• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN PADA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT HARAPAN BUNDA PEDURUNGAN SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN PADA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT HARAPAN BUNDA PEDURUNGAN SEMARANG"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.1)

Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)

AINUN NI’MAH 3104298

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tanggal Tanda Tangan

Prof. Dr. H. Djamaluddin Darwis, M.A _____________ _______________

Pembimbing I

Fakrur Rozi, M. Ag. _____________ _______________

(3)

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Tanggal Tanda Tangan

Syamsul Ma’arif, M. Ag. _____________ _______________

Ketua Nadhifah, M.SI _____________ _______________ Sekretaris Dra. Muntholi’ah, M. Pd. _____________ _______________ Penguji I Drs. Sjid Iskandar _____________ _______________ Penguji II

(4)

iv

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 5 Januari 2009

Deklarator,

Ainun Ni’mah

(5)

v

Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2008.

Penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui bagaimana implementasi metode pembiasaan pada pendidikan agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang.

Skripsi ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian ini yaitu Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Harapan Bunda Pedurungan Semarang. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu data yang telah terkumpul sebagaimana adanya disusun, diinterpretasikan kemudian dianalisis, untuk selanjutnya diambil kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dalam implementasi metode pembiasaan pada pendidikan agama Islam dinilai sangat tepat, karena dalam implementasi metode pembiasaan siswa dibiasakan untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan ajaran agama Islam serta mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan benar. Implementasi metode pembiasaan sangat tepat diterapkan pada siswa usia Sekolah Dasar, karena pada usia ini siswa tumbuh dan berkembang menjadi mumayyiz (bisa membedakan), mulai bisa menalar, memahami, dan mengetahui, sementara fitrahnya masih tetap suci dan beban pikirannya belum seberat beban pikiran yang menggelayuti kaum remaja dan orang dewasa. Oleh karena itu, pembiasaan yang baik perlu diterapkan agar kelak bisa menjadi kebiasaannya di waktu dewasa.

Implementasi metode pembiasaan pada pendidikan agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang meliputi: pembiasaan dalam akhlak, pembiasaan dalam ibadah dan pembiasaan dalam akidah. Pembiasaan ini selain diterapkan di sekolah juga diterapkan di rumah. Hal ini dilakukan dengan menjalin hubungan kerja sama yang intens antara pihak sekolah dengan orang tua peserta didik untuk mengontrol kegiatan peserta didik sehari-hari. Implementasi metode pembiasaan pada pendidikan agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang sudah sangat baik, namun masih perlu ditingkatkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

(6)

vi

ِﻪْﻴَﻠَﻋ َبﺎَﺷ ٍءْﻲَﺷ ﻰَﻠَﻋ ﱠﺐَﺷ ْﻦَﻣ

1

“Barangsiapa yang waktu mudanya membiasakan sesuatu,maka hal itu akan menjadi kebiasaannya pula di waktu tua.”

       1 ،ﺔﻠﻣﺎﺸﻟﺍ ﺔﺒﺘﻜﳌﺍ ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍﻭ ﺓﺃﺮﳌﺍ ﺏﺎﺑ ،ﺱﻭﺭﺪﻟﺍﻭ ﺐﻄﳋﺍ ﺔﻋﻮﺳﻮﻣ ﺹ ، . 9 .

(7)

vii

1. Orang tua (Bpk. H. Ali Mansur dan Ibu Hj. Askanah) yang tidak henti-hentinya mendoakan pada setiap waktu, yang telah mendidik dan membimbing dengan penuh perhatian, kasih sayang dan cinta. Kalian adalah motivasi terbesar dalam hidup. Penulis bangga menjadi puteri kalian. Semoga Allah swt selalu menyayangi kalian sebagaimana kalian menyayangi kami sewaktu kecil.

2. Kakak-kakak tercinta (Mas Zen dan Mbak Nung, Mas Ton dan Mbak Zazah, Mas Hamdan dan Mbak Atik, Mas Abid dan Mbak Nia, serta Mas Oma dan Mbak Nia) yang telah banyak membantu dan memotivasi untuk berjuang, terima kasih atas doa, perhatian dan kasih sayang yang telah kalian berikan. Semoga Allah swt membalas ketulusan kalian.

3. My Twin yang selalu ada dalam segala hal, baik suka maupun duka. Terima kasih untuk motivasi, kesabaran serta kasih sayang yang telah kau berikan. Kebersamaan kita adalah karunia terbesar dari-Nya, tiada yang lebih indah dari itu. Semoga Allah swt selalu mendengar doa kita.

4. Seluruh pihak yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi penulis sehingga terselesaikan skripsi ini, terima kasih. Semoga Allah membalasnya, amin.

(8)

viii

melimpahkan rahmat, taufik, nikmat dan hidayah-Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu agama yang bisa menjadi bekal hidup di dunia dan akhirat.

Suatu kebahagiaan, jika suatu tugas dapat selesai dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini bukanlah hal yang mudah dan ringan. Penulis sadar banyak sekali hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam proses penyusunan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Kalaupun skripsi ini terselesaikan, itu tiada lain karena bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M. Ed., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Prof. Dr. H. Djamaluddin Darwis, M.A. dan Fakrur Rozi, M. Ag., selaku pembimbing, serta Drs. H. Hasmi Hashona selaku wali studi. Terima kasih atas doa, motivasi, saran, arahan dan bimbingan, serta keikhlasan dan kebijaksanaannya dalam meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Guru-guruku dari TK hingga MA serta para dosen di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah mengabdikan diri untuk sebuah pendidikan dan pengajaran. Terima kasih karena jasa kalianlah dunia ini tetap bercahaya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix serta banyak membantu penulis selama ini.

6. Semua teman-temanku yang selalu membantu, memberikan motivasi, dan menemani penulis untuk belajar bersama. Semoga ilmu yang kita dapat bermanfaat.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis sadar sepenuhnya bahwa skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik konstruktif selalu penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Dengan ucapan alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Semarang, 5 Januari 2009

Penulis,

Ainun Ni’mah

(10)

x

PERSETUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI... iii

DEKLARASI ... iv

ABSTRAKSI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Penegasan Istilah ... 4 C. Rumusan Masalah ... 5 D. Tujuan Penelitian ... 5 E. Manfaat Penelitian ... 6 F. Kajian Pustaka ... 6 G. Metode Penelitian ... 8

BAB II METODE PEMBIASAAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Metode Pembiasaan... 12

1. Pengertian Metode Pembiasaan ... 12

2. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan ... 14

3. Bentuk-Bentuk Pembiasaan ... 17

4. Langkah-Langkah Metode Pembiasaan ... 18

5. Faktor-faktor Metode Pembiasaan ... 21

6. Kekurangan dan Kelebihan Metode Pembiasaan... 23

B. Pendidikan Agama Islam... 25

1. Pengertian PAI ... 25

(11)

xi PEDURUNGAN SEMARANG

A. Gambaran Umum SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang 38 1. Latar Belakang Berdirinya SDIT Harapan Bunda

Pedurungan Semarang... 38 2. Tinjauan Geografis... 40 3. Struktur Organisasi SDIT Harapan Bunda Pedurungan

Semarang... 40 4. Visi dan Misi ... 41 5. Tujuan dan Target Pendidikan ... 42 6. Kurikulum SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang .... 45 7. Keadaan Pendidik, Tenaga Kependidikan dan Siswa... 48 8. Keadaan Sarana dan Prasarana... 49 B. Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda

