• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ASETOSAL DAN KOMBINASI ASETOSAL-KLOPIDOGREL TERHADAP PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ASETOSAL DAN KOMBINASI ASETOSAL-KLOPIDOGREL TERHADAP PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

109

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ASETOSAL DAN

KOMBINASI ASETOSAL-KLOPIDOGREL TERHADAP

PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

Sari Dianita Purnama 1, Pagan Pambudi 2, Nelly Al Audhah 3

1

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

2

Bagian Saraf RSUD Ulin Banjarmasin/Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

3

Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT: Acute ischemic stroke can make patients get neurology problems that show the signs of paralyze in some part of body and suddenly decrease awareness. The prevalence of acute ischemic stroke which high enough and the bad effects cause the preventing of acute ischemic stroke with right medicine becomes important. Acetosal works as an anti-thromboxane which often known as aspiryn. Clopidogrel is kind of thienophiridyn class drugs that works as an anti-platelet for acute ischemic stroke therapy so that can avoid blood cloting happened. This research aims to know if they have different effectivity or not to acute ischemic stroke therapy by acetosal and combine of acetosal-clopidogrel together. The method uses analythic observational with cohort. The research begins by counting the stroke scale use NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale) at the first come to hospital, before patient cured by any drugs, and then repeat the NIHSS’s scoring at seventh day after therapy. Research did for four months with sample that gathered 32 people. First, did normality test to data and after the normality have been proven, use unpaired T-test with interval of confidence 95% that shows the result, there’s no significant difference between acetosal and combined acetosal-clopidogrel for acute ischemic stroke.

Keywords: acetosal, clopidogrel, acute ischemic stroke, NIHSS

ABSTRAK: Stroke iskemik akut dapat mengakibatkan defisit neurologi yang sebagian besar akan menimbulkan gejala kelumpuhan pada bagian tertentu dan atau terjadi penurunan kesadaran secara mendadak. Angka kejadian yang cukup tinggi dan efeknya terhadap penderita membuat pencegahan stroke iskemik akut dengan obat yang tepat sangat diperlukan. Asetosal adalah terapi yang bekerja sebagai antitromboksan yang sering pula dikenal dengan nama aspirin. Klopidogrel merupakan obat oral kelas tienopiridin yang berperan sebagai antiplatelet dalam terapi stroke iskemik akut sehingga mencegah terjadinya gumpalan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektivitas pada terapi stroke iskemik akut menggunakan asetosal dan kombinasi asetosal-klopidogrel. Metode yang digunakan bersifat observasional analitik dengan pendekatan cohort. Penelitian dilakukan dengan cara menghitung derajat stroke pasien menggunakan NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale) ketika hari pertama dirawat di rumah sakit sebelum mendapat terapi dan hari ketujuh setelah dilakukan terapi. Penelitian dilakukan selama empat bulan dengan jumlah sampel sebanyak 32 orang. Data pertama-tama diuji normalitas distribusinya kemudian setelah terbukti distribusi normal maka dilakukan uji T tidak berpasangan dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% yang menunjukan bahwa tidak terdapat

(2)

110

perbedaan bermakna pada terapi stroke iskemik akut dengan asetosal dan kombinasi asetosal klopidogrel.

(3)

111 PENDAHULUAN

Sesuai dengan data National

Stroke Association bahwa stroke

adalah penyebab kematian nomor tiga yang telah membunuh 137.000 orang setiap tahunnya, juga menyebabkan penurunan kualitas hidup dan kelumpuhan pada pasien dewasa. Penyebab dari penyakit stroke ini juga meliputi banyak penyakit lain, diantaranya hipertensi, diabetes melitus, kadar kolesterol yang tidak normal, dan fibrilasi atrial (1,2,3,4).

Dua juta sel akan mati setiap menitnya ketika stroke menyerang, yang akhirnya meningkatkan kerusakan permanen, kelumpuhan, atau kematian. Buruknya efek yang terjadi pada pasien penderita stroke dan sasaran serangan yang kebanyakan pasien lanjut usia, menjadikan pencegahan dan pengobatan stroke penting untuk terus dikembangkan (3,5).

