• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas hadis dalam tafsir al-Azhar: study kritik matan hadis dalam surah Yasin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas hadis dalam tafsir al-Azhar: study kritik matan hadis dalam surah Yasin"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Siti Masyitoh 105034001222

PROGRAM STUDY TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Siti Masyitoh 105034001222

Pembimbing:

Dr. Bustamin, M.Si NIP.19630701 199803 1003

PROGRAM STUDY TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 17 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Dr. Bustamin, M.Si Muslim, S,TH.I

19630701 199803 1 003

Anggota

Drs. Harun Rasyid, MA Maulana, M.Ag

19600902 198703 1 001 19650207 199903 1 001

(4)

ارﻮﻔآ

ﺎ إو

اﺮآﺎﺷ

ﺎ إ

ﺴ ا

سﺎ ا

ىﺪه

,

ﺪﻌ و

....

Esensi manusia ditentukan eksistensinya

Eksistensi manusia ditentukan perilakunya

Perilaku manusia ditentukan cakrawala pemahamannya

Cakrawala pemahaman ditentukan kesadaran intensional

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan nikmat, hidayah dan rahmat-Nya, serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw. sehingga penulisan dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Kualitas Hadis-Hadis dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Kritik Matan Hadis dalam Surah Yâsîn.”

Munculnya berbagai hambatan dan kesulitan seakan ringan berkat bantuan, dorongan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Bustamin, M.SI. selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis khususnya dalam bidang hadis, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran.

(5)

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Islam Iman Jama’ dan Perpustakaan Nasional.

4. Teristimewa untuk Ayahanda H. Matamin (alm) yang tidak dapat menyaksikan atas kelulusan penulis, teriring do’a semoga beliau mendapatkan kebahagiaan disisi Allah swt. Dan Ibunda tersayang Hj. Aminah, yang sampai saat ini memberikan kasih sayang yang tulus serta motivasi yang tak pernah padam, semoga Allah swt. selalu memberikan kesehatan serta rizki yang halal, mereka yang telah merawat, dan mendidik penulis dengan kasih sayang dan kesabaran, serta memberika selalu motivasi dan semangat yang begitu luar biasa agar penulis dapat meraih cita-cita yang tinggi. Dan tak lupa pula untuk kakak-kakak ku tersayang: Nursyamsiah, Siti Khoiriyah, Ubaydillah, yang telah memberikan perhatian motivasi terus-menerus dan kasih sayangnya terhadap penuulis, semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. 5. Penulis ucapkan terimakasih suami tercinta Muhammad Yunus, yang

banyak membantu dukungan serta do’a yang tulus kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Lili Nurlia, Nenenk Sukriati, Indriani Sukmana, Siti Farida Nurlaily, Venty Damayanty, Faidzaturrahmah, Syahid Akhyari, Haris, Muammar, Alvin, Vtroh, Labib Syauqi, Asep Mahsus, Manaf, Taufik, Salman, Ghoffar, dan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Kebersamaan kita begitu indah dan tidak akan pernah bisa dilupakan.

8. Semua Penghuni Wisma Nirmala, yang selalu memberikan dukungan, serta menghibur dikala sedih, dan serta terima kasih kepada om Liem, mas Ali Makmur, mas Ali Imron, mas Wahid, Moko’, bang Aan, mas Jay, yang telah memberi semangat serta dukungan.

9. Penghuni kozan yang selalu menghibur dikala susah, sedih senang, ditanggung masing-masing, penulis hanturkan terimakasih banyak telah banyak membantu jika penulis dikala mumet dan sakit, mereka lah yang menghibur penulis, kepada Sahlah, Teh Eva, Siti Dalla, Susi, Nurul, Fifah. 10.Semua Teman-teman dari Pondok Pesantren Darurrahman angkatan 26.

serta kelompok KKS 2005, dan Teman-teman dari facebook, yang selalu memberi dukungan serta semangat, dan juga memberikan motifasi tinggi. 11.Dan pihak-pihak yang telah membantu penulis, tetapi tidak dapat

(7)

membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga Allah swt. Memberikan balasan yang lebih baik dari semua pihak pada umumnya.

Dengan segala kerendahan hati yang penulis ingin sampaikan harapan yang begitu besar semoga skripsi ini bermanfaat buat pembaca, semoga setiap bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah swt. Kepada Allah swt jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang kalian sumbangkan menjadi amal saleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah swt. Amin.

Ciputat, 4 juni 2010

Siti Masyitoh

DAFTAR ISI

(8)

C.Tinjauan Pustaka………...8

D.Tujuan dan Manfaat Penulisan………10

E. Metodologi Penelitian……….10

F. Sistematika Penulisan………..12

BAB II: LANDASAN DAN TEORI A.Sekilas Tentang Tafsir al-Azhar……….14

1. Biografi Hamka a. Riwayat Hidup………...14

b. Karir Intelektual……….17

c. Karya-karya Ilmiah Hamka………...18

2. Gambaran Umum Tafsir al-Azhar karya Hamka………...19

a. Sistematika Penafsiran………...22

3. Kandungan Surat Yasin dalam Tafsir al-Azhar………..23

B.Metode Kritik Matan Hadis 1. Pengertian Kritik Matan Hadis………..25

2. Sejarah Kritik Matan Hadis………29

3. Tujuan, dan Manfaat Kritik Matan Hadis……….31

4. Langkah-langkah Kritik Matan Hadis ………33 BAB III: PENELITIAN MATAN HADIS DALAM TAFSIR Al-AZHAR PADA

SURAH YASÎN

(9)

c. Meneliti kandungan makna matan hadis………....44

d. Kesimpulan………..……...………....49

2. Menilik Kekayaan Tuhan Dalam Alam…...50

a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis………56

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………57

c. Meneliti kandungan makna matan hadis………58

d. Kesimpulan……….……63

3. Keindahan Laut………..……….64

a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis………70

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………70

c. Meneliti kandungan makna matan hadis………72

d. Kesimpulan……….78

4. Bila Kiamat Datang………...……..78

a. Meneliti Matan dengan kualitas sanad hadis……….82

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………82

c. Meneliti kandungan makna matan hadis………83

d. Kesimpulan……….88

5. Sesalan Tuhan Terhadap Anak Adam………...89

a. Meneliti Matan dengan kualitas sanad hadis……….92

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………92

(10)

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna…………...101

c. Meneliti kandungan makna matan hadis ………...……….102

d. Kesimpulan………..………...………..109

7. Binatang Ternak………..………….……….109

a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis…………..…111

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………...…...111

c. Meneliti kandungan makna matan hadis………...……..…112

d. Kesimpulan………..……….117

8. Perhatikan Asal Kejadianmu……….…118

a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis….……...…..121

b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna…………..…112

c. Meneliti kandungan makna matan hadis………..124

d. Kesimpulan……….………..126

BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan……….………….128

B. Saran………...………….129

(11)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب b Be

ت t Te

ث ts te dan es

ج j Je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

(12)

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis di bawah

ض d de dengan garis di bawah

ط t te dengan garis di bawah

ظ z zet dengan garis di bawah

ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh ge dan ha

ف f Ef

ق q Ki

ك k Ka

ل l El

م m Em

ن n En

و w We

ـه h Ha

ء ' Apostrof

ي y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monofrog atau vokal rangkap diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

____ a Fathah

--- i Kasrah

____ u Dammah

(13)

Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎــ â a dengan topi di atas

ْﻲــ î i dengan topi di atas

ْﻮــ û u dengan topi di atas

Kata sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, dialihaksarakan menjadai huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Untuk pedoman transliterasi, yang digunakan adalah pedoman transliterasi CeQDa tahun 2007.

Singkatan

Swt : Subhanahu wa ta’âla Saw : Sallallahu alaihi wa sallam Ra : Radiyallahu ‘anhu

(14)
(15)

A. Latar Belakang Masalah

Hadis1 sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’ân2 memiliki

perhatian yang cukup luas baik dari kalangan umat muslim maupun non muslim.

Perhatian tersebut setidaknya disebabkan karena hadis merupakan rekam jejak

ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah saw. yang merepresentasikan dari

pengalaman al-Qur’ân itu sendiri. 3 Berbeda dengan al-Qur’ân yang tidak

diragukan lagi validitasnya, dan tidak semua hadis memiliki validitas yang tinggi.

Hadis Nabi saw. memiliki fungsi yang terkait dengan al-Qur’ân, yakni

sebagai penjelas al-Qur’ân, menjelaskan yang global, menerangkan yang sulit,

membatasi yangmutlâq, mengkhususkan yang umum dan menguraikan ayat-ayat

yang ringkas, bahkan kadang kala menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat

dalam al-Qur’ân.