Pedurungan Semarang ... 50 1. Ruang Lingkup ... 50 2. Deskripsi mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di

SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang... 51 C. Implementasi Metode Pembiasaan Pendidikan Agama Islam

di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang ... 58 1. Dasar Pembiasaan Pendidikan Agama Islam di SDIT

Harapan Bunda Pedurungan Semarang ... 58 2. Tujuan Pembiasaan Pendidikan Agama Islam di SDIT

Harapan Bunda Pedurungan Semarang ... 59 3. Materi Pembiasaan Pendidikan Agama Islam di SDIT

Harapan Bunda Pedurungan Semarang ... 59 4. Pelaksanaan Metode Pembiasaan pada Pendidikan Agama

(12)

xii

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT HARAPAN BUNDA PEDURUNGAN SEMARANG

A. Analisis Pelaksanaan Metode Pembiasaan PAI di SDIT

Harapan Bunda Pedurungan Semarang... 71

1. Pembiasaan dalam Akhlak... 72

2. Pembiasaan dalam Ibadah... 77

3. Pembiasaan dalam Akidah (Keimanan)... 83

B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Pembiasaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang ... 84 1. Faktor Pendukung ... 85 2. Faktor Penghambat ... 88 BAB V PENUTUP A. Simpulan... 90 B. Saran-Saran ... 91 C. Penutup... 92 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN-LAMPIRAN 

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam mengembangkan potensi manusia yang beriman. Hal itu sesuai dengan UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Tujuan untuk mengembangkan peserta didik dapat dilakukan melalui proses pendidikan, salah satunya dilakukan melalui sekolah. Sekolah adalah suatu lembaga yang menjalankan proses pendidikan dengan memberikan pengajaran kepada siswa-siswanya.2 Usaha pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan pendidikan dalam keluarga. Sekolah juga merupakan lembaga di mana terjadi proses sosialisasi kedua setelah keluarga sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya dan diselenggarakan secara formal.3

Belajar di sekolah menjadi pola umum kehidupan warga masyarakat di Indonesia. Dewasa ini, keinginan hidup lebih baik telah dimiliki oleh warga masyarakat. Belajar telah dijadikan alat hidup, wajib belajar 9 tahun merupakan kebutuhan hidup. Oleh karena itu, warga masyarakat mendambakan agar anak-anaknya memperoleh tempat belajar di sekolah yang baik.4

1

Tim Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Nomor 20

Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 39.

2 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2002), hlm. 46. 3

Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), (Jakarta: Rinneka Cipta, 2000), hlm. 15.

4

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1999), hlm. 106.

(14)

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah dengan cara melalui proses belajar-mengajar. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar-mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.5

Permasalahan yang sering kali dijumpai dalam pengajaran, khususnya Pendidikan Agama Islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, fungsi metode pembelajaran tidak bisa diabaikan, karena metode pembelajaran turut menentukan berhasil dan tidaknya suatu proses belajar-mengajar dan merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pembelajaran.6

Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan akhlak. Pembiasaan agama akan memasukkan unsur-unsur positif pada pertumbuhan anak. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat anak melalui pembiasaan, maka semakin banyak unsur agama dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama.7

Pembiasaan merupakan proses pendidikan. Ketika suatu praktik sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian akan menjadi ketagihan dan pada waktunya menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Di sinilah pentingnya pembiasaan dalam proses pendidikan8

Sehubungan dengan itu, SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang penulis pandang sebagai sekolah yang mengimplementasikan pentingnya pembiasaan dalam proses pendidikan. Adapun materi PAI yang dibiasakan yaitu materi PAI yang selain membutuhkan penjelasan juga membutuhkan praktik dan pembiasaan, seperti

5

B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2002), hlm. V.

6 M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), hlm. 31.

7

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 64-65.

8

A. Qodri Azizy, Pendidikan Untuk Membangun Etika Sosial, (Jakarta: Aneka Ilmu, 2002), hlm. 146-147.

(15)

wudhu, salat wajib dan sunnah seperti dhuha, membaca al-Qur'an, adab bergaul, dan lain-lain. Itu terbukti dengan banyaknya praktik keagamaan yang dilakukan di sekolah secara rutin dan terjadwal, seperti tadarus dan salat dhuhur berjamaah. Hal ini menuntut waktu yang lebih, yaitu KBM dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul 13.00 WIB bagi kelas I dan II serta pukul 14.00 WIB bagi kelas III hingga kelas VI.

SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang didirikan pada tahun 1999 di bawah payung Yayasan Bakti Ibu (YBI), kini telah mendapat tanggapan dan simpati yang besar dari masyarakat Semarang dan sekitarnya. Pada tahun 2005, SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang telah diakreditasi oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional dengan mendapat predikat A (Nilai 93,18) dan menduduki peringkat ke-9 di kota Semarang untuk SD Negeri dan Swasta. Selain itu, SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang juga merupakan lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum terpadu, yaitu selain mengajarkan ilmu umum juga ilmu agama, seperti aqidah, ibadah, akhlak, dirosah, al-Qur'an, dan Bahasa Arab, dengan tujuan membentuk pribadi muslim yang utuh dan mampu menjadi unsur perekat umat. Dalam mendukung hal tersebut, SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang mempunyai program pendukung, di antaranya yaitu: Bimbingan dan Konseling, Pengajaran Luar Sekolah atau kunjungan-kunjungan ke sebuah tempat yang sesuai dengan tema yang sedang dipelajari seperti bandara udara, stasiun televisi, dan sebagainya, BINTARA (Bina Iman dan Taqwa Ramadhan), serta PERKASA (Perkemahan Sabtu Ahad).9

Berdasarkan kenyataan itulah, penulis tertarik untuk mengadakan riset dengan judul; “Implementasi Metode Pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang.”

9

(16)

B. Penegasan Istilah

Guna memberikan gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi salah pengertian, maka akan dipaparkan beberapa istilah yang terdapat dalam judul di atas sebagai berikut.

1. Implementasi

Implementasi berarti pelaksanaan atau penerapan 10 Jadi, arti implementasi di sini adalah penerapan yang berasal dari teori, kemudian diterapkan pada lapangan (dilaksanakan).

2. Metode

Metode berasal dari kata “method” yang berarti cara. Menurut Kamus Ilmiah Populer Internasional, “method” atau metode adalah cara yang disusun secara teratur, mapan, sistematis sebagai landasan untuk suatu kegiatan tertentu atau pelaksanaan sesuatu.11 Jadi, metode di sini berarti suatu cara yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar guna mencapai tujuan tertentu.

3. Pembiasaan

Pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang mendapat konfiks pe-an yang menunjukkan arti proses.12

Pembiasaan juga diartikan melakukan suatu perbuatan atau keterampilan tertentu secara terus-menerus dan konsisten untuk waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan atau keterampilan itu benar-benar dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Dalam psikologi, proses pembiasaan disebut “conditioning”. Proses ini akan menjelmakan kebiasaan (habit) dan kemampuan (ability), yang akhirnya akan menjadi sifat-sifat pribadi (personal habits) yang terperangai dalam perilaku sehari-hari.13

10

Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional, (Surabaya: Alumni, 2005), hlm. 240.