Pencegahan dan pengobatan yang paling penting adalah perbaikan gaya hidup dengan mengatur aktivitas dan asupan terutama pola makan, kerja, istirahat, dan olahraga. Namun, ketika perbaikan gaya hidup sudah tidak bisa dijalankan tanpa obat-obatan, maka pengobatan farmakologis haruslah diterapkan (3,6,7).

Kasus stroke sendiri meliputi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik, 87% dari semua kasus yang terjadi adalah stroke iskemik. Pengobatan yang masih dilakukan untuk penderita stroke iskemik akut hingga kini adalah menggunakan asetosal atau sering dikenal sebagai aspirin, serta jenis obat lain yaitu klopidogrel. Secara garis besar, kedua obat ini bekerja

dengan sistem yang sama yaitu sebagai antiagregasi paletelet (1,3).

Agregasi platelet memainkan peran penting dalam patogenesis stroke, dan obat-obatan yang menginterfensi fungsi platelet adalah elemen penting dalam pengobatan. Antikoagulan atau antiplatelet seperti asetosal dan klopidogrel secara umum digunakan untuk pencegahan sekunder stroke pada pasien setelah serangan stroke iskemik atau TIA (Transient Ischemic Acute) (8).

Kedua obat ini dapat digunakan secara monoterapi ataupun kombinasi, tetapi pada umumnya untuk pengobatan awal diberikan monoterapi antara asetosal atau klopidogrel. Berbagai faktor diantaranya meliputi harga dan ketersediaan obat membuat asetosal lebih direkomendasikan beberapa dokter dalam mengatasi serangan stroke. Namun, terdapat pula beberapa dokter yang lebih memilih untuk memberikan klopidogrel pada tahap monoterapi ini dengan berbagai pertimbangan dari efek samping yang dimunculkan kedua obat ini (9).

Beberapa penelitian mengatakan bahwa klopidogrel bekerja lebih baik daripada asetosal dan adapula yang menyatakan bahwa efektivitas kedua obat ini tidak menimbulkan perbedaan yang bermakna. Selain itu, beberapa penelitian juga telah mencoba meneliti efektivitas antara monoterapi dan kombinasi terhadap pasien stroke tersebut. Namun, Indonesia sendiri belum pernah melakukan penelitian semacam ini sebelumnya, sehingga belum benar-benar diketahui tentang efektivitas kerja antara asetosal dan klopidogrel terhadap penderita stroke iskemik akut. Karena itulah, diperlukan

(4)

112

penelitian untuk menilai efektivitas obat tersebut di lapangan dan nantinya dapat diteruskan untuk menjadi pertimbangan di bidang klinis (9,10,11).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah uji klinik dengan metode cohort. Penelitian dilaksanakan di RSUD Ulin Banjarmasin selama empat bulan mulai bulan Juni 2012 hingga September 2012. Subjek penelitian adalah seluruh pasien stroke iskemik akut yang diterapi menggunakan asetosal dan kombinasi asetosal-klopidogrel di RSUD Ulin Banjarmasin yang kondisinya terukur dengan NIHSS, sepanjang periode Juni-September 2012 atau selama empat bulan, dan instrumen penelitian berupa lembar NIHSS

Persiapan dilakukan dengan meminta perijinan dan kerjasama komisi etik penelitian berhubungan dengan penelitian. Penelitian dilakukan pada pasien yang didiagnosa stroke iskemik akut melalui hasil CT Scan yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian pasien diminta kesediaannya melalui informed consent. Pasien diukur nilai NIHSS-nya untuk menentukan derajat keparahan dari stroke yang diderita saat itu. Pasien mengikuti prosedur normal dalam pengobatan selama opname dan diberikan obat sesuai indikasi. Pasien kemudian dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing diberikan terapi farmakologis yang berbeda. Kelompok pertama dengan asetosal dosis awal 300 mg kemudian dilanjutkan dengan dosis 100 mg/hari dan kelompok kedua dengan

kombinasi asetosal-klopidogrel dosis masing-masing 80 mg/hari untuk asetosal dan 75 mg/hari untuk klopidogrel.

