3.1. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Citarum hulu dengan luas DAS sebesar 12.000 km2. Sungai Citarum yang berhulu di gunung Wayang, Kabupaten Bandung (1700 m dpl) melewati dasar cekungan dan mengalir ke Waduk Saguling dan bermuara di pantai Utara Jawa. Wilayah cekungan bandung ini berada pada koordinat 107° BT and 6° 32’ LS dimana outlet dari sungai citarum ini adalah outlet nanjung yang berada pada koordinat 6°57' LS 107°32' BT. Penelitian akan dilaksanakan bulan Januari sampai Juni 2011.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : peta tanah DAS Citarum Hulu skala 1: 100.000, peta landuse 1994-2005 (sumber : BAPPEDA Kabupaten Bandung) skala 1:100.000, DEM (Digital Elevation Model) dengan Resolusi 30 m x 30 m untuk wilayah Citarum dan data karakteristik tanah.
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak MapWindow46SR, MWSWAT versi 1.9, Arc View version 3.3 with extension : Spatial Analysis 2.0 dan Image Analysis, Global Mapper dan Miscrosoft Office.
3.3. Metode Pelaksanaan 3.3.1 Pengumpulan data
Pada tahap kegiatan pengumpulan data terdiri dari beberapa kegiatan: 1. Persiapan
Persiapan merupakan rangkaian awal suatu kegiatan penelitian. Hal-hal yang perlu dipersiapkan :
a) Peta-peta dasar
Peta-peta yang perlu dipersiapkan adalah :
1) Peta DEM yang berasal dari DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi
30mx30m untuk wilayah Citarum, berasal dari
http://dds.cr.usgs.gov/srtm/version2_1)
2) Peta landuse seri 1994, 1997, 2001, dan 2005 berasal dari BAPPEDA Kabupaten Bandung skala 1: 100.000.
3) Peta jenis tanah DAS Citarum skala 1 :100.000 berasal dari Balai Besar Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1993.
b) Jenis data sekunder yang diperlukan
Jenis data sekunder yang diperlukan merupakan data biofisik lahan yang disesuaikan dengan masukan data (input) yang diperlukan model SWAT. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data debit aliran sungai bulanan dan harian dari tahun 1994-2005, data curah hujan (1994-2005) dan data karakteristik tanah. Semua data sekunder bersumber dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Air, Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Citarum-Bandung, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung serta Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat-Bogor.
2. Pengelompokan data
Data-data hasil inventarisasi disusun berdasarkan masukan model pada model SWAT berupa :
a) Data iklim
Data iklim yang dibutuhkan berupa data harian yang terbentuk time series yang terdiri dari data curah hujan (mm), temperatur maksimum dan minimum, radiasi matahari (MJ/m2
Pada penelitian ini data curah hujan berasal dari 5 stasiun penakar hujan (tahun 1994-2005) disajikan pada Gambar 15 dan metode perhitungan evapotranspirasi pontensial menggunakan perhitungan Penman-Monteith.
/hari) serta kecepatan angin (m/dt). Stasiun lokasi penakar hujan telah diketahui koordinat dan elevasinya. Penyiapan data iklim harus disesuaikan dengan metode prediksi evapotranspirasi pontensial yang digunakan pada model. Model SWAT sendiri menyediakan tiga model prediksi yaitu metode Penman-Monteith, Priestley-Taylor dan Hargreaves.
b) Karakteristik tanah
Karaktersitik tanah diperlukan adalah sifat fisika tanah untuk masing-masing horizon meliputi kedalaman efektif (mm) dan infiltrasi tanah, ketebalan horizon (mm), tekstur tanah, bulk density (g/cm3), kapasitas menahan air (mm H2
c) Karakteristik sungai
O/mm tanah), Saturated hydraulic conductivity, kandungan fraksi batuan (%), nilai erodibilitas tanah dan kandungan bahan organic (%).
Karakteristik sungai yang diamati adalah karakteristik saluran sungai yang ada di wilayah penelitian. Pengamatan karakteristik sungai ini menentukan kekasaran manning saluran pada Tabel 1, konduktivitas hidroulik efektif tanah pada saluran pada Tabel 2.
Tabel 1. Karakteristik saluran terbuka untuk menentukan nilai kekasaran manning berdasarkan Chow (1959).
