• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKEMA HADIS GABUNGAN

D. Analisis Kualitas Matan Hadis Surah al-Rahmân

Sebelum penulis menganalisis kualitas matan hadis-hadis surah al-Rahmân, penulis akan menguraikan beberapa kriteria diterimanya matan hadis. Al-Khâtib al-Baghdâdî (w. 463 H) menjelaskan tentang kriteria matan hadis yang dapat diterima adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan akal sehat.

2. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang muhkam. 3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir.

4. Tidak bertentangan dengan amalan ulama salaf. 5. Tidak bertentangan dengan dalil qat’i.

6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang ke-sahîh-annya lebih kuat.117

Ibnu Jauzi (w. 459 H) mengantakan ada dua kriteria ke-sahîh-an hadis, yaitu jika satu matan hadis tidak bertentangan dengan akal sehat, dan tidak bertentangan dengan pokok-pokok kaidah agama maka sudah dapat dinilai sahîh.118 Kriteria tersebut juga ditambah oleh Sâlah Dîn al-Adabî dengan tidak bolehnya kandungan matan hadis bertentangan dengan fakta sejarah.119 Dan terakhir adalah uraian Bustamin dan M. Isa. H. A. Salam dengan pendekatan bahasa dan sejarah.120

Hadis pertama

Dari pendekatan bahasa, dalam Tafsir al-Mishbah teks hadisnya berbunyi: Nabi saw. bersabda: “Segala sesuatu memiliki pengantin dan

117 Abu Bakar Ahmad Ibnu ‘Ali Tsâbit al-Khâtib al-Baghdadi, Kifayah fi ‘Ilmi al-Riwayah, (Mesir: Matba’ah al-Sa’adah,1972), h.206-207.

118 ‘Abd al-Rahmân Ibnu Jauzî, al-Maudû’ât, (Beirut: Dâr al-Afaq al-Jadîdah, 1983), h. 258.

119 Salah al-Dîn Ibnu Ahmad al-Adabî, Manhaj Naqd al-Matan, (Beirut: Dâr Afaq al-Jadîdah, 1983), h. 25.

120 Bustamin, M. Isa. H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada), h. 76.

pengantin al-Qur’ân adalah surat al-Rahmân”.121Urus yang berarti pengantin adalah bahasa yang digunakan dalam redaksi hadis ini sudah dikenal sejak masa Nabi, bukan merupakan bahasa baru. Karena itu, hadis ini secara bahasa dapat diterima.

Dilihat dari segi pengertian, penulis melihat bahwa segala sesuatu memiliki pengantinnya disini maksudnya adalah nilai keindahan yang berbeda dan sangat menonjol seperti seorang pengantin yang terlihat indah, enak dipandang, Begitu pula dengan al-Rahmân yang disebut sebagai pengantin al-Qur’ân karena indahnya surah ini, dan karena di dalamnya terulang sekian kali ayat (fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân), yang diibaratkan dengan aneka hiasan yang dipakai oleh pengantin.122

Matan hadis tersebut juga tidak bertentangan dengan al-Qur’ân dan dengan hadis manapun. Justru sebaliknya matan hadis ini seolah menjadi pendukung bagi al-Qur’ân terutama untuk surah al-Rahmân.

Dengan demikian berdasarkan kriteria diterimanya sebuah matan hadis di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis ini bisa diterima. Hadis ini tidak bertentangan dengan prinsip pokok agama yakni tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan dengan hadis manapun, tidak bertentangan dengan akal sehat serta fakta sejarah dan bahasa.

Hadis kedua

121M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol 13, h. 491

Dari pendekatan bahasa, dalam Tafsir al-Mishbah teks hadisnya berbunyi: Nabi saw. menegur sahabat-sahabatnya yang terdiam saja ketika dibacakan ayat (fabiayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân) kepada mereka. Beliau memuji jin yang menyambut setiap seruan dengan berkata: “Tidak satu pun dari nikmat-Mu – wahai Tuhan kami – yang kami ingkari, maka segala puji bagi-Mu”.123 Bahasa yang digunakan dalam redaksi hadis kedua ini sudah dikenal sejak masa Nabi; bukan merupakan bahasa baru. Oleh karena itu, hadis ini secara kosakata dapat diterima.