11 Ibid., hlm. 404. 12

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Press, 2oo2), hlm. 110. 13

Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 6.

(17)

4. PAI (Pendidikan Agama Islam)

Pendidikan Agama Islam yang dimaksud di sini yaitu materi-materi yang diajarkan kepada siswa berdasarkan hukum-hukum Islam. Adapun isi dari materi tersebut adalah bidang ketauhidan atau aqidah, akhlak, dan fiqih yang membutuhkan praktik dan pembiasaan, seperti salat berjamaah, adab bergaul sesama teman, adab makan dan minum, berwudhu, menjaga kebersihan seperti yang diajarkan agama, salat sunnah seperti dhuha dan lain-lain.

5. SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang

SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Harapan Bunda Pedurungan Semarang merupakan lembaga pendidikan Islam yang terletak di Jln. Brigjen Sudiarto Km. 10,4 Semarang, Jawa Tengah 50193 Indonesia.14

Berdasarkan penegasan istilah di atas, penelitian yang dimaksud penulis yaitu bagaimana metode pembiasaan itu dilaksanakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, sehingga siswa mampu menjalankan ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari apa yang telah diungkapkan di atas, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut.

Bagaimana implementasi metode pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu:

Untuk mendeskripsikan implementasi metode pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang.

14

Blogtoplist.com, “SDIT Harapan Bunda”, http: // www.blogtoplist.com/ academic // 04062008/.

(18)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Bahan masukan yang obyektif dalam meningkatkan prestasi belajar pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang.

2. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.

F. Kajian Pustaka

Dalam rangka mengetahui secara luas tentang implementasi metode pembiasaan pada pendidikan agama Islam, penulis berusaha membandingkannya dengan skripsi lain mengenai pentingnya pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam dan mengumpulkan karya-karya tentang metode pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam, baik buku-buku tentang metode pendidikan maupun buku pendukung lainnya, di antaranya yaitu:

1. Skripsi yang berjudul “Program Pembiasaan Bidang Studi PAI di SLTP Negeri 10 Tegal” yang ditulis Fitri Oktaviani Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2001 tentang program pembiasaan yang dijalankan oleh siswi-siswi SLTP Negeri 10 Tegal dalam bidang studi PAI berisikan tentang program pembiasaan di tingkat SLTP yang membahas penanaman kebiasaan baik pada anak SLTP guna memperbaiki akhlak-akhlak yang tidak baik.

2. Skripsi Umi Hidayati, Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2000 yang berjudul “Pengaruh Penerapan Metode Pembiasaan Orang Tua terhadap Pengamalan Salat Anak di Kampung Sawah Besar Kelurahan Kaligawe Kecamatan Gayamsari Semarang” menerangkan bahwa untuk realitas gejala yang ada selama ini, pembiasaan orang tua yang dilakukan dalam bentuk pengamalan salat anak di kampung Sawah Besar Kelurahan Kaligawe Kecamatan Gayamsari Semarang sebagian telah dijalankan oleh para orang tua dengan cukup baik, namun sebagian orang tua juga ada yang belum melakukan pembiasaan tersebut. Sedangkan mengenai pengamalan salat anak kenyataannya juga mengalami

(19)

hal yang sama yaitu: sebagian mengamalkan salat dengan baik dan sebagian lagi kurang mengamalkan dalam arti pengaruh orang tua sangat besar terhadap pengamalan salat anak.

3. Skripsi Dian Inayati, mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, tahun 2000 yang berjudul “Implementasi Pembiasaan Amalan Keagamaan Anak dalam Keluarga di Kelurahan Kebondalem Pemalang” menerangkan bahwa setiap orang tua hendaknya menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya. Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik dan diharapkan nanti akan mempunyai sifat-sifat yang baik.

4. Armai Arief dalam buku Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam dalam pembahasannya menjelaskan syarat-syarat, kelebihan dan kekurangan metode pembiasaan, serta landasan teori yang digunakan dalam metode pembiasaan.15

5. Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, menguraikan bahwa untuk mendidik anak agar mempunyai kepribadian baik adalah dengan memperhatikan pendidikan yang utama dan lingkungan baik dan dalam menggunakan suatu metode harus memperhatikan usia anak, misalnya dalam memperbaiki kebiasaan orang dewasa adalah dengan mengingatkan dengan akidah, menerangkan cela dari kejahatan, dan mengubah lingkungan. Sedangkan untuk membina dan mempersiapkan anak adalah dengan mengajarkan dan pembiasaan.16

15

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,(Jakarta: Ciputat Press, 2002).

16

Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fi Al-Islam, terj. Saifullah Kamali dan Hary Noor Aly, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: As-Shifa’: 1981).

(20)

Beberapa karya dan literatur yang telah dipaparkan yang lain ternyata belum ada yang meneliti mengenai pentingnya pembiasaan dalam PAI bagi anak pada usia Sekolah Dasar. Dari sinilah penulis mengangkat judul “Implementasi Metode Pembiasaan pada PAI di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang”. Dengan fokus penelitian penerapan metode pembiasaan pada pendidikan agama Islam di Sekolah. Maksudnya yaitu penggunaan peran sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam upaya pembentukan sikap siswa melalui pembiasaan terhadap pengamalan ajaran agama yang dianutnya (Islam) dalam kehidupan sehari-hari.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (qualitative research), yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. 17 Penelitian kualitatif juga merupakan penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa pada dasarnya menyatakan keadaan sebenarnya atau sebagaimana adanya dengan tidak mengubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan.18

2. Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian

Fokus dan ruang lingkup penelitian ini adalah proses belajar mengajar pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode pembiasaan. Adapun pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang akan diteliti hanyalah materi-materi Pendidikan Agama Islam yang membutuhkan praktik dan pembiasaan.

17

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 60.

18

Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hlm. 174.

(21)

3. Sumber Data

Data-data yang dijadikan penelitian diambil dari lapangan. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Informan

Informan yaitu orang yang dapat dimintai informasi atau data yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun informan yang akan penulis jadikan sumber data yaitu kepada sekolah SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, guru PAI SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, serta para civitas akademik SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang yang dapat memberikan informasi dan membantu dalam proses penelitian di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang.

b. Peristiwa

Peristiwa yaitu hal atau kejadian yang terjadi yang dapat digunakan sebagai sumber data dalam penelitian. Adapun peristiwa yang akan penulis jadikan sumber data yaitu proses belajar-mengajar Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang terkait dengan metode pembiasaan yang telah diterapkan.

c. Dokumen

Dokumen yaitu data tertulis yang dapat digunakan sebagai sumber data dalam penelitian. Adapun dokumen-dokumen yang akan penulis jadikan sumber data yaitu arsip-arsip, dokumen-dokumen, catatan-catatan, agenda-agenda, dan lain-lain yang dapat memberikan informasi dan membantu dalam proses penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan multi metode, yakni:

(22)

a. Metode Wawancara (Interview)

Metode wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan kepada para informan.19

Metode wawancara ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi mengenai implementasi metode pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang.