No Karakteristik Saluran Nilai Kekasaran Manning Rata-rata Range 1. Sudah dikeruk atau digali
a) Terpelihara, lurus dan seragam
0.025 0.016-0.023
b) Terpelihara, berkelok dan tidak seragam
0.035 0.023-0.05
c) Tidak terpelihara dan banyak tanaman liar
0.075 0.04-0.14
2.
a) Sedikit tanaman dan berbatu
0.05 0.025-0.065
b) Banyak pohon dan berbatu 0.1 0.05-0.15 Sumber : Neitsch et al, 2005
Tabel 2. Konduktivitas hidrolik efektif tanah pada saluran terbuka berdasarkan
Lane (1983)
No Material Dasar Karakteristik Material Dasar Konduktivitas Hidrolik (mm/jam) 1 Kecepatan kehilangan sangat cepat
Tidak ada kerikil dan pasir dengan ukuran besar
127
2 Kecepatan kehilangan cepat
Sedikit mengandung krikil dan pasir
51-127
3 Kecepatan kehilangan rendah
Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liat-debu sedang
6-25
4 Kecepatan kehilangan rendah
Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liat-debu tinggi
0.025-2.5
Sumber : Neitsch et al, 2005
3.3.2 Pemasukan data
Data Input yang disiapkan pada tahap pengumpulan data dimasukan ke dalam
file-file data input (SWAT Input File). Terdapat 17 file data input yang terkait dengan
analisis hidrologi seperti disajikan pada Tabel 3. File PCP, TMP, SLR, HMD dan SOL disiapkan dengan memasukan data iklim dan tanah ke dalam parameter setiap file.
Sedangkan file FIG, CIO, COD, BSN, SUB, HRU, MGT, GW, dan RTE terbentuk setelah prosedur pengolahan data dijalankan.
Tabel 3. File-file input dan fungsinya pada Model SWAT
Nama File Fungsi
FIG Mendefinisikan jaringan hidrologi DAS CIO Mengontrol file parameter DAS
COD Menentukan waktu simulasi
BSN Mengontrol parameter input
PCP File data curah hujan
TMP File data temperatur maksimum dan
minimum harian
SLR File data radiasi matahari harian
HMD File data kelembaban udara harian
CROP File parameter penutup
lahan/pertumbuhan tanaman URBAN File data lahan terbangun
SUB Mengontrol parameter input ditingkat Sub DAS
WGN File input generator iklim
RTE File input saluran utama : mengontrol
parameter pergerakan air dan sedimen di tingkat Sub DAS
HRU Mengontrol parameter ditingkat HRU
MGT File input pengelolaan : skenario
pengelolaan dan penutupan lahan
SOL File karakteristik tanah
GW File air bawah tanah
Sumber : Neitsch et al (2005)
Prosedur input data untuk file-file pada level DAS sebagai berikut:
1. File-file PCP dan TMP disusun dalam format miscrosoft Access. File-file ini disusun menggunakan format yang telah ditentukan oleh model SWAT dimana setiap file terdiri dari 2 bentuk yaitu :
a) File berisi lokasi stasiun
Pada file ini terdiri dari judul, id, name, XPR (latitude), YPR (longitude) dan
b) File berisi besarnya data masing-masing stasiun
Pada file ini terdiri dari judul, tanggal dan besarnya data (PCP dan TMP). Sedangkan data hujan, temperatur maksimum-minimum, radiasi matahari dan kecepatan angin untuk membangun file yang disetting dalam data SWAT. Data yang diperlukan untuk generator iklim:
a. Rata-rata temperatur udara maksimum harian setiap bulan (˚C) b. Rata-rata temperatur udara minimum harian setiap bulan (˚C)
c. Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan (˚C) d. Standar deviasi temperatur udara minimum harian setiap bulan (˚C) e. Rata-rata curah hujan bulanan (mm)
f. Standar deviasi curah hujan bulanan (mm) g. Koefesien skewnes curah hujan bulanan
h. Probabilitas hari basah mengikuti hari kering tiap bulan i. Probabilitas hari kering mengikuti hari basah tiap bulan j. Rata-rata jumlah hari hujan tiap bulan
k. Rata-rata curah hujan yang jatuh lebih dari 30 menit tiap bulan l. Rata-rata radiasi sinar matahri harian tiap bulan (MJ/m2
m. Rata-rata temperatur titik embun harian tiap bulan (˚C) /hari)
n. Rata-rata kecepatan bulanan tiap bulan (m/detik) 2. Karakteristik tanah dan Hydrology Soil Group (HSG)
Tipe dan karakteristik tanah di daerah penelitian berdasarkan hasil penelitian tanah (Puslittanak) pada tahun 1993 untuk tanah skala semi detail. HSG sebagai dasar analisis untuk tektur tanah dan kemampuan infiltrasi dan sangat berpengaruh pada aliran permukaan untuk tiap tipe jenis penggunaan lahan yang berbeda. Tipe dan karakteristik tanah disajikan pada Lampiran 6 dan 7.