Mengenai periwayatan hadis tidaklah sama dengan al-Qur’ân, karena

al-Qur’ân semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawâtir,

1

Hadis secara bahasa adalah baru, sejumlah ahli hadis berpendapat bahwa hadis adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat Nabi saw. setelah kenabian. Sedangkan ahli-ahli hadis yang lain berpendapat bahwa hadis tidak hanya berarti perkataan, pekerjaan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Nabi saw. saja tetapi mencakup perkataan, pekerjaan dan ketetapan Sahabat dan Tabi’în. jadi jumlah hadis yang besar itu tidak selamanya berarti hadis Nabi saw., saja tetapi juga mencakup pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in. lihat Muhammad Musthafa’ ‘Azami, Dirasat fi al-Hadîts al-Nabawî wa Tarikh Tadwînih, (Beirût: al-Maktab al-Islami, 1400 H), terj: Ali Musthafa Ya’qub, Hadis Nabawî dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), cet. I, h. 644.

2

Muhammad ‘Ajjâj al-Khatîb, UUsul al-Hadîts Ulûmuhu Wa Mustalahu, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1989), h. 34-50.

3

Suatu ketika Sayyidah ‘Aisyah ditanya oleh seorang sahabat mengenai akhlak Rasulullah saw. maka beliau menjawab kâna khalquhu al-Qur’ân. Lihat Abu’ ‘Abdillah Ahmad ibn Hanbal. Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, vol. VI (Beirût: Dâr al-Fikr, tt), h. 163.

(16)

sehingga tidak perlu dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya. Berbeda dengan

hadis dalam periwayatannya tidak semua diriwayatkan secara mutawâtir, bahkan kebanyakan dari hadis-hadis yang ada saat ini yang beredar dilakangan umat

Islam4 diriwayatkan secara ahad,5 Untuk itu hadis perlu diteliti.

Penelitian atas suatu hadis dapat dilakukan dengan menggunakan dua

sudut pendekatan, yaitu pendekatan dari materi hadis itu sendiri (matan hadis). Hadis yang matannya sahih belum tentu sanadnya sahih.6Sedangkan dalam menetapkan ke-sahih-an suatu hadis dalam segi matannya, diperlukan ilmu yang mendalam tentang al-Qur’ân serta kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari

ayat-ayatnya, baik secara langsung maupun tidak. Karena apabila terdapat dalam

al-Qur’ân, maka hadis tersebut masih perlu diteliti secara mendalam.

Untuk mengetahui sahih atau tidaknya suatu matan diperlukan suatu penelitian matan yang biasa disebut kritik matan (naqd al-matan). Kritik matan ini adalah upaya mengkritisi materi atau pembicaraan yang disampaikan oleh

sanad yang terakhir untuk diketahui ke-sahih-an matan hadis tersebut.

Menurut penulis, perlunya penelitian matan hadis tidak hanya karena keadaan matan itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keadaan sanad saja, tetapi juga karena ada permasalahan di dalam metode periwayatannya. Adanya

periwayatan secara makna menyebabkan penelitian matan dengan pendekatan bahasa tidak mudah dilakukan. Kesulitan tersebut terjadi karena matan tersebut

4

Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), cet I. h. 13-14.

5

Hadis Ahad menurut bahasa adalah jama’ dari ahad yang berarti satu, sedangkan menurut istilah, hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh individual atau perorangan atau hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir.

6

(17)

terlebih dahulu telah beredar pada sejumlah periwayat yang berbeda generasi dan

tidak jarang juga berbeda latar belakang budaya dan kecerdasannya, sehingga

menyebabkan timbulnya perbedaan penggunaan dan pemahaman dalam suatu kata

ataupun istilah.

Penggunaan pendekatan bahasa dalam penelitian matan sangatlah diperlukan, karena sangat membantu kegiatan penelitian yang berhubungan

dengan kandungan petunjuk dari matan hadis yang bersangkutan. Untuk meneliti

matan hadis dari segi kandungannya, seringkali diperlukan penggunaan,

pendekatan rasio, sejarah dan prisip pokok ajaran Islam. Penelitian matan dengan beberapa macam pendekatan tersebut ternyata memang masih tidak mudah

dilakukan, apalagi terhadap kandungan matan hadis yang berhubungan dengan masalah keyakinan tentang hal-hal yang ghaib dan petunjuk agama yang bersifat

ta’abbudi. Dengan begitu, penelitian matan hadis memang dibutuhkan kecerdasan si peneliti dalam menggunakan cara pendekatan yang relevan dengan masalah

yang diteliti. Kesulitan penelitian matan juga disebabkan masih sangat sidikitnya kitab-kitab yang secara khusus membahas kritik matan.7

Dalam memahami matan sebuah hadis diperlukan juga sebuah penafsiran situasional/kontekstual, menurut Fazlur Rahman, bahwa pemahaman beberapa

doktrin pokok harus dimodifikasi dan ditegaskan kembali. Harus ditafsîrkan

menurut persfektif historisnya yang tepat dan menurut fungsinya yang tepat dalam

konteks kesejajaran, dikemukakan secara tegas bahwa suatu relevansi terhadap

7

(18)

aneka ragam unsur dalam hadis dan reinterpretasi yang sempurna selaras dengan

perubahan-perubahan kondisi sosial moral dewasa ini mesti dilakukan.8

Sementara itu, ke-sahih-an matan menurut Ulama Hadis tampaknya beragam, seperti yang dikemukakan oleh Khatib al-Baghdâdi (w 463 H/1072 M)

bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbûl (diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu: pertama, tidak bertentangan dengan akal sehat, kedua, tidak bertentangan dengan al-Qur’ân, ketiga, tidak bertentangan dengan hadis mutawâtir, keempat, tidak bertentangan dengan kesepakatan Ulama masa lalu (salaf), kelima, tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, keenam, tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitasnya lebih kuat.9

Tolok ukur yang dikemukakan di atas, hendaknya tidak satupun matan hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis tersebut tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih.

Sebuah hadis yang sahih dari segi sanadnya belum tentu sahih dalam segi

matannya.10 Adakalannya lemah dari segi matannya, yaitu setelah para faqih menemukan cacat tersembunyi padanya.11 Menurut al-Ghozali, dirinya menolak

hadis yang dinilainya bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’ân dan menurutnya

apa yang dilakukan ini merupakan satu bentuk pembelaan terhadap hadis Nabi

8

Taufik Adnan, Amal, Islam Dan Tantangan Modernitas Study Atas Pemikiran Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1995), h. 73.

9

Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, Manhâj Naqh al-Matan, (Beirût: Dâr al-‘Arafa al-Jadîdah, 1403 H/1983 M), h. 126.

10

Bustamin, dan H. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 4.

11

(19)

saw. 12 sedangkan Al-Qardawî dalam bukunya yang berjudul ”Bagaimana

Memahami Hadis Nabi saw” mengatakan bahwa untuk memahami hadis dengan

benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, penafsiran yang buruk, maka harus

sesuai petunjuk al-Qur’ân.13

Menurut Syuhudi Ismail ada enam hal mengapa penelitian hadis sangat

penting: pertama, Hadis Nabi merupakan salah satu sumber ajaran Islam, kedua, tidak seluruh hadis Nabi tertulis pada zaman Nabi, ketiga, sepanjang sejarah peradaban Islam telah timbul berbagai pemalsuan hadis, baik itu dikarenakan

faktor kepentingan ekonomi, kesukuan, atau yang sangat terkenal adalah karena

adanya faktor politik, keempat, proses penghimpunan hadis yang memakan waktu lama. Sejarah mencatat penghimpunan hadis secara resmi dan masal terjadi atas

perintah khalîfah ’Umar bin ’Abd al-Aziz (w 101 H/720 M), kelima, jumlah kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam, keenam, hal yang menyebabkan kegiatan penelitian hadis begitu penting yaitu telah terjadi

periwayatan hadis secara makna.14

Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya ke hati-hatian dalam penelitian

yang mendalam dalam menganalisa suatu hadis yang tampak bertentangan dengan

al-Qur’ân maupun riwayat-riwayat hadis yang berbeda.

Tafsîr al-Azhar karya Hamka, merupakan salah satu kitab yang

penafsirannya banyak dijadikan rujukan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’ân,

pembahasan Ayat-ayatnya terdiri dari 30 juz al-Qur’ân dan baru diselesaikan

12Ibid, h. 11. 13

Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, terj. Muhammad Baqir, (Bandung: Karisma, 1994), cet III, h. 92-94.

14

(20)

penyusunannya pada tahun 1975. Kitab ini pun mudah untuk dipelajari dan

dihayati. Karena tafsirnya menggunakan bahasa indonesia, sehingga mudah

dipelajari, dan bahasanya mudah difahami. Ketika Hamka menafsirkan ayat, ia

mencantumkan hadis-hadis yang berkenaan dengan ayat tersebut, akan tetapi tidak

semua ayat secara satu persatu beliau cantumkan hadisnya, hanya ayat-ayat yang

dipilih saja.