Adapun sumber datanya diperoleh di antaranya dari kepala sekolah dengan data tentang kebijakan-kebijakan yang berlaku, terutama yang terkait dengan diadakannya pembiasaan dalam Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, kemudian guru PAI dengan data tentang pelaksanaan PBM PAI yang menggunakan metode pembiasaan dalam pembelajarannya.

b. Metode Pengamatan (Observasi)

Metode pengamatan yaitu cara pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan terhadap obyek yang diteliti,20 dengan melakukan pengamatan mengenai fenomena-fenomena dengan gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.21

Metode pengamatan ini penulis gunakan untuk memperoleh di antaranya data visual yaitu tentang implementasi metode pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, kemudian data fisik operasional yaitu mengenai sarana dan prasarana, gedung, perpustakaan dan sebagainya, serta data proses yaitu mengenai bagaimana PBM di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, khususnya dalam mata pelajaran PAI.

19

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), hlm. 11.

20

Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 23.

21

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1997), hlm. 63.

(23)

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu penyelidikan berbagai data tertulis yang ada, baik pada buku, majalah, dokumen-dokumen, arsip-arsip, peraturan, tata tertib dan sebagainya.22

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kajian yang berasal dari dokumen-dokumen SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang seperti draft kurikulum SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, dokumentasi latar belakang berdirinya SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang, struktur organisasi, keadaan guru, serta peraturan-peraturan yang ada terkait dengan implementasi metode pembiasaan pada PAI.

5. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu berupa wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan serta dokumen resmi dan sebagainya.23

Dalam menganalisis data-data yang ada, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode analisis data yang menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.24

Jadi, dalam menganalisis data, penulis hanya akan mendeskripsikan atau menggambarkan pelaksanaan metode pembiasaan pada Pendidikan Agama Islam di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang dengan sebenar-benarnya berdasarkan fakta-fakta yang ada.

22 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hlm.

131.

23

Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 190.

24

(24)

12 A. Metode Pembiasaan

Pembelajaran pendidikan agama Islam membutuhkan metode dalam upaya pencapaian tujuan yang dicita-citakan, karena tanpa metode suatu materi pendidikan tidak mungkin terserap secara efektif dan efisien oleh anak didik. Oleh karena itu metode merupakan syarat agar aktivitas pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

1. Pengertian Metode Pembiasaan

Pengertian metode pembiasaan yaitu sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, di antaranya:

a. Menurut Abdullah Nasih Ulwan, “metode pembiasaan adalah cara atau upaya yang praktis dalam pembentukan (pembinaan) dan persiapan anak.”1

b. Menurut Ramayulis, “metode pembiasaan adalah cara untuk menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi anak didik.”2

c. Menurut Armai Arief, ”metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.” 3

d. Dalam buku Metodologi Pengajaran Agama dikatakan bahwa “metode pembiasaan adalah cara yang dilakukan dalam pembentukan akhlak dan rohani yang memerlukan latihan yang kontinyu setiap hari.”4

1 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Khalilullah Ahmad Masjkur

Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hlm. 60.

2 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm.

103.

3 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2oo2), hlm. 110.

4 Saifuddin Zuhri, d.k.k., Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah

(25)

Dari beberapa definisi di atas, terlihat adanya kesamaan pandangan walaupun redaksinya berbeda-beda. Namun pada prinsipnya, mereka sepakat bahwa pembiasaan merupakan salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan manusia dewasa. Oleh karena itu, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dipakai pendidik untuk membiasakan anak didik secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan dan akan terus terbawa sampai di hari tuanya.

Ciri khas metode pembiasaan adalah kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali dari suatu hal yang sama. Pengulangan ini sengaja dilakukan berkali-kali supaya asosiasi antara stimulus dengan suatu respon menjadi sangat kuat. Atau dengan kata lain, tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, terbentuklah pengetahuan siap atau keterampilan siap yang setiap saat siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah ke usia dewasa.5

Pentingnya penanaman pembiasaan ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu:

ﹶﻝﺎﹶﻗ ِﻩِّﺪﺟ ﻦﻋ ِﻪﻴِﺑﹶﺃ ﻦﻋ ﹶﺓﺮﺒﺳ ِﻦﺑ ِﻊِﺑﺍﺮﻟﺍ ِﻦﺑ ِﻚِﻠﻤﹾﻟﺍ ِﺪﺒﻋ ﻦﻋ

:

ﹸﻝﻮﺳﺭ ﹶﻝﺎﹶﻗ

ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ِﷲﺍ

:

،ﻦﻴِﻨِﺳ ﻊﺒﺳ ﹶﻎﹶﻠﺑ ﺍﹶﺫِﺇ ﻢﻫﻭ ِﺓﹶﻼﺼﻟِﺎﺑ ﻲِﺒﺼﻟﺍ ﺍﻭﺮﻣ

ﻋ ﻩﻮﺑِﺮﺿﺎﹶﻓ ﻦﻴِﻨِﺳ ﺮﺸﻋ ﹶﻎﹶﻠﺑ ﺍﹶﺫِﺇﻭ

ﺎﻬﻴﹶﻠ

.

)

ﺩﻭﺍﺩ ﻮﺑﺃ ﻩﺍﻭﺭ

(

6

5

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2oo2), hlm. 110.

6 Abdul Rahman Muhammad Utsman, Aunul Ma’bud (Syarah Sunan Abi Daud),

(26)

“. . . Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan salat ketika mereka berumur 7 tahun, dan pukulah mereka jika enggan ketika mereka berumur 10 tahun!” (H.R. Abu Daud).

Haditst di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya hukum salat, bilangan rakaatnya dan cara-caranya hendaknya dapat diajarkan kepada anak sedini mungkin, kemudian dibiasakan untuk melaksanakannya dengan berjamaah, sehingga salat itu menjadi akhlaq dan kebiasaan bagi anak.7

Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, di ma`na pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik. Menurut Burghardt, sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan atau pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.8

Oleh karena itu, metode pembiasaan sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak didik, baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

2. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan a. Dasar Pembiasaan

Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum menginsafi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Mereka juga belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada orang dewasa,

7 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Khalilullah Ahmad Masjkur

Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hlm.62.

(27)

sehingga mereka perlu dibiasakan dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan pola pikir tertentu yang baik.9

Seperti yang telah kita ketahui juga, bahwa pertumbuhan kecerdasan pada anak-anak usia sekolah dasar belum memungkinkan untuk berpikir logis dan belum dapat memahami hal-hal yang abstrak. Maka apapun yang dikatakan kepadanya akan diterimanya saja. Mereka belum dapat menjelaskan mengapa ia harus percaya Tuhan dan belum sanggup menentukan mana yang buruk dan mana yang baik. Hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan agama belum dapat dipahaminya atau dipikirkannya sendiri. Dia akan menerima apa saja yang dijelaskan kepadanya. Sesuatu yang menunjukkan nilai-nilai agama dan moral bagi si anak masih kabur dan tidak dipahaminya.10

Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti mereka akan mempunyai sifat-sifat baik dan menjauhi sifat tercela. Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur si anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama dilakukan pada anak. Dan semakin bertambah umur si anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan perkembangan kecerdasannya.11

Islam menggunakan pembiasaan sebagai salah satu teknik pendidikan. Islam mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan banyak menemukan banyak kesulitan.12 Oleh karena itu, pembiasaan merupakan salah satu penunjang pokok

9 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.

101.

10 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 2005), hlm. 73. 11

Ibid., hlm. 74.

12 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun, (Bandung: P.T.