Tujuh hari kemudian, keadaan umum pasien dilihat kembali dan dihitung menggunakan skala NIHSS. Hasil perhitungan sebelum dan sesudah diterapi dibandingkan kemudian ditentukan selisih keduanya. Data yang telah didapatkan dimasukan sesuai kelompok dan dianalisis statistik.

Analisis data selanjutnya adalah dengan menggunakan uji statistik dua kelompok tidak berpasangan. Sebelumnya data diuji dengan Saphiro-wilk untuk mengetahui kenormalan distribusi, jika data berdistribusi normal maka dilakukan uji T tidak berpasangan, jika data tidak berdistribusi normal maka tekhnik yang dipilih adalah uji

Mann-Whitney untuk mengetahui ada

atau tidaknya perbedaan yang bermakna pada pasien stroke iskemik akut yang diterapi dengan asetosal dan kombinasi asetosal-klopidogrel. Interpretasi dari analisis ini adalah, jika hasil akhir didapatkan ρ< 0,05 maka dikatakan bahwa antara kedua kelompok tersebut terdapat perbedaan yang bermakna, sedangkan jika ρ>0,05 maka diinterpretasikan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara keduanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin selama kurang lebih empat bulan berturut-turut dari bulan Juni hingga September dengan jumlah pasien stroke iskemik akut yang diamati perkembangan NIHSS

(5)

113 sebelum dan sesudah terapi sebanyak

32 orang pasien. Total sampel tersebut meliputi 16 pasien stroke iskemik akut dengan terapi asetosal, 12 pasien stroke iskemik akut dengan terapi kombinasi asetosal dan klopidogrel, dan 4 orang yang hanya mendapatkan terapi neuroproteksi tanpa asetosal dan klopidogrel. Jumlah pasien stroke iskemik akut ini didominasi oleh pasien yang dirawat di bangsal saraf Seruni sebanyak 30 orang dan hanya dua orang yang peneliti dapatkan dirawat di ruang Wijaya Kusuma. Jumlah pasien 32 orang itu sendiri adalah jumlah pasien yang sesuai untuk menjadi sampel dan bertahan hingga penghitungan NIHSS pertama dan kedua terlaksana. Pasien yang setelah dirawat beberapa hari atau kurang dari tujuh hari kemudian meninggal serta kelompok yang oleh dokter bersangkutan tidak diberikan terapi asetosal ataupun kombinasi asetosal klopidogrel tidak akan diikutsertakan dalam uji statistik karena tidak termasuk dalam sampel yang diharapkan, sehingga total sampel yang akan dipakai sebanyak 28 orang pasien.

Data pasien penderita stroke iskemik akut kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu pasien dengan terapi asetosal saja dan pasien dengan terapi kombinasi antara asetosal dan klopidogrel.

Tabel 1 Jumlah Pasien Stroke Iskemik Akut dengan Terapi Asetosal dan Kombinasi Asetosal-Klopidogrel Sepanjang Juni-September 2012 di RSUD Ulin Banjarmasin

No Terapi Jumlah pasien 1 Asetosal - Laki-laki 8 - Perempuan 8 2 Asetosal-Klopidogrel - Laki-laki 7 - Perempuan 5 Total 28

Berdasarkan tabel di atas, pemberian asetosal pada pasien stroke iskemik akut cenderung lebih sering daripada klopidogrel. Hal ini dikarenakan pemberian klopidogrel pada pasien stroke iskemik akut masih merupakan hal baru. Awalnya asetosal selalu menjadi pilihan pertama dalam terapi stroke iskemik akut, klopidogrel dipakai ketika pasien memiliki kontraindikasi misalnya alergi terhadap asetosal. Namun, efek dari klopidogrel yang juga baik pada pasien stroke iskemik akut memicu munculnya penelitian-penelitian yang berhubungan dengan efektivitas terapi klopidogrel dan kombinasi asetosal-klopidogrel secara luas.

Jumlah penderita stroke iskemik akut berdasarkan jenis kelaminnya juga menunjukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita stroke iskemik akut daripada wanita.

