• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

78

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

7.1 RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN PENDUDUK

7.1.1 Petunjuk Umum Pengembangan Permukiman a. Umum

Pertumbuhan penduduk telah menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan dan permukiman. Namun di Kabupaten Sanggau masih banyak masyarakat yang mempunyai tempat tinggal yang kurang layak, dan kurang sehat serta kurang tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Padahal permukiman itu sendiri merupakan kebutuhan dasar manusia.

Pengembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Sanggau pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi layak huni, aman, nyaman damai dan sejahtera, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat setempat khusus bagi desa tertinggal dan terisolir, di daerah yang perlu melalui pembangunan perumahan terutama untuk wilayah strategis, cepat tumbuh, potensial berkembang optimal untuk memenuhi kebutuhan dan menigkatkan pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja di lingkungan yang sehat.

b. Kebijakan Penunjang Pengembangan Sistem Pusat-pusat Permukiman

Pelaksanaan rencana pengembangan sistem pusat-pusat permukiman seperti tertuang dalam RTRWK Sanggau, perlu ditunjang oleh rangkaian kebijaksanaan sebagai berikut:

1. Meningkatkan besaran dana, baik melalui Inpres Kabupaten dan/atau propinsi, APBD Kabupaten dan/atau Propinsi, maupun bantuan luar negeri untuk membangun fasilitas sosial ekonomi di pusat-pusat yang akan dibangun sesuai hirarki dan fungsinya

2. Investor yang menanamkan modalnya pada kegiatan berskala besar perlu diikutsertakan dalam membina dan menata pusat-pusat

(2)

79 permukiman dan pusat-pusat kegiatan masyarakat di dalam atau di sekitar wilayah kegiatannya termasuk sistem proteksi kebakaran baik untuk lahan maupun permukiman

3. Pembangunan prasarana dan sarana wilayah oleh instansi-instansi yang berwenang hendaknya tidak hanya mengacu pada standar/dasar tingkat pelayanan tetapi juga harus mempertimbangkan usaha pengembangan suatu pusat permukiman/kota sesuai dengan pola pengembangan yang tertuang dalam RTRWK Sanggau

7.1.2 Profil Pengembangan Permukiman

a. Gambaran Umum Permukiman Penduduk Saat Ini

Penyediaan perumahan dan permukiman skala besar di Kabupaten Sanggau yang ditangani oleh masyarakat belum tersedia, sedangkan yang ditangani oleh pihak swasta terdapat satu kompleks permukiman yang sedang dikerjakan oleh swasta bekerjasama dengan Bapertarum di Desa Semboja Kecamatan Kapuas.

Umumnya permukiman di Kabupaten Sanggau di bangun oleh masyarakat secara perorangan/pemilik rumah. Permukiman yang ada kurang tertata dengan baik. Sehingga dari segi estetika dirasakan kurang memberikan rasa kenyamanan. Permukiman-permukiman tersebut menempati luas persil yang tidak seragam dengan ukuran bangunan serta arsitektur yang berbeda-beda pula. Sebagian besar permukiman yang ada termasuk pertokoan dan kantor dibangun menggunakan konstruksi kayu. Sedangkan bangunan-bangunan yang relative baru (berumur dibawah lima tahun) dibangun menggunakan konstruksi beton atau kombinasi kontruksi beton dan kayu (semi beton). Umumnya rumah-rumah tersebut memprioritaskan pembangunan di tepi jalan, terutama jalan-jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, baik jalan lingkungan sampai jalan arteri. Hal ini akan berakibat kurang menguntungkan di pihak pemerintah dalam upaya pelebaran jalan jika diperlukan di masa mendatang, di samping masalah keamanan dan kenyamanan pengguna jalan dan masyarakat itu sendiri.

(3)

80 Permasalahan permukiman yang lain adalah masalah kebakaran. Kota Sanggau termasuk kota yang memiliki frekuensi kebakaran yang relatif besar di Kalimantan Barat. Penyebab kebakaran selain arus pendek listrik adalah masalah kebakaran hutan dan lahan, yang pada gilirannya mengancam permukiman penduduk yang ada di sekitarnya. Terbatasnya sarana, personil merupakan kendala utama bagi petugas pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya.

Tabel 7.1.

Jumlah Sarana dan Personil Pemadam Kebakaran di Kabupaten Sanggau Institusi Jumlah Peralatan & Personil Keterangan Pemerintah Peralatan:

1 Toyota Dyna 115 PS : 3.000 Liter 1 Toyota Kijang (Pick Up)

Portable Tohatsu V50 Portable Tohatsu V75

Kendaraan Bermotor Roda 3 (Tossa) Personil:

24 Orang terdiri dari: 1 Orang Kepala Bidang 1 Orang Kasubbid 2 Orang Staf

20 Orang Petugas Jaga/Petugas Lapangan Thn 2001 Thn 1995 Thn 2001 Thn 2001 Thn 2008

Swasta 1 Unit Fire Truck di Kec. Kapuas 1 Unit Pick Up Colt L-300 Kec. Kapuas 3 Unit Mesin Fortable Kec. Kapuas 2 Unit Fire Truck Kec. Parindu 1 Unit Toyota Hilux Kec. Parindu 2 Unit Mesin Fortable Kec. Parindu 2 Unit Fire Truck Kec. Tayan Hulu 1 Unit Toyota Dyna Engkel Kec. Tayan Hulu

3 Unit Mesin Fortable Kec. Tayan Hulu 2 Unit Mobil Pick-Up Kec. Meliau 7 Unit Mesin Fortable Kec. Meliau 1 Unit Tossa Kec. Meliau

1 Unit Fire Truck Kec. Balai 1 Unit Toyota Hilux Kec. Balai 1 Unit Tossa Kec. Balai

2 Unit Mesin Fortable Kec. Balai 4 Unit Mesin Fortable Kec. Tayan Hilir 1 Unit Fire Truck Kec. Sekayam 2 Unit Mesin Fortable Kec. Sekayam 1 Unit Tossa Kec. Sekayam

1 Unit Fire Truck Kec. Kembayan Sumber: BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2014

(4)

81 Sebagian sarana dalam kondisi baik diantaranya : Toyota Dyna 115 PS, Toyota Kijang (Pick-up), Portable Tohatsu V75, Portable Tohatsu V50 dari Dinas Kehutanan dalam kondisi rusak sedang, dan kendaraan bermotor roda 3 (Tossa) dalam kondisi rusak ringan. Selain diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat berswadaya dalam upaya proteksi kebakaran ini lewat yayasan yang dibiayai oleh donatur maupun swadaya anggota masyarakat langsung. Berikut ini adalah kejadian-kejadian kebakaran dalam empat tahun terakhir.

Kejadian pada tahun 2009 s/d 2014 untuk kebakaran rumah/kantor dan ruko/gudang tercatat kerugian mencapai puluhan milyar dengan korban jiwa satu orang.

Tabel 7.2. Frekuensi Kebakaran di Kota Sanggau (2009 s/d 2014) Jenis Kejadian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Rumah/ Kantor 5 (1 orang meninggal) 8 8 12 11 11 (3 orang meninggal) Ruko/ Gudang/Hotel 1 10 5 1 7 4 Hutan/ Lahan 43 35 14 15 6 33 Kendaraan/ Mtr Air - 2 1 6 2 2 Jumlah 49 55 28 34 26 50

Sumber: BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2014

Umumnya Kabupaten Sanggau merupakan dataran tinggi yang berbukit atau berkontur, sehingga memberikan ciri arsitektur khas daerah dataran tinggi. Hal ini menjadikan kendala tersediri karena investasi pembangunan permukiman yang aman dan nyaman menjadi relatif mahal. Sebagian permukiman di Sanggau dilengkapi dengan tebing pengaman namun sebagian belum dilengkapi. Contoh permukiman-permukiman yang ada di dalam Kota Sanggau seperti Sanggau Permai, sebagian sudah dilengkapi namun sebagian belum dilengkapi dengan tebing pengaman yang seharusnya dimiliki.

(5)

82

b. Kondisi Permukiman Penduduk

 Aspek Teknis

Hal-hal yang menjadi parameter teknis wilayah pada bidang pengembangan/ pembangunan permukiman adalah:

 Luas daerah pengembangan permukiman

 Jumlah penduduk

 Jumlah penduduk yang sudah memiliki rumah tinggal dan belum memiliki rumah tinggal

 Jarak permukiman terhadap akses ekonomi sosial

 Ketersediaan jaringan prasarana dan sarana dasar seperti air minum dan listrik

 Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, termasuk sarana proteksi kebakaran

 Lapangan pekerjaan yang mungkin dapat diperoleh di sekitar lokasi pengembangan permukiman.