Dalam kajian kitab tafsîr ini, terdapat beberapa hadis sebagai pendukung

ra’yî penafsirannya. Namun sayangnya hadis-hadis yang terdapat pada kitab tersebut, penulis banyak temukan hadis-hadis Nabi saw. tanpa adanya keterangan

yang memadai tentang kondisi matan hadis yang dimaksud, dan disamping itu, dalam Tafsîr al-Azhar masih terdapat pula beberapa hadis yang kurang derajatnya (dari kualitas ke-sahih-annya), hal inilah yang menjadi inspirasi penulis untuk mencari kualitas matan hadis-hadis yang terdapat pada Tafsîr tersebut, namun di sini penulis tidak dapat mengupas tuntas seluruhnya, hanya sebatas surah Yâsîn.

Penelitian ini hanya dibatasi pada surah Yâsîn, karena penulis merasakan banyak pada kalangan masyarakat yang sering mengamalkan surah Yâsîn, dari berbagai acara seperti tahlilan, mengajikan jenazah, pengajian dan acara-acara

lainnya yang sering menggunakan pembacaan surah Yâsîn, padahal masih terdapat dalil-dalil tersebut yang kurang jelas.

Hal tersebut perlu dilakukan penelitian, karena penggunaan hadis yang

tidak jelas asalnya dalam rangka menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’ân akan melahirkan ketetapan-ketetapan ajaran yang keliru dalam Islam,

(21)

umat muslim khususnya. Karena besar kemungkinan ketetapan ajaran Islam itu

tidak sesuai dengan kehendak Allah swt. yang sebenarnya.

Melihat latar belakang masalah di atas itulah pemikiran penulis mencoba

untuk membahasnya dalam sebuah skripsi yang berjudul ”Kualitas Hadis-Hadis

dalam Tafsîr Al-Azhar ; Study Kritik Matan Hadis dalam Surat Yâsîn”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah.

Dari sekian banyak permasalahan yang timbul dan untuk memudahkan

penulis dalam melakukan kajian dalam meneliti hadis-hadis dalam kitab Tafsîr

al-Azhar, penulis meneliti kualitas matan hadis-hadis yang terkandung di dalamnya, perlu kiranya penulis untuk membatasi permasalahan yang akan dikaji. Untuk itu,

penulisan skripsi ini dibatasi pada kajian analisis kualitas matan hadis pada surah

Yâsîn. Penulis menelusuri dalam kitab-kitab hadis yang terdiri dari al-Kutûb

Tis’ah, yaitu (Sahih Bukhary, Sahih Muslim, Sunan Abî Dawud, Sunan

al-Turmûdzî. Sunan al-Nasa’î, Sunan Ibn Majjah, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Muwatha’ ibn Malik, dan Sunan Ad-Darimî).

Agar lebih fokus dalam penulisan proposal ini, penulis merasa perlu untuk

memberikan batasan sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari segi

matan hadisnya.

(22)

hadis dalam Tafsîr al-Azhar, dan penulis akan melakukan penelitian pada

matan hadisnya.

3. Dalam kitab Tafsîr al-Azhar, dalam penelitian ini penulis akan meneliti hadis-hadis yang terdapat pada Tafsîr al-Azhar karya Hamka juz XXIII, cetakan Yayasan Nurul Islam, Jakarta. Namun hanya pada surah Yâsîn saja. Atas dasar permasalahan di atas rumusan masalah skripsi ini adalah:

- Bagaimanakah kualitas matan hadis-hadis yang digunakan dalam Tafsîr

al-Azhar pada sûrah Yâsîn?

C. Tinjauan Pustaka

Terdapat lima judul skripsi yang membahas tentang surah Yâsîn, akan tetapi berbeda pembahasan satu sama lainnya, diantaranya:

a. Didin Zahrudin,15 Fakultas Usuluddîn Jurusan Tafsir-hadis 2003 dalam

skripsinya yang berjudul ”Study Kritis Kualitas Hadis Tentang

Pembacaan Sûrah Yâsîn Untuk Orang Yang Sedang Menghadapi Kematian”.

b. Mulyadi,16 dari fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Tarjamah 2008,

skripsinya berjudul ”Analisis Deskritif Taukid Dalam Surah Yâsîn”:

Kajian Al-Qur’an Terjemahan Depag.

c. Terdapat pula skripsi dari Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa

dan Sastra Arab 2005 karya Hadi Fauzi,17 yang berjudul ”Ahammiyatul

15

Didin Zahrudin,15 dalam skripsinya yang berjudul Study Kritis Kualitas Hadis Tentang Pembacaan Surah Yâsîn Untuk Orang Yang Sedang Menghadapi Kematian. Fakultas Ushuluddin jurusan tafsir-hadis (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003).

16

(23)

Wâfi wa al-Ibtida’ fî Tilâwatil Qur’ân (Dirâsah Tahlîliyah Harfiyah fî Surah Yâsîn)”.

d. Fakultas Tarbiyah 2006, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab karya Maria Ulfah,18 yang berjudul ”Dirâsah Ma’ani Al Istifhâm fî Surah Yâsîn wa

Tariqah Tadrîsiha”.

e. Fahmi Hamzah19 yang berjudul ”Dirâsah Tahlîliyah An Na’ti fî Surah

Yâsîn Wa Tatbiquhu ’Alâ Tatwiri Ta’limi Nahwi”. Fakultas Tarbiyyah, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, 2008.

f. Dan pembahasan mengenai hadis-hadis pada surah Yâsîn dalam tafsîr al-Azhar telah diteliti oleh Saidatul Awaliyah,20 akan tetapi ia hanya meneliti

pada kritik sanad saja.

Pembahasan tentang surah Yâsîn disini, bedanya dengan pembahasan yang ada, penulis membahas dan mengkaji kritik matan hadis yang ada di dalam surah

Yâsîn dalam tafsîr al-Azhar dan juga melanjutkan penelitian dari saudari Saidatul Alawiyah, karena ia hanya meneliti sanadnya saja .

17

Hadi Fauzi, Ahammiyatul Wâfi Wal Ibtida fî Tilawatil Qur’ân (Dirasah Tahliliyah Harfiyah fî Surah Yâsîn. Fakultas Adab Dan Humaniora, jurusan Bahasa dan Sastra Arab, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005).

18

Maria Ulfah, Dirâsah Ma’ani Al Istifham Fî Surah Yâsîn Wa Thariqah Tadrisiha. Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006).

19

Fahmi Hamzah, Dirasah Tahlîliyah An Na’ti fî Surah Yâsîn wa Tatbiquhu ’Ala Tatwîri Ta’limi Nahwi. Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008).

20

(24)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

I. Tujuan Umum

a. Secara umum penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana mengetahui

kualitas matan hadis yang digunakan Hamka terdapat dalam surah Yâsîn pada Tafsîr al-Azhar.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada mahasiswa atau siapapun yang

merasa tertarik mengkaji tentang kualitas matan hadis-hadis yang terdapat

pada Tafsîr al-Azhar.

1. Tujuan Khusus

Guna melengkapi salah satu persyaratan akhir pada program S1 untuk meraih

gelar S.TH.I (Sarjana Theologi Islam) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

Dalam proposal ini, penulis menggunakan tiga aspek metode penelitian,

yaitu:

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library

research) yaitu mengumpulkan data-data yang memiliki relevansinya dengan masalah yang dibahas, baik itu yang bersumber dari buku atau sumber tertulis

(25)

penelitian kepustakaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah data

terkumpul kemudian penulis klasifikasi menjadi dua jenis sumber data yaitu:

a. Sumber data primer yang terdiri dari kitab kamus dengan merujuk kepada kitab-kitab induk yaitu: al-kutub Tis’ah (Sahih al-Bukhary, Sahih Muslim,

Sunan Abi Dawud, Sunan al-Turmûdzy. Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majjah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Muwatha’ ibn Malik, dan Sunan Ad-Darimî).

b. Sumber data sekunder yang terdiri dari buku dan tulisan lainnya yang memiliki relevansi dengan pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

2. Metode Pembahasan

Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode induktif, ekploratif, dan analisis.21 Dengan metode ini penulis berupaya

menggali sejauh mungkin informasi data yang telah diperoleh daru kamus dengan

merujuk kepada kitab-kitab induk yaitu: al-kutub Tis’ah (Sahih al-Bukhary,

Sahih Muslim, Sunan Abî Dawud, Sunan al-Turmûdzy. Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majjah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Muwatha’ ibn Malik, dan Sunan Ad-Darimî).

Penelitian hadis ini, yaitu merujuk kepada lafaz hadis dari kitab al-Mu’jam

al-alfaz al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold Jhon Wensick dan kitab al-Mausû’ah

21Metode ekploratif

(26)

al-Atrâf karya Abu Hajjar Muhammad Sa’ib Basuni Zaghlul, untuk merujuk kepada awal hadis.

Melakukan penelitian kualitas matan hadis, dari data yang diambil dari kitab matan, untuk kemudian menentukan kedudukan hadis.

3. Metode Penulisan

Secara teknis, proposal ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah; Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Accurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007.22

F. Sistematika Penulisan

Bab I Berisikan, Pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab di

antaranya adalah; latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

kajian pustaka, metodologi penelitian, tujuan penulisan, dan sestematika penulisan.

