alî Ahmad bin
Hasan Dubais, penilaian ulama positif (ta’dil) tingkat ketiga. Dan Beliau
juga menerima hadis dengan cara tahdits ( ﺎَﻨَﺛ ). Oleh karena itu,
periwayatanya dapat diterima.
Hisyâm al-Yazîdî
Setelah penulis menelusuri kitab-kitab Rijal al-Hadis dan Tarikh,
penulis tidak menemukan nama tersebut, baik setelah menelusurinya
melalui perawi sebelumnya maupun sesudahnya. Perawi ini oleh penulis
dinilai majhul. Dia menerima hadis dengan cara tahdits ( ﺎَﻨَﺛ ).
‘Alî bin Hamzah al-Kisâî (w. 189 H)
Nama lengkap: ‘Alî Abû Hamzah bin ‘Abdullâh bin Qais al-Asadî,
Abû Hasan al-Muqraî al-Kisâî.
Gurunya: Hamzah al-Ziyati, Abû Bakar bin ‘Iyâsy, Muhammad bin
Sahl.
Muridnya: Abû ‘Ubaid Qâsim bin Sallâm, Abû Zakariyâ
al-Farrâi, Ahmad bin Abî Suraij.54
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab تﺎﻘﺜﻟا
2. Beliau adalah salah satu ulam ahli qiraat dan tajwid di Baghdad. Guru
qiraatnya adalah Hamzah Ziyâti, Sulaimân bin Arqâm, Ja’far
al-Sâdik, dan Ibnu ‘Uyaynah. Beliau juga menerima hadis dari guru-guru
53 Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm,
jilid. 4, (Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h. 655.
54 Abî Muhamad ‘Abd Rahman bin Abî Hâtim Muhammad Idrîs bin Mundzir
qiraatnya. Murid-muridnya dalam qiraat cukup banyak diantaranya,
Hafs bin ‘Umar al-Râzî.
3. Beliau pengarang kitab Ma’ânî al-Qurân dan al-Atsâr fî al-Qurân.
4. ‘Alî bin Hasan bin Bakar dari Ahmad bin Kamal al-Qâdî: Beliau wafat
hari Minggu tahun 189, dalam usia 70 tahun.55
Terdapat pertemuan dengan gurunya melalui tahun wafatnya, para
ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian positif
lainnya, dan Beliau menerima hadis dengan cara tahdits ( ﺎَﻨَﺛ ). Oleh karena
itu, periwayatannya dapat diterima.
Mûsâ bin Ja’far (128 - 183 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Alî bin Husein bin Alî Abî Tâlib
al-Quraisyî al-Hasyîmî al-‘Aluyyû (Abû Hasan al-Madânî al-Kazîm).
Gurunya: Ayahnya (Ja’far bin Muhammad al-Sâdik), ‘Abdullâh
bin Dinâr, ‘Abd al-Malik bin Qudamah al-Jumanî.
Muridnya: anaknya (Ibrâhîm bin Mûsâ bin Ja’far), ‘Alî bin
Hamzah al-Kasâî, Ismâ’îl bin Mûsâ bin Ja’far, Husein bin Mûsâ bin Ja’far, Sâlih bin Yazîd, Mûsâ bin Ja’far Abû Hasan Ridâ, saudaranya
(Muhammad bin Ja’far), Muhammad bin Sadaqah al-Anbarî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abû Hâtim: قوﺪﺻ ,ﺔﻘﺛ. dan seorang Imam muslim.
2. Yûsuf bin Ya’kûb al-Syaibanî dari Zaid bin Hasan al-Hindî dari ‘Abd
al-Rahmân bin Muhammad al-Qazzâz dari Abû Bakar Ahmad bin ‘Alî
bin Tsâbit al-Khabîbi mengatakan bahwa Mûsâ bin Ja’far lahir di
Madinah pada tahun 128 H. dan wafat pada tahun 183 H.56
Terdapat pertemuan dengan gurunya: Ayahnya (Ja’far bin
Muhammad al-Sâdik) dan muridnya: ‘Alî bin Hamzah al-Kasâî, penilaian ulama positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian
positif lainnya, dan Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( ﻦﻋ ).
Oleh karena itu,periwayatannya dapat diterima.
Abihi: Ja’far bin Muhammad al-Sâdik (80-148 H)
Nama lengkap: Ja’far bin Muhammad bin ‘Alî bin Husein bin ‘Alî
bin Abî Tâlib al-Quraisyî al-Hasyîmî (Abû ‘Abdullâh al-Madânî al-Sâdik).
Ibunya adalah Ummû Farwah binti Qâsim bin Muhammad bin Abû Bakar
al-Siddîk.