 Aspek Pendanaan

Pendanaan merupakan salah satu aspek yang penting dalam penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman. Namun dilihat dari kemampuan masyarakat di Kabupaten Sanggau secara umum berpenghasilan rendah, menyebabkan Pemerintah Kabupaten Sanggau harus menyediakan dana pendamping untuk setiap usulan program dan kegiatan bidang PU/Cipta Karya yang bersumber dari dana Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Sanggau.

Sejauh ini pendanaan atau pembiayaan PSD masih sepenuhnya dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah dan pihak Swasta.

Begitu juga dengan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang ada, masih dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

 Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan merupakan salah satu aspek yang penting dalam pengelolaan perumahan dan permukiman. Di Kabupaten Sanggau kelembagaan/lembaga yang mengelola perumahan dan permukiman terdiri dari:

(6)

83 a. Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA),berfungsi

sebagai:

 Memberikan arahan, kebijakan dan strategi dalam mengusulkan pembangunan perumahan dan permukiman

 Merumuskan program pembangunan perumahan dan pemukiman b. Dinas Pekerjaan Umum (DPU), berfungsi sebagai :

 Instansi teknisi pengelola perumahan dan permukiman

 Menyiapkan prasana dan sarana perumahan dan permukiman. c. Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran

 Instansi pengelola kebersihan daerah permukiman

 Instansi yang membidangi masalah kebakaran perumahan dan lahan

d. Pihak Swasta, berfungsi sebagai :

 Malaksanakan pembangunan perumahan dan Permukiman

 Ikut serta melakukan tindakan pemadaman api kebakaran perumahan dan lahan

7.1.3 Permasalahan Yang Dihadapi a. Sasaran Pembangunan Permukiman

Adalah sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

 Menyediakan dan meningkatkan kondisi perumahan permukiman layak huni

 Tersedianya lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat

 Tersedianya sarana dan prasarana permukiman yang memadai

 Tersedianya lingkungan perumahan dan permukiman yang aman dari bahaya kebakaran, longsor, banjir dan bencana alam lainnya

 Terinegrasikannya rencana tata ruang wilayah/kawasan untuk menjamin keterpaduan dan keberlanjutan pembangunan.

b. Rumusan Masalah

Permasalahan pembangunan permukiman yang dijumpai di Kabupaten Sanggau:

(7)

84

 Iklim

 Struktur Tanah

 Topografi

 Pembiayaan dan Pendanaan

 Geografis Wilayah

 Kelembagaan

 Sumber Daya Manusia (SDM)

7.1.4 Usulan Pembangunan Permukiman

Untuk meningkatkan pembangunan perrmukiman yang terjadi di Kabupaten Sanggau, maka pemerintah daerah setempat mengusulkan pembangunan permukiman. Adapun usulan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

a. Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan

Sistem yang diusulkan bagi pengembangan permukiman yaitu suatu sistem infrastruktur permukiman dengan pembangunan prasarana dan sarana dasar yang layak, sehat, aman dan berwawasan lingkungan yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung seperti pengembangan dan pembangunan infrastruktur jalan, serta fasilitas-fasilitas umum diantaranya sekolah, rumah sakit/puskesmas, rumah ibadah, area pemakaman, bangunan-bangunan pertemuan, serta proteksi kebakaran.

b. Usulan Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman

Untuk mewujudkan Pembangunan Prasarana dan Sarana Permukiman maka pemerintah Kabupaten Sanggau telah memprogramkan pembangunan permukiman yang meliputi :

 Program Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

 Program Pembangunan Rumah Sederhana Sewa

 Program Pembangunan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D)

 Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Tanjung Kec. Tayan Hulu

(8)

85

 Program Pembangunan Jalan dan Jembatan

 Program Rehabilitasi/ Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

 Program Tanggap Darurat Jalan dan Jembatan

 Program Pembangunan Sistem Informasi Data Base Jalan dan Jembatan

 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Kebinamargaan

 Program Wilayah Pengembangan Strategis dan Cepat Tumbuh

 Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan

 Program Pengembangan Kinerja Bina Program Dinas Kimpraswil Sanggau

 Program Pengembangan Perumahan

 Program Pengelolaan Area Pemakaman

 Program Pembangunan Sarana dan Prasara Berbasis Masyarakat

 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Sistem Proteksi Kebakaran

c. Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastuktur Permukiman

Usulan dan prioritas program pembangunan permukiman disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai dengan prioritas penanganan yang meliputi kegiatan:

 Pembangunan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Jaringan Air Minum

 Pembangunan Sarana dan Prasaran Pengolahan Sampah

 Pembangunan Sarana dan Prasaran Pengolahan Saluran Drainase

 Pembangunan Sarana dan Prasaran Pengolahan Jaringan Air Limbah

 Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

7.2 RENCANA INVESTASI PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan terselenggaranya penataan bangunan yang tertib, fungsional, andal, efisien produktif, berjati diri dan berwawasan

(9)

86 lingkungan sehingga dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi tanpa meninggalkan arsitektur budaya lokal pada bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan dengan tetap memanfaatkan dan mengembangkan teknologi dan rekayasa bangunan gedung untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan di Kabupaten Sanggau. Rencana investasi penataan bangunan harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sanggau yang merupakan acuan spasial bagi pengembangan wilayah yang diwujudkan dalam rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang Kabupaten Sanggau sebagai wilayah perencana. Rencana Investasi Penataan Bangunan menggambarkan susunan unsur-unsur pembentuk bangunan dan lingkungan dalam struktur ruang kabupaten. Rencana Pola Penataan Bangunan menggambarkan letak, ukuran, fungsi dan kegiatan pembangunan terhadap individu, sosial masyarakat dan lingkungan.

7.2.1 Petunjuk Umum

Tujuan Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, dengan misi memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, aman dari kebakaran, berjati diri, serasi dan selaras dengan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Rencana Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan ini meliputi :

 Penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib, fungsional,andal dan efisien;

 Penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri;

 Penyelenggaraan dan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi;

 Penyelenggaraan dan penataan bangunan yang aman dari ancaman kebakaran;

(10)

87

 Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan dan melestarikan arsitektur dan ciri khas budaya local;

 Pengembangan teknologi dan rekayasa arsitektur untuk menunjang investasi dan pembangunan berkelanjutan.

7.2.2 Penataan Bangunan

Konsep penataan bangunan dilakukan melalui pendekatan perbaikan kawasan tertinggal dan kumuh dengan peningkatan kualitas bangunan permukiman yang terdiri dari dua model, yakni:

 Konsep Preventif (Pencegahan), dengan mengurangi/menghambat bertambahnya bangunan dilokasi perumahan kumuh, yang mencakup :  Pengendalian migrasi dari desa ke kota dengan mendorong pembangunan-pembangunan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan.

 Penegakan hukum/regulasi yang terkait IMB

 Penertiban, revitalisasi, dan pemindahan dengan cara yang manusiawi dan partisipatif

 Konsep Kuratif (Penaggulangan), dengan memecahkan persoalan bangunan pada permukiman kumuh secara fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat (TRIDAYA), yang mencakup :

 Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan  Pemberdayaan usaha pengembangan ekonomi lokal  Penciptaan lapangan kerja.

Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk merevitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi masyarakat agar tercapai kesejahteraan yang lebih baik.

7.2.3 Permasalan Penataan Bangunan

Permasalahan dan tantangan yang sering dihadapi pemerintah Kabupaten Sanggau dalam Penataan Bangunan yaitu:

(11)

88

 Belum adanya perumusan kebijakan bangunan gedung dan lingkungan di Kabupaten Sanggau;

 Adanya bangunan-bangunan yang dibangun dengan tidak memperhatikan KDB, KLB, GSB dan batas tepi bangunan dengan batas lahan lainnya;

 Belum adanya keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan pada bangunan-bangunan di Kabupaten Sanggau;

 Belum adanya konsep detail rencanan panangan kawasan kumuh dan kawasan permukiman;

 Belum adanya penataan ulang kawasan yang telah terdegradasi.

7.2.4 Permasalahan dan Tantangan

Kondisi fisik geografis Kabupaten Sanggau berbukit, gelombang, hingga datar. Pada daerah-daerah yang berkontur tajam tidak dimanfaatkan, untuk membangun areal lahan yang sedikit berbukit perlu pematangan, namun daerah yang rawan bencana tidak diizinkan untuk membangun. Penyelenggaraan aturan penataan bangunan dan gedung berpedoman pada rencana teknis ruang Kabupaten Sanggau yang mengatur pengendalian dan tatanan massa bangunan.