Tabel 4. Hydrograph Soil Groups (HSG)
Tabel 5. Karakteristik tanah untuk input SWAT
KODE SWAT Keterangan
NLAYERS Jumlah horizon
HYDGRP Group hidrologi tanah (berdasarkan penamaan kriteria dari SCS (Soil Conservation Service))
SOL_ZMX (mm) Kedalaman maksimum perakaran tanaman pada profil tanah (mm)
TEXTURE Tekstur tanah pada semua lapisan pada profil tanah. Data ini tidak diproses dalam model
SOL_Z Ketebalan setiap horizon pada profil tanah dari permukaan tanah (mm)
SOL_BD Bulk density (Mg/m3 atau gr/cm3 SOL_AWC
)
Kapasitas menahan air pada setiap lapisan (mm H2
SOL_CBN
O/mm tanah)
Kandungan bahan organik tanah (% berat tanah) CLAY Kandungan liat tanah (% berat tanah
SILT Kandungan debut tanah (%berat tanah)
ROCK Kandungan fraksi batuan (% berat tanah)
K_USLE Nilai erodibilitas tanah menurut USLE (m3
-ton cm)
Hydrology Soil Groups (HSG)
Keterangan Laju infiltrasi (cm/hour)
A Dalam pasir, debu beragregat 0.76-1.14
B Dangkal, pasir berlempung 0.38-0.76
C Liat berlempung, pasir berlempung dangkal
0.13-0.38
D Tanah yang megembang pada waktu basah, liat sangat tinggi >60%, tanah yang dipengaruhi oleh garam
5. Karakteristik penggunaan lahan
Penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian dalam model ini dilakukan dengan pendekatan dengan menggunakan database yang telah disediakan SWAT yang terdapat dalam file CROP dan URBAN dengan melakukan koreksi terhadap nilai leaf
areal index (LAI), kekasaran meanings (n), curve number menurut SCS (CN) dan nilai
pengelolaan tanaman menurut USLE (c). Perubahan beberapa parameter disesuaikan dengan hasil survei lapang pada daerah penelitian.
Klasifikasi peta landuse dari tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 dapat dilihat pada Gambar 3, 4, 5 dan 6.
Gambar 5. Peta landuse tahun 2001 (b)
3.3.3 Analisis Data
Tahap Analisis data terdiri dari identifikasi perubahan penggunaan lahan, analisis debit sungai dengan menggunakan model SWAT dan analisis debit model hasil kalibrasi SWAT terhadap penggunaan lahan 1994, 1997 dan 2001 .
A. Identifikasi Perubahan penggunaan lahan
Pola perubahan penggunaan lahan diidentifikasi dengan cara overlay peta landuse Citarum Hulu tahun 1994 dengan peta landuse 1997, kemudian overlay landuse 1997 dengan 2001. Landuse 2001 dengan 2005. Proses overlay peta tersebut menggunakan program Arcview 3.3. Proses identifikasi perubahan lahan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Proses identifikasi perubahan lahan
B. Analisis Debit Sungai menggunakan model MWSWAT
Pada tahap ini, telah dilakukan pengolahan analisis debit aliran dengan menggunakan data lokal daerah penelitian. Analisis debit aliran yang akan di simulasikan adalah debit aliran permukaan runoff, aliran lateral dan aliran dasar.