(28)

kependidikan, sarana, dan metode paling efektif dalam upaya menumbuhkan keimanan anak dan meluruskan moralnya.13

Tidak diragukan bahwa mendidik dan membiasakan anak sejak kecil paling menjamin untuk mendapatkan hasil. Sedang mendidik dan melatih setelah dewasa sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan.14 Hal ini menunjukkan bahwa membiasakan anak-anak sejak kecil sangatlah bermanfaat, sedangkan membiasakannya setelah itu tidaklah akan bermanfaat, seperti halnya sebatang dahan, ia akan lurus bila diluruskan, dan tidak bengkok meskipun sudah menjadi sebatang kayu.15

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melaksanakannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Untuk mengubahnya, sering kali diperlukan terapi dan pengendalian diri yang serius, seperti ungkapan populer yang menyatakan:

ٍﺊﻴﺷ ﻰﻠﻋ ﺐﺷ ﻦﻣ

ﺷ

ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﺏﺎ

.

16

“Barangsiapa yang waktu mudanya membiasakan sesuatu,maka hal itu akan menjadi kebiasaannya pula di waktu tua.”

Atas dasar inilah, para ahli pendidikan senantiasa mengingatkan agar anak-anak segera dibiasakan dengan sesuatu yang diharapkan menjadi kebiasaan baik sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan lain yang buruk. Tindakan praktis mempunyai kedudukan penting dalam Islam, dan pembiasaan merupakan upaya praktis, pembentukan (pembinaan), dan persiapan. Oleh karena itu, Islam dengan segala penjelasan menuntut manusia untuk mengarahkan tingkah laku, insting,

13 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, Terj. Khalilullah Ahmad Masjkur

Hakim, Op. cit., hlm. 65.

14 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, Terj. Saiful Kamali, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: Asy-Syifa’, 1988), hlm. 64.

15 Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, Terj. Al-Gazira, (Jakarta: Arroyan,

2001), hlm. 140. 16 ،ﺔﻠﻣﺎﺸﻟﺍ ﺔﺒﺘﻜﳌﺍ ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍﻭ ﺓﺃﺮﳌﺍ ﺏﺎﺑ ،ﺱﻭﺭﺪﻟﺍﻭ ﺐﻄﳋﺍ ﺔﻋﻮﺳﻮﻣ ﺹ ، . 9 .

(29)

bahkan hidupnya untuk merealisasikan hukum-hukum Ilahi secara praktis. Praktik ini akan sulit terlaksana manakala seseorang tidak terlatih dan terbiasa untuk melaksanakannya.

b. Tujuan Pembiasaan

Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan selain menggunakan perintah, suri teladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif di atas ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.17

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan diadakannya metode pembiasaan di sekolah adalah untuk melatih serta membiasakan anak didik secara konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari.

3. Bentuk-Bentuk Pembiasaan

Pendidikan agama melalui kebiasaan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya yaitu:

a. Pembiasaan dalam akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik di sekolah maupun di luar sekolah seperti: berbicara sopan santun, berpakaian bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya. b. Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan salat berjamaah di

mushala sekolah, mengucapkan salam sewaktu masuk kelas, serta membaca “basmalah” dan “hamdalah” tatkala memulai dan menyudahi pelajaran.

c. Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak-anak

(30)

memperhatikan alam semesta, memikirkan dalam merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam natural ke alam supranatural.18

Pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut terbentuk melalui pengulangan dan memperoleh bentuknya yang tetap apabila disertai dengan kepuasan. Menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya seseorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya, oleh karena itu pembiasaan hal-hal yang baik perlu dilakukan sedini mungkin sehingga ketika dewasa nanti hal-hal yang baik telah menjadi kebiasaannya.

4. Langkah-Langkah Metode Pembiasaan

Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedangkan memelihara adalah dengan upaya pendidikan dan mengajari akhlak yang baik.19 Adapun sistem Islam dalam memperbaiki anak adalah dengan cara pengajaran dan pembiasaan. Pengajaran yang dimaksud ialah pendekatan aspek teoritis dalam upaya memperbaiki. Sedangkan pembiasaan ialah segi praktik nyata dalam proses pembentukan dan persiapannya.20

Dalam menanamkan pembiasaan yang baik, Islam menggunakan gerak hati yang hidup dan intuitif, yang secara tiba-tiba membawa perasaan dari suatu situasi ke situasi lain dan dari suatu perasaan ke perasaan lain.21

Adapun contoh langkah-langkah tentang bagaimana mengajarkan dan membiasakan prinsip-prinsip kebaikan kepada anak yaitu:

18 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001),

hlm.100

19 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul-Anlad fil-Islam, terj. Saifullah Kamalie, op. cit,

hlm. 51.

20 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul-Anlad fil –Islam, terj. Khalilullah Ahmas Masjkur

Hakim, Op. cit., hlm. 60.

21 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: P.T. Al-Ma’arif, 1993), hlm.

(31)

a. Rasulullah saw memerintahkan kepada para pendidik untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka kalimat “Laa ilaaha illallah”.

ﻋ

ﻦ

ِﺇ

ﺑﺮ

ِﻫﻴ

ِﺑ ﻢ

ﻦ

ﻣ

ﻬ

ِﺟﺎ

ِﺮ

ﻋ

ﻦ

ﻋ

ﹾﻜ

ﺮﻣ

ِﺔ

ﻋ

ﻦ

ِﺍ ﺑ

ِﻦ

ﻋ

ﺒ

ِﺱﺎ

ﻋ

ِﻦ

ﻨﻟﺍ

ِﺒﻲ

ﺻ

ﱠﻠ

ُﷲﺍ ﻰ

ﻋ

ﹶﻠﻴِﻪ

ﻭ

ﺳﱠﻠ

ﻢ

ﹶﻗ

ﹶﻝﺎ

ِﺍ ﹾﻓ

ﺘ

ﺤ

ﻋ ﺍﻮ

ﹶﻠ

ِﺳ ﻰ

ﺒﻴ

ِﻧﺎ

ﹸﻜ

ﻢ

ﹶﺍ

ﻭ

ﹶﻝ

ﹶﻛ

ِﻠﻤ

ٍﺔ

ِﺑ

ﹶﻼ

ِﺍ

ﻪﻟ

ِﺍ

ﱠّﹶﻻ

ِﷲﺍ

.

)

ﻲﻘﻬﻴﺒﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ

(

22

“. . . Awalilah bayi-bayimu itu dengan kata Laa ilaaha illallah.”. (HR. al-Baihaqi).

Hadits ini menunjukkan segi teori. Adapun dari segi praktiknya ialah dengan mempersiapkan dan membiasakan anak untuk mengimani di lubuk hatinya bahwa tidak ada pencipta kecuali Allah swt Hal ini dilakukan melalui fenomena alam yang dapat dilihat langsung oleh anak seperti bunga, langit, bumi, laut, manusia dan lain sebagainya agar akal dan pikirannya terkesan kuat bahwa pencipta semua makhluk tersebut hanya Allah swt Semua ada karena diciptakan oleh-Nya sehingga secara intuitif dan rasional mereka akan merasa puas dalam mengimani Alah dengan alasan dan dalil yang kuat.23

b. Rasulullah saw menyuruh para pendidik untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang hukum salat pada usia tujuh tahun.