Berdasarkan Tabel 1 menunjukan perbedaan yang tidak terlalu spesifik antara laki-laki dan perempuan, meskipun untuk asetosal-klopidogrel laki-laki lebih banyak. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan faktor risiko

(6)

114

dari stroke itu sendiri, AHA (American Heart Association)

menyatakan bahwa terdapat dua jenis faktor risiko pada stroke yaitu faktor risiko yang bisa dikontrol misalnya tekanan darah, penggunaan tembakau, diabetes melitus, kolesterol tinggi, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik, penyakit pada karotis dan arteri, TIA, atrial fibrilasi, konsumsi alkohol berlebihan, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Faktor risiko lainnya adalah faktor yang tidak bisa dikontrol seperti penuaan, jenis kelamin, hereditas dan ras. AHA menunjukan bahwa faktor risiko berupa gender atau jenis kelamin hasilnya terjadi lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Kemudian, penelitian dari Departemen Kesehatan Tennesse tentang penggunaan tembakau pada orang dewasa menemukan hasil bahwa laki-laki yang merokok atau mengkonsumsi tembakau ada sekitar 26,7% dan untuk perempuan 23,7%, bahkan pada jurnal dari Departemen Kesehatan Singapura menyimpulkan merokok adalah salah satu faktor risiko yang dilakukan oleh laki-laki dengan jumlah 5 kali lebih banyak dari perempuan. Maka, selain karena sifat genetik laki-laki lebih mudah terkena stroke dari perempuan, kebiasaan yang dilakukan oleh lebih banyak laki-laki yang merokok membuat prevalensi stroke meningkat pada laki-laki (12,13,14).

Perbedaan jenis kelamin juga berkaitan dengan hormon. Hal ini berhubungan dengan salah satu faktor risiko stroke yaitu hipertensi, jurnal yang diterbitkan oleh IPB tentang hipertensi menerangkan bahwa penyakit hipertensi akan cenderung lebih rendah pada perempuan karena adanya peran

estrogen yang melindungi perempuan dari penyakit kardiovaskuler. Selain sebagai hormon reproduksi, estrogen juga berperan sebagai antioksidan. Kolesterol LDL (Low-density

Lipoprotein) lebih mudah menembus

plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai vasodilatator jantung sehingga aliran darah jantung menjadi lancar dan jantung mendapat suplai oksigen yang cukup. Hal inilah yang menyebabkan secara genetik jenis kelamin perempuan akan lebih sedikit terkena stroke iskemik akut, hal ini pula yang menjelaskan bahwa kebanyakan perempuan yang tercatat sebagai pasien stroke iskemik akut dan penyakit kardiovaskular lainnya cenderung berusia lebih tua dan biasanya sudah menopause karena hormon estrogen yang melindungi telah menurun drastis (15).

Selain perbedaan jenis kelamin, beberapa faktor risiko yang telah diterangkan diatas juga terjadi pada pasien stroke iskemik akut yang menjadi sampel penelitian. Faktor risiko paling banyak adalah riwayat penyakit sebelumnya yaitu hipertensi dan stroke itu sendiri yang saat pasien datang merupakan ulangan serangan dari stroke iskemik yang bertahun-tahun yang lalu pernah terjadi. Faktor lainnya adalah riwayat dislipidemia, diabetes melitus, usia, dan riwayat stroke iskemik pada keluarga pasien.

(7)

115 Tabel 2 Faktor Risiko pada Pasien Stroke Iskemik Akut dengan Terapi Asetosal dan Kombinasi Asetosal-Klopidogrel Sepanjang Juni-September 2012 di RSUD Ulin Banjarmasin

No Faktor Risiko

Jumlah

Total % Ket.

