• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN

PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)

MAYRIANTI ANNISA ANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

MAYRIANTI ANNISA ANWAR. Environmental Management System Based on Ecoliving Concept in Sustainable Development of Housing Area (Case Study : Jambangan Village, Surabaya). Under direction of ARIS MUNANDAR, and ASEP SAEFUDDIN.

Environmental management system based on Ecoliving concept in sustainable development of housing area has been carried out on Jambangan Village, Surabaya. The objectives of this study were to analyze the proportion of open green space in community and household level; to analyze waste management with 3R (reduce, reuse, recycle) and composting concepts in community; to evaluate the participatory in environment management system ; and to know the correlation between ecoliving with the proportion of open green space in community and household level, waste management with 3R (reduce, reuse, recycle) and composting concepts in community, and the participatory in environment management system. The research method was using random sampling and analyzed with chi-square and principal component analysis. The result shown Jambangan Village on the good level of ecoliving (53%) with a some variety factors that impact of the process such as marital, age, education, income, jobs, members of family, status of house. The positive factors are women, age above 45 years, low education and low income, household wife. The environmental management system has been worked properly and gives Jambangan Villages more clean then before and should have more external education to support the activities, so the community can continue the program to sustain for the future.

(3)

RINGKASAN

MAYRIANTI ANNISA ANWAR. Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Permukiman Berkelanjutan (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya). Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR, dan ASEP SAEFUDDIN.

Konsep pembangunan berkelanjutan diterapkan diberbagai negara yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan sosial-budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi. Sistem pengelolaan lingkungan berbasis konsep Ecoliving dalam pengembangan permukiman berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini merupakan suatu konsep yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan kita yang teridentifikasi dengan kegiatan pengurangan limbah (3R concepts), hemat energi, menggunakan bahan ramah lingkungan, mendaur ulang material, memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH) dengan didukung peran serta masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan ruang terbuka hijau pada skala rumah dan komunitas, menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan reuse, recycle, reduce (3R) di masyarakat, mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan, dan mengetahui level kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan.

Metode yang digunakan adalah sampel acak yang dianalisis dengan chi-kuadrat dan analisis komponen utama (PCA). Metode ini digunakan untuk mengukur keterhubungan antara karakteristik rumah tangga (kelamin, umur, pendidikan, marital, jumlah anggota keluarga, status kepemilikan rumah, luas halaman, pekerjaan, dan pendapatan) dengan indikator ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan. Adapun indikator RTH adalah

(4)

fungsi RTH, luas area, jumlah jenis tanaman, prioritas rth, penerapan TOGA. Indikator pengelolaan sampah dengan 3R adalah jumlah sampah per hari, yang menangani sampah di rumah sebelum dibuang, pengetahuan tentang 3R, pemilahan, pelaksanaan reduce, pelaksanaan reuse, pelaksanaan recycle. Indikator partisipasi masyarakat adalah perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan kegiatan.

Hasil analisis chi-kuadrat menunjukkan bahwa Desa Jambangan telah mengarah kepada permukiman yang berkelanjutan dengan melihat kemampuan menerapkan konsep ecoliving yang signifikan (53%). Beberapa indkator yang mempengaruh juga menunjukkan bahwa sudah terjadi pengelolaan lingkungan dengan level partisipasi masyarakat yang baik (59%), pengelolaan sampah yang baik (78%), dan kualitas RTH yang sedang (34%). Analisis komponen utama (PCA) menunjukkan bahwa terdapat dua karateristik yang mempengaruhi terciptanya permukiman yang berkelanjutan yaitu karakter kota dan desa, dimana secara positif bahwa dalam hal ini pengelolaan lingkungan cenderung lebih dapat diterapkan pada level masyarakat pedesaan dibanding dengan masyarakat modern atau perkotaan. Hal ini disebabkan karena kemampuan masyarakat pedesaan yang lebih peduli terhadap lingkungan dan ilmu yang dapat diberikan dapat ditangkap dan diterapkan secara langsung.

Penyuluhan dan pelatihan terhadap pengelolaan lingkungan masih tetap diperlukan guna mendukung keberlanjutan masyarakat dalam menerapkan konsep ecoliving dan tetap diperlukannya pengembangan sarana, kelembagaan, SDM.

(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Permukiman Berkelanjutan (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) adalah karya saya denga arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Mayrianti Annisa Anwar

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian dilakukan Juli 2006 sampai Agustus 2007 dengan judul ” Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Permukiman Berkelanjutan (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) ”.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

1. Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc, Dekan SPs IPB periode 1998 – 2006 yang telah memberi ijin untuk melanjutkan studi.

2. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., Dr.Ir. Drajat Martianto, MSi., Prof.Dr.Ir. Marimin, M.Sc., Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MS., selaku pimpinan SPs-IPB yang telah mendukung studi.

3. Dr.Ir. Aris Munandar, MS, Dr.Ir. Asep Saefuddin, M.Sc, selaku dosen yang membimbing.

4. Prof.Dr.Ir. Hadi Susilo Arifin selaku penguji luar pada ujian tesis.

5. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo dan Dr.Ir. Etty Riani, selaku pimpinan PSL beserta staf,

6. Ayah, ibu, wan iip dan keluarga, wan dei dan keluarga, riri, uwo, dan seseorang yang tidak bisa disebutkan namanya yang telah memberi dukungan, dorongan, do’a dan kasih sayangnya.

7. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang tidak bisa disebutkan satu per satu dan teman-teman Sekolah Pascasarjana terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Beasiswa BPPS, PT Astragraphia (Fuji Xerox) yang telah memberikan bantuan pendidikan dan bantuan penelitian dalam menyelesaikan studi.

9. Teman-teman di Surabaya terutama Desa Jambangan, PT Pilot Cakrabuana, Pemda Lingkungan Hidup, Rujak Cingur Sedati.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

(8)

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN

PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)

MAYRIANTI ANNISA ANWAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1979 dari ayah Eddie Aswardi Anwar dan ibu Hariati Anwar. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Lab School Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2005, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Program Pascasarjana IPB.

Selama mengikuti program S2, penulis bekerja sebagai staf Sekolah Pascasarjana dan asisten dosen, Wakil Bendahara Forum Wacana IPB, anggota Himpunan Mahasiswa Ecologica.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 5 1.3. Kerangka Pemikiran... 6 1.4. Perumusan Masalah ... 9 1.5. Manfaat Penelitian ... 12 1.6. Hipotesis... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Pembangunan Berkelanjutan... 13

2.2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan ... 13

2.3. Kehidupan Ramah Lingkungam (Ecoliving) ... 14

2.3.1. Pengertian... 14

2.3.2. Aspek Ekologis ... 15

2.3.3. Aspek Sosial... 15

2.3.4. Aspek Spritual... 16

2.4. Pemukiman Berkelanjutan ... 16

2.5. Pengertian Lingkungan Domestik... 19

2.5.1 Konsep 3R (Reduce, Recycle, Reuse) ... 21

2.5.2. Kompos ... 23

2.6. Ruang Terbuka Hijau ... 23

2.7. Partisipasi Masyarakat ... 24

III. METODE PENELITIAN... 27

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

(12)

3.2.1. Persiapan ... 28

3.2.2. Pengumpulan Data ... 30

3.2.3. Pengolahan Data ... 31

3.2.3.1.Analisis Startistik dengan uji Chi Kuadrat – χ2... 31

3.2.3.2.Analisis Komponen Utama ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Kondisi Umum Desa Jambangan... 35