Bab II: Mengenai landasan teori yang merangkap sekilas tentang kitab

Tafsîr al-Azhar, Riwayat Hidup Pengarang Tafsîr al-Azhar, Tentang Tafsîr

al-Azhar karya Hamka, kandungan Surat Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar, Metodologi Kritik Matan Hadis, sejarah, tujuan, dan manfaat.

Bab III: Berisikan tentang penelitian hadis, yang berisikan tentang

hadis-hadis dalam Tafsîr al-Azhar pada surat Yâsîn, Penelusuran hadis-hadis, dan

22

(27)

analisis kritik matan hadis, kajian kualitas matan hadis, yang merangkap penelitian kritik matan hadis.

Bab IV: Merupakan Penutup dari penelitian ini yang terdiri dari

(28)

A. Sekilas Tentang Tafsir Al-Azhar

“Nan indak lapuak dek ujan, indak lakang dek paneh” (Yang tak lapuk oleh hujan, dan tak lekang oleh panas) Kata-kata ini mencoba menggambarkan situasi dan keadaan semangat keberagamaan yang terdapat di tanah Minang. Dari kata tersebut dikehendaki untuk mewakili terjadinya ketegangan kultural keberagamaan di tanah Minang di satu sisi, tapi disisi lain sana telah terjadi perkembangan semangat bergama yang cukup tinggi, terbukti dengan telah terjadinya diskusi panjang tentang interpretasi teks keagamaan kedalam implementasi praktek budaya keseharian.

Tafsîr al-Azhar karya Hamka ini adalah salah satu karya tafsir yang ikut merespon terhadap keadaan sosio kultural pada waktu itu dan juga untuk perkembangan syari’at Islam secara luas. Dengan Hamka sebagai penulisnya, yang merupakan seorang ulama yang punya kredibilitas tinggi dan wawasan yang luas, ditambah lagi dengan konteks sosial politik Indonesia waktu itu, dengan latar belakang dan sejarah penulisan yang kopleks, yaitu Tafsîr Al-Azhar karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

(29)

I. Biografi Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah )

a.Riwayat Hidup

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa disebut “Hamka” dilahirkan sebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam negeri Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatra Barat.1 Pada tanggal 14 Muharram 1362 H bertepatan dengan 16 Februari 1908.2

Ibunya bernama Siti Safiyah. Ayah dari ibunya bernama Gelanggang Gelar Bagindo Nan Batuah. Di kala mudanya terkenal sebagai guru tari, nyanyian dan pencak silat. Dari gelanggang itulah, di waktu masih kecil Hamka selalu mendengarkan pantun-pantun yang berarti dan mendalam.3

Pendidikan yang beliau terima mulai dari rumah sekolah Dîniyah dan surau. Dalam hal ini keinginan orang tuanya yaitu Abdul Karim Amrullah berpengaruh dalam proses pendidikannya. Keinginan ayahnya menjadikan Hamka seorang Ulama, dapat dilihat dari perhatian penuh ayahnya terhadap keinginan belajar ngaji. Hamka kecil tidak ada tanda-tanda pada dirinya bahwa kelak nanti akan menjadi Ulama besar di Indonesia, terbukti Hamka kecil sering merasa tertekan oleh cita-cita ayahnya itu.4 Tertunjang oleh dasar dasar ilmu yang beliau dapatkan sewaktu kecil, yaitu berupa ilmu alat seperti: Nahwu, Sharaf, Fiqih, dan Tafsîr al-Qur’ân yang ia dapatkan sewaktu belajar di Thawalib School.5

1

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 1993), h. 75.

2

Yusuf Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsîr Al-Azhar (Jakarta: Penamadani, 2003), Cet. II, h. 39.

3

“Nama Saya: Hamka”, dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi, dan Vincen Djauhari (editor), Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996), cet III, h. 51.

4Ibid

, Corak Pemikiran, h.39.

5

(30)

Buku Tafsîr al-Qur’ân yang dipelajari di tingkat pemula pada setiap pesantren, madrasah atupun surau ialah Tafsîr al-Jalalaîn. Demikian juga dengan apa yang diperoleh Hamka ketika masa awal mempelajari Tafsîr al-Qur’ân.6 Kemudian tambahan untuk Tafsir al-Qur’ân diperoleh dari Ki Bagus Hadikusumo, seorang tokoh yang pernah mondok di salah satu pesantren di Yogyakarta. Pertemuan itu terjadi antara tahun 1924-1925. Usia Hamka waktu itu adalah 17 tahun sedangkan gurunya berusia 34 tahun, karena Ki Bagus Hadikusumo dilahirkan pada tanggal 24 November 1890.7 Oleh karena itu pelajaran Tafsîr yang diperoleh Hamka dari Ki Bagus Hadikusumo adalah pelajaran Tafsîr lanjutan.

Dari segi kualifikasi keilmuan dalam bidang Tafsîr al-Qur’ân yang dimiliki Hamka, tidak banyak data yang dapat menjelaskannya. Apakah dia belajar ilmu-ilmu al-Qur’ân , Ilmu Ma’any, Ilmu Bayân, UUshûl Fiqih, Mustalahu al-hadîts dan sebagainya seperti ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang penafsir. Namun menurut penuturan Hamka, pada dasarnya semua ilmu tersebut ala kadarnya yang telah dipelajari, sebagimana beliau ungkapkan dalam muqaddimah tafsîrnya yaitu Tafsîr al-Azhar.8

Kondisinya yang semakin tua dan dengan kepadatan aktifitasnya memaksa Hamka untuk dirawat di rumah sakit secara serius. Setelah sembuh dari sakitnya, Hamka lebih memutuskan untuk mengurangi aktifitasnya di luar rumah dan lebih suka untuk menerima masyarakat untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah

6

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1990), cet. V, h. 52-53.

7

Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, pada catatan kaki no 42.

8

(31)

keagamaan dikediamannya.9 Dua bulan setelah Hamka mengundurkan diri sebagai ketua umum MUI, beliau masuk rumah sakit. Setelah kurang lebih satu minggu dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, tepat pada tanggal 24 Juli 1981 ajal menjemputnya untuk kembali menghadap ke hadirat-Nya dalam usia 73 tahun.10

b.Karir Intelektual

Sejak pertemuan dengan gurunya di Yogyakarta, pada tahun-tahun berikutnya Hamka tampil menjadi seorang penganjur Islam, baik melaui Muhammadiyah maupun dakwah dan tulisan-tulisannya. Kesempatan dakwah itu terbuka lebar ketika Hamka tiba di Jakarta pada tahun 1949 dan diterima sebagai anggota koresponden surat kabar Merdeka dan majalah Pemandangan. Kemudian bidang politik praktis dimasukinya melalui pemilihan umum pada tahun 1955 dan Hamka terpilih menjadi anggota konstituante dari Partai Masyumi. Dalam lembaga ini, sesuai dengan kebijakan Masyumi, Hamka maju dengan usul mendirikan negara yang berdasarkan atas al-Qur’ân dan Sunnah.11

Pada masa Orde Baru, Hamka sering dipercaya pemerintah untuk menghadiri pertemuan-pertemuan negara Islam, di antaranya Konferensi Negara-negara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di Mekah (1976) juga seminar tentang Islam dan peradaban di Kuala Lumpur Malaysia. Dua bulan sebelum beliau wafat, Hamka yang tercatat sebagai ketua Majlis Ulama Indonesia,

9

Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 195.

10Ibid

, Pribadi, h. 230.

11

Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, h. 51. Lihat juga, Ahmad Syafi’I Ma’arif, Peta Bumi

(32)

menyatakan pengunduran dirinya disebabkan adanya perbedaan persepsi antara MUI dengan pemerintah tentang perayaan Natal bersama kaum Kristen dan Islam.

MUI memfatwakan haram hukumnya bagi umat Islam menghadiri perayaan Natal bersama dengan umat Kristen, sementara pemerintah memandang sebaliknya. Sehingga pada suatu pertemuan antara MUI dengan pemerintah, Menteri Agama yang waktu itu dijabat oleh Alamsyah ratu Prawiranegara mengancam akan mengundurkan diri sebagai Menteri Agama jika MUI tidak mencabut fatwanya tersebut. Namun Hamka memandang bahwa Menteri Agama tidak perlu mengundurkan diri, karena MUI akan mencabut fatwa tersebut dengan catatan bahwa pencabutan fatwa tersebut bukan berarti membatalkan sahnya fatwa yang telah dikeluarkan itu.12

Dalam usia 73 tahun, Hamka tercatat sebagai seorang tokoh besar yang telah banyak memberikan kontribusinya bagi negara dan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam Indonesia, baik dalam bentuk peranan aktif dalam masyarakat maupun dalam bentuk karya ilmiah yang mempunyai nilai tinggi.

c.Karya-karya

Hamka sebagai salah seorang tokoh yang lahir dari latar belakang lingkungan pembaharu dan berpikiran maju dalam pemahaman keagamaan telah banyak melahirkan karya tulis tentang Islam. Karya tulisnya tersebar dan memasuki berbagi bidang ilmu, yaitu Tafsîr, Tasawuf, Teologi, Sejarah Islam dan

12

(33)

tak terkecuali Sastra. Karyanya yang terkenal dalam bidang tafsir diantaranya Tafsîr al-Azhar.