ِﻚِﻠﻤﹾﻟﺍ ِﺪﺒﻋ ﻦﻋ

ﹶﻝﺎﹶﻗ ِﻩِّﺪﺟ ﻦﻋ ِﻪﻴِﺑﹶﺃ ﻦﻋ ﹶﺓﺮﺒﺳ ِﻦﺑ ِﻊِﺑﺍﺮﻟﺍ ِﻦﺑ

:

ِﷲﺍ ﹸﻝﻮﺳﺭ ﹶﻝﺎﹶﻗ

ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ

:

ﹶﻎﹶﻠﺑ ﺍﹶﺫِﺇﻭ ،ﻦﻴِﻨِﺳ ﻊﺒﺳ ﹶﻎﹶﻠﺑ ﺍﹶﺫِﺇ ﻢﻫﻭ ِﺓﹶﻼﺼﻟِﺎﺑ ﻲِﺒﺼﻟﺍ ﺍﻭﺮﻣ

ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ ﻩﻮﺑِﺮﺿﺎﹶﻓ ﻦﻴِﻨِﺳ ﺮﺸﻋ

.

)

ﻭﺍﺩ ﻮﺑﺃ ﻩﺍﻭﺭ

ﺩ(

24

“. . . Perintahlah anak-anak kalian salat di usia tujuh tahun. Pukullah di usia sepuluh tahun jika mereka tidak melakukannya. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka. ” (H.R. Abu Daud).

22 Al-Baihaqi, Syu’bul Iman, No 8649, (t.tp. : Maktabah Syamilah, t.th), Vol 6, hlm. 397 23 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Khalilullah Ahmad Masjkur

Hakim, Op. cit., hlm. 61.

(32)

Hadits inipun bersifat teoritis. Adapun dari segi praktis yaitu dengan mengajarkan kepada anak hukum salat, bilangan rakaatnya, dan cara-caranya. Kemudian dibiasakan membimbing mereka dengan penuh kesabaran seperti untuk melaksanakannya dengan berjamaah di masjid, sehingga salat itu menjadi akhlak dan kebiasaan bagi mereka.25

Dari beberapa contoh di atas, dapat dimengerti bahwa dalam mendidik anak dengan pembiasaan agar memiliki kebiasaan yang baik dan akhlak mulia, maka pendidik hendaknya memberikan motivasi dengan kata-kata yang baik dan sesekali memberikan petunjuk-petunjuk. Suatu saat dengan memberi peringatan dan pada saat yang lain dengan kabar gembira. Kalau memang diperlukan, pendidik boleh memberi sanksi jika dipandang ada kemaslahatan bagi anak guna meluruskan penyimpangan dan penyelewengan.

Semua langkah tersebut memberikan arti positif dalam membiasakan anak dengan keutamaan-keutamaan jiwa, akhlak mulia, dan tata cara sosial. Dari kebiasaan ini, mereka akan menjadi orang yang mulia, berpikir matang, dan bersifat istiqamah. Selain itu, dalam menerapkan sistem Islam mendidik kebiasaan, para pendidik hendaknya mempergunakan cara yang beragam. Pendidik hendaknya membiasakan anak memegang teguh akidah dan bermoral, sehingga anak-anak pun akan terbiasa tumbuh berkembang dengan akidah Islam yang mantap, dengan moral al-Qur`an yang tinggi. Lebih lanjut, mereka akan dapat memberikan keteladanan yang baik, perbuatan yang mulia, dan sifat-sifat terpuji kepada orang lain.26

5. Faktor-faktor Metode Pembiasaan

Faktor terpenting dalam pembentukan kebiasaan adalah pengulangan. Sebagai contoh, seorang anak akan terbiasa membuang sampah pada tempatnya ketika kebiasaan itu sering dilakukan hingga

25

Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Khalilullah Ahmad Masjkur

Hakim, Op. cit., hlm. 61.

26

(33)

akhirnya menjadi kebiasaan baginya. Melihat hal tersebut, faktor pembiasaan memegang peranan penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menanamkan agama yang lurus.27

Pembiasaan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua atau pendidik kepada anak. Hal tersebut agar anak mampu membiasakan diri pada perbuatan-perbuatan yang baik dan yang dianjurkan, baik oleh norma agama maupun hukum yang berlaku. Kebiasaan adalah reaksi otomatis dari tingkah laku terhadap situasi yang diperoleh dan dimanifestasikan secara konsisten sebagai hasil dari pengulangan terhadap tingkah laku. Supaya pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, maka harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain:

a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Usia sejak bayi dinilai waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini, karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung akan dapat membentuk kepribadian seorang anak. Kebiasaan positif maupun negatif itu akan muncul sesuai dengan lingkungan yang membentuknya.28 Oleh karena itu, kebiasaan baik harus ditanamkan sedini mungkin sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.29

b. Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinyu (berulang-ulang), teratur, dan terprogram, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang utuh, permanen, kontinyu, dan otomatis. Oleh karena itu, faktor pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan dari proses ini.30

27 Armai Arief, Op.cit., hlm. 115. 28 Armai Arief, Op.cit., hlm. 114.

29 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Rosda Karya,

2003), hlm. 178.

(34)

c. Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten, dan tegas. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.31

d. Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistis, hendaknya secara berangsur-angsur diubah menjadi kebiasaan yang disertai dengan kata hati anak itu sendiri.32

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwasanya dalam menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan. Pengawasan hendaknya digunakan meskipun secara berangsur-angsur peserta didik diberi kebebasan. Dengan perkataan lain, pengawasan dilakukan dengan mengingat usia peserta didik, serta perlu ada keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.33 Selain itu, pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian secara terus-menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan, sebab pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar anak dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati.34 Oleh karena itu, pembiasaan yang pada awalnya bersifat mekanistik hendaknya diusahakan agar menjadi kebiasaan yang disertai kesadaran (kehendak dan kata hati) peserta didik sendiri. Hal ini sangat mungkin apabila pembiasaan secara berangsur-angsur disertai dengan penjelasan-penjelasan dan nasihat-nasihat, sehingga semakin lama akan timbul pengertian dari peserta didik.

Adapun petunjuk dalam menanamkan kebiasaan yaitu:

a. Kebiasaan jelek yang sudah lama terlanjur dimiliki anak, wajib sedikit demi sedikit dilenyapkan dan diganti dengan kebiasaan yang baik.

b. Dalam menanamkan kebaikan, pendidik terkadang hendaknya secara sederhana menerangkan motifnya, sesuai dengan tingkatan perkembangan anak didik.

31 Ibid.

32 M. Ngalim Purwanto, Loc.cit.

33 Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 189. 34

(35)

c. Sebelum peserta didik menerima dan mengerti motif perbuatan yang dibiasakan, kebiasaan ditanamkan secara latihan terus-menerus disertai pemberian penghargaan dan pembetulan.

d. Kebiasaan tetap hidup sehat, tentang adat istiadat yang baik, tentang kehidupan keagamaan yang pokok, wajib sejak kecil sudah mulai ditanamkan.

e. Pemberian motif selama pendidikan suatu kebiasaan, wajib disertai usaha menyentuh perasaan anak didik. Rasa suka ini wajib selalu meliputi sikap anak didik dalam melatih diri memiliki kebiasaan.35

Demikianlah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembiasaan agar pembiasaan dapat dilakukan dengan mudah, lekas tercapai, dan baik hasilnya.