Prosedur analisis debit aliran adalah sebagai berikut : a) Deliniasi Daerah penelitian
Deliniasi daerah penelitian dilakukan menggunakan DEM STRM 30 x 30 m dengan bantuan program Map Window. Daerah penelitian akan dideliniasi dari DEM secara otomatis berdasarkan topografi alaminya, begitu pula dengan jaringan hidrologinya. SWAT membagi DAS menjadi beberapa Sub DAS dimana setiap Sub DAS mempunyai jaringan utama. Metode yang digunakan dalam proses deliniasi DAS adalah metode treshold. Besar kecilnya treshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang terbentuk kemudian, jaringan sungai tersebut akan menentukan banyaknya Sub DAS yang terbentuk dalam DAS. Deliniasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
Perubahan Landuse 1994-2005 Landuse 1997 Landuse 2001 Landuse 2005 Landuse 1994 Perubahan Landuse 1994-1997 Perubahan Landuse 1997-2001 Perubahan Landuse 2001-2005
Gambar 8. Kotak dialog watershed delineation b) Pembentukan HRU
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik. HRU diperoleh melalui
overlay peta tanah dan penggunaan lahan. Satu sub DAS terdiri dari beberapa
HRU. Proses pembentukannya dapat diihat pada Gambar 9. Pembuatan HRU ( Create Hidrology Response Unit) - Interval slope menurut Arsyad (2006)
- Peta raster landuse dan peta raster tanah format sistem koordinat proyeksi UTM.
- Treshold dari presentase total luasan landuse 10%, jenis tanah sebesar 5%
dan slope sebesar 5% yang memiliki persentase luasan yang lebih kecil dari treshold yang ditentukan akan diabaikan.
Gambar 9. Kotak dialog pembentukan HRUs
c) Penggabungan HRUs dengan data iklim
Tahap penggabungan HRUs dengan data iklim dilakukan setelah satuan analisis terbentuk. Pada tahap ini harus ditentukan periode simulasi terlebih dahulu kemudian memasukan data iklim.
d) Simulasi
Proses simulasi dijalankan setelah proses penggabungan HRU dengan data iklim selesai dilakukan. Kemudian simulasi hidrologi tersebut dijalankan berdasarkan periode harian. Persamaan yang digunakan di dalam SWAT untuk memprediksi aliran permukaan adalah metode SCS Curve Number.
Dimana Qsurf adalah jumlah aliran permukaan pada hari I (mm). Rday
Dimana CN curve number (bilangan kurva), Curve Number (CN) diturunkan dari analisis spasial dimana peta tanah dikonversi menjadi Hydrology Soil Group dan dioverlay dengan peta penutupan lahan masing–masing tahun. CN digunakan untuk memprediksi nilai runoff atau infiltrasi dan Ia adalah 0.2 S (berdasarkkan hasil penelitian), sehingga persamaan perhitungan aliran menjadi :
adalah jumlah curah hujan pada hari ke I (mm). Ia adalah kehilangan akibat resapan permukaan, intersepsi dan infiltrasi (mm) dan S adalah parameter retensi (mm). Paramater retensi dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Qsurf =
Persamaan untuk menghitung aliran lateral adalah :
Dimana Qlat adalah jumlah air lateral yang masuk ke sungai utama pada hari ke I (mm), SW iy,excess adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), Ksat adalah saturated hydraulic conductivity (mm/jam), slp adalah lereng (m/m), Ød adalah
porositas tanah (mm/mm) dan Lhill
SW
adalah panjang lereng (m). Kelebihan air pada lapisan tanah dihitung dengan persamaan :
iy,excess = SWly - FCly jika SWly > FC SW ly iy,excess = 0 jika SWly < FC Dimana SW ly ly adalah kandungan air tanah(mm) dan FCly
Aliran bawah tanah atau base flow (Q
adalah kapasitas lapang (mm).
Dimana Ksat
e) Output SWAT
adalah hydraulic conductivity (mm/hari), = adalah jarak antar sub DAS ke saluran utama (m) dan adalah tinggi muka air tanah (m).
Hasil debit model SWAT yang menggunakan peta landuse pada tahun 2001 dan curah hujan tahun 2001 dapat divisualiasi dalam gradasi warna. Output yang dipilih berupa debit rata-rata bulanan pada tahun 2001.