Pengendalian dan tatanan massa bangunan antara lain:

a. Konfigurasi yang terdiri dari ketinggian bangunan, ampelop bangunan (Koefisien Lantai Bangunan atau Floor Area Ratio, Koefisien Dasar Bangunan atau Building Coverage Ratio), kepejalan bangunan, cahaya matahari dan angin.

b. Penampilan yang terdiri dari Konteks yaitu perancangan visual yang cukup mengikat antara bangunan eksisting dan bangunan usulan sebagai kreasi yang mempunyai pengaruh yang tetap utuh dalam lingkungan. Serta Kontras yang merupakan perancangan visual yang mempunyai daya tarik khusus untuk memberi ciri-ciri bangunan itu sendiri, sebagai pengikat bangunan dan sekitarnya.

(12)

89

7.2.5 Penataan Lingkungan

Di Kabupaten Sanggau kondisi permukiman kumuh tidak terlalu menonjol, namun masih banyak penduduk yang bermukim pada suatu permukiman dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman dan sehat.

7.2.6 Landasan Hukum

Peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum panataan bangunan :

 UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung

 UU No. 4/1999 tentang Perumahan dan Permukiman, yang menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman secara menyeluruh, terpadu, bertahap dan mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

 PP No. 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002, bahwa semua bangunan gedung harus layak fungsi tahun 2010 dan mengamanatkan penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan pemerintah daerah dan hanya bangunan gedung negara yang merupakan kewenangan pusat.

7.2.7 Rencana Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan

Rencana Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan ini meliputi :

 Penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib, fungsional, andal dan efisien.

 Penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri.

 Penyelenggaraan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi.

 Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan dan melestarikan arsitektur dan ciri khas budaya local.

 Pengembangan teknologi dan rekayasa arsitektur untuk menunjang investasi dan pembangunan yang berkelanjutan.

(13)

90

7.2.8 Permasalahan Penataan Bangunan

Permasalahan dan tantangan yang sering dihadapi Pemerintah Kabupaten Sanggau dalam Penataan Bangunan, yakni:

 Pemerintah Kabupaten Sanggau belum memiliki Perda yang lengkap tentang Bangunan Gedung, Sehingga tidak ada landasan hukum yang kuat untuk diterapkan kepada pemilik bangunan yang tidak layak/tidak memenuhi syarat.

 Adanya masyarakat yang membangunan gedung tanpa melihat Rencana Tata Ruang/Bangunan dan Lingkungan.

 Belum adanya penataan ulang untuk kawasan-kawasan yang telah terdegradasi.

 Belum adanya konsep detail rencana dan detail penanganan kawasan kumuh dan kawasan permukiman.

7.2.9 Penataan Lingkungan

Di beberapa lokasi di Kabupaten Sanggau terdapat permukiman-permukiman kumuh yang berdampak pada lingkungan tidak sehat sehingga perlu ditata ulang kembali. Penataan lingkungan perumahan permukiman akan dikembangkan dengan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat sehingga bernilai ekonomis namun tetap menyediakan open space (ruang terbuka) yang berfungsi sebagai pembentuk ruang, ekologis dan resapan air, rekreasi dan komunitas sosial, penyediaan cahaya matahari dan sirkulasi udara serta memberikan kesan perspektif dan vista.

7.2.10 Rumusan Masalah

Permasalahan di bidang penataan bangunan gedung:

 Perda pendukung dalam penataan tentang bangunan gedung sebagai landasan hukum untuk menilai dan menata bangunan yang tidak layak dan tidak memenuhi syarat belum ada.

 Banyak pembangunan gedung tanpa memperhatikan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

(14)

91 Permasalahan di Bidang Lingkungan:

 Pembebasan lahan yang bermasalah untuk penataan lingkungan.

 Terjadinya degradasi kawasan strategis dan bernilai ekonomis.

 Permukiman tradisional yang berpotensi ekonomi dan wisata untuk dikembangkan tetapi dibiarkan kumuh.

Permasalahan di Bidang Pemberdayaan Masyarakat :

 Kondisi kelembagaan komunitas yang masih mengandalkan kekerabatan dan nilai sejarah kadang menjadi kendala bagi masyarakat.

 Secara Umum Masyarakat masih berperan pasif dan menunggu.

 Ketidaksanggupan pembiayaan penataan bangunan oleh masyarakat berkemampuan rendah.

7.2.11 Program yang Diusulkan

Untuk terwujudnya Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Sanggau, maka pemerintah telah memprogramkan penataan permukiman yang meliputi:

 Program Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Nelayan;

 Program Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman;

 Program Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

 Program Lingkungan Sehat Perumahan.

Untuk mengarahkan perkembangan wilayah Kabupaten Sanggau menuju arah penggunaan tanah yang berorientasi ekonomis dan fungsional serta berkelanjutan, perlu adanya arahan kegiatan dan rencana perkembangan wilayah kota yang diatur dalam kegiatan perencanan tata ruang.

Analisis diarahkan untuk mengakomodasi potensi dan kendala pengembangan agar bangunan gedung pada ruang-ruang kota dapat berfungsi secara efektif. Peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan yang memiliki nilai ekonomi, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta kajian nilai dukung lingkungan merupakan langkah

(15)

92 untuk memahami karakter areal perkotaan dan pembangunan yang dilakukan, pada gilirannya memerlukan analisis terhadap kemungkinan-kemungkinan pembangunan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: a. Faktor Alami

 Kondisi topografi/kemiringan lereng  Iklim

b. Faktor Buatan

 Kawasan terbangun (perumahan, perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan lain-lain) yang ada dan yang dalam proses

 Pengembangan kawasan-kawasan strategis yang mempunyai nilai ekonomi kawasan pengembangan khusus, misalnya perkantoran, perdagangan atau rekreasi

c. Faktor Kelembagaan masyarakat adat

Dari tiga parameter penilaian terhadap daya dukung lingkungan dan sesuai dengan rencana master plan maka dapat diperoleh beberapa unit-unit lahan yang dapat dikembangkan secara kontinu, bertahap ataukan terbatas. Ini sangat penting dilakukan agar ruang-ruang fungsional kota tercipta system interaksi yang baik dan degradasi lahan tidak terjadi serta yang terpenting adalah konsep pembangunan secara berkelanjutan dapat tercapai.

Dari hasil-hasil analisis dan tinjauan permasalahan, kondisi bangunan, sarana dan prasarana lingkungan perkotaan yang ada di Kabupaten Sanggau secara umum perlu dituangkan dalam rencana tata bangunan dan lingkungan. Konsep-konsep pengembangan kawasan yang mempunyai nilai ekonomi yang perlu didukung dengan sektor-sektor pelayanan agar dapat merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat dan sektor pariwisata.

Dalam rangka meningkatkan dan menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan yang baik, sehingga menghasilkan suatu lingkungan yang layak huni, maka perlu dilakukan beberapa kegiatan yang diwujudkan dalam beberapa program sebagai berikut:

(16)

93  Penyelenggaraan desiminasi/sosialisasi peraturan

perundang-undangan penataan bangunan dan lingkungan

 Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur  Penyelenggaan pelatihan teknis tenaga pendata bangunan gedung  Penyusunan RISPK

 Penyusunan RIK

 Penyusunan RAPERDA  Penyusunan RTBL

 Penyusunan perbaikan kampung (KIP)

 Penyusunan Rencana Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

7.3 RENCANA INVESTASI SUB BIDANG AIR LIMBAH 7.3.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

a. Umum

Sub Bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman (municipal wastewater). Untuk mencegah terjadinya penyakit bawaan air, dilakukan pengelolaan air minum dan air limbah secara terpadu, karena semakin banyak pemakaian air bersih, akan semakin banyak pula air buangannya. Kuantitasnya antara 70-80% dari rata-rata pemakaian air bersih (120-140 l/o/hr).

Yang dimaksud dengan air limbah adalah semua air/zat yang tidak lagi dipergunakan, sekalipun kualitasnya mungkin baik. Air limbah dapat dibagi ke dalam air limbah industri dan air limbah domestik, karena sifatnya/kandungannya terlalu berbeda.

Sub Bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya hanya mencakup pengelolaan air limbah domestik saja. Ke dalam katagori air limbah domestik ini termasuk air bekas mandi, bekas cuci pakaian, maupun cuci perabot dan bahan makanan dan lain-lain. Air ini sering disebut sullage ataupun gray water. Air ini tentunya mengandung banyak sabun atau

(17)

94 detergen dan mikroorganisme. Selain itu ada lagi air limbah yang mengandung exkreta, yakni tinja dan urine manusia. Sekalipun mengandung zat padat, tetapi exkreta ini dikelompokkan sebagai air limbah. Dibandingkan dengan dengan air bekas cuci, maka exkreta ini jauh lebih berbahaya karena mengandung banyak kuman patogen. Exkreta ini merupakan cara transport utama bagi penyakit bawaan air, terutama bahaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang seringkali juga kekurangan gizi. Oleh karena itu, maka air limbah ini perlu ditangani khusus dalam fasilitas saniter yang hegienis agar tidak kontak dengan manusia dan sumberdaya lainnya.

b. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam Rencana Kabupaten Sanggau

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sanggau dalam Pengelolaan Air Limbah untuk menjaga kerusakan dan pencemaran lingkungan adalah:  Mengawasi kerusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan

air limbah dan menyebarluaskan informasi tentang pentingnya kesehatan lingkungan kepada masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan;

 Meningkatkan kualitas aparatur lingkungan hidup;  Tersedianya saluran air limbah rumah tangga.