Gurunya: ‘Ubaidillâh bin Râfi’ Kâtibul ‘Alî, ‘Urwah bin Zubeir,
’itâi bin Abî Rabâh, kakeknya (Qâsim bin Muhammad bin Abî Bakar
al-Siddîk), ayahnya (Abî Ja’far Muhammad bin Qâsim), Muhammad bin
‘Alî al-Bâqir, Muhammad bin Muslim bin Syihâb al-Zuhrî, Muhammad
al-Munkadir, Muslim bin Abî Maryam, Nâfi’ (Maulâ) Ibnu ‘Umar.
Muridnya: Abân bin Taglab, Ismâ’îl bin Ja’far, Hâtim bin Ismâ’îl,
Hasan bin Sâlih bin Hayyî, Hasan bin ‘Îyâsy, Abû Bakar bin ‘Îyâsy, Hafs
bin Giyâsy, Zuhair bin Muhammad al-Tamîmî’ Zaed bin Hasan al-Anmâtî,
Sa’îd bin Sofyan al-Islamî, Sofyân Tsaurî, Sofyân bin ‘Uyanah, Sulaimân
bin Bulâl, Mûsâ bin Ja’far al-Kadîmî, Malik bin Anas.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
56 Al-Mizî, Jamal al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf, Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, (Beirut:
1. Ahmad bin Salâmah al-Naisâbûrî dari Ishâq bin Rahâwiyah berkata:
Saya bertanya kepada Syafi’î, bagaimana menurutmu Ja’far bin
Muhammad? lalu Syafi’î mejawab: ﺔﻘﺛ
2. Abbâs al-Daurî dari ‘Utsmân bin Sa’îd al-Dârimî dari Abû Bakar Ibnu
Abî Khutsaimah, Ahmad bin Sa’ad bin Abî Maryam dari Yahyâ bin
Ma’în berkata: ﺔﻘﺛ
3. Abû Bakar Ji’âlî, Abû Bakar bin Manjuwiyah dan Abû Qâsim
al-Lalikâi. Mereka mengatakan: Ja’far bin Muhammad lahir pada tahun
80 H.
4. Hasan al-Madânî, Khalifah bin Khayyât dan Zubair bin Bakar mereka
mengatakan: Beliau wafat pada tahun 148 H.57
Terdapat pertemuan dengan muridnya: anaknya (Ja’far bin Muhammad al-Sâdik) dan gurunya: ayahnya (Abî Ja’far Muhammad
bin Qâsim), para ulama menilainya positif (ta’dil) tingkat kedua, beliau juga menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( ﻦﻋ ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
Abihi: Abî Ja’far Muhammad bin Qâsim (w. 114/118 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Alî bin Husein bin ‘Alî bin Abî
Tâlib al-Quraisyî al-Hasyîmî, Abû Ja’far al-Bâqir. Ibunya adalah ‘Ummu
‘Abdullah binti Hasan bin ‘Alî bin Abî Tâlib.
Gurunya: Anas bin Mâlik, ‘Alî bin Husein bin ‘Alî, Jâbir bin ‘Abdullâh, kakeknya (Hasan dan Husein), ‘Abdullâh bin ‘Umar bin
Khattab, ‘Abdullâh bin Abbâs.
Muridnya: Abân bin Taglib al-Kûfî, Abyad bin Abân, anaknya (Ja’far bin Muhammad bin ‘Alî bin Husein), Rabi’ah bin ‘Abd
al-Rahmân, ‘Abdullâh bin ‘Atai, Syaibah bin Nisâh, Hakam bin ‘Utaybah.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Muhammad bin Sa’ad: beliau adalah Tabaqah yang ketiga dari ahli
Madinah, wafat tahun 118 H.
2. Al-‘Ijlî: Tabi’in Ahli Madinah, ﺔﻘﺛ
3. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab تﺎﻘﺜﻟا
4. Ibnu Barqî: Beliau adalah seorang ahli fikih pada masanya, wafat
tahun 114 H.58
Terdapat pertemuan dengan muridnya: anaknya (Ja’far bin Muhammad bin ‘Alî bin Husein) dan gurunya: ‘Alî bin Husein, para
ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian positif
lainnya, dan beliau juga menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( ﻦﻋ ). Oleh
karena itu, periwayatannya dapat diterima.
‘Alî bin Husein (w. 74 H)
Nama lengkap: ‘Alî bin Husein bin ‘Alî bin Abî Tâlib al-Qurasyî
al-Hasyîmî, Abû Husein.
Gurunya: pamannya (Hasan bin ‘Alî bin Abî Tâlib), ayahnya
(Husein bin ‘Alî bin Abî Tâlib), Dzakwan Abî ‘Amrû (Maulâ) ‘Aisyah,
Sa’îd bin Marjânah, Sa’îd bin Musayyib, ‘Abdullâh bin Abbâs, kakeknya
(‘Alî bin Abî Tâlib), dll.