Dilihat dari segi pengertian, penulis melihat bahwa adanya sebuah anjuran untuk menjawab ayat (fabiayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân) yang tersirat dari teguran Nabi saw. kepada para sahabatnya karena terdiam ketika dibacakan ayat tersebut. indikasi adanya anjuran dalam hadis tersebut terlihat jelas ketika Nabi saw. memuji jin yang menjawab ayat tersebut.

Matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan dengan hadis.

Dengan demikian, berdasarkan kriteria diterimanya sebuah matan hadis di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis kedua ini bisa diterima. Hadis ini tidak bertentangan dengan prinsip pokok agama yakni tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan dengan hadis, tidak bertentangan dengan akal sehat serta fakta sejarah dan bahasa.

Hadis ketiga

Dari pendekatan bahasa, dalam Tafsir al-Mishbah teks hadisnya berbunyi: Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya aku tinggalkan buat kamu ats-Tsaqlain yakni Kitab Allah dan keluargaku”.124 Ats-Tsaqalain adalah bentuk jamak dari kata ats-Tsaqal adalah bahasa yang digunakan dalam redaksi arabnya sudah dikenal sejak masa Nabi; bukan merupakan bahasa baru. Oleh karena itu, hadis ini secara bahasa dapat diterima.

Dilihat dari segi pengertian, ats-Tsaqalain adalah bentuk jamak dari kata ats-Tsaqal yang berarti berat, mengindikasikan sesuatu yang biasa ditimbang, dipikul ditanggung. Berarti ats-Tsaqalain adalah tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap orang muslim. Al-Qur’ân dan ahlul bait yang dimaksud dari kata ats-Tsaqalain adalah peninggalan yang dititipkan oleh Nabi saw. kepada umatnya agar dilaksanakan sebaik-baiknya yakni agar umatnya benar-benar menjalankan perintah Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya, dengan mengikuti tuntunan yang ada dalam al-Qur’ân dan hadis, serta mencintai dan menjaga menghormati ahlul bait/ keturunan Nabi saw.

Dari segi perbedaan redaksi hadis yang sejalur, sejauh ini ulama menyatakan bahwa adanya perbedaan redaksi hadis dengan hadis yang sejalur dengannya karena periwayatan secara makna dapat ditolerir, baik itu dari pengertian kata maupun karena perbedaan stuktural. Begitu juga dengan susunan matan hadis ketiga.125 Penulis mendapatkan adanya perbedaan hadis yang dimaksud. Untuk memperjelas adanya perbedaan matan tersebut berikut ini penulis kemukakan contohnya:

124 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol. 13, h. 508.

125 Perbandingan hadis dengan hadis lain yang lebih Sahîh, hanya pada hadis ketiga saja karena hadis pertama dan kedua adalah hadis gharîb.