Program pemerintah Kabupaten Sanggau pada tahun 2008 s/d 2012 dalam pengelolaan air limbah yaitu: penyediaan prasarana dan sarana air limbah, perencanaan penanganan air limbah, pembangunan perbatasan bidang prasaran infrastruktur, penyehatan lingkungan permukiman (PLP) perkotaan, penyusunan master plan PLP, perencanaan PLP perkotaan, penyusunan DED, perencanaan sanitasi kawasan kumuh perkotaan, perencanaan jaringan sanitasi kawasan nelayan, IPLT komunal sederhana, pengadaan truk tinja, dan lain-lain.

7.3.2 Profil Pengelolaan Air Limbah

Berdasarkan kondisi dan karakteristik perumahan dan permukiman serta kondisi ekonomi, sosial, budaya masyarakat di Kabupaten Sanggau, maka

(18)

95 secara umum kondisi tentang sistem pengolahan air limbah di Kabupaten Sanggau adalah sebagai berikut:

a. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat ini

Pengelolaan air limbah yang ada saat ini adalah pengelolaan dengan on site sistem

Yaitu sistem pengelolaan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau dilokasi sumber, yaitu dengan membuat bangunan cubluk atau tangki septik. Bangunan cubluk tidak kedap air (rembes), sehingga hanya pada daerah dimana kedalaman air tanahnya lebih dari 10 m, dapat direkomendasikan. Untuk daerah yang kedalaman air tanahnya kurang dari 10 m, dianjurkan untuk membangun tangki septik. Di Kota Sanggau dan ibukota-ibukota kecamatan, umumnya setiap rumah telah memiliki tangki septik, tetapi tidak seluruh air buangannya dimasukkan ke dalam tangki septik. Air limbah kotoran (dari WC dan urinoir) yang disebut black water, dimasukkan ke dalam tangki septik, sedangkan air limbah lainnya, yang bukan dari WC dan urinoir, yaitu air limbah cucian (dapur, mandi, pakaian, westafel, dll) yang biasanya disebut grey water, dibuang langsung ke dalam saluran drainase/parit terdekat, baik di belakang rumah maupun di depan rumah (parit tepian jalan). Hal ini membuat keadaan lingkungan yang kurang sehat (saniter). Setiap hari, biarpun pada musim kemarau, selalu ada air air bekas cucian mengalir dalam parit, coklat kehitaman warnanya, bau, mengalir dengan aliran relatif kecil, kurang baik dari segi estetika, banyak nyamuk dan sering menjadi tempat bermainnya anak-anak. Di daerah pinggiran kota terutama masyarakat yang berada di tepi sungai yang relatif besar umumnya menggunakan jamban sebagai sarana MCK.

 Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan

Dengan adanya masyarakat yang belum mampu mengelola limbahnya atau belum mempunyai septik tank, sehingga masih menggunakan MCK menyebabkan terjadinya sanitasi yang kurang baik maka menyebabkan

(19)

96 kesehatan masyarakat kurang terjaga yaitu sering terjadinya diare pada masyarakat terutama pada anak-anak dengan angka kematian yang cukup tinggi. Sedangkan terhadap masyarakat yang sudah memiliki septik tank namun dengan adanya grey water yang dibuang langsung ke dalam parit terdekat, terutama pada musim kemarau yang berpotensi menimbulkan genangan adalah merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit demam berdarah. Berdasarkan data dari Rumah Sakit di Kabupaten Sanggau dan puskesmas-puskesmas kecamatan, diare merupakan penyakit yang umum terjadi di Kabupaten Sanggau (no 2 setelah ISPA, di atas malaria dan penyakit kulit), dan kecenderungan terjadinya demam berdarah akhir-akhir ini terus meningkat.

 Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah

Pengelolaan air limbah di Kabupaten Sanggau adalah pengelolaan dengan on site sistem, dimana prasarana dan sarana pengelolaan limbah yang ada merupakan cara individual dengan pembuatan septik tank di setiap rumah. Di Kota Sanggau dan Ibukota-ibukota kecamatan diperkirakan ± 80% rumah telah menggunakan septik tank. Sedangkan di daerah-daerah pinggiran dan terisolir belum mempunyai prasarana sarana air limbah khususnya septik tank ini sehingga sebagian dari masyarakat tersebut membuang air besar (tinja) di tempat yang tidak seharusnya. Masyarakat tepian sungai umumnya menggunakan jamban/WC terapung sebagai sarana MCK.

b. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

 Aspek Teknis

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, bahwa pengelolaan sistem air limbah di Kabupaten Sanggau secara teknis dilakukan dengan sistem sanitasi on site-individual yaitu sistem pembuangan setempat dimana fasilitas pembuangan air limbah yang berada di dalam daerah persil pelayanannya (batas tanah yang dimiliki), yang dilakukan oleh masing-masing KK. Sedangkan sistem sanitasi off-site belum dilakukan dengan alasan keterbatasan dana dan lembaga yang mengelola belum terbentuk

(20)

97 serta faktor lahan yang masih belum merupakan faktor pembatas. Keuntungan dari sistem on site ini adalah:

 Biaya pembuatan yang murah;

 Dapat dibuat oleh masing-masing KK;

 Teknologi yang digunakan relatif sederhana;

 Operasi dan pemeliharaan di lakukan secara pribadi dengan biaya yang relatif murah dan mudah;

 Sistem sangat privasi karena terletak pada persilnya.  Aspek Pendanaan

Dengan menggunakan sistem on site, maka sistem pendanaannya dikelola langsung oleh masyarakat, sehingga biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaannya juga ditangani sendiri oleh setiap KK seperti biaya konstruksi pembuatan tangki, pengurasan tangki dan biaya lainnya.  Aspek Kelembagaan Pelayanan Air Limbah

Dengan menggunakan sistem on site, maka lembaga yang diperlukan hanya lembaga yang memantau dan menyiapkan parasarana pengelolaan air limbah seperti truk tinja, yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sanggau.

7.3.3 Permasalahan Yang Dihadapi

a. Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana Air Limbah

Mengingat pentingnya kesehatan masyarakat dan kemampuan masyarakat untuk pengelolaan air limbah diperlukan bantuan untuk pembuatan prasarana dan sarana air limbah yaitu dengan cara pembuatan septiktank atau cubluk untuk masyarakat yang kurang mampu atau belum mempunyai prasarana dan sarana air limbah. Untuk menjaga kesehatan dan perlindungan lingkungan terutama sumber daya air permukaan mapun air tanah, perlu dilakukan menyebarluasan informasi tentang pengelolaan lingkungan kepada masyarakat melalui penyuluhan tentang pengelolaan air limbah yang sesuai baku mutu lingkungan.

(21)

98

b. Rumusan Masalah

 Aspek Kelembagaan

Bentuk kelembagaan yang cocok dengan besarnya kewenangan dan sumber daya manusia sebagai salah satu unsur pengelola belum memadai dari jumlah maupun kualitasnya.

 Aspek Teknis Operasional

Keterbatasan sarana dan prasarana pengurasan dan pengumpulan (truk tinja, pompa dsb), tidak adanya instalasi pengolah lumpur tinja (IPLT), serta tidak adanya instalasi pengolah air limbah (IPAL) sebelum dibuang ke dalam air, septik tank yang ada tidak menggunakan bidang resapan, umumnya disain tidak memadai.

 Aspek Pembiayaan

Tidak seimbangnya besar biaya operasional – pemeliharaan (O & M) pengelolaan dan besarnya penerimaan retribusi sebagai konsekuensi logis pelayanan penerimaan. Karena sistem yang digunakan merupakan sistem on site maka O & M hanya diperuntukkan bagi sarana dan prasarana pengurasan dan pengumpulan khususnya truk tinja. Masyarakat belum mau membayar dengan harga yang wajar untuk setiap kali proses pengurasan, misalnya.