Asetosal Asetosal + Klopidogrel

1 Dislipidemia 4 0 4 14% 24 lainnya tidak

mengalami dislipidemia

2 Diabetes

Melitus 2 4 6 21%

22 lainnya tidak mengalami DM

3 Hipertensi 12 11 23 82% 5 lainnya tanpa riwayat

hipertensi

4 RPK SNH (+) 6 1 7 25% 21 lainnya, keluarga tidak

pernah SNH 5 RPD SNH (+) 5 5 10 36% 18 lainnya, serangan pertama 6 Usia < 40 2 1 3 11% ≥ 40 < 60 10 5 15 53% ≥ 60 4 6 10 36%

Kedua kelompok data ini sebelumnya dinilai efektivitasnya terhadap setiap obat. Hasil didapatkan dari melihat rerata perbaikan skor dari masing-masing obat yang dipakai. Terapi asetosal menunjukan rerata perbaikan skor sebesar 3,25 dan kombinasi asetosal klopidogrel menunjukan rerata yang sedikit lebih besar yaitu 4,41. Secara sekilas kombinasi asetosal klopidogrel memberikan perbaikan yang jauh lebih cepat dibandingkan pasien dengan terapi asetosal tunggal, tetapi perbedaan keduanya sendiri belum bisa dipastikan bermakna atau tidak.

Setelah semua data didapatkan dan disusun sesuai tabel, maka dilakukan uji statistik yang sesuai untuk menentukan hasil dari data. Uji pertama yang dilakukan adalah uji normalitas, dikarenakan jumlah sampel yang kurang dari 50 orang maka uji yang dipilih untuk menilai normalitas distribusi data adalah

Saphiro-wilk. Hasil pertama adalah

untuk pasien dengan terapi asetosal

didapatkan ρ=0,059 yang berarti distribusi data normal (ρ>0,05) sedangkan untuk kelompok kombinasi asetosal klopidogrel ρ=0,003 yang artinya distribusi data tidak normal (ρ<0,05). Sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan transformasi data. Data yang telah ditransformasi diuji kembali normalitasnya dan didapatkan hasil ρ=0,368 untuk kelompok asetosal dan ρ=0,135 untuk kelompok kombinasi asetosal klopidogrel yang berarti kedua data telah berdistribusi normal. Selanjutnya, menggunakan data yang telah ditransformasi, dilakukan analisis data menggunakan uji T tidak berpasangan. Uji Levene pada hasil uji T tidak berpasangan menunjukan ρ=0,75, karena ρ>0,05 dapat disimpulkan bahwa varian dari data adalah sama sehingga nilai yang diambil dari tabel adalah bagian

Equal variances assumed dan hasilnya ρ=0,57 (ρ>0,05) yang artinya adalah antara pemberian

(8)

116

asetosal dengan kombinasi asetosal-klopidogrel tidak menunjukan perbedaan yang bermakna dalam perbaikan stroke iskemik akut.

Hasil ini bersesuaian dengan penelitian oleh Bhat DL et al (2006) yang menyatakan bahwa klopidogrel bersama asetosal tidak memberikan efektivitas yang berbeda secara signifikan daripada pemberian asetosal tunggal dalam mereduksi derajat dari infark myocardium, stroke, atau kematian yang disebabkan oleh masalah kardiovaskuler (9).

Klopidogrel secara aktif menghambat aktivasi agregasi platelet yang diinduksi oleh ADP secara selektif dan permanen menghalangi reseptor P2Y12 sedangkan asetosal mereduksi aktivasi dari platelet dengan cara asetilasi COX-1 secara irreversible sehingga produksi TXA2 terhambat.

Keduanya bekerja pada faktor yang berbeda tetapi dengan cara yang sama, sebagai anti agregrasi platelet (10,16).

Tujuan dari pemberian anti agregasi platelet kepada pasien stroke iskemik akut adalah untuk menghentikan pembentukan klot pada pembuluh darah sehingga peristiwa iskemik tidak terus berlanjut, pemberian ini ditujukan sampai titik normal viskositas darah dan kondisi tubuh kembali seperti keadaan normal. Pemberian terapi tunggal dengan asetosal saja atau klopidogrel saja sebenarnya sudah dapat mencapai titik normal yang dikehendaki. Pemberian kombinasi misalnya asetosal dan klopidogrel bersamaan hanya memberikan waktu kembali normal lebih cepat, ketika keadaan tubuh kembali ke fungsi normal maka efek anti agregasinya tidak lagi terlihat, bahkan pemberian

yang berlebihan tersebut akan meningkatkan kemungkinan perdarahan. Pemberian kombinasi dapat diberikan jika memang ada indikasi tertentu dan harus dengan pemantauan yang lebih ekstra (6).