ِﻦَﻣ ِﮫﱠﻠﻟا ُﻞْﺒَﺣ َﻮُھ ﱠﻞَﺟَو ﱠﺰَﻋ ِﮫﱠﻠﻟا ُبﺎَﺘِﻛ ﺎَﻤُھُﺪَﺣَأ ِﻦْﯿَﻠَﻘَﺛ ْﻢُﻜﯿِﻓ ٌكِرﺎَﺗ ﻰﱢﻧِإَو َﻻَأ ىَﺪُﮭْﻟﺎىَﻠَﻋ َنﺎَﻛ ُﮫَﻌَﺒﱠﺗا ٍﺔَﻟَﻼَﺿ ﻰَﻠَﻋ َنﺎَﻛ ُﮫَﻛَﺮَﺗ ْﻦَﻣَو « . َةَأْﺮَﻤْﻟا ﱠنِإ ِﮫﱠﻠﻟا ُﻢْﯾاَو َﻻ َلﺎَﻗ ُهُؤﺎَﺴِﻧ ِﮫِﺘْﯿَﺑ ُﻞْھَأ ْﻦَﻣ ﺎَﻨْﻠُﻘَﻓ ِﮫﯿِﻓَو َﮭﯿِﺑَأ ﻰَﻟِإ ُﻊِﺟْﺮَﺘَﻓ ﺎَﮭُﻘﱢﻠَﻄُﯾ ﱠﻢُﺛ ِﺮْھﱠﺪﻟا َﻦِﻣ َﺮْﺼَﻌْﻟا ِﻞُﺟﱠﺮﻟا َﻊَﻣ ُنﻮُﻜَﺗ ُﮫُﻠْﺻَأ ِﮫِﺘْﯿَﺑ ُﻞْھَأ ﺎَﮭِﻣْﻮَﻗَو ﺎ ُهَﺪْﻌَﺑ َﺔَﻗَﺪﱠﺼﻟا اﻮُﻣِﺮُﺣ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ُﮫُﺘَﺒَﺼَﻋَو .َﻗ َلا : » ُﻜﯿِﻓ ٌكِرﺎَﺗ ﻰﱢﻧِإَو ُﮫَﺒﯿِﺟُﺄَﻓ ﻰﱢﺑَر ُلﻮُﺳَر َﻰِﺗْﺄَﯾ ْنَأ ُﻚِﺷﻮُﯾ ٌﺮَﺸَﺑ ﺎَﻧَأ ﺎَﻤﱠﻧِإ ُسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﮭﱡﯾَأ ُﺪْﻌَﺑ ﺎﱠﻣَأ ُﻢ َﻤُﮭُﻟﱠوَأ ِﻦْﯿَﻠَﻘﱠﺜﻟا ِﮫِﺑ اوُﺬُﺧَو ِﮫﱠﻠﻟا ِبﺎَﺘِﻜِﺑ اﻮُﻜِﺴْﻤَﺘْﺳﺎَﻓ ُرﻮﱡﻨﻟاَو ىَﺪُﮭْﻟا ِﮫﯿِﻓ ِﮫﱠﻠﻟا ُبﺎَﺘِﻛ ﺎ « . ﻰَﻠَﻋ ﱠﺚَﺤَﻓ َلﺎَﻗ ﱠﻢُﺛ ِﮫﯿِﻓ َﺐﱠﻏَرَو ِﮫﱠﻠﻟا ِبﺎَﺘِﻛ : » ﻰِﺘْﯿَﺑ ِﻞْھَأ ﻰِﻓ ﻰَﻟﺎَﻌَﺗ َﮫﱠﻠﻟا ُﻢُﻛُﺮﱢﻛَذُأ ﻰِﺘْﯿَﺑ ُﻞْھَأَو « . ٍتاﱠﺮَﻣ َثَﻼَﺛ . ُﻣ ُﮫَﺟَﺮْﺧَأ ﱢﻰِﻤْﯿﱠﺘﻟا َنﺎﱠﯿَﺣ ﻰِﺑَأ ِﺚﯾِﺪَﺣ ْﻦِﻣ ِﺢﯿِﺤﱠﺼﻟا ﻰِﻓ ٌﻢِﻠْﺴ .

Kedua matan hadis126 di atas tampak jelas adanya perbedaan. Hal tersebut dapat memberi petunjuk bahwa hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang sama-sama tsiqah-pun dapat terjadi perbedaan matan hadis yang diriwayatkan. Perbedaan matan hadis yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah saja yang dapat ditolerir, sementara hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang tidak tsiqah tidak termasuk hadis riwayat bi al-Ma’na yang dapat ditolerir.127 Kedua contoh matan hadis diatas adalah matan hadis yang diriwayaatkan oleh periwayat yang tsiqah, maka perbedaan matan hadis diatas adalah dapat ditolerir.

Matan hadis tersebut tidak pula bertentangan dengan al-Qur’ân dan dengan hadis manapun.