4.2. Partisipasi Masyarakat ... 35

4.2.1. Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan ... 38

4.3.. Pengelolaan Lingkungan Domestik ... 43

4.3.1. Penggunaan Konsep 3R ... 45

4.3.2. Kompos ... 54

4.4. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau ... 57

4.4.1. Fungsi RTH... 57

4.4.2. Luas Area ... 59

4.4.3. Jumlah dan Jenis Tanaman... 60

4.4.4. Prioritas RTH ... 61

4.4.5. Penerapan TOGA ... 61

4.4.6. Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau... 62

4.5. Tingkat Ecoliving ... 62

4.6. Analisis Komponen Utama ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 67

5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Saran ... 67

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Faktor Pendukung

Tingkat Partisipasi Masyarakat 38

2. Tempat Penampungan Lingkungan Sebelum Dijual 46 3. Harga Standar Per Kilo Beberapa Jenis Lingkungan Kering dan Basah 49 4. Hubungan Karateristik Rumah Tangga dengan Indikator pengelolaan

Lingkungan 3R 52

5. Fungsi RTH berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau 58 6. Luas Area berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau 59 7. Jumlah Jenis Tanaman berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau 60 8. Prioritas RTH berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau 61 9. Penerapan TOGA berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsep 3R... 7

2. Kerangka Pemikiran ... 9

3. Kerangka Pemukiman Berkelanjutan ... 19

4. Hirarki Pengolahan Lingkungan Domestik ... 21

5. Tahapan Partisipasi Masyarakat ... 26

6. Peta Lokasi Penelitian... ... 27

7. Bagan Alir Kerja Penelitian ... 29

8. Partisipasi dalam Perencanaan dan Pengambilan Keputusan ... 39

9. Partisipasi dalam Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan... 40

10. Partisipasi dalam Pengembangan SDM ... 40

11. Partisipasi dalam Pengembangan Kegiatan ... 41

12. Tingkat Partisipasi Masyarakat ... 42

13. Penyuluhan yang Diberikan oleh PEMDA LH mengenai Pengelolaan Lingkungan (a) Penyuluhan mengenai Ruang Terbuka Hijau (b) ... 42

14. Diskusi dengan para kader (a), pertemuan warga mengenai pengelolaan lingkungan (b) ... 42

15. Tingkat Pengelolaan Lingkungan ... .. 45

16. Lingkungan kertas dan kardus (a), Lingkungan plastik (b) ... 47

17. Produk Hasil Penerapan 3R berasal dari gelas aqua (a), sedotan aqua (b), plastik kresek (c), minuman kaleng (d), minuman plastik (e), bungkus detergen (f dan (g) ... 48

18. Tingkat Pengelolaan Lingkungan dengan 3R ... 51

19. Diagram alir pengolahan Lingkungan di Desa Jambangan ... 53

20. Pengelolaan Lingkungan dengan Kompos... 56

21. Komposter TAKAKURA (a) , AEROB Skala Rumah Tangga (b) ... 56

22. Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau... 62

23. Tingkat Ecoliving ... 63

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2002 ... 72

2. Hasil Analisis Komponen Utama 3R ... .... 86

3. Hasil Analisis Komponen Utama Partisipasi Masyarakat ... 86

4. Hasil Analisis Komponen Utama Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 86

5. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Jumlah Sampah Per Hari yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan ... 86

6. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pemilah yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan .. 87

7. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pengetahuan 3R yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan... 87

8. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pemilahan yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan ... 87

9. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pelaksanaan Reduce yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan ... 87

10. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pelaksanaan Reusee yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan ... 88

11. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pelaksanaan Recycle yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan ... 88

12. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pengelolaan Lingkungan Organik yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan... 88

13. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Jumlah Kompos yang Dihasilkan yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan ... 88

(16)

14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Banyaknya Program yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 89 15. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Terhadap Kesediaan Menghadiri Rapat yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 89 16. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Terhadap Kesediaan Menjadi Kader Lingkungan yang Dilaksanakan

dalam Pengelolaan Lingkungan ... 89 17. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Terhadap Perlunya Penyuluhan yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 89 18. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka

Hijau (RTH) Terhadap Fungsi RTH yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 90 19. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Luas Area yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 90 20. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Jumlah Jenis Tanaman yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 90 21. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Prioritas RTH yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 90 22. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Penerapan TOGA yang Dilaksanakan dalam

Pengelolaan Lingkungan ... 91 23. Hasil Analisis Komponen Utama Terhadap Karakteristik

(17)

ﺎﻴﻧﺪﻟا ﻦﻣ ﻚﺒﻴﺼﻧ ﺲﻨﺗ ﻻو ةﺮﺧﻵا راﺪﻟا ﷲا كﺎﺗﺁ ﺎﻤﻴﻓ ﻎﺘﺑاو ,

ﷲا ﻦﺴﺣأ ﺎﻤآ ﻦﺴﺣأو

ﻦﻳﺪﺴﻔﻤﻟا ﺐﺤﻳﻻ ﷲا نإ ضرﻷا ﻲﻓ دﺎﺴﻔﻟا ﻎﺒﺗﻻو ﻚﻴﻟإ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

(18)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu, sumberdaya alam dan lingkungan merupakan suatu ekosistem yang kompleks untuk memenuhi kebutuhan hidup selama kondisi yang ada tetap stabil dan baik. Kebutuhan hidup tersebut tidak akan bisa dipenuhi apabila keadaan sumberdaya alam dan lingkungan rusak dan tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak arif karena kurangnya kesadaran terhadap lingkungan, kebutuhan akan barang yang meningkat (konsumtif), dan supremasi hukum yang kurang kuat dalam menjaga keberlanjutan SDA dan lingkungan.

Konsep pembangunan berkelanjutan diterapkan di berbagai negara yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan sosial-budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi (Keraf, 2002). Indonesia sebagai negara berkembang banyak merasakan ketimpangan antara kebutuhan ekonomi dengan kebutuhan sosial-budaya dan lingkungan yang menyebabkan negara dan masyarakat membayar mahal bukan hanya dalam hitungan nilai finansial melainkan juga dalam bentuk kehancuran kekayaan sosial-budaya dan kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dampak yang timbul dari kehancuran tersebut adalah: a) terjadinya kemiskinan yang semakin mendalam; b) timbulnya berbagai penyakit yang terkait langsung dengan penurunan mutu kehidupan dampak dari berbagai pencemaran lingkungan hidup; c) kehancuran sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang membawa pengaruh langsung bagi kehancuran budaya masyarakat di sekitarnya.

(19)

Salah satu usaha yang bisa dicapai untuk mengatasi kehancuran kekayaan sosial-budaya dan kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah dengan mengembangkan pola hidup atau konsep kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving). Konsep ini merupakan suatu konsep yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan kita yang teridentifikasi dengan kegiatan pengurangan limbah (3R concepts), hemat energi, menggunakan bahan ramah lingkungan, mendaur ulang material, memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH) dengan didukung peran serta masyarakat Dari beberapa aspek tersebut dalam penelitian ini hanya melihat tiga aspek pendukung yaitu penerapan 3R, ketersediaan RTH, dan partisipasi masyarakat. Seperti halnya persampahan yang pengolahannya masih terlalu tergantung pada teknologi yang canggih padahal teknologi saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah sampah. Pengelolaan sampah ini sangat berhubungan erat dengan gaya hidup konsumtif masyarakat. Masyarakat harus dapat mengelola sampah dengan baik agar terciptanya lingkungan yang bersih di samping tugas pemerintah tetap dalam koridornya.

Partisipasi masyarakat sangatlah dibutuhkan untuk memilah sampah rumah tangga sebelum dibawa ke penampungan atau TPA/Landfill. Sampah yang ada setidaknya dapat diproses ulang (daur ulang) agar semua limbah yang dibuang dapat menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat dan alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam.