Guideline dari AHA juga mendapatkan hasil primer tidak berbeda bermakna pada kedua terapi tersebut dan keduanya dapat menjadi pencegahan sekunder pada stroke iskemik dan TIA, meskipun sebenarnya penelitian itu sendiri tidak ditujukan untuk membandingkan asetosal dan klopidogrel sebagai pencegahan sekunder (17,18).

Studi CAPRIE (Clopidogrel

versus Aspirin in Patients at Risk of

Ischemic Events) mengamati

perbandingan penurunan angka kematian pada kelompok yang diterapi dengan asetosal dan klopidogrel. Hasilnya asetosal tingkat mortalitasnya 7,71% dengan klopidogrel 7,15% yang menunjukan bahwa sekilas klopidogrel sedikit lebih tinggi penurunan angka mortalitasnya, tetapi setelah uji statistik keduanya menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna. Meskipun begitu, CAPRIE bukanlah sebuah penelitian untuk membuktikan asetosal dan klopidogrel serupa untuk pasien stroke. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa pernyataan aspirin lebih inferior dari klopidogrel tidak terbukti sepenuhnya (17,18).

Secara umum, keamanan dari klopidogrel dan asetosal hanya bisa dibandingkan dalam hal-hal minor. Diare dan ruam lebih sering muncul pada penggunaan asetosal tetapi selain diare, efek samping gastrointestinal lain dan perdarahan lebih sedikit (17).

(9)

117 Penelitian serupa tentang

efektivitas dari klopidogrel dan aspirin dibandingkan dengan klopidogrel tunggal pada studi MATCH (Management of Atherothrombosis with Clopidogrel in High-Risk Patients with Recent Transient Ischemic Attack or Ischemic Stroke) menunjukan bahwa

tidak ada benefit tambahan atau khusus terhadap kombinasi dari obat yang diberikan dibandingkan dengan klopidogrel tunggal dalam menurunkan outcome primer dan sekunder. Risiko dari perdarahan mayor meningkat secara signifikan pada kombinasi kelompok (asetosal+klopidogrel) daripada klopidogrel sendirian dengan 1,3% peningkatan absolut kasus perdarahan yang dapat sembuh sendiri (17).

Beberapa bukti yang telah dipublikasikan, mengindikasikan bahwa perbandingan antara terapi kombinasi asetosal klopidogrel dengan terapi tunggal hanya klopidogrel atau hanya asetosal dapat menjadi cara yang efektif dalam pencegahan sekunder stroke. Tidak ada pembelajaran kasus yang membandingkan klopidogrel dengan plasebo, dan pembanding dengan agen anti agregasi platelet lainnya yang menyatakan salah satu terapi superior atau sama satu sama lain. Pemilihan terapi ini berkaitan dengan efektivitas relatif, keamanan individu, harga, karakteristik pasien, dan latar belakang dari pasien itu sendiri (15).

PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa rerata efektivitas

asetosal pada pasien stroke iskemik akut berdasarkan selisih NIHSS adalah 3,25, dan rerata efektivitas kombinasi asetosal dan klopidogrel pada pasien stroke iskemik akut berdasarkan selisih NIHSS 4,41. Selain itu juga tedapat perbandingan efektivitas pemulihan status kesehatan melalui perhitungan NIHSS pada pasien dengan terapi asetosal dengan kombinasi asetosal klopidogrel menunjukan hasil tidak berbeda bermakna (ρ=0,57).

Saran untuk penelitian ini selanjutnya dapat dilakukan penelitian di bidang yang sama dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan waktu yang lebih panjang, juga penelitian dengan variabel lain misalnya derajat mortalitas pada pasien stroke iskemik akut, faktor risiko, pengaruh genetik, dan jenis kelamin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff MJ, Greenberg DA, et

al. Clinician neurology lange 6th

ed. New York: Mc Graw-Hills, 2005.

2. Wilkinson I and Lennox G. Essential neurology 4th ed. USA: Blackwell Publishing, 2005:25-37.

3. Setyopranoto, Ismail. Stroke : Gejala dan penatalaksanaan. CDK 2011; 185/Vol.38 no.4. 4. Lee JH, Kennedy K, White C.

National institute of health stroke scale (NIHSS) should be the outcome measure of choice when utilizing the care registry. J Am Coll Cardiol 2012; 59:E2130-E2132.