 Aspek Pengaturan/Regulasi

Tidak adanya kebijakan pengaturan pengelolaan yang mampu memberikan motivasi kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara utuh dalam pengelolaan secara terpusat baik menyangkut biaya maupun teknik operasional. Masyarakat masih menganggap bahwa pengelolaan air limbah merupakan kewajiban masing-masing KK yang tidak perlu diatur dalam suatu peraturan daerah misalnya.

 Aspek Peran Serta Masyarakat

Kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara utuh dalam pengelolaan perlu ditingkatkan. Masyarakat perlu memahami dan menyadari bahwa limbah merupakan hasil aktivitas domestik yang berdampak terhadap kesehatan lingkungan, merupakan persoalan bersama yang perlu dikelola untuk meminimalisir dampak yang

(22)

99 mungkin terjadi terhadap tanah, air tanah dan air permukaan, estetika, dan sebagainya akibat air limbah.

7.3.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi a. Analisis Permasalahan

 Aspek Teknis

Sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Sanggau saat ini dengan sistem on site yaitu pengelolaan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau dilokasi sumber, yaitu dengan membuat bangunan cubluk atau tangki septik.

 Aspek Non Teknis

Kebiasan masyarakat sebagian masyarakat yang masih menggunakan cubluk dan juga masih banyak yang membuang limbah tidak pada tempatnya terutama ke sungai. Masyarakat masih menganggap kotor bila WC berada dalam rumah, masyarakat keberatan untuk membuat WC karena merasa harga bangunan yang masih mahal. Masyarakat menganggap keberadaan WC dalam setiap pembangunan rumah bisa ditunda di masa-masa mendatang, sebagian masyarakat masih belum bisa buang air di tempat tertutup, selain di sungai.

 Kendala yang Dihadapi dalam Pengelolaan Air Limbah

- Kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang pengelolaan

lingkungan dan kesehatan lingkungan sehingga masih banyak masyarakat yang membuang atau mengalirkan limbah secara sembarangan

- Masyarakat masih menganggap alam masih mampu untuk

melakukan self purification, sehingga aktivitas pembuangan limbah yang tidak pada tempatnya tidak akan berdampak besar terhadap kesehatan lingkungan

- Kemampuan masyarakat untuk mengelola air limbah masih rendah

(23)

100

b. Alternatif Pemecahan Persoalan

Beberapa alternatif pemecahan masalah yang adapat dilakukan adalah sebagai berikut:

- Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan arti penting pengelolaan

air limbah secara baik

- Membangun infrastruktur yang dapat memberikan kemudahan kepada

masyarakat dalam pengelolaan dan pengolahan limbah

- Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah c. Rekomendasi

- Memberikan penyuluhan atau desiminasi kepada masyarakat terhadap

pentingnya pengelolaan air limbah

- Membangun infrastruktur pengelolaan dan pengolahan limbah, seperti: - Pembuatan septik tank komunal

- Melengkapi septik tank dengan bidang resapan - Pembuatan MCK umum

- Pembuatan IPAL - Pembuatan IPLT

- Pembuatan Jamban Keluarga

- Menyediakan sarana dan prasarana seperti pengadaan truk tinja dan

sebagainya

7.3.5 Sistem Prasarana Yang Diusulkan a. Usulan dan Prioritas Program

Melihat kondisi pengelolaan air limbah dan permasalahan yang ada di Kabupaten Sanggau, baik dari aspek teknis maupun non teknis serta melihat kondisi sosial dan budaya masyarakat serta kemampuan pemerintah maka usulan program atau kegiatan yang perlu untuk dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang adalah sebagai berikut:

b. Pembiayaan Pengelolaan

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah, maka perlu didukung oleh pembiayaan

(24)

101 pengelolaan yang bersumber dari APBN maupun APBD. Berikut ini adalah Tabel Usulan Pembiayan Proyek Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Sanggau.

7.4 RENCANA INVESTASI SUB BIDANG PERSAMPAHAN 7.4.1 Profil Umum Persampahan

Sub Bidang Persampahan pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih dari sampah.

Sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sisa aktivitas manusia/masyarakat, tidak terpakai, dapat bersifat organik maupun anorganik, karena membahayakan kesehatan lingkungan harus dibuang/disingkirkan/dikelola dari lingkungan. Menurunnya kinerja pengelolaan persampahan dalam beberapa tahun terakhir ini tidak lepas dari dampak perubahan tatanan pemerintahan di Indonesia dalam era reformasi, otonomi daerah serta krisis ekonomi yang telah melanda seluruh wilayah Indonesia. Adanya perubahan kebijakan arah pembangunan infrastruktur perkotaan, menurunnya kapasitas pembiayaan daerah, menurunnya daya beli dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan merupakan pemicu terjadinya degradasi kualitas lingkungan perkotaan termasuk masalah kebersihan kota.

Penurunan kinerja tersebut ditunjukkan oleh berbagai hal seperti menurunnya kapasitas SDM karena banyaknya pergantian personil yang sebelumnya pernah terdidik dalam bidang persampahan melaui program training atau capasity building, tidak jelasnya organisasi pengelola sampah karena adanya perubahan kebijakan pola maksimal dan minimal suatu dinas, menurunnya alokasi APBD bagi pengelolaan sampah, menurunnya penerimaan retribusi (secara nasional hanya dicapai 22%), menurunnya tingkat pelayanan (tingkat pelayanan dari dat BPS tahun 2000 hanya 32% yang sebelumnya pernah mencapai 50%), menurunnya

(25)

102 kualitas TPA yang sebagian besar menjadi open dumping dan timbulnya friksi sosial bahkan korban jiwa, tidak adanya penerapan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan lain-lain.

Banyak kota masih mengikuti pendekatan atau paradigma lama yang menganut prinsip bahwa sampah harus secepatnya dikumpulkan, diangkut dan dibuang. Semua sampah yang dihasilkan oleh masyarakat diperlakukan sama tanpa upaya untuk meningkatkan efisiensi penanganan yang dilakukan. Hal ini terbukti tidak pernah berhasil. Sampah semakin banyak dihasilkan tetapi ketersediaan dana tidak berbanding lurus dengan kebutuhan. Makin banyak sampah yang tidak mampu ditangani dan pada akhirnya menumpuk di banyak tempat yang tidak seharusnya seperti kali, lahan kosong, dibakar, dan lain-lain yang menimbulkan masalah serius bagi lingkungan sekitarnya.

Suatu pendekatan atau paradigma baru harus dipahami dan diikuti, yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali, dan atau didaur ulang; atau yang sering dikenal dengan istilah 3R (reduce, reuse, recycle). Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

a. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Sanggau

Kebijakan Pemerintahan Kabupaten Sanggau dalam rangka pengelolaan persampahan adalah:

1. Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya; 2. Pengelolaan persampahan dari sistem lahan sebagai tempat

pembuangan akhir menjadi sistem TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) untuk meminimalisasikan timbulan sampah;

3. Mengedepankan peran dan patisipasi aktif masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan;

(26)

103 5. Pemisahan badan/fungsi regulator dan operator;

6. Mengembangkan tingkat pelayanan; 7. Peningkatan efektifitas penegakan hukum.

Adapun Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan adalah:  Penyusunan DED

 Penyediaan lahan landscap

 Perencanaan dan pembangunan jalan akses dan interzone  Perencanaan dan pembangunan saluran drainase air hujan

 Perencanaan dan pembangunan pengolah limbah yang meliputi: drainase leacite, kolam pengumpul, kolam anaerobik, kolam fakultatif, kolam aerasi dan maturasi, serta kolam biofilter

 Pemeliharaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sampah  Perencanaan bidang kebersihan

 Pembangunan/peningkatan sarana dan prasarana kebersihan  Pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan

 Penyusunan perencanaan kebersihan dan pertamanan  Pembinaan/penyuluhan kebersihan dan keindahan kota

 Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan (pembangunan TPA)

 Penyuluhan dan pengawasan kualitas lingkungan sehat (kebersihan)  Pengelolaan sistem 3R

 Studi AMDAL TPA

7.4.2 Profil Persampahan

a. Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan Saat ini

Sistem pengelolaan persampahan yang ada saat ini di Kabupaten Sanggau adalah menggunakan dua pola. Pola yang pertama adalah individual, yaitu penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah pekarangannya atau cara lain yang masih dibenarkan. Masyarakat umumnya mengolah sampahnya sendiri dengan cara dibakar. Umumnya pola ini diterapkan hampir di seluruh wilayah Kabupaten Sanggau. Pola ini masih memungkinkan untuk

(27)

104 diterapkan di Kabupaten Sanggau hingga saat ini mengingat pemukiman yang ada seperti pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang masih sangat rendah. Secara alami tanah/ alam masih dapat mengatasi pembuangan sampah yang dilakukan secara sederhana tersebut. Walaupun pengomposan merupakan bagian dari pola ini, namun cara ini belum umum dilakukan masyarakat di Kabupaten Sanggau.