Jumlah sampah tergantung dari jumlah penduduk dan tingkat timbulan sampah (waste generation). Tingkat timbulan sampah juga akan meningkat sebanyak lima kali lipat sebagian akibat dari berubahnya pola konsumsi karena meningkatnya kesejahteraan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yaitu a) meminimisasi sampah yang harus dijadikan perioritas utama, b) sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, dan c) industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut.

(20)

Berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan maka strategi pengelolaan sampah harus dimulai dari sumber sampah sampai tempat pembuangan akhir. Terdapat empat komponen yang menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Pertama, minimasi limbah, yaitu upaya mengurangi jumlah sampah baik dari proses produksi industri maupun rumah tangga. Kedua, daur ulang dan pembuatan kompos, yaitu pemanfaatan sampah baik organik maupun anorganik yang masih bernilai untuk didaur ulang atau dijadikan kompos. Ketiga, peningkatan pelayanan umum. Tidak seluruh sampah dapat didaur ulang atau dijadikan kompos, selalu saja ada sebagian sampah yang tetap harus dibuang. Karena itu, pelayanan umum diperlukan untuk mengelola sampah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan. Keempat, meningkatkan pengolahan dan pembuangan sampah yang akrab lingkungan, yaitu usaha pengelolaan tempat pembuangan akhir secara benar tanpa mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.

Kegiatan pencegahan sampah dari sumber dimulai dengan kegiatan pemisahan sampah. Meskipun kegiatan ini tidak secara langsung mengurangi timbulan sampah, namun dapat membantu proses pengurangan sampah pada hierarki pengelolaan berikutnya. Pemisahan sampah merupakan bagian penting dalam hierarki pengelolaan sampah karena dapat menentukan keberhasilan hierarki pengelolaan sampah berikutnya, misalnya pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menjadi kompos dan sampah anorganik dapat dimanfaatkan/didaur ulang atau diolah lebih lanjut.

Usaha yang dapat dilakukan dalam mengatasi sampah yang ada dapat dilakukan dengan tehnik/konsep 3R (reduce, reuse, recycle) oleh sumber sampah. Reduce adalah meminimalkan jumlah sampah yang timbul, misalnya dengan tidak menggunakan barang sekali pakai atau mengurangi semaksimal mungkin kegiatan yang akan menghasilkan banyak sampah, seperti mengurangi konsumsi barang yang dikemas secara berlebihan. Kegiatan mereduksi sampah tidak mungkin bisa menghilangkan sampah secara keseluruhan, tetapi secara teoritis aktivitas ini akan mampu mengurangi, sampah dalam jumlah yang nyata. Reuse adalah menggunakan barang yang sifatnya tidak sekali pakai atau Disamping mengurangi sampah,

(21)

kegiatan ini merupakan penghematan. Barang atau bahan yang telah digunakan dan masih bisa digunakan tidak dibuang menjadi sampah tetapi digunakan kembali, untuk itu biasanya dilakukan pemilihan penggunaan barang atau bahan yang dapat digunakan secara berulang-ulang dengan tanpa proses yang rumit. Seperti penggunaan botol kaca sebagai pengganti botol plastik, menggunakan gelas dan piring kaca atau keramik sebagai pengganti gelas dan piring styrofoam, menggunakan produk isi ulang (refill). Recycle adalah mendaur ulang sampah menjadi bahan baku dalam pembuatan kompos dan produk daur ulang atau daur ulang merupakan kegiatan pemanfaatan kembali suatu barang/produk namun masih perlu kegiatan/proses tambahan. Misalnya pemanfaatan kertas daur ulang yang berasal dari kertas-kertas bekas. Kertas-kertas bekas tersebut hares diproses terlebih dahulu menjadi bubur kertas sebelum akhirnya menghasilkan kertas daur ulang. Kegiatan daur ulang pun dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan memisahkan barang-barang bekas yang masih bias dimanfaatkan kembali seperti kaleng, botol, koran bekas, dsb.

Melalui 3R maka jumlah sampah yang harus dibuang ke lokasi pembuangan akhir akan menyusut karena hanya serupa sampah sisa. Usaha recycle hanya bisa berjalan bila sumber sampah bersedia untuk melakukan pemilihan pada sampah, yaitu memisahkan antara sampah yang berupa bahan organik dan anorganik. Sampah organik dapat dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik dapat dijadikan bahan baku produk daur ulang. Suatu bentuk partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk dapat mengolah sistem tersebut karena setiap mahluk hidup adalah produsen sampah makanya harus diciptakan keseimbangan antara socio engineering yang lebih top down dengan pemberdayaan masyarakat.

Seiring dengan pengolahan sampah dengan konsep 3R perlu juga diperhatikan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup guna terciptanya ecoliving seperti terdapatnya Tanaman Obat Keluarga (TOGA) atau taman atau kebun sayuran. Ruang terbuka hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur

(22)

hijau, dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah. RTH mempunyai beberapa manfaat yaitu a) mengurangi emisi karbon dioksida, b) menghasilkan oksigen, c) menjernihkan udara, d) mengatur iklim mikro, e) mengurangi kebisingan, f) menjaga kesuburan tanah, g) menjaga ketersedian air, h) mempertahankan keragaman biologi, i) mempunyai nilai lebih secara rekreasi, budaya dan sosial. RTH dapat meningkatkan lingkungan perumahan lebih baik, meningkatnya kesehatan, dan kulitas kehidupan lingkungan sekitar

Terkait dengan kajian konsep ecoliving yang memanfaatkan sumberdaya alam untuk pelestarian lingkungan ini ada beberapa pertanyaan yang ingin dijawab. Pertama, apakah partisipasi masyarakat telah berjalan dengan baik dan mendukung pengelolaan lingkungan yang baik? Kedua, bagaimana pengelolaan limbah padat tersebut dalam keseharian dan apakah konsep 3R (reuse, recycle, reduce) telah diimplementasikan dalam pengelolaan limbah padat tersebut sehingga meningkatkan kualitas RTH? Ketiga, bagaimana dengan ketersediaan RTH yang ada di sekitar pemukiman? Keempat, apakah ada hubungan antara pengelolaan limbah padat rumah tangga dengan faktor sosial, ekonomi dan ekologi?

1.2. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. 2. Menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (Reuse,

Recycle, Reduce) di masyarakat.

3. Menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau pada skala rumah dan komunitas.

4. Mengetahui tingkat kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan.

(23)

1.3. Kerangka Pemikiran

Permasalahan lingkungan sangat kompleks akhir-akhir ini yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara hebat. Seperti lemahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pengelolaan SDA yang tidak bijak, penggunaan barang yang tidak ramah lingkungan, pola produksi dan konsimtif yang berlebihan,serta lemahnya hukum dan kebijakkan mengenai lingkungan merupakan beberapa permasalah lingkungan. Hal ini menyebabkan beberapa kerusakan lingkungan seperti kenaikan tingkat polusi, limbah industri maupun domestik, menurunnya sanitasi dan kualitas lingkungan, serta menurunnya tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu cara yang dapat memperbaiki kerusakan lingkungan tersebut dengan mengelola lingkungan dengan arif dan bijaksana. Salah satu cara adalah menggunakan konsep kehidupan ramah lingkungan yang dapat menjadikan lingkungan lebih baik seperti terciptanya rumah yang sehat, lingkungan nyaman, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi polusi, meningkatkan kesehatan, meningkatnya kualitas lingkungan, kualitas SDA.

Oleh sebab itu diperlukan suatu pengolahan limbah yang dapat mengurangi permasalahan pencemaran tersebut. Pengolahan limbah dapat dilakukan secara recyle, reuse, reduce atau yang sering dikenal dengan konsep 3R yang mempunyai tujuan untuk mencapai kestabilan dalam pola konsumsi dan produksi dengan aspek pendukung seperti akses informasi, pasar dan jaringan, kebijakkan dan strategi dalam pembangunan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (EPA USA, 2001). Apabila ini dilaksanakan oleh masyarakat maka akan membentuk suatu pemukiman atau lingkungan menjadi lebih baik seperti terciptanya rumah yang sehat, lingkungan nyaman, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi polusi, meningkatkan kesehatan, meningkatnya kualitas lingkungan, kualitas SDA. Konsep ini juga harus diikuti dengan pengadaan barang/produk, penggunaan, disain produk yang semuanya bersifat ramah lingkungan sesuai dengan ISO 14001.