Terdapat beberapa karya Hamka yang berupa prosa, diantaranya: Dibawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, di dalam Lembah Kehidupan, Merantau ke Deli. Ataupun yang berupa pelajaran Agama atau filsafat, seperti: Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi. “keempat buku ini kemudian disatukan dengan nama Mutiara Filsafat.13

Hijrahnya Hamka dari Minangkabau ke Jakarata pada tahun 1949, dan diterima sebagi Koresponden surat kabar Merdeka, majalah Pemandangan. Dan pada saat itu juga Hamka menulis autobiografinya Kenang-kenangan Hidup, dan sekembalinya dari Amerika, Hamka menerbitkan buku perjalanan empat bulan di Amerika, sebanyak dua jilid.14

Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak. Karyanya yang sudah dibukukan tercatat 118 buah, belum termasuk karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat di media massa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah dan ceramah ilmiah. Tulisan-tulisan tersebut meliputi banyak bidang kajian, seperti: Politik, Sejarah, Budaya, Akhlak dan Ilmu-ilmu KeIslaman.

2. Gambaran Umum Tafsîr al-Azhar

Sebelum menjelaskan metode, corak dan sistematika penafsiran Tafsîr al-Azhar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang riwayat dari penulisan dan pendahuluan Tafsîr al-Azhar.

13Ibid,

h. 336.

14

(34)

Tafsîr al-Azhar merupakan karya utama Hamka dan yang tersebar dan terdapat karya-karya lain diantaranya, dalam bidang Sastra, Sejarah, Tasawuf dan agama, permulaan penafsiran al-Qur’ân ini dilakukannya sejak tahun 1958, hal ini dilakukan lewat kuliah subuh jama’ah masjid al-Azhar kebayoran Baru Jakarta, dimulai dari surat al-Kahfi, juz XV.15

Penulisan Tafsîr al-Azhar di pengaruhi oleh dua hal; pertama, bangkitnya minat angkatan muda Islam di Indonesia dan daerah-daerah yang berbahasa melayu yang hendak mengetahui kandungan al-Qur’ân pada zaman sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan mempelajari Bahasa Arab. Kedua, medan dakwah para Mubaligh yang memerlukan keterangan agama dengan sumber yang kuat dari al-Qur’ân sehingga diharapkan Tafsîr al-Azhar ini menjadi penolong bagi para Mubaligh dalam menghadapi bangsa yang mulai cerdas.16 Sehingga pada hari senin, 12 Ramadhan bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat setelah Hamka memblokir pengajaran dihadapan kurang lebih seratus orang kaum ibu di Masjid al-Azhar, ditangkap oleh penguasa orde lama dan menjebloskan kedalam tahanan. Dalam tahanan itulah Hamka menyelesaikan penulisan Tafsîr al-Azhar.17

Dalam tafsirnya, Hamka mempunyai tujuan yakni untuk membimbing mereka yang hendak mengetahui rahasia-rahasia al-Qur’an karena haus akan bimbingan agama. Orientasi penafsirannya berpijak di atas kepentingan pembangunan umat dan menghindar dari pertikaian Mazhab dan Ta’asub.18

15

Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Yayasan Nurul Iman, 1997) cet ke-11, h. 6.

16

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz I (Jakarta: Pustaka Panji mas, 1985), h. 4.

17

Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, h. 54.

18

(35)

Dalam hal penyajiannya, Hamka menyajikan bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat, 1-5 ayat dengan terjemah bahasa Indonesia bersamaan dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti dengan penjelasan panjang, yang mungkin terdiri dari 1-15 halaman. Dalam tafsîr tersebut tidak ada upaya untuk menyajikan ayat-ayat al-Qur’ân pembacaan yang tidak terputus, melainkan tekanan pada penafsiran.19

“Penerbitan pertama Tafsîr al-Azhar oleh penerbit pembimbing masa pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh pembimbing masa, merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz 29 oleh Pustaka Islam Surabaya dan akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nusul Islam Jakarta.20

Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsîr al-Azhar adalah dengan menggunakan metode Tahlîli, 21 yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur’ân dari segala segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan Mushaf Utsmany, menguraikan kosa kata dan lafaznya, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat yakni unsur Balâghah, I’jaz dan keindahan susunan kalimat, menisbatkan hukum dari ayat tersebut, serta

19

Howard M. Ferdespiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), cet ke-I, h. 140.

20

Hamka, Tafsîr al-Azhar, Juz I, h. 55.

21

(36)

mengemukakan kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabunuzul, hadis Rasulullah saw, riwayat dari Sahabat dan Tabi’în.22

Sedangkan corak penafsiran Hamka adalah Tafsîr al-Azhar, dan ia pun sangat tertarik pada Tafsîr al-Manâr karangan Sayyid Ridha yang terkenal dengan corak penafsirannya, yaitu corak Tafsîr bi al-Ra’yî dengan mendemontrasikan pengetahuannya yang luas untuk menafsirkan sebuah ayat.

Sistematika penafsirannya adalah sebagai berikut: a. Menyajikan ayat awal pembahasan

Dalam menafsirkan ayat, Hamka terlebih dahulu menyajikan satu sampai lima ayat yang menurutnya ayat-ayat tersebut satu topik.

b. Terjemahan dari ayat

Untuk memudahkan penafsiran, terlebih dahulu Hamka menerjemahkan ayat tersebut kedalam bahasa Indonesia, agar mudah dipahami pembaca. c. Menjauhi pengertian kata

Dalam penafsirannya, Hamka tidak memberikan pengertian kata, karena mungkin pengertian tersebut telah tercakup dalam terjemah.

d. Memberikan uraian terperinci

Setelah menerjemahkan ayat secara global, Hamka memulai tafsirnya terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan kejadian pada zaman sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al-Qur’ân sebagai pedoman sepanjang masa.

22

(37)

3. Kandungan Surah Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar

Tafsîr al-Azhar juz 23 dimulai dengan surah Yâsîn, yaitu surat yang ke-36 dalam susunan al-Qur’ân, terdapat 83 ayat, dan turun di Mekkah. Isi kandungan surah Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar ini, sebagaimana kebiasaan surat-surat yang diturunkan di Makkah. Pokok utamanya yang dibicarakan ialah aqidah. Dalam surah Yâsîn ini dimulai dengan sumpah “Demi al-Qur’ân yang penuh berisi hikmat”. Tuhan menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw, memanglah utusan Allas swt. sebagaimana utusan-utusan Allah swt. yang telah terdahulu. Kemudian dari itu dijelaskan betapa hebat perjuangan utusan-utusan Allah swt. itu bila mereka menyampaikan da’wahnya kepada umat manusia. Setelah mengemukakan perjuangan utusan-utusan Allah swt. dan kebiasaan yang menimpa kaum mereka, barulah wahyu selanjutnya mengajak manusia yang menerima seruan.23

Perhatikan bumi tempat kamu hidup ini, bagaimana bila bumi itu telah mati kering karena hujan tidak turun, kemudian dia dihidupkan kembali oleh Allah swt. keluarlah hasil bumi itu dan dari sana manusia makan buah-buahan yang subur, air pun mengalir. Semua terjadi berpasang-pasangan. Malam bergantian dengan siang, matahari beredar di tempatnya yang telah ditentukan dan bulah pun berkeliling sejak bulan sabit sampai purnama dan sampai surut kembali, semua beredar dengan teratur.24

Kemudian itu dibangunkanlah kenangan manusia tentang asal-usulnya dari zaman dahulu, tatkala sebuah bahtera besar nenek generasi kedua manusia

23

Hamka, Tafsîr al-Azhar, Juz XXIII, h. 10-21.