Makin padat padat penduduk suatu pemukiman atau kota dengan segala aktivitasnya, sampah tidak dapat lagi diselesaikan di tempat; sampah harus di bawa keluar dari lingkungan hunian atau lingkungan lainnya. Oleh karena itu, di daerah-daerah dimana terdapat fasilitas umum seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit, apotik, taman, jalan, saluran/sungai; daerah komersial seperti toko (perniagaan), hiburan, hotel, rumah makan, dan pasar tradisional, baik di Kota Sanggau maupun di kota-kota kecamatan digunakan pola yang kedua, yaitu komunal. Yaitu pola, dimana pengelolaan sampah dari beberapa sumber dilakukan pada satu titik pengumpulan langsung oleh penghasil sampah, untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan.

Untuk Kota Sanggau dan sebagian ibu kota kecamatan pengelolaan ini dikoordinir oleh Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran. Sebelumnya lembaga pengelola adalah Dinas Kimpraswil Kabupaten Sanggau Subdin Kebersihan.

Dari jumlah 15 (lima belas) kecamatan di Kabupaten Sanggau, baru terlayani 9 (sembilan) kecamatan mendapat pelayanan persampahan atau pengelolaan secara komunal.

Kota Sanggau yang terdiri dari satu kecamatan dan enam kelurahan memiliki area pelayanan 310 km2. Dengan luas areal pelayanan tersebut harus dilayani oleh personil lapangan yang terdiri dari tenaga PNS dan umumnya tenaga honorer. Sedangkan personil lapangan yang ada di kecamatan-kecamatan hampir seluruhnya merupakan tenaga honorer. Berikut ini adalah data timbulan sampah di Kota Sanggau:

(28)

105 Tabel 7.3. Produksi Sampah Di Kota Sanggau

No Timbulan Sampah Volume (m3/hari) Pelayanan (%) 1. Volume sampah di dalam kota

Sanggau

62 100

2. Volume sampah tidak terangkut

3 5

3. Volume sampah terangkut 59 47

Sumber: BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2014

Tabel 7.4.

Timbulan Sampah Di 9 (sembilan) Kecamatan yang Mendapatkan Pelayanan, Dari 15 Kecamatan yang Ada Di Kabupaten Sanggau

No. Kecamatan

Sampah terkendali Tidak Terkendali Terangkut Tdk terangkut Faktor loss 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kapuas Parindu Meliau Tayan Hulu Tayan Hilir Kembayan Sekayam Entikong Balai 68 m³ 12 m³ 10 m³ 13 m³ 6 m³ 6 m³ 9 m³ 12 m³ 6 m³ 2 m³ 7 m³ 4 m³ 3 m³ 4 m³ 3 m³ 4 m³ 3 m³ 4 m³ 40 m³ 7 m³ 5 m³ 5 m³ 4 m³ 3 m³ 6 m³ 6 m³ 4 m³ Sumber: BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2014

Selain besarnya timbulan sampah, faktor lain yang tidak bisa dikesampingkan dan perlu mendapat perhatian adalah Tempat Pembuangan, baik sementara (TPS) maupun akhir (TPA).

Jumlah TPA di Kota Sanggau ada dua, yaitu TPA Sungai Kosak dengan luas 3,5 Ha dan TPA Semboja dengan luas 9,0 Ha. TPA Semboja telah menjalani tahap pasca operasi. Metode pengelolaan TPA Sungai Kosak adalah open dumping tanpa pengelolaan rutin di TPA, karena tidak memiliki alat berat. TPA ini juga belum memiliki dokumen pengelolaan

(29)

106 lingkungan. Sehingga upaya pemantauan lingkungan belum pernah dilakukan.

Berdasarkan data yang ada pada Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pemadam Kebakaran (BLHKPK) Kabupaten Sanggau, tercatat 308 TPS yang tersebar di seluruh ibu kota kecamatan. TPS-TPS tersebut seluruhnya dalam kondisi yang baik, terbuat dari konstruksi batako 78 buah dan sisanya berbahan fiber.

b. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan yang Ada (Aspek Teknis)

Sistem pengelolaan persampahan yang ada saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah dengan cara dibakar. Dimana sumber sampahnya dari aktifitas sehari-hari.

Dampak negatif yang terjadi dari pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat adalah kurang sempurna dalam pengelolaan sehingga masih sering terjadi bau yang kurang enak sehingga mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Karena peningkatan laju timbulan sampah khususnya di perkotaan yang tidak diikuti dengan ketersediaan prasarana dan sarana persampahan yang memadai, berdampak pada pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, tidak terkecuali di Kabupaten Sanggau. Dengan selalu mengandalkan pola kumpul – angkut – buang, maka beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Untuk Kota Sanggau, TPA yang ada sekarang terdapat di Dusun Sungai Kosak Kecamatan Kapuas. Sedangkan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) tersebar di 68 lokasi dengan kondisi yang relatif masih baik. Berikut ini adalah data TPS dalam Kota Sanggau dan Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Sanggau.

Tabel 7.5. Data Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Kabupaten Sanggau

No Tempat Ukuran (m) Kondisi

1 Jl. RE. Martadinata 1,65X1,65X0,75 Baik 2 Jl. RE. Martadinata 1,60X1,25X0,75 Baik 3 Jl. RE. Martadinata 1,75X1,30X0,75 Baik

(30)

107

5 Depan Kodim 2,10X1,25X0,70 Baik

6 Jl. Nenas 1,30X1,25X0,90 Baik

7 Jl. Kini Balu 1,30X1,20X0,95 Baik 8 Jl. Kini Balu 2,10X1,45X0,80 Baik 9 Jl. Jend. A.Yani 1,35X1,25X0,90 Baik 10 Jl. Jend. A.Yani 2,20X1,10X1,05 Baik 11 Jl. Jend. A. Yani 2,00X1,30X0,80 Baik 12 Jl. Jend. A. Yani 1,95X1,00X1,00 Baik 13 Jl. Ade Irma Suryani 6,00X3,00X1,20 Baik 14 Jl. K.H. Agus Salim 2,10X1,10X0,85 Baik 15 Jl. K.H. Agus Salim 1,75X1,70X0,90 Baik 16

Jl. Setia Budi (Psr.

Sentral) 1,60X1,60X1,00 Baik

17 Depan Kantor BKKBN 2,00X1,30X1,10 Baik 18

Jl. Sutan Syahrir

(SMA2) 2,20X1,40X0,70 Baik

19 Jl. Sutan Syahrir 3,40X1,70X1,00 Baik 20

Jl. Sutan Syahrir

(Depan Imigrasi) 1,30X1,30X0,70 Baik 21 Jl. Mungguk Badang 2,80X1,80X0,65 Baik 22 Jl. Pancasila 1,60X1,50X1,00 Baik 23 Jl. Pancasila 2,30X1,10X0,75 Baik 24 Jl. Pacasila 1,60X1,50X1,00 Baik 25 Jl. Mesjid Agung 6,00X3,00X1,20 Baik 26 Jl. PH. Sulaiman 1,85X1,25X1,00 Baik

27 Jl. Anggrek 1,65X1,65X0,90 Baik

28 Jl. Anggrek 1,60X1,55X1,00 Baik

29 Jl. H.Abas 4,10X2,40X1,00 Baik

30 Jl. Flamboyan 1,65X1,60X0,90 Baik 31 Jl. Jend. Sudirman 4,10X4,00X1,00 Baik 32 Jl. Jend. Sudirman 1,60X1,50X0,80 Baik 33 Jl. Pancasila 1,60X1,50X0,80 Baik 34 Jl. H. Abbas 2,20X1,60X0,70 Baik 35 Jl. H. Abbas 1,35X1,30X1,00 Baik 36 Jl. H. Abbas 1,60X1,60X1,00 Baik 37 Jl. H. Abbas 1,50X1,00X0,40 Baik 38 Jl. H. Abbas 1,60X1,50X1,00 Baik 39 JL. H. Abbas 1,60X1,50X1,00 Baik 40 Jl. Flamboyan 2,30X1,10X0,80 Baik 41 Jl. Jend. Sudirman 1,70X1,60X1,10 Baik 42 Jl. Jend. Sudirman 1,25X1,20X1,00 Baik 43 Jl. Jend. Sudirman 3,50X1,70X0,90 Baik 44 Jl. Jend. Sudirman 1,30X1,25X0,60 Baik 45 Jl. Jend. Sudirman 1,60X1,55X1,00 Baik

(31)

108 46 Jl. Pangsuma 2,00X1,70X1,00 Baik

47 Jl. Pangsuma 2,20X1,10X0,75 Baik

48 Jl. H. Said 1,20X1,15X0,90 Baik

49 Jl. Kom Yos Sudarso 1,20X1,20X0,90 Baik 50 Jl. Pancur Aji 3,95X2,30X1,00 Baik Sumber: BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2014

Dengan tingkat pelayanan yang rendah dan dengan pelayanan pengumpulan/pengangkutan yang masih kurang (minimal seminggu 2 kali), sedangkan masyarakat yang tidak mendapatkan akses pelayanan serta tidak cukup memiliki lahan untuk proses pengolahan setempat atau sudah merupakan suatu kebiasaan membuang sampahnya di sembarang tempat, terutama sungai dan melakukan pembakaran sampah secara terbuka.