6. Kekurangan dan Kelebihan Metode Pembiasaan

Sebagaimana metode-metode pendidikan lainnya di dalam proses pendidikan, metode pembiasaan tidak bisa terlepas dari dua aspek yang saling bertentangan, yaitu kelebihan dan kekurangan.

Tidak satupun dari hasil pemikiran manusia yang sempurna dan bebas dari kelemahan. Adapun kelebihan dan kekurangan metode pembiasaan sebagai berikut.

a. Kelebihan

1) Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan metode pembiasaan akan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.

2) Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak konsentrasi dalam pelaksanaannya.

3) Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks dan rumit menjadi otomatis.36

35 Soejono, Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: Angkasa Offset, 1980),

hlm. 160.

36 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm.

(36)

4) Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan lahiriyah tetapi juga berhubungan dengan aspek batiniyah.37

b. Kekurangan

1) Metode ini dapat menghambat bakat dan inisiatif murid. Hal ini oleh murid lebih banyak dibawa kepada konformitas (kesesuaian) dan diarahkan kepada uniformitas (keseragaman).

2) Kadang-kadang pelatihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.

3) Membentuk kebiasaan yang kaku karena murid lebih banyak ditujukan untuk mendapat kecakapan memberikan respon otomatis, tanpa menggunakan intelegensinya.

4) Dapat menimbulkan verbalisme (bersifat kabur atau tidak jelas) karena murid lebih banyak dilatih menghafal soal-soal dan menjawab secara otomatis.38

c. Cara Mengatasi Kelemahan

1) Latihan hanya untuk bahan atau tindakan yang bersifat otomatis. 2) Latihan harus memiliki arti yang luas. Karenanya, harus dijelaskan

terlebih dahulu tujuan latihan tersebut agar murid harus mempunyai sikap bahwa latihan itu diperlukan untuk melengkapi belajar.

3) Masa latihan harus relatif singkat, tetapi harus sering dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

4) Latihan harus menarik, gembira, dan tidak membosankan. Untuk itu, perlu dibandingkan minat intrinsik, tiap-tiap kemajuan yang dicapai murid harus jelas, dan hasil latihan terbaik dengan menggunakan sedikit emosi.

5) Proses latihan dan kebutuhan-kebutuhan harus disesuaikan dengan proses perbedaan individual.39

37 Armai Arief, Op. cit., hlm. 115. 38 Syaiful Sagala, Loc. cit. 39

(37)

Dari pemaparan di atas, dapat dilihat beberapa kelebihan dan kekurangan metode pembiasaan serta cara mengatasi kelemahannya. Dengan demikian, diharapkan metode pembiasaan dapat dilaksanakan dengan lebih baik dalam proses pembelajaran.

B. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama pada umumnya dan pendidikan agama Islam pada khususnya sangat diperlukan dalam membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat, baik jasmani maupun rohani. Pendidikan agama Islam dicantumkan dalam urutan nomor satu dari sembilan bidang studi yang harus diselesaikan dalam perencanaan program pengajaran di sekolah dasar. Program studi pendidikan agama merupakan program wajib yang harus diikuti oleh setiap anak didik pada sepanjang tahun selama bersekolah.

1. Pengertian PAI

Pendidikan Agama Islam merupakan sebutan yang diberikan pada salah satu subjek pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu. Ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan. Karena itu, subjek ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam kehidupan anak kelak, yakni manusia yang memiliki “kualifikasi” tertentu tetapi tidak terlepas dari nilai-nilai agama Islam.40

Dengan kata lain, PAI merupakan salah satu subjek pelajaran yang bersama-sama dengan subjek studiyang lain, dimaksudkan untuk membentuk manusia yang utuh.41

Jadi, dapat dimaknai bahwa PAI merupakan bahan kajian yang menjadi materi dalam proses penanaman ajaran agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk manusia yang utuh (kaffah).

40 Saifuddin Zuhri, d.k.k., Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 4.

41 Ibid.

(38)

2. Dasar dan Tujuan PAI a. Dasar PAI

Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Setiap negara mempunyai dasar pendidikannya sendiri. Ia merupakan pencerminan dari falsafah hidup suatu bangsa. Berdasarkan pada dasar itulah pendidikan suatu bangsa disusun. Oleh karena itu, maka sistem pendidikan setiap bangsa berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup yang berbeda.42

Pengertian dasar pendidikan yaitu pandangan yang mendasari seluruh aktivitas pendidikan. Dasar Pendidikan Agama Islam berarti sesuatu yang dijadikan bahan pijakan dan sumber ajaran untuk berdiri tegaknya Pendidikan Agama Islam.

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam mempunyai dasar yang kuat, baik secara yuridis, religius, maupun sosial psikologis.

1) Dasar Yuridis

Dasar yuridis yaitu dasar-dasar pelaksanaan PAI yang berasal dari peraturan perundangan di Indonesia yang secara langsung dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan agama. Dasar yuridis ini meliputi:

a) Dasar Idiil

Dasar idiil yaitu falsafah negara Pancasila, yang pada sila ke-1 berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa” memberi pengertian bahwa seluruh elemen bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, harus beragama.43

Untuk mendidik menjadikan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, diperlukan adanya pendidikan agama yang dilaksanakan dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal. Dalam pendidikan di sekolah, telah terlihat

42 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 12. 43

(39)

usaha positif yang dilakukan pemerintah dengan menjadikan bidang studi “pendidikan agama” menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah, mulai tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.44

b) Dasar Struktural

Dasar struktural yaitu UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi: (1) Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa, (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Bunyi daripada undang-undang di atas mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus beragama dan negara melindungi umat beragama untuk menunaikan ajaran agamanya dan beribadah menurut agamanya masing-masing. Oleh karena itu, agar umat beragama tersebut dapat menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran masing-masing memerlukan adanya pendidikan agama.

c) Dasar Operasional

Dasar operasional yaitu dasar yang mengatur secara langsung pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Dikukuhkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional seperti berikut: “Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan yang diatur dengan Undang-Undang.45

44 Zuhairini, et.al, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 18. 45 Tim Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Nomor 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 1.

(40)

Oleh karena itu, dengan sendirinya bidang studi pendidikan agama haruslah menyatu dalam seperangkat kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan, baik negeri maupun swasta.

2) Dasar Religius

Yang dimaksud dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam al-Qur`an dan al-hadits. Menurut ajaran agama Islam, melaksanakan pendidikan agama merupakan perintah dari Allah SWT dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya.46 Selain itu, agama juga berarti fitrah yang mengandung makna

secara keagamaan adalah agama tauhid atau menegaskan Tuhan. Bahwa manusia sejak lahirnya telah memiliki agama bawaan secara alamiah, yaitu agama tauhid dan manusia juga sangat membutuhkan agama sejak mereka lahir.47

Disebutkan dalam al-Qur`an surat ar-Ruum ayat 30:

ﻳﺪﻠِﻟ ﻚﻬﺟﻭ ﻢِﻗﹶﺄﹶﻓ

ﻴِﻨﺣ ِﻦ

ِﷲﺍ ﹶﺓﺮﹾﻄِﻓ ﺎﹰﻔ

ﻲِﺘﱠﻟﺍ

ﹶﻻ ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺮﹶﻄﹶﻓ

ﻳِﺪﺒﺗ

ِﻖﹾﻠﺨِﻟ ﹶﻞ

ِﷲﺍ

ﻳﺪﻟﺍ ﻚِﻟﹶﺫ

ﻢﻴﹶﻘﹾﻟﺍ ﻦ

ﹶﻻ ِﺱﺎﻨﻟﺍ ﺮﹶﺜﹾﻛﹶﺃ ﻦِﻜﹶﻟﻭ

ﻮﻤﹶﻠﻌﻳ

ﹶﻥ

.