5. Anonymous. Stroke facts: recovery after stroke: thinking

(10)

118

and cognition. National Stroke Association, 2009.

6. Caplan, LR. Caplan’s stroke : a clinical approach, 4th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2009:22-28.

7. Kent DM and Thaler DE. Stroke prevention-insight from incoherence. NEJM 2008; 359: 12.

8. Juurlink DN, Gomes T, Mandani MM, et al. The safety of proton pump inhibitors and clopidogrel in patients after stroke. Stroke 2011; 42:128-132.

9. Bhatt DL, Fox KAA, Hacke W,

et al. Clopidogrel and aspirin

versus aspirin alone for the prevention of atherothrombotic events. NEJM 2006; 354:1706-17.

10. Gurbel PA, Tantry US. Clopidogrel resistence?. Thrombosis Research 2007; 120, 311-321.

11. Singer E, Imfeld S, Staub D, et

al. Effect of aspirin versus

clopidogrel on walking exercise performance in intermittent claudication : a double-blind randomized multicenter trial. J Am Heart Assoc 2012; 1:51-56. 12. Anonymous. Let’s talk about risk

factor for stroke. American Heart Association/American Stroke Association, 2012.

13. Office of Policy. Prevalence of Tobacco Use in Tennessee, 1997-2007. Tennessee: Department of Health Nashville TN, Planning and Assessment (2008).

14. Anonymous. Annual Stroke Registry Report Stroke Trends in Singapore 2005-2010. Singapore: Ministry of Health Singapore NRDO (National Registry of Diseases Office, 2012: 3-4.

15. Anonymous. Arsip IPB (Institut Pertanian Bogor) Hipertensi dan faktor risikonya. Bogor: IPB. 16. Hankey GJ, Eikelboom JW.

Aspirin resistence. Lancet 2006; 367: 606-17.

17. L Karen, Furie, Scott EK, et al. Guidelines for the prevention of stroke in patients with stroke or transient ischemic attack : a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke.2011;42:227-276.

18. Adams RJ, Greg Albers, Mark JA, et al. Update to the AHA/ASA recommendation for the prevention of stroke in patients with stroke and transient ischemic attack. Stroke.2008;39:1647-1652.

Gambar

Tabel  1  Jumlah  Pasien  Stroke  Iskemik  Akut  dengan  Terapi  Asetosal  dan  Kombinasi   Asetosal-Klopidogrel  Sepanjang  Juni-September  2012  di  RSUD Ulin Banjarmasin

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Tabel 4 terlihat bahwa Persa- maan (34) mempunyai rataan persentase simpangan terkecil (dibandingkan dengan persamaan lainnya) sehingga persamaan tersebut merupakan model

Puskesmas merupakan ujung tombak terdepan patient safety dalam pembangunan kesehatan mempunyai peran cukup besar dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diatas,

Hasil analisis data yang telah dipaparkan diatas, dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran NHT lebih berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar sejarah siswa

ASEAN Youth C merupakan sebuah tempat/wada pemuda ASEAN khususnya Pekanbaru pada umumn menyalurkan bakat, serta m berbagai kegiatan demi kemaj , yang menggunakan konsep

Konsentrasi substitusi inulin yaitu 0%, 2%, 3%, dan 4%, terdiri dari 4 varian (n=4) dan dilakukan 3 kali pengulangan (r=3) sehingga terdapat 12 satuan percobaan yang

Setelah menganalisis data yang didapat dari perusahaan, ditemukan beberapa permasalahan yaitu perhitungan harga perolehan aset tetap yang dilakukan perusahaan tidak

Hasil penelitian hubungan antara kepuasan kerja dengan OCB ditemukan oleh Rita (2012), menunjukan bahwa hubungan kepuasan kerja dengan organizational citizenship behavior

Dari isyarat aperiodis ini dapat direkayasa sebuah runtun periodis yang diperhitungkan untuk hanya periode pertama, sebagaimana digambarkan pada Gambar 9(b). Ketika periode N