Tabel 4.6 memuat informasi mengenai data kendaraan angkutan sampah dan bak sampah pada Bidang Kebersihan Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Sanggau.

Gambar 4.1. Sistem Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Sanggau Tabel 7.6.

Data Kendaraan Angkutan Sampah dan Bak Sampah di Kabupaten Sanggau

No Jenis Kendaraan Merk/Type No Polisi Keterangan 1. Back Hoe / Loader Case/580 Super M

(32)

109 3. Dump Truck Toyota / BY.43 KB 9876 DR

4. Dump Truck Isuzu KB 9887 AC

5. Arm Roll Toyota / BY.43 KB 9949 D 6. Arm Roll Toyota/BU.343 R KB 9951 D

7. Arm Roll Isuzu KB 9900 AK Rusak Berat

8. Truck Tangki Mitsubishi/FE.334 KB 9600 DR

9. Truck Kayu Mitsubishi/FE.334 KB 9601 DR Rusak Berat 10. Pick Up Mitsubishi/L.300

GP

KB 8110 D Rusak Berat

11. Pick Up Double Cabin Toyota/KF.60 KB 9704 D

12. Dump Truck KB 9868 D

13. Dump Truck Bantuan ANTAM

KB 1118 XX

14. Sepeda Motor Honda Win 100 di tpt Alm.

Ir.Suardi 15. Truck CSR Bank Kalbar Isuzu FLF NKR 71 HD KB 715 XX

16. Truck CSR PTPN 13 Toyota Dyina 130 HT

KB 1129 XX

17. Tosa Di UPK

Sumber: BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2014  Aspek Pendanaan

Komitmen Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sektor kebersihan/persampahan diakomodir dalam Renja dan Renstra Daerah. Minimnya anggaran yang tersedia sehingga belum terealisasi secara signifikan. Sedangkan sektor swasta belum memberikan konstribusi yang signifikan terhadap pengelolaan sampah di Kabupaten Sanggau. Dalam tahun terakhir ini ada peningkatan yang signifikan dalam pengangggaran sektor persampahan. Pada Tahun 2009 retribusi pelayanan kebersihan dan persampahan adalah sebesar Rp. 454.298.800,-; pada tahun 2010 sebesar Rp. 595.691.700,-; pada tahun 2011 sebesar Rp. 548.000.000,-; pada tahun 2012 sebesar Rp. 2.577.661.000,-

Pengelolaan persampahan dirasakan belum maksimal. Secara umum alokasi Sedangkan sektor swasta mulai didorong partisifasinya dalam

(33)

110 memberikan kontribusinya terhadap pengelolaan sampah di Kabupaten Sanggau. Melalui Program CSR pada tahun 2010 dan 2011 berturut-turut Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran mendapat bantuan masing-masing 1 unit mobil angkutan sampah dari Bank Kalbar dan PTPN 13. Bantuan ini sangant membantu dalam pengelolaan pelayanan kebersihan di kota Sanggau.

 Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan

Dalam rangka pengelolaan sampah di Kabupaten Sanggau sangat diperlukan koordinasi dengan stakeholder terkait baik sektor Pemerintah, Swasta maupun masyarakat. Koordinasi dengan sektor Pemerintah dalam hal perencanaan, kebijakan, dan strategi pengelolaan sampah. Sedangkan dengan pihak swasta dan masyarakat lebih banyak berkoordinasi dalam hal operasional dan penanganan sampah di lapangan.

Hambatan dalam koordinasi antara lain dikarenakan stakeholder banyak disibukkan tugas pokok dan fungsi utamanya sehingga masalah penanganan kebersihan/persampahan yang diagendakan kurang menjadi prioritas, atau menyerahkan kepada staf yang kurang berkompetensi terhadap permasalahan. Pengelolaan persampahan yang ada di Kabupaten Sanggau, masih dikelola oleh masing-masing individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan lembaga yang mengelola sampah adalah Dinas PU dan Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran. Namun kedua lembaga atau instansi pengelola tersebut belum dapat bekerja secara maksimal akibat keterbatasan SDM dan peralatan. Padahal lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor penggerak seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari sumber sampai TPA. Kondisi kebersihan suatu kota atau wilayah merupakan output dari rangkaian pekerjaan manajemen pengelolaan persampahan yang keberhasilannya juga ditentukan oleh faktor-faktor lain. Kapasitas dan kewenangan instansi pengelola persampahan menjadi sangat penting karena besarnya tanggungjawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana.

(34)

111 Kecilnya kewenangan institusi persampahan dengan tanggung jawab yang tidak sederhana ini, belum didukung oleh SDM (sumber daya manusia) yang memadai terutama dari kuantitas dan kualitas. Upaya-upaya peningkatan kualitas personil yang telah dilakukan berupa training bidang persampahan, tidak ditindaklanjuti secara memadai. Seringkali tenaga terdidik tersebut pada umumnya telah menempati tugas di luar sektor persampahan.

 Aspek Peraturan Perundangan

Perencanaan pengelolaan sampah merupakan suatu kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan, yang meliputi perencanaan, penganggaran, dan penanganan sampah. Rencana Peningkatan pengelolaan sampah di Kabupaten Sanggau tercermin dalam Renstra dan Renja Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Sanggau yang disusun berdasarkan skala prioritas mulai tahun 2009 – 2014. Agar validasi perencanaan dapat selalu up to date maka setiap tahun dilakukan reviu untuk disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan.

Perencanaan TPA yang mengacu kepada amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dirasakan perlu menjadi prioritas kebijakan daerah Kabupaten Sanggau, karena TPA yang ada saat ini belum memenuhi syarat sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang tersebut. Di Kabupaten Sanggau belum ada peraturan perundangan yang khusus mengatur tentang pengelolaan persampahan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat belum optimalnya pengelolaan persampahan di Kabupaten Sanggau. Kurangnya pendidikan yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini serta tidak bisa dilakukannya sanksi hukum karena peraturan perundangan yang belum ada.

 Aspek Peran Serta Masyarakat

Pengelolaan kebersihan/persampahan di Kabupaten Sanggau mulai dari perencanaan, Pendanaan dan pelaksanaan seluruhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran. Partisifasi masyarakat masih dirasakan sangat

(35)

112 rendah, namun upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah terus dilakukan antara lain dengan melakukan sosialisasi, mobilisasi, media penerangan, kegiatan gotong royong, komunikasi personal kepada tokoh masyarakat sebagai media kontrol terhadap kinerja petugas dilapangan.

Sudah sejak lama masyarakat (individu maupun kelompok) sebenarnya telah mampu melakukan sebagian sistem pengelolaan sampah baik untuk skala individu maupun skala lingkungan terutama di lingkungan permukimannya. Di Kabupaten Sanggau masyarakat masih mengolah sampahnya sendiri dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

Gambar 7.7.

Aspek-aspek Utama yang Berperanan dalam Pengelolaan Persampahan

7.4.3 Permasalahan yang Dihadapi

a. Sasaran Penyediaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah

Sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Sanggau adalah:

 Tercapainya kondisi kota dan lingkungan yang bersih;  Pencapaian pengurangan kuantitas sampah sebesar 20%;  Pencapaian sasaran cakupan pelayanan 60% penduduk;

(36)

113  Tercapainya kualitas pelayanan yang sesuai atau mampu melampaui

standar pelayanan minimal persampahan;

 Tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA;

 Tercapainya peningkatan kinerja institusi pengelola persampahan yang mantap;

 Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat sebagai sumber timbulan dalam pengelolaan kebersihan dan persampahan;

 Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat sebagai sumber timbulan dalam pengelolaan kebersihan dan persampahan secara utuh.

b. Rumusan Masalah

Persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Sanggau pada saat ini adalah:

 Aspek Teknis: Keterbatasan prasarana dan sarana pengumpulan kontainer, pengangkutan (arm rill truck), pengolahan di tempat pembuangan akhir (buldozer, truck dozer), jumlah TPS yang belum memadai, belum tersedianya TPA yang memadai serta penanganan akhir sampah.