24Ibid

(38)

membawa dan menyelamatkan manusia yang beriman karena orang yang tidak mau menerima anjuran kebenaran akan ditenggelamkan. Lalu dibayangkanlah bahwa satu waktu kelak panggilan akan datang, satu pekik yang keras dan dahsyat saja akan mengubah keadaan dan jemputan itu tidak dapat dielakan lagi, sehingga berwasiat itupun tidak sanggup. Nanti, dalam satu waktu yang ditentukan oleh Tuhan sendiri. Maka datanglah hari perhitungan itu tiap orang menerima ganjaran dari bekas amalnya dikala hidup di dunia ini. Malanglah mana yang hidupnya durhaka, dan bahagialah mana yang hidup dalam taat.25

Setelah itu diperingatkan kepada manusia yang lalai dan lengah, sehingga sampai mereka lupa kepada persembahannya yang sejati, yaitu Allah swt. ditukarnya dengan menyembah syaitan, mengapa salah memilih jalan. Sekarang begini yang tersua! Neraka jahannam menganga, menanti mulut terkunci, tetapi tangan mengakui kesalahan dan kaki menjadi saksi.26

Memang banyak sanggahan kepada Nabi, sampai Dia dianggap remeh, dikatakan hanya seorang penyair. Itulah macam manusia mereka tidak ingat bahwa dirinya hanya terjadi dari segumpal air mani’, namun dia masih suka mendebat dan mencari selisih. Bahkan ada yang sambil mencemuruh menanyakan apakah tulang yang telah remuk itu akan hidup kembali? Siapa yang menghidupkan? Nabi sejak dari tanah, lalu jadi nutfah dan lalu jadi manusia itu: “Allah swt”.27

Sebab itu, bagi Allah hal-hal yang anggap sukar itu, baik yang nyata kelihatan tiap hari, sebagai telur ayam, atau sebiji buah mangga kelak

25Ibid,

h. 58.

26Ibid

, h. 59-67

27Ibid,

(39)

membuahkan beribu buah mangga, atau yang kita dengar dari wahyu, semuanya itu hanya bergantung kepada satu kata saja, yaitu KUN yang berarti JADILAH!! Maka dia pun terjadi. Cuma bagi kita tidak mungkin, karena kita bukan Tuhan.28

B.

Metodologi Kritik

Matan

Hadis

1. Pengertian Kritik Matan Hadis

“Naqd” menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti “kritik”, yakni pengertian bersifat tidak lekas percaya, tajam dalam penganalisaan, ada pertimbangan baik buruk dalam suatu karya.29 Maka dapat disimpulkan secara etimologi kata “kritik” dapat diartikan sebagai upaya membedakan antara yang benar dan yang salah atau membedakan antara yang asli dengan yang palsu. Kata “kritik” juga berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya “seorang hakim, krinein berarti “menghakimi”, kriterion berarti “dasar penghakiman”.

Kata “an-Naqd” dalam pengertian tersebut tidak dijumpai dalam al-Qur’ân maupun hadis. Namun kata yang memiliki pengertian yang sama disebutkan dalam ayat al-Qur’ân, yaitu kata Yami’ yang berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lain. Bahkan seorang pakar hadis abad ketiga Hijriah, Imam Muslim (w. 261 H=875 M) memberi judul bukunya yang mebahas metode kritik hadis dengan al-Tamyiz. Sebagian ulama menamakan istilah an-Naqd dalam study hadis dengan sebutan al-Jarh wa at-Ta’dil sehingga dikenal cabang ilmu hadis, al-Jarh wa at-Ta’dil yaitu ilmu untuk menunjukkan ketidak-sahih-an dan keandalan. Memperhatikan pengertian dan perkembangan istilah tersebut, dalam

28Ibid

, h. 78-83

29

(40)

bahasa Indonsia identik dengan kata “menyeleksi” yang secara leksikal memiliki arti menyaring atau memilih. Ibnu Manzhur dalam lisân al-arab menjelaskan:

ا

ْﺪ

و

ا

ْ

ْْ

ﺪ ا

را

ه

و

إ

ْﺧ

جا

ﺮ ا

ْ

ْﻬ

.

30

“al-naqd yaitu memisahkan emas dan mengeluarkan residunya.”

Menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab yang artinya punggung jalan (muka jalan).31 Matan menurut ilmu hadis adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad saw. Matan hadis adalah isi hadis. Matan hadis terbagi menjadi tiga, yaitu ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw.32

Kata matan secara bahasa memiliki arti:

ﻷا

ْر

ض

و

إ

ْر

.

33

“Tanah yang keras dan naik ke atas”.

Sedangkan menurut ilmu hadis, matan memiliki arti:

إﺎ

ْ

إ

ْﻪ

ا

ﻜ ا

م

.

34

“Perkataan terakhir dari sanad yaitu kalam”35

Dalam struktur utuh penyajian hadis, teks matan yang disebut juga dengan nas al-hadîts atau nas al-riwâyah, senantiasa terletak setelah ujung terakhir sanad. Kebijakan peletakan itu merujuk kepada fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadis dari nara sumbernya.

30

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab (Beirût: Dâr al-Shadir, tt), cet I, juz 3, h. 425).

31Ibid,

juz 3 (Beirût: Darusa’din, t.th) h. 434-435.

32

Muhammad Tahir al-Jawabi, Juhud al-Muhaditsîn fî Naqd Matan al-Hadîts al-Nabawî

al-Syarif, (Tunisia: Muassat A. Al-Karim ibn Abdullah, t,th), h. 88-89.

33

Ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Wasit fi ‘Ulum wa Mustalah al-Hadîts, (tp), h. 18.

34

Nur al-Dîn ‘Itr, Manhâj al-Naqd fî Ulumu al-Hadîts (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1997), cet III, h. 321.

35

(41)

Kata hadis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkataan, perbuatan, sifat dan penetapan (taqrir) Nabi saw. Inilah yang oleh para muhadditsîn klasik lebih pada pengkajian sanad, ini bias dilihat pada pendefinisian naqd al-hadîts ibn Abi Hatim al-Razi (w.327 H) yaitu:

ا

ْْْ

ﻷا

دﺎ

ْ

ا

ْ

ﻀ ا

ْ

و

ﻜ ا

ا

وﺮ

ةا

ْﻮ

ْ

و

ْﺠ

ْ

.

36

“Upaya menyeleksi antara hadis sahih dan da’if dan menetapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau cacat.”

Sedangkan definisi yang memberikan porsi yang seimbang antara kritik sanad dan matan dikemukakan oleh ulama kontemporer, seperti yang didefinisikan oleh Muhammad al-Jawabi:

ْ

ْ

ا

ﺪْ

ه

:

ا

ْﻜ

ﺮ ا

و

ةا

ْﺠ

ْ

ًً

أ

ْو

ْﺪ

ْ

ً

ﺄْ

ظﺎ

ًﺔ

ذ

تا

د

ْ

ْﻮ

ْﺪ

أ

ْه

,

وا

ْﻮ

ن

ﻷا

دﺎ

ث

ا

ه

ْ

ْ

أ

ْو

ْﻀ

ْ

ﻬﺎ

,

و

ْ

ﻹا

ْﻜ

لﺎ

اﺪ ﺎ

ْ

ْ

و

دْ

ا

ضرﺎ

ْ

ﻬﺎ

,

ْﻄ

ْ

ْ

د

ْ

.

37

“Ilmu naqd al-hadis ialah penetapan status cacat atau ‘adil pada perawi hadis dengan mempergunakan idiom khusus berdasarkan bukti bukti yang spesifik diketahui oleh para ahlinya, dan mencermati matan-matan hadis yang sahih sanad-nya untuk mengakui validitasnya atau menilai kelemahannya, serta upaya menyingkap kemusykilan pada matan sahih yang sahih serta mengatasi kontradiksi antara matan dengan mengaplikasikan tolok ukur yang detail.”

Karena penelitian ini fokus pada kritik matan, maka yang dimaksud kritik matan hadis dalam penelitian ini adalah upaya menyingkap ke musykilan pada

36

Muhammad Mustafa al-Azami, Manhaj An Naqd ‘Inda al-Muhaditsîn (Saudi: Maktabah al-Kautsar, 1982) h. 5.

37

Muhammad al-Jawabi, Juhud Muhadditsîn fî Naqd Matan Hadîts Nabawî

(42)

matan hadis yang sahih serta mengatasi kontradiksi antara matan dengan mengaplikasikan tolok ukur yang detail.

Dalam pengertian ini, yang disebut dengan “matan hadis” ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang disampaikan oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan sabda Rasulullah saw, sahabat ataupun Tabi’in, baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi saw, dan juga perkataan sahabat yang menjelaskan perbuatan salah seorang sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi, disebut matan hadis.38

Untuk mengetahui sahih atau tidaknya suatu matan diperlukan suatu penelitian matan yang biasa disebut kritik matan (naqd al-matan). Kritik matan ini adalah upaya mengkritisi materi atau pembicaraan yang disampaikan oleh sanad yang terakhir untuk diketahui ke-sahih-an matan hadis tersebut.39

Dari pengertian kata atau istilah kritik di atas, dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kritik matan hadis (naqd al-matan) dalam konteks ini ialah usaha untuk menyeleksi matan-matan hadis sehingga dapat ditentukan antara matan-matan hadis yang sahih atau lebih kuat dan yang tidak. Ke-sahih-an yang berhasil diseleksi dalam kegiatan kritik matan tahap pertama ini baru pada tahap menyatakan ke-sahihan matan menurut eksistensinya. Pada tahap ini belum sampai pada pemaknaan matan hadis, kendatipun unsur-unsur interpretasi matan boleh jadi ada terutama jika menyeleksi matan dengan cara melihat tolok ukur ke-sahih-an matan hadis. Bila terdapat matan-matan hadis yang sangat rumit dikritik

38

Muhammad Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), cet-I, h. 25.