(24)

3R

Keberlanjutan Keberlanjutan

dalam berproduksi dalam

berkonsumsi

Akses Pengembangan dalam Informasi kebijakkan dan strategi

Kerjasama regional Komitmen dalam

pembangunan

Jaringan Penerapan

dan kreasi pasar Implementasi

Gambar 1 Konsep 3R

Pengolahan limbah atau sampah sangat berhubungan dengan gaya hidup yang konsumtif ini dikarenakan konsumen yang menggunakan produk yang dihasilkan dari suatu industri akan menyebabkan beragamnya hasil limbah. Dalam pengelolaannya diperlukan pengetahuan yang cukup agar limbah atau sampah tersebut dapat diolah dengan baik, dapat bernilai ekonomi yang kembali ke masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam. Untuk mencapai hal tersebut maka pengolahan limbah dapat dilakukan pemilahan sampah, dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal agar limbah tersebut tidak tercampur.

Apabila limbah tercampur maka sampah yang masih dapat digunakan akan rusak, bahan-bahan organik dapat mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa didaur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Peningkatan alur limbah (material balance) yang berasal dari produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang akan menyulitkan proses pengolahan limbah tersebut. Selain pengolahan limbah tersebut juga perlu didukung oleh kemampuan pemerintah dalam menentukkan kebijakkan pengelolaan sampah.

(25)

Dalam hal ini terdapat lima aspek yang dapat ditinjau yaitu menyangkut perangkat undang-undang, kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek teknologi, dan aspek peranserta masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial, dan ekologi. Apabila konsep 3R dan penerapan kelima aspek tersebut dilaksanakan maka diharapkan dapat tercipta kehidupan yang ramah lingkungan secara berkelanjutan

Pencemaran terjadi dimana-mana baik skala industri maupun rumah tangga. Pemikiran tentang kehidupan yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani, dan terciptanya lingkungan yang baik merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks karena konsep ini sangatlah tidak mudah.

Masalah pencemaran yang ada merupakan suatu faktor yang akan terus ada apabila tidak terjadi perubahan pola pikir dan kehidupan menuju ke yang lebih baik dan ramah lingkungan. Kegiatan rumah tangga atau pemukiman merupakan salah satu awal pengendalian lingkungan dan merupakan faktor penentu baik atau tidaknya lingkungan. Penerapan pemukiman yang ramah lingkungan dapat dilihat dari konsep masyarakat dalam menciptakan suatu ruang kehidupan yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan atau dapat disebut sebagai disain pemukiman yang berwawasan lingkungan (Soemarwoto, 2004).

Dalam suatu disain pemukiman yang berwawasan lingkungan diperlukan sumber daya manusia yang menggerakkan dan memanfaatkannya secara optimal. Karakter (perilaku, sikap dan tindakan) setiap orang untuk menciptakan kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) sangatlah berbeda dan tergantung pada kondisi sosial dan budaya yang ada.

Tanpa disadari penggunaan barang-barang yang dikonsumsi dan diproduksi akan menguras sumber daya alam yang ada dan merusak lingkungan. Konsep kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving) ini dapat diterapkan sehari-hari baik dalam penggunaan bahan/material ramah lingkungan, penggunaan kembali barang-barang yang masih dapat reuse, reduce, dan recycle. (Seo, 2001). Untuk mengetahui pengolahan limbah dalam penerapan konsep ramah lingkungan (ecoliving) di masyarakat maka digunakan pendekatan komunitas (community based management) dengan melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

Walaupun pendekatan ini bersifat subyektif, artinya keputusan subjektif dari individu

atau kelompok, tetapi hal ini cukup berarti sebagai evaluasi terhadap kemampuan masyarakat untuk berkembang dan secara aktif diharapkan dapat merencanakan dan meneruskan keberlanjutan untuk mencapai hasil yang optimal (Gambar 2).

Gambar 2 Kerangka Pemikiran 1.4. Perumusan Masalah

Kerusakan lingkungan seperti kenaikan tingkat polusi, limbah industri maupun domestik, menurunnya sanitasi dan kualitas lingkungan, serta menurunnya tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau yang terjadi dapat diatasi dengan

Sanitasi Kualitas RTH KERUSAKAN LINGKUNGAN 1. Lemahnya kesadaran lingkungan

2. Pengelolaan SDA yang tidak bijak

3. Penggunaan barang tidak ramah lingkungan 4. Pola produksi dan

konsumsi yang eksesif 5. Hukum yang kurang kuat

Persoalan yang dihadapi

Pencemaran Lingkungan Polusi

Penilaian

1. Mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. 2. Menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (Reuse,

Recycle, Reduce) di masyarakat.

3. Menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau pada skala rumah dan komunitas.

4. Mengetahui tingkat kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan.

Pengelolaan Lingkungan berbasis Ecoliving

Limbah Domestik

(27)

pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pengelolaan ini lebih memperhatikan generasi masa depan tanpa merusak dan mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia serta tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak membahayakan bagi kehidupan. Penelitian ini akan membahas salah satu dari konsep ramah lingkungan yaitu dengan menganalisis ketersediaan ruang terbuka hijau di sekitar perumahan, menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (reuse, recycle, reduce) di masyarakat, mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan, mengetahui keterkaitan antara ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengagn konsep 3R, partisipasi masyarakat.

Produksi limbah padat naik secara signifikan selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2000, Surabaya saja menghasilkan 8.700m3 atau 2.435 ton sampah per hari, yang diperkirakan akan berlipat ganda hingga tahun 2010. Hanya sekitar 50 persen dari limbah padat yang dikumpulkan untuk dibuang ke tempat pembuangan. Daerah-daerah miskin di perkotaan secara umum dilayani secara setengah-setengah atau justru tidak dilayani sama sekali. Di Indonesia, sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang secara baik dan tepat; sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen kota berukuran menengah secara resmi membuang limbah mereka di tempat-tempat terbuka. Sekitar 75 persen dari limbah perkotaan dapat terurai dan dapat digunakan sebagai kompos atau biogas. Namun, kurangnya pengetahuan dan pelatihan menghambat pengembangan lebih jauh dari pengelolaan limbah yang produktif semacam itu. Walaupun adanya pasar yang relatif besar untuk produk-produk daur ulang, hanya sebagian kecil dari limbah tersebut yang didaur ulang.

Pemikiran tentang kehidupan yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani, dan terciptanya lingkungan yang baik merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks karena konsep ini sangatlah tidak mudah. Kurangnya pendidikan tentang lingkungan, pemukiman tidak terencana sehingga menjadi pemukiman yang kumuh dan berdesakan, fasilitas umum untuk lingkungan tidak tersedia menjadikan diperlukannya suatu konsep yang menuju kehidupan yang ramah lingkungan

(28)

(ecoliving) dengan memperhatikan aspek lingkungan secara holistik dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan konsep ini masih menjadi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari karena masyarakat Desa Jambangan mempunyai beberapa tingkat kehidupan, masih rendahnya informasi mengenai kehidupan ramah lingkungan, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menerapkan kehidupan ramah lingkungan. Penggunaan barang-barang yang rusak dianggap rongsokan (junk). Tanpa disadari penggunaan barang-barang tersebut akan menguras sumber daya alam yang ada dan lingkungan akan rusak. Kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving) ini dapat digunakan sehari-hari baik dalam penggunaan bahan/material ramah lingkungan, penggunaan kembali barang-barang yang masih dapat dipakai (reuse), barang daur ulang (recycle) yang masih baik digunakan, pengurangan (reduce) pemakaian yang konsumtif, dan penggunaan taman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) atau tanaman obat keluarga (TOGA).