Dengan demikian berdasarkan kriteria diterimanya sebuah matan hadis di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis ketiga ini bisa

126 Kedua matan hadis diatas adalah matan hadis riwayat Muslim dan matan hadis riwayat

al-Tirmidzî. Sebenarnya matan seluruh hadis yang ada berbeda satu sama lain, namun kedua matan hadis yang penulis ambil merupakan contoh yang cukup jelas perbedaannya disamping kedua hadis tersebut memiliki kualitas yang sama.

diterima. Hadis ini tidak bertentangan dengan prinsip pokok agama yakni tidak bertentangan dengan al-Qur’ân dan dengan hadis manapun, tidak bertentangan dengan akal sehat serta fakta sejarah apa pun.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari tiga hadis yang penulis teliti, hadis-hadis surah al-Rahmân kitab Tafsir al-Mishbah kualitas sanad dan matannya dalah sebagai berikut:

1. Sanad hadis kesatu riwayat ‘Alî bin Abî Tâlib adalah da‘îf. ‘Alî bin Husein bin Ja’far al-Hâfiz dan Ahmad bin Hasan Dubaisi yang dinilai pendusta dan mungkar al-hadis, serta Hisyâm al-Yazîdî, yang majhul (tidak terlacak), dari tiga alasan tersebutlah yang menyebabkan sanad hadis ini menjadi da‘îf.

2. Sanad hadis kedua riwayat Jâbir bin ’Abdullâh adalah Hasan Gharîb. Walîd Muslim dinilai tadlis urutan keempat, namun sebagian ulama menilainya tsiqah. Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Zuhair bin Muhammad yang menetap di Syam bukan Zuhair yang menetap di Irak. Sepertinya ada keterbalikan nama antara Zuhair bin Muhammad al-Manâkîr dengan Zuhair bin Muhammad al-Tamîmî. Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî berkata bahwa ahli Syam meriwayatkan dari Zuhair bin Muhammad al-Manâkîr, sedangkan ahli Irak meriwayatkan hadis dari ulama hadis sekitar Irak. Dan kesimpulan dari keterangan diatas saya mengikuti pendapat Hasan al-Banâ yang mengomentari kedudukan sand hadis ini dengan penilaian Hasan Gharîb.

3. Sanad hadis ketiga riwayat Muslim, al-Tirmidzî, Ahmad bin Hanbal, dan al-Baihaqî semuanya sahîh. Karena hadis ketiga ini terdapat riwayat

Muslim. Penulis mengikuti pendapat ijma‘ ulama yang menyatakan bahwa riwayat al-Bukhârî dan Muslim dalam kitab sahîhnya adalah sahîh, yang apabila ada hadis melalui jalur lain secara makana derajatnya tidak sahîh, maka akan terangkat derajatnya dengan adanya riwayat Muslim ini. 4. Matan semua hadis, baik hadis pertama, kedua, dan ketiga dinilai sahîh,

karena semua matan tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’ân, Hadis lain yang sahîh, akal sehat, bahasa, serta fakta sejarah.

Namun demikian, bukan berarti kesimpulan yang penulis hasilkan ini sebagai kesimpulan final. Walau bagaimana pun, kesimpulan yang penulis hasilkan merupakan kesimpulan yang bersifat subjektif. Dalam artian bahwa kesimpulan yang subjektif memungkinkan adanya ketidak sepakatan dari orang lain, yang melihat dari perspektif lain.

B. Saran-saran

1. Dalam melakukan kegiatan penelitian hadis, hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan ulama hadis, juga diperlukan kesabaran, ketekunan, dan ketelitian.

2. Hendaknya umat Islam lebih hati-hati dalam mengutip/mengungkapkan hadis yang belum jelas kualitasnya.

3. Perlunya pengembangan sistematika penelitian hadis, supaya mahasiswa dapat lebih mudah memahami hadis baik dari segi sanadnya, ataupun matannya.

4. Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya, dan umumnya bagi pembaca.

Dokumen terkait