Sarana angkutan persampahan untuk Kabupaten Sanggau secara umum belum memadai dengan timbulan sampah yang semakin hari semakin bertambah.

TPS yang ada sekarang masih memerlukan penambahan. Sedangkan TPA masih difungsikan secara tradisional (open dumping), tidak dikelola secara teknis pengelolaan TPA yang memenuhi kriteria, karena tidak didukung dengan peralatan berat dan kelengkapan lainnya, diantaranya:

- Jalan masuk/akses - Jalan kerja

- Drainase TPA - Lapisan Kedap Air - Pengolahan Lindi

(37)

114

- Supply listrik

Proses pengomposan tidak bisa dilakukan karena tidak adanya supply listrik, walaupun bangunan dan peralatan untuk proses tersebut telah tersedia dari bantuan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

 Aspek Kelembagaan: Bentuk kelembagaan yang tidak sesuai dengan besarnya kewenangan yang harus dikerjakan, sumber daya manusia sebagai unsur pengelola kurang memadai dari jumlah mapun kualitasnya. Minimnya SDM yang berkualifikasi lingkungan/persampahan, baik staf maupun tenaga lapangan.

 Aspek Keuangan/Pembiayaan: Tidak seimbangnya besar biaya operasional-pemeliharaan (OP) dengan besarnya penerimaan retribusi sebagai konsekuensi logis pelayanan akibat mekanisme penarikan retribusi yang kurang memadai.

7.4.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi a. Analisis Permasalahan

Permasalahan pengelolaan persampahan berdasarkan kondisi yang ada saat ini ditinjau dari aspek teknis dan non teknis:

 Aspek Teknis

Proses pembakaran sampah yang dilakukan oleh masyarakat sering menimbulkan asap disertai bau yang menyengat sehingga mengganggu lingkungan sekitar. Kepulan asap hasil pembakaran sampah harus dicermati, mengingat kemungkinan mengandung zat-zat berbahaya lainnya yaitu Dioksin, zat karsinogenik penyebab kanker yang merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari sampah plastik.

 Aspek Non Teknis

 Masyarakat masih belum memahami bahwa masalah kebersihan adalah tanggung jawab bersama.

 Hukum dan Peraturan Perundang-undangan belum dilaksanakan atau ditegakkan.

(38)

115  Masalah kebersihan belum menjadi program prioritas di daerah. Hal ini berdampak pada alokasi biaya kebersihan yang masih sangat terbatas.

b. Alternatif Pemecahan Masalah

Pemecahan persoalan di atas maka alternatif pemecahan masalah adalah:

 Diadakannya penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat tentang sistem pengelolaan lingkungan dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan menuju kota yang bersih berwawasan lingkungan;

 Ditetapkannya hukum dan peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan persampahan;

 Dibangunnya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yaitu dibangunnya TPS dan TPA;

 Meminimalisasi sampah yaitu untuk mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi;

 Dialokasikan dana khusus untuk pengelolaan persampahan;

 Pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yaitu: gerobak sampah, truck sampah, kontainer, tong sampah, transfer depo.

7.4.5 Sistem Pengelolaan Persampahan yang Diusulkan a. Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Persampahan

Usulan dan prioritas program pengelolaan persampahan, yaitu sebagai berikut:

 Dibangunnya TPA dengan sistem sanitary landfill atau controlled landfill;

 Didorong untuk upaya pengurangan sampah dengan penerapan konsep 3 R (reduce, reuse dan recycling);

 Pengadaan sarana prasarana persampahan;

 Penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat tentang pengelolaan persampahan;

(39)

116  Diadakan bimbingan teknis pengomposan untuk mengurangi volume

sampah ke TPA dan dapat digunakan sebagai pupuk oleh petani.

b. Pembiayaan Pengelolaan

Dana pengelolaan persampahan di Kabupaten Sanggau bersumber dari dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah.

7.5 RENCANA INVESTASI SUB BIDANG DRAINASE 7.5.1 Gambaran Umum

a. Kondisi Sistem Drainase

Secara umum kondisi saluran drainase di Kabupaten Sanggau terbagi menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu:

1. Bentuk drainase primer 2. Bentuk drainase sekunder 3. Bentuk drainase tertier

Sungai Kapuas merupakan bentuk drainase primer yang mengalir dari timur ke barat dengan fungsi sebagai badan air penerima primer dari sistem drainase lainnya. Umumnya pola drainase teknis masih rendah dari pola aliran limpasan air alami (non teknis) baik datangnya dari hujan maupun limpasan-limpasan dari dataran-dataran tinggi dan bukit sekitarnya.

Konsep drainase di Kabupaten Sanggau diarahkan untuk perbaikan jaringan drainase yang belum permanen menjadi permanen, dimana aliran dari dan untuk pembuangannya dialirkan ke sungai, peresapan alami, sepanjang jalan utama dan aliran-aliran air yang ada. Selain itu di tiap beberapa rumah akan dibangun sumur-sumur peresapan guna menampung air hujan, sehingga bila musim kemarau tiba tidak sulit mendapatkan cadangan air. Daerah yang menjadi prioritas adalah daerah daerah-daerah dengan pertumbuhan pembangunan yang pesat, daerah dengan pembangunan intenisif, daerah rawan bencana, daerah perbatasan dan daerah-daerah unggulan dengan nilai tinggi.

Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun

(40)

117 konsep pembangunan yang berkelanjutan, mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai daerah tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal-hal tersebut di atas membawa dampak pada rendahnya kemampuan sistem drainase mengeringkan kawasan terbangun dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai), untuk mengalirkan air ke Sungai Kapuas.

Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan drainase di Kabupaten Sanggau antara lain adalah menurunnya perhatian pengelola pembangunan bidang drainase khususnya mengenai masalah operasi dan pemeliharaan, pola pikir dan kesadaran masyarakat yang rendah akan lingkungan hidup yang bersih dan sehat serta lemahnya institusi pengelola prasarana dan sarana drainase dan ketidakmampuan untuk menyusun program yang dibutuhkan.

b. Maksud dan Tujuan

Maksud perencanaan sistem drainase di Kabupaten Sanggau dipakai sebagai pedoman/panduan dalam pelaksanaan pembangunan sistem drainase, sehingga hasil pembangunan bisa meningkatkan kesehatan masyarakat dan bisa mengendalikan bahaya banjir.

Perencanaan drainase disusun dengan tujuan:

 Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengendalikan bahaya banjir di Kabupaten Sanggau pada umumnya dan di Kota Sanggau pada khususnya;

 Terwujudnya sistem penanganan drainase yang berkelanjutan, lingkungan yang layak dan terjangkau oleh masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah;

 Terwujudnya peningkatan kinerja penanganan drainase melalui pembangunan yang memiliki kualitas baik dan bermanfaat bagi masyarakat, dunia usaha, dan Pemerintah Daerah.

Gambar

Tabel 7.2. Frekuensi Kebakaran di Kota Sanggau (2009 s/d 2014)  Jenis Kejadian  2009  2010  2011  2012  2013  2014  Rumah/ Kantor  5                        (1 orang  meninggal)  8  8  12  11  11 (3 orang meninggal)  Ruko/  Gudang/Hotel  1  10  5  1  7  4
Tabel 4.6 memuat informasi mengenai data kendaraan angkutan sampah  dan  bak  sampah  pada  Bidang  Kebersihan  Badan  Lingkungan  Hidup,  Kebersihan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Sanggau

Referensi

Dokumen terkait

Prevalensi ektoparasit pada ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang tertinggi pada kolam T2 dengan ditemukannya Trichodina sp sebesar 100% di bagian insang dan 80% pada

Berdasarkan indikator menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan di Desa Benua Baru Ilir menggunakan 8 pendekatan

BPRS Baiturrahman Aceh Besar penulis melakukan kegiatan kerja praktik salah satunya pada bagian pembiayaan, kegiatan yang dilakukan pada bagian pembiayaan yaitu

Kajian ini juga mengkaji kesan kaedah PBM dalam talian berbantukan persembahan masalah berbentuk grafik (PBM-G) dan kesan kaedah PBM dalam talian berbantukan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh proporsi kacang tunggak dan bubuk angkak terhadap 1) kekenyalan, tekstur, warna, aroma dan rasa pada sosis vegan,

Berdasarkan pengamatan sampai akhir penelitian terhadap subkultur tunas gaharu yang berkembang dengan baik, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tercukupinya kebutuhan

Suhu merupakan faktoryang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim (amilase saliva) dengan kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan kenaikan suhu, kemudian pada akhirnya energi

Dari hasil analisis normalisasi bobot kriteria keterpaduan transportasi antarmoda di Bandar Udara Internasional Lombok diperoleh hasil CR (consisten ratio)