Sebagian besar masyarakat Desa Jambangan telah melakukan konsep ramah lingkungan (ecoliving) dengan baik hanya saja masih terdapat kekurangan terutama dukungan pemerintah hal sarana dan prasarana seperti 1) tempat sampah yang mampu menampung limbah rumah tangga ke dalam empat kategori (organik, plastik, kertas, anorganik), 2) alat pengangkut sampah dari rumah-rumah ke penampungan, 3) alat pengolah sampah sederhana, 4) operator yang memadai.

Untuk mengetahui penerapan konsep ramah lingkungan (ecoliving) yang ada di masyarakat maka digunakan pendekatan komunitas (community based management) dengan melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini merupakan suatu alat yang bersifat subyektif, artinya bahwa dalam menjawab pertanyaan yang ada baik individu atau kelompok memberikan keputusan terbaik, tetapi pada beberapa materi hanya berupa perkiraan, seperti tentang apa yang benar untuk masyarakat mereka. Namun demikian hal ini cukup berarti sebagai evaluasi terhadap kemampuan masyarakat untuk berkembang dan diharapkan masyarakat tersebut secara aktif merencanakan dan meneruskan keberlanjutan untuk mencapai hasil yang optimal.

(29)

Penelitian ini juga merupakan metode pembangunan yang bertumpu pada komunitas yang digunakan untuk menentukan pembangunan yang seperti apa yang dapat diterima dan diterapkan untuk menggunakan konsep ramah lingkungan (ecoliving) itu dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam hal ini komunitas akan terlibat dalam proses pengelolaan perkembangan, operasi dan perawatan pemukimannya.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan rekomendasi terhadap pengembang pemukiman bahwa pemanfaatan konsep ecoliving dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang mengarah ke kehidupan yang lebih baik dan sehat.

2. Dapat sebagai model pengelolaan lingkungan di pemukiman-pemukiman sekitarnya dan dapat diterapkan untuk menunjang pemukiman berkelanjutan.

1.6. Hipotesis

1. Adanya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan lingkungan.

2. Adanya pengelolaan sampah dengan menggunakan konsep 3R.

3. Tersedianya RTH yang cukup dalam menciptakan lingkungan yang sehat. 4. Terdapat keterkaitan yang kuat antara RTH, pengelolaan sampah dan

partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemukiman yang berwawasan lingkungan.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Konsep ini memepunyai dua isu penting yaitu ”kebutuhan” untuk kehidupan manusia dan isu keterbatasan yang berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan (Djajadiningrat, 2001). Pembangunan berkelanjutan berjalan dengan beberapa prinsip yang diperhatikan yaitu menjamin pemerataan dan keadilan sosial, menghargai keanekaragaman (diversity), menggunakan pendekatan integratif, mempunyai perspektif jangka panjang dengan tujuan keberlanjutan ekologis, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial-budaya, keberlanjutan politik dan keberlanjutan pertahanan dan keamanan.

2.2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan wilayah (regional development) merupakan konsep pembangunan gabungan antara pengetahuan perencanaan wilaya, sosial, penataan ruang dan keilmuan lainnya. Pembangunan wilayah dapat diartikan untuk membangun wilayah yang ada dengan konsep-konsep yang beragam antara lain pembangunan berwawasan lingkungan (eco-development). Hal ini terjadi karena masalah lingkungan hidup yang makin meningkat terutama oleh masalah kependudukan dan pembangunan yang tidak terkendali. Pembangunan ini merupakan suatu proses perubahan dan pembaharuan yang secara sadar ingin mencapai perbaikan kehidupan dan kulitas hidup tanpa merusak lingkungan yang ada (Poerbo, 1999).

2.3. Kehidupan Ramah Lingkungan (Ecoliving) 2.3.1. Pengertian

Istilah ecoliving diperkenalkan oleh pakar lingkungan dan gaya hidup Australia sebagai kehidupan yang tidak memerlukan waktu yang banyak, usaha, atau uang sekalipun untuk menciptakan suatu kehidupan yang beda, nyaman, elegan,

(31)

tanpa harus merusak alam ini (Seo, 2001). Konsep ini merupakan suatu turunan dari ecovillage yang dikembangkan sebagai pilihan hidup dalam masyarakat baik perdesaan atau perkotaan dengan mengintegrasikan kelestarain lingkungan, sosial secara menyeluruh melihat aspek desain ekologis, permaculture, bangunan ekologis, energi alternatif, efisiensi air, dan sebagainya (GEN, 2000).

Ecoliving adalah kehidupan berkomitmen dalam cara hidup untuk lebih baik dengan memperhatikan dan bertanggungjawab terhadap lingkungan agar terciptanya ecologically sustainable living (The UNSW Ecoliving Centre, 2006). Ecoliving merupakan komitmen kehidupan yang bertanggungjawab terhadap lingkunganya menggunakan prinsip-prinsip ecoliving yang diterapkan baik di desa dan di kota untuk pengembangan dan pengelolaan serta menyediakan solusi bagi kebutuhan manusia atau masyarakat, dan pada waktu yang sam memberikan perlindungan kepada lingkungan dan peningkatan kualitas hidup untuk semua pihak (Capra, 2003).

Masyarakat Indonesia secara tradisional telah mempunyai filosofi mengenai perlindungan terhadap sumber daya alami sehingga mereka dapat hidup di dalam suatu ekosistem yang berkelanjutan (Arifin et al. 2003). Ecoliving dapat juga diwujudkan dalam bentuk gaya hidup karena dengan gaya hidup yang sehat dan memperhatikan kebijakan dan kearifan manusia dalam menerapkan hasil teknologi yang ada untuk memanfaatkan potensi SDA dan lingkungn yang ada dapat menghasilkan suatu kehidupan yang berwawasan lingkungan (Budihardjo,1999) Hal ini didasarkan pada pemahaman mendalam bahwa makhluk hidup dan segala sesuatu adalah saling berhubungan. Berdasarkan filosofi ini, ecoliving dibangun oleh kombinasi tiga prinsip dasar yaitu: ekologi, sosial dan spritual (Svensson, 2000).

2.3.2. Aspek Ekologis

Ecoliving menyediakan pengalaman pada masyarakat untuk berhubungan dengan tempat tinggalnya. Orang-orang menikmati interaksi sehari-hari dengan lahan, air, angin, tumbuhan dan hewan. Mereka menyediakan kebutuhan sehari-hari

(32)

mereka seperti makanan, pakaian, tempat berteduh serta menghargai siklus ekologi alam. Soemarwoto (2004) mengemukakan bahwa ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal-balik anatara makhluk hidup dengan lingkungannya, sedangkan ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungan dan yang lainnya (Frontier dan Pichod-Viale, 1991 dalam Léυêque,2001). Aspek ekologis ini sangat erat dengan ekosistem yang dibentuknya. Aspek ekologis ini merupakan suatu aspek yang pendekatannya menempatkan suatu disain kehidupan yang merupakan bagian dari ekosistem yang tanggap dan bekerjasama dengan komponen yang lainnya, baik manusia, iklim, flora dan fauna. Penggunaan bahan yang ramah lingkungan, efisiensi energi, air, dan penggunaan taman dengan tanaman yang berguna sebagai fungsi estetika juga merupakan fungsi biologisnya.