Output SWAT tersimpan dalam file-file output (SWAT Output File) yang
terdiri dari file BSB, SBS dan RCH. File BSB berisi informasi sub DAS, file SBS berisi informasi masing-masing HRU dan RCH berisi informasi pada masing-masing sungai utama dalam sub DAS. Informasi yang terdapat pada masing-masing sub DAS dan HRU dihasilkan selama periode simulasi dan terdiri dari area (km2
f) Kalibrasi dan Validasi Model SWAT
), jumlah curah hujan (mm), kandungan air tanah (mm), perkolasi (mm), aliran permukaan (mm), aliran lateral (mm) dan aliran dasar (mm).
Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model yang digunakan hasilnya mendekati dengan output dari DAS yang diuji. Kalibrasi dilakukan terhadap nilai debit dengan cara membandingkan antara hasil prediksi dengan hasil observasi (hasil pengukuran stasiun pengamat arus sungai (SPAS di lapangan) dimana perbandingan tersebut menggunakan kriteria stastistik. Data hasil observasi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari SPAS Nanjung dari tahun 1994-2005.
Model SWAT telah menyediakan 500 parameter untuk simulasi, tapi tidak semua parameter digunakan untuk daerah Citarum Hulu sesuai dengan waktu dan ketersediaan data. Pemilihan dan penyesuaian parameter ini dilakukan dengan proses kalibrasi manual. Setelah dilakukan kalibrasi terhadap parameter model, dilakukan pengujian model (validasi). Validasi dilakukan terhadap
landuse tahun 1994, 1997 dan 2005. Prosedur kalibrasi dan validasi untuk aliran
Perbandingan debit hasil simulasi dengan debit hasil observasi dilakukan dengan menggunakan SWAT Ploth and Graph . Pada SWAT Ploth and Graph akan digunakan koefesien determinasi (R2
Nash-Sutclifffe Index (NSI) digunakan untuk mengevaluasi model pada SWAT
ploth dan Graph. Persamaan Nash-Sutcliffe Index (NSI) adalah sebagai berikut :
) dan Nash-Sutcliffe Index (NSI). Koefesien determinasi menunjukan seberapa dekatnya nilai yang dihasilkan oleh simulasi dengan nilai yang sesungguhnya di lapangan. Koefesien mendekati satu menandakan nilai hasil simulasi memilki nilai yang cukup dekat dengan nilai sesungguhnya. Persamaan koefesein determinasi adalah sebagai berikut :
Gambar 11. Prosedur kalibrasi dan validasi aliran Debit sungai dengan model SWAT Analisis Debit tahun 2001 Evaluasi statistik tidak ya
Kalibrasi Parameter Model SWAT
selesai
Validasi dengan landuse 1994,1997 dan 2005
Keterangan :
Qobs = debit observasi (m3 Q
/det) cal,i = debit hasil simulasi (m3
= debit Simulasi rata-rata (m /det)
3
= debit observasi rata-rata (m /det) 3
Range nilai NSI adalah antara ∞ sampai dengan 1. Kategori simulasi berdasarkan nilai NSI (Van Liew et al, 2005 dalam Stehr, 2009) adalah sebagai berikut :
/det)
Layak jika ≥ 0.75
Memuaskan jika 0.36 ≤ NSI < 0.75 Kurang Memuaskan jika < 0.36
C. Analisis Debit Sungai dengan Model SWAT Hasil Kalibrasi terhadap Penggunaan Lahan 1994, 1997 dan 2001
Analisis debit terhadap penggunaan lahan tahun 1994, 1997 dan 2001 dilakukan dengan menggunakan model SWAT hasil kalibrasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan curah hujan tahun 2005 sebagai input tetap. Pada análisis ini diasumsikan bahwa :
1. Parameter penggunaan lahan (sebagai parameter input ) nilainya berubah 2. Parameter yang lain yaitu tanah dan curah hujan nilainya tetap
BAB IV
Gambar 12. Diagram alir Penelitian Pengelompokan data Pemasukan Data Tata Guna tahun 2001
Peta dan karakteristik tanah tahun 1993 Iklim tahun 2001 Debit tahun 2001 HRUs
Simulasi Model SWAT
Kalibrasi model Swat tahun 2001
Tidak
Validasi model Swat untuk
landuse 1994, 1997, dan 2005 Ya
Analisis Debit dengan model hasil kalibrasi dan curah hujan 2005 Landuse tahun 1994, 1997, 2001 Selesai Debit Observasi 2001 Evaluasi Statistik Debit Model 2001 - Tanah - Iklim - Landuse - Debit Pengumpulan data