39Ibid.

(43)

atau diseleksi berkaitan dengan pemaknaannya, maka hal tersebut “diserahkan” kepada study matan hadis tahap kedua yang menangani interpretasi atau pemaknaan matan hadis (ma’na al-hadîts).

2.Sejarah kritik matan hadis

Secara historis, sesungguhnya kritik atau seleksi (matan) hadis dalam arti upaya untuk membedakan antara yang benar dan yang salah telah ada dan dimulai pada masa Nabi masih hidup meskipun dalam bentuk yang sederhana. Praktik penyelidikan atau pembuktian untuk meneliti hadis Nabi pada masa itu tercermin dari kegiatan para sahabat pergi menemui atau merujuk kepada Nabi untuk membuktikan apakah sesuatu benar-benar telah dikatakan oleh beliau. Praktik tersebut antara lain; pernah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, ‘Abdullah bin ‘Amr, ‘Umar bin Khattab, Zainab istri Ibn Mas’ud dan lain-lain.40

Setelah Nabi wafat (11 H=632 M), tradisi kritik hadis dilanjutkan oleh para sahabat. Pada periode ini, tercatat sejumlah sahabat perintis dalam bidang ini, yaitu:

a. Abû Bakar as-Siddiq (w. 13 H=634 M).

b. Yang diikuti oleh Umar bin Khattab (w. 234 H=644 M). c. Dan Ali bin Abî Thalib (w. 40 H=661 M).

Sahabat-sahabat lain yang dikenal pernah melakukan kritik hadis, misalnya: a. ‘Aisyah (w. 58 H=678 M) istri Nabi saw.

b. Dan ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab (w. 73 H=687 M).

40

(44)

Pada periode pasca sahabat, mulai ditandai dengan penyebaran hadis yang semakin banyak dan meluas, dan banyak bermunculan (matan-matan), hadis palsu (maudu’). Menanggapi keadaan seperti itu, bangkitlah para Ulama untuk melakukan kritik atau seleksi guna menentukan hadis-hadis yang benar-benar berasal dari Nabi, dan yang tidak. Sementara itu, rangkaian para periwayat hadis yang “tersebar” menjadi lebih banyak dan panjang. Perhatian Ulama untuk meneliti matan dan sanad hadis makin bertambah besar, karena jumlah periwayat yang tidak dapat dipercaya riwayatnya semakin bertambah banyak. Mereka pun merumuskan kaidah dan cara untuk melakukan kritik atau seleksi hadis. Misalnya saja, untuk menyeleksi antara hadis-hadis yang sahih dan maudu‘ para pakar hadis menetapkan ciri-ciri hadis maudu’ sebagai tolak ukurnya. Dalam hadis palsu, mereka menetapkan tanda-tanda matan hadis yang palsu, yaitu:

a. Susunan bahasanya rancu.

b. Isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit diinterpretasikan secara rasional.

c. Isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. d. Isinya bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah). e. Isinya bertentangan dengan sejarah.

f. Isinya bertentangan dengan petunjuk al-Qur’ân atau hadis mutawâtir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.

(45)

3. Tujuan dan manfaat kritik matan hadis

Menurut penulis, tujuan dan manfaat penelitian matan hadis tidak hanya karena keadaan matan itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keadaan sanad saja, tetapi juga karena ada permasalahan di dalam metode periwayatannya. Adanya periwayatan secara makna menyebabkan penelitian matan dengan pendekatan bahasa tidak mudah dilakukan. Kesulitan tersebut terjadi karena matan tersebut terlebih dahulu telah beredar pada sejumlah periwayat yang berbeda generasi dan tidak jarang juga berbeda latar belakang budaya dan kecerdasannya, sehingga menyebabkan timbulnya perbedaan penggunaan dan pemahaman dalam suatu kata ataupun istilah.

Penggunaan pendekatan bahasa dalam penelitian matan sangatlah diperlukan, karena sangat membantu kegiatan penelitian yang berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan hadis yang bersangkutan. Untuk meneliti matan hadis dari segi kandungannya, seringkali diperlukan penggunaan, pendekatan rasio, sejarah dan prisip pokok ajaran Islam.

Urgensi obyek studi kritik matan ini, ada beberapa segi, diantaranya:

a. Menghindari sikap sembrono dan berlebihan dalam meriwayatkan suatu hadis karena adanya ukuran-ukuran tertentu dalam metodologi kritik matan ini.

b. Menghadapi kemungkinan adanya kesalahan pada diri para periwayat. c. Menghadapi musuh musuh Islam yang memalsukan hadis dengan

(46)

d. Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa riwayat.41

Penelitian matan dengan beberapa macam pendekatan tersebut ternyata memang masih tidak mudah dilakukan, apalagi terhadap kandungan matan hadis yang berhubungan dengan masalah keyakinan tentang hal-hal yang ghaib dan petunjuk agama yang bersifat Ta’abbudi. Dengan begitu, penelitian matan hadis memang dibutuhkan kecerdasan peneliti dalam menggunakan cara pendekatan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kesulitan penelitian matan juga disebabkan masih sangat sidikitnya kitab-kitab yang secara khusus membahas kritik matan.42

Sementara itu, ke-sahih-an matan hadis menurut Ulama hadis tampaknya beragam, seperti yang dikemukakan oleh Khatib al-Baghdadi (w 463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbûl (diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memnuhi beberapa syarat, yaitu: pertama, tidak bertentangan dengan akal sehat, kedua, tidak bertentangan dengan al-Qur’ân, ketiga, tidak bertentangan dengan hadis mutawâtir, keempat, tidak bertentangan dengan kesepakatan Ulama masa lalu (salaf), kelima, tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, keenam, tidak bertentangan dengan hadîs ahad yang kualitasnya lebih kuat.43

41

Shalahudîn bin Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis), cet I. h 7-8.

42

Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis. h. 27-28.

43

(47)

Tolok ukur yang dikemukakan diatas, hendaknya tidak satupun matan hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis tersebut tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih.

4. Langkah-langkah kritik matan hadis

Matan hadis terbagi menjadi tiga, yaitu: ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw.44

Dalam melakukan kegiatan penelitian ini, terbagi menjadi tiga langkah metodologis kegiatan penelitian matan hadis, yakni:

1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis. 2. Meneliti susunan matan yang semakna.45

3. Meneliti kandungan matan yang terdiri dari:

a) Meneliti matan hadis dengan petunjuk al-Qur’ân. b) Meneliti matan hadis dengan hadis yang lebih kuat.46

c) Meneliti matan hadis dengan akal sehat, indera, dan sejarah.47

Dengan berbagai metode dan kitab yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian terhadap kualitas sebuah hadis Nabi saw, sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara agama.

Bentuk matan pada hadis-hadis Nabi terbagi menjadi lima bagian yaitu:

44

Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi saw. h. 129

45

Shalahudîn ibn Ahmad al-Adlabi, Manhaj Naqh al-Matan, h. 132.

46

Abu Bakkar Ahmad Ibnu Ali Tsabit Al-Khattib al-Baghdâdi, Kitab Kifâyah fî ‘Ilmi

al-Riwayah, (Mesir: Mathba’ah al-Sa’adah, 1972), h. 206-207.

47

(48)

1) Jami’ al-kalim (jamaknya: jawami’ al-kalim, yakni ungkapan yang singkat, namun padat

2) Tamsil (perumpamaan)

3) ramzi (Bahasa simbolik) 4) dialog (bahasa percakapan) 5) Qiyasi (ungkapan analogi), dll.

(49)

Analisis Kritik

Matan

I. Perbuatan baik dan Buruk

⌫ ☺

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Ayat di atas mengandung arti yang sangat dalam, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati”, Hamka menafsirkan ayat di atas, bahwasanya manusia yang telah mati akan dihidupkan kembali di hari kiamat,1 dan beliau menafsirkan dengan tafsiran lain pula yaitu hati yang telah mati, yang telah tertumbuk dan tertutup segala pintu. Di dalam al-Qur’an Allah swt menjelaskan bahwa Dia Maha Kuasa menghidupkan kembali tanah yang telah mati, dengan jatuhnya rahmat hujan. Juga ditafsirkan untuk nama yang telah hilang, dihidupkan kembali karena jasa yang diingat orang.

Selain dari diri yang akan dihidupkan kembali, “Dan akan Kami tuliskan apa yang telah mereka kerjakan terdahulu.” Maka segala amal usaha yang telah dikerjakan semasa hidup di dunia akan dicatat, dituliskan di sisi Tuhan, tidak ada

1

Kiamat artinya bangun. Bangun dari kematian untuk hidup yang kedua kali.