2.3.3. Aspek Sosial

Ecoliving dalam perspektif sosial adalah cara hidup masyarakat dimana setiap orang saling mendukung dan bertanggungjawab kepada masyarakat di sekitarnya. Mereka mempunyai perasaan memiliki yang dalam kepada kelompoknya. Semua orang merasa aman, diberi wewenang, didengar dan diperhatikan. Mereka dapat mengambil bagian dalam membuat keputusan yang mempengaruhi hidup mereka sendiri dan masyarakatnya secara terbuka. Dalam lingkup sosial masyarakat mempunyai kemampuan untuk memilih dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan dan manusianya sendiri (Soemarwoto, 2004). Semua aspek yang berada di lingkungan merupakan sumber daya yang menghasilkan tujuan bagi manusia, tetapi kalau kita menggunakannya secara tidak bijak akan menghilangkan semua fungsi sumber daya tersebut (Lowenthal 1961 dalam Porteous 1977), oleh sebab itu dibutuhkan aspek sosial terutama etika dan moral serta budaya yang mangatur bagaimana kita berperilaku dalam menjaga lingkungan yang ada.

(33)

2.3.4. Aspek Spritual

Spritual, dalam banyak cara, merupakan penerimaan terhadap misteri alam semesta, pengetahuan bahwa semua makhluk saling berhubungan dan bahwa sesuatu yang lebih tinggi berada di luar usaha individu. Ada beberapa penerapan konsep ecoliving ini menggunakan cara spritual dalam kehidupannya tetapi ada juga yang tidak dan hanya menggunakan cara menghormati dan melestarikan bumi dan semua makhluk hidup di atasnya dan lebih ke budaya/kearifan lokal (GEN, 2000). Konsep ecoliving juga dapat menciptakan suatu nilai tersendiri bagi manusia terhadap lingkungannya (capital goods) yang dapat menjadi nilai tambah dan merupakan suatu aset dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya dalam hal ini rumah atau tempat tinggal yang diciptakan sesuai dengan budaya/kearifan lokal yang dianut.

2.4. Pemukiman Berkelanjutan

Pemukiman adalah suatu tempat tinggal atau kediaman, sekaligus merupakan sumber dari populasi (van der Zee, 1990b). Pemukiman dapat memberikan informasi mengenai lingkungan alami, sistem pemilikan lahan, cara manusia pertama menggunakan kepemilikan lahan, organisasi sosial dan ekonomi masyarakat dan sebagainya (van der Zee, 1990a). Penerapan hunian berkelanjutan ini dapat diartikan suatu kawasan yang menciptakan suatu kehidupan yang aman, nyaman, sehat dan memperhatikan lingkungan dengan cara menggunakan material ramah lingkungan, penggunaan energi yang efisien, ruang terbuka hijau yang cukup. Pemukiman juga dapat didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.atau bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Kirmanto, 2002)

Konsep permukiman brekelanjutan sebaiknya selaras dengan lingkungan asli sekitar. Lingkungan asri, udara segar, ketersediaan air bersih, dan aman. Keasrian

(34)

suasana lingkungan perumahan dapat dilihat dan dirasakan betul pada saat konsumen melintas dan memasuki kawasan perumahan tersebut. Suasana itu hanya dapat tercipta dengan kerindangan pepohonan besar yang tumbuh optimal, bentuk topografi lahan yang mengikuti topografi alam sekitar, tersedianya taman-taman lingkungan dengan desain menarik. Tinggal di negeri tropis seperti Indonesia, dengan suhu udara panas dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun, mau tidak mau membutuhkan suasana rumah dan lingkungan sekitar rumah yang teduh. Keteduhan tidak hanya dengan berlindung di dalam rumah, tetapi bagaimana menciptakan keteduhan di lingkungan sekitar rumah kita sendiri.

Rumah ramah lingkungan, rumah alami, rumah sehat, rumah arsitektur hijau dan rumah ekologis arsitektur merupakan beberapa contoh rumah berwawasan lingkungan yang dipasarkan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebaiknya tidak lebih dari 60 persen luas lahan, penghematan pembagian ruang, bukaan-bukaan dan pengoptimalan ruang dalam dan ruang luar, serta pemilihan bahan bangunan bermutu merupakan beberapa prinsip dasar yang diterapkan dalam menyiasati keterbatasan lahan dan menyediakan ruang terbuka seoptimal mungkin. Rumah sehat tidak banyak berfungsi baik tanpa didukung taman yang menghadirkan suasana alami yang sejuk dan teduh.

Rumah taman akan menyatukan seluruh ruangan dan bangunan rumah dengan lingkungan sekitar. Dominasi warna hijau akan memberikan suasana tenang dan nyaman. Selingan aromatik tanaman dan warna-warni tanaman berbunga dan atau berdaun indah akan menambah keceriaan dan kehangatan rumah. Kombinasi warna cat dinding rumah juga dapat memperkuat kesan alami, seperti warna hijau tosca, kuning lembut, atau coklat krem muda. Pohon produktif di jalur hijau depan rumah, taman depan, atau taman belakang akan memberikan kesegaran udara yang dibutuhkan rumah dan penghuni serta penggunaan ornamen yang sesuai (Strong, 2001). Tanaman produktif dan apotek hidup yang ditanam di tanah maupun dalam pot-pot tanaman yang artistik tersebar sejak dari teras depan, ruang tamu dan keluarga, hingga dapur dan ruang servis, akan menciptakan suasana alami sejak luar hingga ke dalam rumah. Tanaman yang ada tersebut dapat menjadi faktor dalam

(35)

penurunan suhu mikro, pengendali arah angin, buffer debu, filter polutan, peneduh, peredam kebisingan. Kehadiran kolam air yang berisikan ikan dan tanaman air yang berupa kolam yang besar, tempayan atau gerabah, hingga kolam akuarium dilengkapi tanaman air seperti teratai, papirus atau eceng gondok, dan sereh, dapat pula memberikan ketenangan bagi penghuni rumah (Ecological Homes, 2006).

Hakekat dari perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang serta mempunyai peran sebaga pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan,penyiapan generasi muda, dan bentuk manifestasi jatidiri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungan permukimannya maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman dimana masyarakat tinggal menempatinya.

Pembangunan perumahan dan permukiman diyakini mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat berpotensi dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan kerja produktif. Bagi banyak masyarakat Indonesia terutama golongan menengah kebawah, rumah juga merupakan barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya. Karenanya, permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai persoalan yang berkaitan dengan semua dimensi kehidupan di dalam masyarakat.

Untuk menciptakan pemukiman yang berkelanjutan ini harus didukung dengan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan upaya untuk (1) meningkatkan kemampuan untuk melakukan pilihan, (2) menciptakan keadaan yang memungkinkan untuk dilakukannya proses pemilihan secara baik artinya membuka kesempatan untuk melakukan pemilihan, (3) menyediakan makin banyak barang, jasa, dan aktivitas yang dapat dipilih termasuk barang-barang yang disediakan oleh alam dimana terjadinya peningkatan kualitas

(36)

hidup secara berkelanjutan, tersedianya sumber daya secara seimbang sehingga kualitas hidup terus meningkat memerlukan adanya penyelenggaraan yang baik (Kuswartojo, 2005) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka Pemukiman Berkelanjutan 2.5. Pengertian Sampah Domestik

Sampah adalah buangan yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan hewan, berbentuk padat, dan dibuang karena sudah tidak berguna atau tidak diinginkan keberadaannya. Pengelolaan sampah dilakukan dengan tujuan mengendalikan secara sistematik semua kegiatan yang berhubungan dengan timbulnya sampah, penanganan sampah di sumbernya; penanganan, pemilahan, dan pengolahan sampah di sumbernya; pengolahan dan daur ulang sampah; pemindahan dan pengangkutan; dan pembuangan akhir (Tchobanosglous et.al. 1993).

Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain. Kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan adalah : 1) sampah

Peningkatan kualitas hidup yang berkelanjutan Ketersediaan dan

pengembangan sumber daya untuk pemukiman

Penyelengaraan pemukiman yang baik

(37)

domestik, yaitu sampah yang berasal dari pemukiman; 2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan, dan kantor; 3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses produksi; dan 4) sampah yang berasal selain dari yang telah disebutkan diatas misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan, dan bencana alam (Hadiwijoto, 1983).

Limbah atau sampah domestik dapat berarti sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga baik organik dan anorganik. Sampah ini biasanya terdiri dari campuran sisa-sisa makanan, potongan daging, hingga daun kering. Sampah organik merupakan sampah basah seperti sayuran, kulit buah-buahan, kulit udang, sisa udang, sisa daging, ikan, dan ayam, daun kering, pangkasan tanaman, potongan rumput, bunga layu, jerami, dan serbuk gergaji. Jumlah sampah organik ini mencapai 300g-500g per hari untuk satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak. Angka ini dihitung dari sisa makanaan yang dikonsumsi sehari-hari oleh satu keluarga. Sampah yang berasal dari pohon volumenya tergantung dari luas halaman dan banyaknya tanaman. Lebih dari 60% total produksi sampah penduduk, yang mencapai lebih 6.000 ton per hari berasal dari limbah rumah tangga.

Sampah nonorganik berasal dari limbah bahan pabrikasi, Misalnya sisa-sisa kertas yang tidak terpakai dan plastik bekas bungkus makanan atau deterjen, juga potongan beling dari gelas dan kaca, logam dari sisa rangka besi, lempengan pisau, serta sisa potongan kain atau benang. Sumber sampah ini berada di ruang kerja, ruang keluarga, dapur, juga teras belakang.

2.5.1. Konsep Reduce, Recycle, Reuse

Konsep reduce, recycle, reuse ini merupakan konsep yang sering digunakan dalam mengatasi masalah lingkungan terutama limbah atau sampah. Konsep ini sering dipasangkan dengan konsep nir limbah (zero waste) yang merupakan konsep untuk mendukung agar segala tindakan atau usaha sama sekali tidak menghasilkan dampak yang dapat mencemari lingkungan dengan mengintegrasikan prinsip pengelolaan sampah dengan benar, sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan sampah yang mendekatkan pada sumber (rumah tangga). Wiyatmoko dan Sintorini

(38)

(2002) mengemukakan bahwa prinsip pengelolaan sampah asal buang sampah tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai tempat pembuangan akhir, juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. Sebaliknya mengolah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku sekunder dalam proses produksi adalah suatu penghematan bahan baku energi dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Pelaksanaan ini berdasarkan hirarki pengolahan sampah domestik yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hirarki Pengolahan Sampah Domestik

Pengurangan (reduce) adalah suatu cara mengurangi sampah pada sumber sampah (rumah tangga). Contoh: dengan mengurangi penggunaan pembungkus ketika berbelanja di pasar dengan menghindari barang-barang yang dibungkus berlebihan atau tidak membeli sesuatu yang tidak sangat dibutuhkan atau cara pemeliharaan barang-barang yang ada di rumah sehingga tidak cepat rusak pada akhirnya menjadi sampah. Pemakaian kembali (reuse) adalah merupakan suatu bentuk pengelolaan sampah dengan cara memanfaatkan kembali barang-barang bekas yang akan dibuang atau barang yang sudah tidak berguna lagi. Contoh; botol

(39)

kecap yang terbuat dari kaca dengan cara dibersihkan sehingga dapat dipergunakan kembali berdasarkan ide atau penemuannya.

Daur ulang (recycle) adalah merupakan suatu bentuk pengelolaan sampah dengan cara daur ulang dari barang yang tidak terpakai menjadi produk lain yang bernilai ekonomis. Contoh; Pecahan gelas dapat dihancurkan untuk dipergunakan lagi sebagai bahan pembuat gelas baru atau dicampur aspal untuk pengeras jalan raya atau dicampur pasir dan batu untuk pembuatan batu semen.

Konsep ini juga telah dilakukan di beberapa negara maju seperti Eropa, Australia, Austria, Selandia Baru, dan Jepang. Umumnya pengelolaan sampah di luar negeri, khususnya Eropa, sudah dimuali di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa didaur ulang. Warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Kantong sampah organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna cokelat. Adapun kantong sampah barang beracun berwarna merah. Selain di lokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di lokasi strategis untuk tempat buangan sampah di lokasi umum. Konstruksi tempat dibuat mudah untuk proses pengakutan ke dalam truk sekaligus bersama kantongnya ke lokasi pengolahan.

Sampah organik diambil oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik. Dengan cara ini pencampuran dapat dilakukan secara efisien dan merat karena volume sampah tidak begitu besar serta drum tersebut berputar dengan konstan.

2.5.2. Kompos

Pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan cara composting/pengomposan. Hal ini karena komposisi sampah di Indonesia yang berupa sampah organik berkisar antara 50 - 70 %. Melalui proses composting, sampah organik dapat tereduksi berkisar antara 18 - 20 % selain itu kompos yang dihasilkan pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk keperluan pribadi maupun untuk dijual.

(40)

Pengolahan ini menggunakan dua cara yaitu teknik aerobik (memerlukan udara) dan anaerobik (tidak memerlukan udara). Tehnik ini mengubah sampah organik menjadi pupuk yang terdiri dari bahan seperti sampah taman/rumput, sampah buah/sayuran, sampah makanan sisa dan lainnya yang bersifat organik.

Pembuatan kompos ini bertujuan untuk mengurangi timbunan sampah organik yang akan menuju TPA. Tehnik pengomposan dapat dilakukan pada skala rumah tangga dengan menggunakan keranjang laundry dengan dikelilingi kardus dan ditutup dengan sekam agar kelembabannya terjaga yaitu stabil pada suhu 450 celcius dan tidak terdapat belatung yang akan mengganggu terbentuknya kompos. Kompos tersebut dapat dipanen pada minggu kelima atau keenam tergantung konsumsi makanan rumah tangga sehari-harinya. Sedangkan kompos anaerob (yang tidak membutuhkan udara) biasanya dapat dipanen dalam waktu 8 – 12 bulan.

2.6. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah. Ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan air sekaligus menyejukkan lingkungan dan lahan basah yang berperan dalam menjaga keseimbangan tata air dan pengendali banjir semakin berkurang jumlahnya karena kepentingan pembangunan. Sebagai contoh, hamparan tanah pertanian dalam wujud persawahan tergusur demi kepentingan pembangunan dan perkembangan industri setempat.

Ruang terbuka hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau, dan kawasan hijau pekarangan. dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman.

Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas,

(41)

dimana dinominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut:

1. ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space); 2. ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain);

3. ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenway)

4. ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara

Berdasarkan fungsi dan luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas:

1. ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara; 2. ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga,

tempat pemakaman umum (TPU);

3. ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).

2.7. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam mengelola lingkungan dapat berupa partisipasi langsung dan tidak langsung serta dilakukan secara individual atau berkelompok. Partisipasi langsung berupa melakukan pengumpulan primer dan membayar retribusi. Masyarakat membentuk organisasi (misalnya Rukun Tetangga) yang salah satu tugasnya adalah mengumpulkan sampah dari rumah tangga di wilayahnya. Sampah yang terkumpul kemudian dibawa ke tempat pembuangan sementara (TPS). Pengelola sampah kota selanjutnya akan mengangkut sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Untuk jasa ini masyarakat membayar retribusi pengelolaan sampah.

Partisipasi tidak langsung merupakan upaya masyarakat untuk menurunkan tingkat timbulan sampah. Upaya ini akan menurunkan jumlah sampah sehingga akan meringankan beban kerja sistem manajemen persampahan. Tindakan yang dilakukan masyarakat dapat berupa upaya menghindari terjadinya sampah, pengguna kembali, daur ulang, pengomposan, dan sebagainya.