)

ﻡﻭﺮﻟﺍ

:

٣٠

(

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. ar-Ruum: 30).48

Dari ayat ini, secara harfiah dijelaskan bahwa manusia diciptakan dengan acuan fitrah Allah, yaitu agama yang lurus.49 Dalam hadits disebutkan:

46 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 133.

47 Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.

148.

48 Departemen Agama RI, al-Qur`an dan Terjemahannya, (Jakarta: P.T. Listakwarta

Putra, 2003), hlm. 645.

(41)

ِﺑﹶﺃ ﻦﻋ

ﻲ

ﹶﺓﺮﻳﺮﻫ

ﹶﺃ

ﹸﻝﻮﹸﻘﻳ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻪﻧ

:

ﺭ ﹶﻝﺎﹶﻗ

ﺳ

ﻮ

ﹸﻝ

ِﷲﺍ

ﺻ

ﱠﻠ

ُﷲﺍ ﻰ

ﻋ

ﹶﻠﻴِﻪ

ﻭ

ﺳﱠﻠ

ﻢ

:

ﻦِﻣ ﺎﻣ

ٍﺩﻮﹸﻟ ﻮﻣ

ِﺇ

ﹶﻓ ِﺓﺮﹾﻄِﻔﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺪﹶﻟﻮﻳ ﱠﻻ

ﹶﺄ

ِﻪِﻧﹶﺍﺩِّﻮﻬﻳ ﻩﺍﻮﺑ

ﻭ

ِﻪِﻧﺍﺮِّﺼﻨﻳ

ﻭ

ِﻪِﻧﺎﺴِّﺠﻤﻳ

.

)

ﻩﺍﻭﺭ

ﻢﻠﺴﻣ

(

50

“Dari Abi Hurairah ia menceritakan, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali (dalam keadaan) fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Muslim)

Dari ayat dan hadits di atas, dapatlah diketahui bahwasanya sejak manusia itu dilahirkan, mereka telah memiliki jiwa keagamaan pada dirinya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pendidikan agama untuk menunaikan ajaran-ajaran agamanya.

3) Dasar Sosio-Psikologis

Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki penduduk ratusan juta jiwa. Indonesia juga negara yang mayoritas penduduknya memeluk Islam. Menurut sebuah penghitungan manusia, muslim Indonesia adalah jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Jika dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, maka penduduk muslim Indonesia dari segi jumlah tidak ada yang menandingi. Jumlah yang besar tersebut sebenarnya merupakan sumber daya manusia dan kekuatan yang sangat besar bila mampu dioptimalkan peran dan kualitasnya dalam peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam, baik di sekolah, maupun di lingkungan luar sekolah.51

Alasan di atas menjadi dasar sosial dari Pendidikan Agama Islam. Adapun secara psikologis, manusia dalam hidupnya di dunia senantiasa membutuhkan ajaran agama untuk pedoman hidupnya. Agama sangat dibutuhkan baik secara individual maupun universal sehingga Pendidikan Agama Islam sangat urgen diperlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap muslim

50 Imam Abu Husain Muslim bin Khajjaj, al-Qusyairy An-Naisabury, Shahih Muslim, Juz.IV, (Libanon: Darul Qutb Al-Ilmiah, 1992), hlm. 2047.

51 Amin Abdullah dan Rahmat, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi,

(42)

agar dapat beribadah dan bermuamalah sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, agama menjadi salah satu standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat dan berfungsi memberikan inspirasi perkembangan sosial kemasyarakatan. Karena pentingnya peran dan fungsi agama itulah perlu adanya penyelenggaraan pendidikan agama termasuk Pendidikan Agama Islam.

b. Tujuan PAI

Menurut Ibnu Sina sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Selain itu, tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya.52

Seperti yang dikatakan pula dalam buku Democracy and Education, dijelaskan bahwa:

“The aim of education is to enable individuals to continue their education or that the object and reward of learning is continued capacity for growth”.53

Tujuan pendidikan adalah agar siswa dapat melanjutkan jenjang pendidikannya atau objek dan penghargaan pembelajaran dapat mengembangkan kapasitas yang terus-menerus.

Menurut Mahmud Yunus dalam buku yang berjudul Metodik Khusus Pendidikan Agama, beliau mengemukakan bahwa:

“Tujuan pendidikan agama ialah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh, dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi

52 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2001), hlm. 67.

53 John Dewey, Demogracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964),

(43)

kepada Allah, dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.”54

Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, dan penghayatan dalam pengamalan siswa terhadap agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang bertakwa kepada Allah swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuan Pendidikan Agama Islam ini mendukung dan menjadi bagian dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh pasal 3 bab II Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan umum PAI itu terelaborasi untuk masing-masing satuan pendidikan dan jenjangnya dan kemudian dijabarkan menjadi kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.55

Adapun tujuan Pendidikan Agama Islam untuk jenjang dasar di dalam SKL (Standar Kompetensi Lulusan) kurikulum KTSP yaitu untuk meletakkan keyakinan beragama sebagai muslim yang meletakkan dasar kecerdsan, pengetahuan, kepribadian, akhlak, maupun ketrampilan untuk hidup mandiri serta mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.56

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya yang telah digariskan oleh Allah swt. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah swt ialah beribadah kepada-Nya. Ini diketahui dari ayat 56 surat al-Dzariyat.57

ﹾﺍﻭ ﻦِﺠﹾﻟﺍ ﺖﹾﻘﹶﻠﺧ ﺎﻣﻭ

ِﻹ

ﱠﻻِﺇ ﺲﻧ

ﻭﺪﺒﻌﻴِﻟ

ِﻥ

.

)

ﻳﺭﺍﺬﻟﺍ

ﺕﺎ

:

٥٦

(

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Al-Dzariyat: 56)58

54 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung,

1983), hlm. 13.

55 Abdul Aziz, Op.cit., hlm. 4.

56 Menteri Agama RI, Peraturan Menteri Agama RI, No. 2 th. 2008 (Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah).

57 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: P.T.Remaja

Rosdakarya, 2004),hlm. 46-47.

Referensi

Dokumen terkait

ANAK USIA

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived ease to use dan subjective norm terhadap intention to use dengan perceived usefulness

Tahap analisis yang dilakukan untuk mencari pengaruh bentuk atau model shell element pada struktur Plane Stress terhadap respon dinamis struktur yang berupa respon perpindahan

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan

Jika Yesus adalah Tuhan oleh karena ia memiliki mukjizat yang mampu menghilangkan berbagai penyakit dan mampu menghidupkan orang mati, mengapa Musa yang memiliki mukjizat jauh

Retribusi penyedotan kakus yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan kabupaten atas pelayanan penyediaan jasa penyedotan atau pengangkutan kotoran manusia dengan

Acara GeREBEK PeSANTREN kali ini adalah program Gerebek Pesantren ke-3 yang diselenggarakan oleh Yayasan Sahabat Peduli Generasi Mandiri (YSPGM) bertujuan untuk memberikan