(50)

yang hilang dan tidak ada yang terlupa. Sebagaimana hadis dalam kitab al-Azhar, mufasir mengambil matan hadis, yaitu:

و

ﺎﻬ

ْ

ﺮْ أ

ْ

آ

ﺪْ

ﺎﻬ

ًﺔ

ًﺔ

م ْ ﻹا

ْ

ْ هرﻮ أ

ْ

ْ

ﻪْ

آ

ﺪْ

ﺎﻬ

ًﺔ

ًﺔ

م ْ ﻹا

ْ و

ءْﻰ

ءْﻰ

ْ هرازْوأ

ْ

ْ

و

ﺎﻬ

ْ

رْزو

ْ

.

2

“Barang siapa yang merentangkan jalan yang baik di dalam Islam, maka untuknyalah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Dan barang siapa yang merentangkan jalan baru yang buruk dalam Islam, maka akan dipikulnyalah dosanya dan dosa orang yang menuruti jalannya itu sesudahnya dengan tidak mengurangi pula dosanya agak sedikit pun untuk yang memulai itu.”

“Dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” Selain dari tulisan tertulis hitam di atas putih di sisi Tuhan, jejak yang tinggal pun tidak akan dikikis. Dia akan tetap meninggalkan kesan dari masa ke masa.

Tafsiran ayat 12 Surat Yâsîn di atas, bahwa segala amalan yang ditinggalkan orang seketika dia menutup mata, tercatat baik di sisi Tuhan dan akan didapatinya catatan itu selengkap-lengkapnya di hari kiamat.

Dalam melakukan kegiatan penelusuran matan-matan hadis, peneliti menggunakan metode awal matan, data yang diperoleh dari kitab Mausû’ah al-Atrâf, penelusurannya sebagai berikut:

م ﻹا

3

...

م

:

ا

:

15

:

4

:

357

,

395

2

Hamka, Tafsîr al-Azhar, juz XXIII, h. 15

3

Abu Hajar Muhammad Sa’ib Basuni Zaghlul, al-Mausû’ah al-Atraf al-Hadîts Nabawî

(51)

:

2

:

394

رﻮ

:

6

:

201

:

1996

Dari teks hadis di atas setelah dilakukan pencarian berdasarkan data dari kitab al-Mausû’ah al-Atrâf al-Hadîts an-Nabawî al-Syarîf, dan peneliti juga menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadis melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab al-Mu’jam Mufahras al-alfâz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata

, penelusurannya sebagai berikut:

م ﻹا

4

...

م

:

:

15

,

ةﺎآر

:

69

ن

:

ةﺎآز

:

64

:

2

:

203

:

4

:

357

,

359

,

361

ىد

:

1

:

514

,

512

Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

ﺮ ﺮ

ﺎ ﺪ

بْﺮ

ْ

ﺮْهز

ﻰ ﺪ

ْ

ﻪ ا

ﺪْ

ْ

ﻰ ﻮ

ْ

ْ ﻷا

ﺪ ْا

ﺪْ

ْ

سﺎ

ءﺎ

لﺎ

ﻪ ا

ﺪْ

ْ

ﺮ ﺮ

ْ

ﻰ ْ ْا

ل ه

ْ

ْ ﺮ ا

ﺪْ

ْ

ﻰ ﻀ ا

ﻰ أو

ﺪ ﺰ

و

ﷲا

ﻪ ا

لﻮ ر

ﻰ إ

باﺮْ ﻷا

ْﺪ

ْ ﻬ ﺎ

ءﻮ

ىأﺮ

فﻮ ا

ﻬْ

ﻪﻬْ و

ﻚ ذ

ﻰﺋر

ﻪْ

اﻮ ﻄْﺄ

ﺔ ﺪ ا

سﺎ ا

ﺔ ﺎ

ْ ﻬْ ﺎ أ

-لﺎ

-نإ

4
(52)

ﺎ ﺪ

ﺮ ْ

ْ

ﺎ ﺮ ْﺧأ

يﺰ ْا

ﻰ ْا

ْ

ﻲ ﺪ

ﺔ ْ

ﻲ أ

ْ

نْﻮ

ْ

ﺔ ْ

لﺎ

ﻪ أ

ْ

ﺮ ﺮ

ْ

رﺬْ ْا

ْ

:

رﺎﻬ ا

رْﺪ

و

ﻪْ

ﻪ ا

ﻪ ا

لﻮ ر

ﺪْ

ﺎ آ

ءﺎ ْا

ْوأ

رﺎ ا

ﻲ ﺎ ْﺠ

ةاﺮ

ةﺎ

مْﻮ

ءﺎﺠ

لﺎ

ْ ﻬ آ

ْ

ﺮﻀ

ْ

ْ ﻬ ﺎ

فﻮ ا

يﺪ

ﺔ ﺎ ْا

ْ

ْ ﻬ

ىأر

و

ﻪْ

ﻪ ا

ﻪ ا

لﻮ ر

ﻪْ و

ﺮﻀ

ْ

جﺮﺧ

ﺮ ﺄ

مﺎ أو

نذﺄ

لﺎ

}

ْ

ْ ﻜ ﺧ

يﺬ ا

ْ ﻜ ر

اﻮ ا

سﺎ ا

ﺎﻬ أ

ْ

ا

ﺮﺧ

ﻰ إ

ةﺪ او

ﺎً ر

ْ ﻜْ

نﺎآ

ﻪ ا

نإ

{

او

ﺮْ ْا

ﻲ ا

}

ْ

ْﺮﻈْ ْو

ﻪ ا

اﻮ ا

ﻮ او

ْ ﺪ

ﻪ ا

ا

{

عﺎ

ْ

عﺎ

ْ

ﻪ ْﻮ

ْ

ﻪ هْرد

ْ

رﺎ د

ْ

ر

قﺪ

ﺮْ

ْﻮ و

لﺎ

ﺮْ

ﻷا

ْ

ر

ءﺎﺠ

لﺎ

ة

ْﺪ

ْ

ﺎﻬْ

ﺰﺠْ

ﻪ آ

ْتدﺎآ

ةﺮ

رﺎ ْ

لﺎ

ْتﺰﺠ

ﻪ ا

لﻮ ر

ﻪْ و

ْأر

بﺎ و

مﺎ

ْ

ْ ْﻮآ

ْأر

سﺎ ا

ْ

ﻪ ا

ﻪ ا

لﻮ ر

لﺎ

ﺔ هْﺬ

ﻪ ﺄآ

و

ﻪْ

ﻪ ا

ْ

و

ﻹا

ْ

هرﻮ أ

ْ

ْ

ْنأ

ﺮْ

ْ

ﺪْ

ﺎﻬ

ْ

ﺮْ أو

ﺎهﺮْ أ

ًﺔ

ًﺔ

م

ءْﻲ

ْ

ﻹا

ْ و

ْ

ْنأ

ﺮْ

ْ

ﺪْ

ْ

ﺎﻬ

ْ

رْزوو

ﺎهرْزو

ﻪْ

نﺎآ

ًﺔ

ًﺔ

م

ءْﻲ

ْ هرازْوأ

ْ

ْ

.

6

5

Muslim, Sahih Muslim, kitab Al-‘Ilmi’, bab man sanna sunnatan hasanatan aw

sayyiatan, wa man dâ’a ila huda aw dolâlatan, no hadis 6804 (2674), h. 1103.

6 Ibid,

kitab az-Zakat, bab al-Hatsu ‘alâ as-Sodaqoti walau bisyaqqi tsamroti aw

(53)

Hadis yang diriwayatkan oleh Nasâ’i:

ﻲ أ

ْ

نْﻮ

ﺮآذو

ل

Referensi

Dokumen terkait

MOHAMMAD LUTFIANTO, 2016, Metode Kritik al-Alba>ni> dalam Kitab D } a ‘ i > f al-Adab al-Mufrad, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan

Penilaian para Kritikus Hadis : Abu Hurairah adalah seorang sahabat Rasul saw, tentang hal sahabat, jumhur ulama Hadis berpendapat bahwa seluruh sahabat Nabi saw

Setelah dilihat ayat-ayat yang dibincangkan sebelum ini berkaitan dengan wanita menurut pandangan Hamka di dalam Tafsir Al-Azhar, maka disini dapatlah dikatakan bahawa Kalam Allah

Terdapat perbezaan yang jelas dalam penafsiran ayat 8 dalam kedua-dua buah tafsir. Pertama dari sudut tema yang mana Hamka menerangkan ayat ini sebagai pengetahuan Allah

Dan tidak mungkin pula ia berasal dari pendapat para sahabat dan tâbi’în karena mereka tidak pernah melakukan tafsir bi al-ra`yi dalam hal-hal yang tidak

Dalam beberapa riwayat hadis dijelaskan bahwa perempuan memperoleh posisi terhormat pada masa Rasulullah SAW. ‘Umar bin Khattab bahkan memberi kesaksian dalam hal ini,

Penentuan terhadap status hadis mawquf tersebut adalah berdasarkan pandangan para mufassirin dan ahli hadis yang diperolehi dari kitab-kitab tafsir al-Quran dan kitab syarah hadis

Analisa kami terhadap keterangan di atas menunjukkan bahwa yang disebutkan dalam hadis mengenai keutamaan surah Yasin yaitu, membacanya seperti