• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional menurut TAP. MPR No.IV/MPR/1999 adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional menurut TAP. MPR No.IV/MPR/1999 adalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional menurut TAP. MPR No.IV/MPR/1999 adalah merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pembangunan semestinya dapat dilaksanakan secara merata di seluruh penjuru negeri ini sehingga pembangunan dapat menyentuh semua lapisan masyarakat hingga di daerah pelosok dan terpencil.

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dengan 70% luas wilayahnya adalah perairan, seharusnya mampu mensejahterakan rakyatnya dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Seperti halnya minyak bumi dan gas serta sumberdaya alam mineral bumi lainnya yang tidak terbarukan (non-renewable resources), potensi kelautan dan perikanan Indonesia merupakan sebuah kekayaan terbarukan (renewable resources) yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Rondinelli (1985) mengidentifikasikan tiga konsep pengembangan kawasan, yakni (1) Konsep kutub pertumbuhan (growth pole), (2) Integrasi (keterpaduan) fungsional spasial, dan (3) Pendekatan decentralized territorial. Salah satu bentuk pendekatan pengembangan kawasan perdesaan pesisir yang dapat diwujudkan adalah berupa pengembangan kemandirian pembangunan perdesaan pesisir yang didasarkan pada potensi wilayah desa-desa pesisir itu

(2)

sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan. Untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada khususnya yang terkait dengan pengembangan perikanan dalam arti luas maka diupayakan suatu pendekatan melalui perencanaan pengembangan kawasan minapolitan. Berkaitan dengan bentuk inilah maka pendekatan minapolitan disarankan sebagai strategi pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan.

Minapolitan akan menjadi relevan dengan wilayah pengembangan perdesaan karena pada umumnya sektor perikanan dan pemanfaatan sumberdaya laut memang merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat pesisir. Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan di desa-desa sehingga masyarakat yang tinggal di perdesaan pesisir akan mempunyal tanggung jawab penuh terhadap pekembangan dan pembangunan daerahnya sendiri.

Menurut SK Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 45 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan, minapolitan terdiri dari kata “mina” dan kata “politan” (polis). Mina berarti ikan dan politan berarti kota, jadi minapolitan diartikan sebagai kota perikanan atau kota di daerah lahan perikanan atau perikanan di daerah kota. Pengertian minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan ekonomi daerah sekitarnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2010, tentang Penetapan Lokasi Minapolitan, terdapat

(3)

197 kabupaten/kota se-Indonesia yang ditetapkan sebagai lokasi minapolitan. Khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 3 kabupaten yang ditetapkan sebagai lokasi minapolitan yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunungkidul. Dengan adanya penetapan kawasan minapolitan di daerah tersebut, diharapkan mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Berdasarkan luas usaha kolam budidaya di DIY, Kabupaten Sleman memiliki kolam budidaya paling luas, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bantul, kemudian Kabupaten Kulon Progo, lalu Kabupaten Gunungkidul, dan yang terakhir Kota Yogyakarta. Luas usaha kolam budidaya tersebut dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

Gambar 1.1. Grafik luas usaha kolam budidaya DIY tahun 2009 - 2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, 2014

Dari kelima wilayah kabupaten/kota di DIY, hanya dua wilayah yang memiilik hasil produksi perikanan paling besar, yaitu Kabupaten Kulon Progo dan

2009 2010 2011 2012 2013 Gunungkidul 58.70 26.31 23.61 26.31 36.66 Bantul 226.50 105.42 84.64 105.42 107.59 Kulon Progo 221.30 63.29 46.94 63.29 56.59 Sleman 598.00 691.32 618.00 691.32 806.39 Kota 1.78 1.78 0.96 1.78 0.00 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00 900.00 Lu a s (H a)

(4)

Kabupaten Sleman. Jenis komoditas perikanan yang paling besar dihasilkan oleh kabupaten tersebut adalah jenis ikan lele dan ikan nila. Produksi lele yang dihasilkan oleh Kabupaten Kulon Progo adalah sebesar 9.984.218 kg, dan prduksi ikan nila yang dihasilkan oleh Kabupaten Sleman adalah sebesar 7.940.930 kg. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

Gambar 1.2. Produksi Perikanan Budidaya Per Komoditas (Kg) DIY Tahun 2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, 2014

Kabupaten Sleman memiliki luas wilayah sebesar 57.482 Ha atau 18% luas wilayah DIY. Pemerintah Kabupaten Sleman menetapkan dua kawasan minapolitan, yaitu Kecamatan Berbah melalui SK Bupati Nomor 215/Kep.KDH/A/2010 tentang Penetapan Kecamatan Berbah sebagai kawasan minapolitan dan Kecamatan Ngemplak sebagai kawasan minapolitan melalui SK Bupati Nomor 216/Kep.KDH/A/2010 tentang Penetapan Kecamatan Ngemplak

2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000

(5)

sebagai kawasan minapolitan. Kecamatan Berbah dikembangkan untuk sentra kawasan budidaya udang galah, sedangkan Kecamatan Ngemplak dikembangkan untuk sentra kawasan budidaya ikan nila. Kebijakan ini sangatlah tepat mengingat Kabupaten Sleman memiliki dukungan potensi perikanan yang paling besar di DIY. Dari data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan DIY tahun 2013, luas kolam usaha perikanan budidaya di Kabupaten Sleman adalah 806,39 Ha.

Pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak ternyata berhasil. Peningkatan hasil produksi yang terjadi mulai tahun 2009 hingga tahun 2013 sangat tajam. Pada tahun 2009 hasil produksi ikan nila sebesar 3.289,9 ton, kemudia meningkat sebesar 141,37% menjadi 7.940,9 ton. Hasil produksi ikan nila di DIY secara rinci dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

Gambar 1.3. Produksi ikan nila (ton) di DIY tahun 2009 hingga 2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, 2014

225.9 414.4 280 539.76 622.42 262.4 615.1 589.9 609.52 693.58 230.9 936.8 1588.4 1,709.81 2,151.03 3,289.9 3,532.2 5371.42 6,835.24 7,940.93 18.6 9.4 13.985 12.79 9.90 1,000.0 2,000.0 3,000.0 4,000.0 5,000.0 6,000.0 7,000.0 8,000.0 9,000.0 2009 2010 2011 2012 2013 GUNUNGKIDUL KULON PROGO BANTUL SLEMAN KOTA

(6)

Keberhasilan program minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman tentunya tidak bisa terlepas dari partisipasi masyarakat. Hal ini dikarenakan partisipasi dan pembangunan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Agar keberhasilan pembangunan dapat dicapai maka diperlukan partisipasi masyarakat yang salah satunya bersifat proaktif atau sukarela (tanpa disuruh) (Parwoto, 1997).

Keunikan kegiatan budidaya perikanan di Kecamatan Ngemplak adalah bahwa kegiatan tersebut sudah dilakukan sejak dari dulu atau turun temurun dan secara swadaya, dimana belum ada campur tangan dari pemerintah terkait kegiatan tersebut. Kemudian setelah itu pemerintah baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten mulai campur tangan dengan memberikan dukungan melalui program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi perikanan di Kabupaten Sleman pada umumnya dan Kecamatan Ngemplak pada khususnya, hingga akhirnya ditetapkannya Kecamatan Ngemplak menjadi salah satu kawasan minapolitan di Kabupaten Sleman. Adanya perkembangan budidaya perikanan mulai dari awal mula budidaya kemudian masuknya campur tangan pemerintah hingga ditetapkannya menjadi kawasan minapolitan tentunya juga menimbulkan perkembangan partispasi masyarakat di kawasan tersebut. Untuk itu diperlukan adanya kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

(7)

1.2 Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman?

b. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentuknya partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Menemukan jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman.

b. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak lain. Manfaat yang diharapkan adalah manfaat akademis dan manfaat praktis. Manfaat akademis melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai jenis partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman. Manfaat praktis yang diharapkan yaitu diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pertimbangan dalam pembuatan kebijakan bagi pemerintah daerah

(8)

setempat dalam rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan program-program pemerintah di waktu yang akan datang. Selain itu juga diharapkan dapat dijadikan referensi pengetahuan dan bahan kajian ilmiah dalam program pengembangan kawasan minapolitan.

1.5 Keaslian Penelitian No. Nama

Penulis Judul Tujuan Metode Lokasi

1. Ambar Sri Mumpuni (2012) Partisipasi masyarakat Kampung Laut Kabupaten Cilacap dalam konservasi kawasan Segara Anakan Mendeskripsikan partisipasi masyarakat Kampung Laut Kabupaten Cilacap dalam konservasi kawasan Segara Anakan Deskriptif

Kualitatif Desa Ujungalang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap 2. Dimas Wicaksono (2012) Partisipasi Masyarakat Dalam Pengurangan Resiko Banjir Kanal Timur Studi Kasus Sistem Polder Banger Kelurahan Muktiharjo Kota Semarang 1. Mengevaluasi partisipasi dan kekuatan tindakan masyarakat terhadap pengurangan resiko banjir di sistem polder banger. 2. Model kelembagaan pengurangan resiko bencana yang berwawasan lingkungan dan komprehensif Deskriptif

Kualitatif Kelurahan Muktiharjo Kecamatan Gayamsari Kota Semarang

(9)

Berbeda dengan penelitian yang disebutkan di atas, penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman bertujuan untuk menemukan jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman, sedangkan penelitian partisipasi masyarakat Kampung Laut Kabupaten Cilacap dalam konservasi kawasan Segara Anakan bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi masyarakat. Penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman juga bertujuan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman. Tujuan ini tidak ditemukan di penelitian yang dituliskan di atas.

Gambar

Gambar 1.1. Grafik luas usaha kolam budidaya DIY  tahun 2009 - 2013  Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, 2014
Gambar 1.2. Produksi Perikanan Budidaya Per Komoditas (Kg) DIY Tahun  2013
Gambar 1.3. Produksi ikan nila (ton) di DIY tahun 2009 hingga 2013  Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan daripada analisis keseluruhan menunjukkan bahawa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemerlangan akademik pelajar Fakulti Pendidikan, Jabatan Teknik dan Kejuruteraan

Rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah: (1) modul fisika berbasis REACT pada materi alat-alat optik hendaknya dimanfaatkan oleh guru fisika

This Annual Environmental Monitoring Report is developed by NMC Safeguard Team/Project Management Unit of the NUSP-2 to describe the project activities and

Penyebab langsung masalah gizi balita pada keluarga mandah pertama adalah asupan pangan yang kurang yang dipengaruhi oleh ket- ersediaan makanan kurang, pilahan bahan

Kondisi aliran sungar cinambo yang merupakan salah satu sumber pengairan untuk areal persawahan yang ada di daerah Cimencrang sudah termasuk ke dalam kondisi tercemar,

Pd., selaku Ketua Departemen Pendidikan Bahasa Perancis FPBS UPI atas dukungan serta bantuan selama masa perkuliahan hingga peneliti menyelesaikan skripsi ini dan

Komunikasi politik yang dilaksanakan oleh PDIP tingkat kabupaten sampai dengan ke tingkat kecamatan dan desa belum dilaksankan secara maksimal, hal ini dibuktikan dengan masih

Fasilitas pergudangan dan penanganan dalam pengelolaan persediaan obat masih kurang baik, karena fasilitas yang ada pada perusahaan belum memadai seperti; kurang luasnya