(42)

Setiap anggota masyarakat berperan dengan cara yang bervariasi dalam partisipasinya terhadap pengelolaan sampah. Pada tingkat individual, rumah tangga bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkannya. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa menempatkan sampah di dalam wadah yang sesuai, memilah sampah, meletakkan wadah sampah pada tempat dan waktu yang tepat, dan membersihkan lingkungan sekitar rumah. Secara berkelompok masyarakat dapat membentuk organisasi untuk melakukan kegiatan kampanye kebersihan dan usaha meningkatkan kesadaran masyarakat dapat berupa kontribusi secara fisik atau financial, misalnya menjadi penyapu jalan atau membayar retribusi sampah. Pada tahap lebih lanjut lagi, partisipasi dapat berupa ikut serta dalam memformulasikan proyek dalam arti mengikuti secara aktif mulai dari perencanaan. Bentuk partisipasi tertinggi adalah menjadi anggota dalam organisasi pengelolaan persampahan dengan kegiatan berupa pematauan atas mutu pengelolaan (Moningka, 2000).

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah ada empat yaitu (1) dengan cara menunjukkan perilaku dalam menjaga kebersihan, (2) dengan memberikan kontribusi uang atau tenaga, (3) dengan memberikan bantuan dalam administrasi dan (4) memberikan kontribusi dalam jasa dan pelayanan. Perilaku menjaga kebersihan dengan cara mengikuti aturan (jadwal dan tempat) dalam pengumpulan sampah, membawa sampah ke tempat pengumpulan, menaruh sampah dalam kantung atau tong, mengikuti penyuluhan kebersihan, menjaga kebersihan rumah dan sekitarnya, memisahkan sampah basah dan kering, mengomposkan sampah halaman. Meberikan kontribusi uang atau tenaga dengan cara membayar iuran pengumpulan sampah, menyumbang atau meminjamkan peralatan, menyumbangkan tenaga untuk pengumpulan. Memberikan bantuan dalam administrasi dengan cara menjawab pertanyaan bila ada survey atau penelitian, mengikuti pertemuan, memilih pemimpin atau wakil yang akan mengelola sampah, memberikan umpan balik terhadap pengelola tentang system pengumpulan dan pemayanan. Memberikan bantuan dalam jasa pelayanan dengan cara menjadi anggota komite, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan yang mengelola persampahan, berperan serta dalam pengambilan keputusan.

(43)

Terdapat tiga manfaat yang diperoleh dalam pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yaitu membangun kapasitas/kemampuan lokal, melibatkan masyarakat dalam pengembilan keputusan dan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan strategi dalam pengelolaan lingkungan. Partisipasi masyarakat dapat membantu terbentuknya integrasi anatara perbedaan kebutuhan dan masalah dalam pengelolaan lingkungan (Moningka 2000). Dalam partisipasi masyarakat terdapat enam tahapan yang ditunjukkan pada Gambar 5.

(44)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Jambangan, Kecamatan Jambangan Kota Surabaya, Jawa Timur. Terletak pada 070 210 Lintang Selatan dan 1120 360 – 1120 540 Bujur Timur dengan batas administrasi sebelah utara adalah Kelurahan Karah, sebelah selatan Kelurahan Kebonsari, sebelah barat Sungai Surabaya, dan

sebelah timur adalah Keluaraha Karah. Desa Jambangan mempunyai luas 72,732 ha dengan 5 RW dan 23 RT serta 1.158 KK yang jumlah penduduk 5.369 orang

masing-masing jumlah laki-laki dan perempuan 2.531 orang dan 2.838 orang.

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitan

Kecamatan Jambangan Surabaya Selatan Surabaya Barat Surabaya Utara Surabaya Timur Surabaya Pusat # Y Î SELAT MADURA Pulau Madura Kabupaten Gersik Kabupaten Sidoarjdo Kota Surabaya

PETA ADMINISTRASI KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR

N 5 0 5 Kilometers Kabupaten Lain Kota Surabaya Surabaya Selatan Lokasi Penelitian Sungai Jalan Batas Kota Perairan Laut Legenda : Administrasi # Y Ibukota Provinsi Sumber:

1. Peta RBI, Bakosurtanal, 2003 Lokasi penelitian

(45)

Desa Jambangan merupakan desa percontohan pilot project Surabaya-Kitakyushu yang merupakan embrio dari pertemuan para menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan se-Asia Pasifik pada tahun 1997 dengan program yang diterapkan berupa Lingkungan Berbasis Komunitas dan Daur Ulang Sampah Kemasan. Program ini didukung oleh PT Unilever yang mempunyai visi dapat menjadi bagian solusi dari permasalahan lingkungan yang terjadi dengan cara memberikan edukasi kepada masayarakat untuk menangani sampah secara mandiri melalui pemilahan sampah, composting, dan pendaur-ulangan demi mengurangi jumlah sampah yang dikirim di tempat pembuangan sampah.

Lokasi ini dijadikan sampling frame yang dapat mempresentasikan fenomena permasalahan lingkungan di Kota Surabaya terutama lingkungan pemukiman. Penelitian berlangsung selama 8 bulan Januari 2007 sampai Agustus 2007.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tehnik survai (non eksperimental) dengan menguji keterhubungan pengelolaan sampah dengan konsep 3R, ketersediaan RTH, dan partisipasi masyarakat dalam kehidupan masyarakat Desa Jambangan agar dapat diketahui tingkat ecoliving yang mengarah ke kebaikan lingkungan. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan utama, yaitu persiapan (penentuan lokasi penelitian, survai awal), pengumpulan data , pengolahan data (analisis data hasil pengamatan), evaluasi penerapan ecoliving). Pada penelitian ini menggambarkan arahan penelitian terhadap contoh yang akan diambil.

3.2.1. Persiapan

Awal penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian deskriptif yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai keadaan individu, gejala atau kelompok tertentu. Pada tahap awal penelitian dilakukan survai agar mendapatkan data sekunder yang menjelaskan kondisi lokasi penelitian maka dapat diasumsikan tingkat pengelolaan lingkungan berada pada tingkat baik, sedang, buruk. Penentuan lokasi ini berdasarkan kemampuan Desa Jambangan sebagai perintis dan penyelamat

Gambar

Gambar 1  Konsep 3R
Gambar 2  Kerangka Pemikiran  1.4. Perumusan Masalah
Gambar 3   Kerangka Pemukiman Berkelanjutan  2.5.   Pengertian Sampah Domestik
Gambar 4  Hirarki Pengolahan Sampah Domestik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala kelainan sistem pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien mengalami kehilangan

 Limbah bahan kimiawi: pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung limbah tersebut, limbah tertentu bisa diinsenerasi, dikembalikan

antara peserta dalam sistem pemerintahan, Pemegang saham pengendali+ "ang mungkin merupakan individu+ kepemilikan keluarga+ aliansi blok+ atau perusahaan lain "ang

Sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menggunakan teknologi yang memadai dalam melakukan distribusi panen kelapa sawit.Diantara teknologi ini dengan

memberikan respon untuk pertumbuhan akar dan tunas sehingga didapat media tanam yang bagus untuk pertumbuhan karet adalah media tanam topsoil, namun dapat dilihat pada media

Bahwa menurut Pihak Terkait, Permohonan Pemohon bukan termasuk perkara perselisihan penetapan perolehan suara oleh karena permohonan pemohon dalam pokok permohonannya

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang dikatakan pelayan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

Mengetahui interaksi antara metode pembelajaran (menggunakan media virtual PowToon dengan recitation method dan media konvensional) dan minat belajar (tinggi dan rendah)